6 pelayanan dan pemeliharaan dari mutu apa yang menarik dan ditawarkan oleh
objek wisata tersebut. Selain itu dukungan masyarakat setempat terhadap pengembangan destinasi wisata, peranan organisasi dan dukungan modal usaha
perlu diperhatikan agar pengembangan optimal
2
1.2. RUMUSAN MASALAH
. Sama halnya dengan wisata air terjun Ponot peningkatan pemasaran, kualitas SDM, pelayanan, pemeliharaan dan
dukungan masyarakat sangat diperlukan agar pengembangan air terjun Ponot lebih optimal.
Berdasarkan latar belakang ini penulis tertarik untuk menyusun penelitian dengan judul: “PENGEMBANGAN POTENSI AIR TERJUN PONOT di
KABUPATEN ASAHAN Studi deskriptif daya tarik wisata air terjun Ponot di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan”.
a Bagaimana pengembangan potensi destinasi air terjun Ponot di Kabupaten
Asahan? b
Bagaimana strategi pengembangan potensi Air Terjun Ponot?
1.3. TINJAUAN PUSTAKA
Ciri khas manusia yang selalu bergerak merupakan embrio yang melahirkan kebutuhan manusia untuk bepergian, mengadakan perjalanan dengan
segala ragam keperluan prasarana dan sarananya. Menurut Samsuridjai 1997: 11 pariwisata merupakan manifestasi gejala naluri manusia sejak purbakala, yaitu
hasrat untuk megadakan perjalanan.
2
Dodi Widiyanto, Joni Purwo Handoyo dan Alia Fajarwati, “ Pengembangan Pariwisata Pedesaan” Jurnal Bumi Lestari, vol 8 No.2 ,2008: 209.
7 Wardiyanto dan M Baiquni 2011: 3, menyebutkan secara etimologis,
kata “pariwisata” diidentikkan dengan kata “travel” dalam bahasa inggris yang diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke
tempat lain. Atas dasar itu dengan melihat situasi dan kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu
atau kelompok dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan.
Kuntowijoyo juga memberikan macam pandangan mengenai pariwisata yang terdapat dalam masyarakat, yakni: Wardiyanto dan M Baiquni 2011: 1
1. Pariwisata tidak dikenal masyarakat sepenuhnya dan belum dapat
diterapkan dalam kehidupan, karena dalam masyarakat tidak ada pembedaan antara waktu luang dengan waktu kerja dikaitkan dengan
aktivitas melakukan pekerjaan. Pada prinsipnya, masyarakat agraris memaknai waktu dalam kehidupannya sebagai waktu untuk bekerja guna
memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga waktu tidak bekerja itu hanya merupakan bagian dari waktu kerja saja.
2. Pariwisata sudah mulai dikenal oleh sebagian anggota masyarakat, tetapi
masih dipandang sebagai hal yang bersifat negatif, bahwa waktu senggang bagi mereka adalah waktu tidak dalam keadaan kerja atau meninggalkan
pekerjaan. 3.
Pariwisata sebagai pemanfaatan waktu senggang dipandang sebagai sebuah hal yang berguna dan memiliki arti, bermanfaat bagi
kehidupannya, oleh karena itu jika mereka menggunakannya dengan baik,
8 mereka akan mendapatkan manfaat. Dalam hal ini pariwisata menjadi
sebuah kebutuhan hidup yang harus dipenuhi supaya hidupnya lebih baik, Gejala seperti ini terjadi pada masyarakat industrial.
Menurut Samsuridjai dan Kaelany 2011: 24 Secara singkat pariwisata dapat dibagi dalam beberapa jenis yakni: Wisata untuk Rekreasi, Wisata Bahari,
Wisata Alam, Wisata Budaya, Wisata Olahraga, Wisata Bisnis, Wisata Konvensi dan Wisata Jenis Lain.
Fokus subjek penelitian penulis tergolong dalam jenis Wisata Alam dimana Wisata Alam adalah jenis wisata yang terdapat banyak bukit terjal,
gunung yang tinggi, gua-gua yang dalam, sungai yang deras dan air terjun. Jenis wisata ini umumnya disukai kalangan Remaja, disini fisik dan mental para remaja
diuji. Sama halnya dengan wisata Air Terjun Ponot dimana ketika kita berkunjung ke Air Terjun ini, kita ditantang untuk melewati batu-batu terjal dan tanah yang
agak licin untuk mencapai jatuhan airnya, disini akan dirasakan sensasi luar biasa dimana suara air, percikan air dari atas yang halus bagai salju membasahi tubuh
dan keindahan jatuhan air dari atas tebing yang indah dan menciptakan pelangi di sekitar jatuhan air.
Pengertian potensi wisata menurut Mariotti Yoeti 1983: 160-162 adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata dan merupakan daya tarik
agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Menurut RG. Soekadijo Wardiyanto dan M Baiquni 2011:7, konsep wisatawan berasal dari
kata dalam bahasa sansekerta “wisata” yang berarti “perjalanan” yang sama atau dapat disamakan dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris, Karena dalam bahasa
9 Indonesia sudah lazim memakai akhiran “wan” untuk menyatakan orang dengan
profesinya, keahliannya, jabatannya dan kedudukan seseorang. Jadi kata “wisatawan” dalam beberapa hal berbeda dengan “touristm” dalam bahasa
inggris. Menurut Bambang Sunaryo 2013: 1, wisatawan tourist adalah
seseorang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan perjalanan. Kusudianto Hadinoto 1996: 26, mengatakan proses pengembangan suatu
kawasan wisata utama dapat membutuhkan waktu 15-20 tahun sebelum berkembang lengkap. Ini merupakan hal yang sangat sensitif yang memerlukan
perhatian seperti lingkungan, masyarakat dan budaya. Pengembangan pariwisata memerlukan dukungan pembangunan berbagai
infrastruktur. Penyediaan infrastruktur bisa dilakukan oleh pemerintah maupun swasta atau pun oleh keduanya. Kemampuan dalam pemeliharaan juga sangat
berpengaruh pada keberhasilan pengembangan pariwisata, pemeliharaan ini bisa dilakukan oleh masyarakat setempat, disini akan terlihat partisipasi dari
masyarakat setempat. Suansri mengatakan bahwa dalam pengembangan kepariwisataan berbasis
masyarakat harus memenuhi 5 dimensi pengembangan yang merupakan aspek utama pengembangan kepariwisataan sebagai berikut : Bambang Sunaryo
2013:142 1.
Dimensi ekonomi: dengan indikator berupa adanya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan di sektor
10 pariwisata, berkembanganya pendapatan masyarakat lokal dari sektor
pariwisata, 2.
Dimensi sosial: dengan indikator meningkatnya kualitas hidup, peningkatan kebanggaan komunitas, pembagian peran gender yang adil
antara laki-laki dan perempuan, generasi tua dan generasi muda, serta memperkuat organisasi komunitas,
3. Dimensi budaya: dengan indikator berupa mendorong masyarakat untuk
menghormati nilai budaya yang berbeda, membantu berkembangnya pertukaran budaya, berkembangnya nilai budaya pembangunan yang
melekat erat dalam kebudayaan setempat, 4.
Dimensi lingkungan: dengan indikator terjaganya daya dukung lingkungan, adanya system pengelolaan sampah yang baik, meningkatnya
kepedulian akan perlunya konservasi dan preservasi lingkungan. 5.
Dimensi politik: dengan indikator meningkatkan partisipasi dari penduduk lokal, peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas, dan adanya
jaminan hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan SDA. Bambang Sunaryo 2013:81 mengatakan pemahaman mengenai
penyelengaraan pemerintahan yang baik good governance harus mengacu pada pemahaman bahwa bukan hanya apa yang dilakukan oleh lembaga pemerintah
saja yang harus baik, akan tetapi keseluruhan stakeholders atau para pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan urusan yang terkait dengan masalah dan
kepetingan publik harus juga mempunyai kapasitas yang memadai. Disini
11 diharapkan adanya kerjasama yang baik dari berbagai pihak yang terkait tidak
terkecuali kerjasama dari masyarakat lokal. Bambang Sunaryo 2013:88, meyebutkan konstuksi strategi Public-
Private Partnership PPP atau kemitraan pemerintah-swasta dalam proses pembangunan kepariwisataan merupakan salah satu cara yang sangat strategis
dalam penyediaan infrastruktur dan pelayanan publik, yang dalam hal ini pihak pemerintah tetap bertanggung jawab dan harus akuntabel bagi penyediaan jasa
publik dan tetap menjaga kelangsungan kepentingan publik. PPP adalah salah satu cara yang sangat efektif dalam menggerakkan roda perekonomian, dalam PPP
diharapkan semua pihak pemerintah, masyarakat dan swasta menjalin kerjasama yang solid, adil dan transparan.
Bambang Sunaryo 2013:86-87, mengatakan sektor kepariwisataan merupakan kegiatan yang memiliki keterkaitan dan melibatkan banyak sektor,
antara lain meliputi sektor kehutanan, kelautan, pertanian dan perkebunan, industri dan perdagangan, telekomunikasi, perhubungan, lingkungan, kebudayaan,
imigrasi dan hubungan luar negeri. Oleh karena itu, harus ditempuh langkah- langkah:
1. Pengembangan kebijakan di sektor perhubungan meliputi pengembangan
bandara, jaringan jalan, pelabuhan, kapal dan kereta api, 2.
Pengembangan kebijakan di sektor imigrasi, sebagai contoh; kebijakan bebas visa, penghapusan fee untuk visa on arrival bagi negara-negara
tertentu,
12 3.
Pengembangan kebijakan disektor kehutanan, pertanian perkebunan, kelautan, dan kebudayaan melalui dukungan alokasi ruangarea atau objek
bagi pengembangan kegiatan kepariwisataan beserta penyiapan berbagai aturan pelaksanaan yang mendukung.
4. Pengembangan di sektor pendidikan yang dapat mendukung meningkatkan
kualitas SDM pariwisata Indonsia dan pengembangan standart pelatihan dan pendidikan untuk menopang industri pariwisata, sehingga mampu
berkompetisi dengan SDM asing. Dari data awal yang didapatkan dilapangan, pengembangan sektor
perhubungan di air terjun Ponot ini masih sangat minim. Melalui koordinasi terpadu yang dijalin antar sektor tersebut, maka dapat dipersiapkan kerangka
pengembangan terpadu yang akan memberikan nilai manfaat yang besar dalam jangka panjang, baik dalam hal penerimaan devisa, penyerapan tenaga kerja,
pemanfaatan produk lokal, pemberdayaan ekonomi rakyat, maupun konservasi lingkungan dan sumber daya alam.
Menurut Bambang Sunaryo 2013:77, prinsip dari penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik pada intinya adalah koordinasi dan sinkronisasi
program antar pemangku kepentingan yang ada serta keterlibatan partisipasi aktif yang sinergis terpadu dan saling menguatkan antara pihak pemerintah, swasta,
industri pariwisata dan masyarakat setempat. Bambang Sunaryo 2013:77-80, mengatakan secara teoritis pola
manajemen dari penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan akan dapat dengan mudah dikenali
13 melalui berbagai ciri penyelenggaraan yang berbasis pada prinsip- prinsip sebagai
berikut ini Parisipasi masyarakat terkait, Keterlibatan segenap pemangku kepentingan, Kemitraan kepemilikan lokal, Pemanfaatan sumber daya secara
berlanjut, Mengakomodasikan aspirasi masyarakat, Daya dukung lingkungan, Monitor dan evaluasi program, Akuntabilitas lingkungan, Pelatihan pada
masyarakat terkait, Promosi dan advokasi nilai budaya kelokalan. Pengembangan pariwisata yang berkelanjutan selain memperhatikan faktor
non-fisik, pengembangan pariwisata juga harus memperhatikan beberapa faktor fisik salahsatunya adalah lingkungan atau tata ruang pariwisata. Dalam tulisan
artikel Sjarifuddin Akil telah disebutkan beberapa kebijakan penataan ruang dalam mendukung pengembangan pariwisata yaitu sebagai berikut: Mohammad
Ridwan 2012:25-26 1.
Pengembangan wilayah dengan pendekatan pengembangan ekosistem, yaitu penata ruang dilakukan dengan pendekatan secara terpadu dan
terkoordinasi, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, 2.
Peningkatan keterkaitan fungsi pengembangan kegiatan pariwisata yang baik dengan sektor lainnya untuk memberikan nilai efisiensi yang tinggi
dan percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah, 3.
Pengembangan pariwisata harus dikaitkan dengan pengembangan ekonomi nasional, wilayah dan lokal,
4. Pengembangan pariwisata harus diupayakan dapat melibatkan seluruh
stakeholder. Dalam konteks ini peran masyarakat terlibat mulai dari hulu
14 memberikan kegiatan produksi yang ekstraktif sampai hilir kegiatan
produksi jasa, 5.
Pemanfaatan rencana pengembangan wilayah secara nasional yang dalam hal ini harus terkait dengan Rencana Tata Ruang NasionalRTRWN.
Didalam RTRWN ini diberikan arahan fungsi lindung dan budidaya. 6.
Pengembangan dukungan sarana-prasarana tranportasi secara terpadu intermoda dan terkait dengan struktur pengembangan wilayah.
Pengembangan pariwisata yang berkelanjutan memerlukan rencana pengembangan yang tepat sehingga akan mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Menurut Mohammad Ridwan 2012:54-55, ada beberapa faktor yang perlu diketahui dalam perencanaan pengembangan pariwisata, yaitu: wisatawan,
transportasi, objek dan daya tarik wisata, fasilitas pelayanan, infrastruktur pendukung, masyarakat lokal dan informasi.
Kusudianto Hadinoto 1996: 76-78, mengatakan perencanaan pengembangan pariwisata dilakukan dalam 2 tahap, yakni:
1. Rencana konseptual, yang merupakan konsepsi garis besar dan
menentukan sasaran, strategi pengembangan dan maksudtujuan pengembangan.
2. Rencana induk pengembangan, yang lebih detail dan lebih meliputi teknik
pembangunan.
15 Bambang Sunaryo 2013:132, mengatakan ada 3 strategi perencanaan
pembangunan kepariwisataan yaitu: 1.
Stategi perencanaan pembangunan kepariwisataan yang mengutamakan pada pertumbuhan growth oriented model,
2. Strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada
pemberdayaan masyarakat community based tourism development, 3.
Startegi perencanaan kepariwisataan yang bertumpu pada keberlanjutan pembangunan kepariwisataan sunsainable tourism development.
Data yang ditemukan penulis di lapangan bahwa pengembangan air terjun Ponot menggunakan strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan nomor 2.
Strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat community based tourism development, secara tidak
langsung memberikan wadah pemberdayaan bagi masyarakat lokal khususnya dibidang ekonomi.
Setelah rencana pengembangan telah dibuat secara matang, langkah selanjutnya adalah menentukan sasaran pengembangan pariwisata. Gunn Oka A.
Yoeti 2002:52, menetapkan sasaran pengembangan pariwisata pada suatu DTW sebagai berikut:
Pertama, mempersiapkan aksesibilitas, fasilitas dan daya tarik pariwisata sedemikian rupa sehingga bila wisatawan berkunjung ke DTW tersebut merasa
puas, senang dan sesuai dengan harapannya, mengapa dia melakukan perjalanan wisata.
16 Kedua, supaya perusahaan-perusahaan yang termasuk kelompok industri
pariwisata memperoleh hasil keuntungan yang berimbang atau proporsional dengan volume kunjungan wisata ke daerah itu, apalagi bagi pengusaha yang telah
menginvestasikan modalnya dalam sektor pariwisata yang pengembaliannya relatif cukup lama.
Ketiga, pengembangan yang dilakukan hendaknya sekaligus dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan lingkungan, pencemaran seni dan
budaya, kerusakan moral dan kepribadian bangsa, kehancuran kehidupan beragama dan terhindar dari perdagangan narkotika.
Pengembangan pariwisata tidak hanya memerlukan perencanaan pengembangan yang matang dan penentuan sasaran pengembangan, tetapi dalam
pengembangan pariwisata juga diperlukan strategi pengembangan pariwisata yang akurat dalam mendukung rencana pengembangan yang telah dibuat. Oka A. yoeti
2002:56, mengatakan dalam pengembangan pariwisata bisa menentukan strategi mana yang akan dipilih dan yang mana yang lebih cocok, dapat
melakukannya dalam dua tahap: Pertama, dapat mengembangkan suatu strategi portofolio produk, artinya
terhadap produk yang sementara ada akan diapakan, apakah sebagian akan dikembangkan terus dan sebagian dihilangkan karena tidak ada peminat dan
dipertimbangkan untuk menciptakan produk baru. Jadi disini diperlukan pengembangan produk baru product development.
17 Kedua, bisa mengembangkan suatu strategi perluasan pasar dengan
memutuskan dan berkonsentrasi pada pasar baru new market yang akan dijadikan sasaran diwaktu yang akan datang.
Menurut Oka A. Yoeti 2002;37 strategi menetapkan pasar akan merupakan sesuatu yang amat penting dalam konteks pemasaran regional, hal ini
dapat dilakukan dengan dua langkah yaitu: 1.
Mendefinisikan dan menganalisis pasar produk defining and analizyng product markets
2. Target pemasaran target marketing.
Dalam pengembangan pariwisata alam agar tidak merusak lingkungan perlu diperhatikan kebijakan-kebijakan pengembangan pariwisata. Chafid Fandeli
dan Mukhlison 2000:49, menyebutkan Kebijakan umum pengembangan hutan untuk ekowisata saat ini mengacu pada kebijakan pariwisata alam yang
berlandaskan UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 18 dan No.13 tahun 1994 sebagai berikut:
1. Kebijakan umum
Pengembangan pariwisata alam dilakukan dalan kerangka mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati dan keseimbangan ekosistemnya,
sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
2. Kebijakan Operasional
Untuk menjabarkan umum maksud, maka diterapkan kebijakan operasional pengusahaan pariwisata alam antara lain sebagai berikut;
18 1
Pengusahaan pariwisata alam diserahkan kepada pihak ketiga yaitu: perorangan, swasta, koperasi, atau BUMN.
2 Pengusahaan pariwisata alam dilaksanakan pada sebagian kecil areal
blok pemanfaatan, dan tetap memperhatikan pada aspek kelestarian. 3
Pengusahaan pariwisata alam tidak dibenarkan melakukan perubahan mendasar pada bentang alam dan keaslian habitat
4 Pembangunan sarana-prasarana dalam rangka pengusahaan
pariwisata alam harus bercorak pada bentuk asli tradisional dan tidak menghilangkan ciri khas atau identitas etnis setempat.
5 Kegiatan pengusahaan pariwisata alam harus melibatkan masyarakat
setempat dalam rangka pemberdayaan ekonomi. 6
Pengusahaan pariwisata alam harus melaporkan semua aktivitasnya secara berkala untuk memudahkan kegiatan monitoring,
pengendalian dan pembinaan. Lawrence mengatakan pariwisata berkelanjutan akan tercapai jika dapat
menjaga keseimbangan sumberdaya yang ada, yakni dampak yang ditimbulkannya seimbang antara dampak sosial dan dampak lingkungan dengan
tujuan ekonomis yang diharapkan, Wardiyanto dan M Baiquni 2011: 78. James J. Spilane 1994: 51-62, mengatakan dampak positif dan negatif
pariwisata terhadap pembangunan yakni: 1.
Dampak positif: pariwisata dan pencipta lapangan pekerjaan, pariwisata sebagai sumber devisa asing, pariwisata dan distribusi pembangunan
secara spiritual.
19 2.
Dampak negative: Pariwisata dan vulnerabilitay ekonomi, kebocoran pendapatan dari industri pariwisata, polarisasi spasial dari industri
pariwisata, sifat dari pekerjaan dalam industri pariwisata, dampak industri pariwisata terhadap alokasi sumberdaya ekonomi dan dampak industri
pariwisata terhadapa lingkungan Secara tidak langsung pembangunan pariwisata akan memberikan
kontribusi dibagian ekonomi bagi masyarakat setempat, dimana dalam pembangunan pariwisata secara tidak sengaja menciptakan lapangan pekerjaan di
berbagai bidang.
1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian