Alat pengumpulan data Dasar hukum Perseroan Terbatas Asasprinsip

4. Alat pengumpulan data

Data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi dokumen yang dilakukan melalui pengumpulan data sekunder. Data tersebut berupa perundang-undangan, karya ilmiah, hasil penelitian, majalah dan dokumen lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.

5. Analisis data

Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul melalui pengamatan. Selanjutnya diadakan analisis secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh tersebut disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif yaitu dalam bentuk uraian. Data yang telah diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan diklasifikasikan guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah hukum BUMN dan Hukum Jaminan Sosial Nasional. Melakukan kegiatan penelitian dengan penelusuran teori-teori hukum, yang berkaitan dengan hukum perusahaan, hukum ekonomi, hukum jaminan sosial, tata kelola perusahaan good corporate governance yang baik serta kebijaksanaan pemerintah. Dalam mencermati peraturan hukum, diperlukan bantuan ajaran interpretasi. 10 Metode interpretasi yang digunakan dalam rangka memahami hukum dengan cara mencari kesesuaian asas hukum yang ada yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 10

W. Poespoprodjo, Interspretasi, Bandung: Remadja Karya, 1987, hlm. 63.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Selanjutnya melakukan analisis secara deskriptif terhadap hukum positif yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang diteliti, terutama dalam kaitannya dengan hukum perusahaan terkait dengan tujuan pembentukan BUMN Persero serta tujuan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Melalui proses data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab. 11 11 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum Suatu Pengantar, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001, hlm. 195-196. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB II ASPEK YURIDIS BUMN PERSERO

DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

A. Pengertian dan Elemen Yuridis dari Perseroan Terbatas

Hukum bagaimanapun juga sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat di dalam segala aspeknya, apakah itu kehidupan sosial, kehidupan politik, budaya dan yang tak kalah pentingnya adalah untuk mengatur kegiatan ekonomi. Dalam kegiatan ekonomi inilah hukum sangat diperlukan karena sumber- sumber ekonomi yang terbatas di satu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi di lain pihak sehingga konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi. Negara Indonesia dilaksanakan berdasarkan hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, demikian penegasan Undang-undang Dasar 1945 yang mengan- dung makna bahwa di negara Republik Indonesia hukum harus berperan sentral sebagai pengarah dan pengayom kehidupan berbangsa. Untuk mewujudkan cita-cita negara hukum tersebut, diperlukan upaya pembangunan hukum yang berkesinam- bungan dan menuntut penataan kembali dari waktu ke waktu, terutama dalam suasana politik, sosial dan ekonomi nasional serta global yang selalu berubah dengan begitu cepat. Kegiatan perekonomian di Indonesia diatur oleh seperangkat kaidah-kaidah hukum di bidang ekonomi yang disebut Hukum Ekonomi Indonesia sebagian ahli Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 lebih cenderung menggunakan istilah bisnis. Hukum Ekonomi Indonesia adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan putusan-putusan hukum yang secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi di Indonesia. Kaidah-kaidah hukum mengenai ekonomi Indonesia tersebut ada yang bersifat Hukum Ekonomi Pembangunan dan ada yang bersifat Hukum Ekonomi Sosial. 12 Dijelaskan oleh Sunaryati Hartono, bahwa Hukum Ekonomi Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian, yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu: pertama, Hukum Ekonomi Pembangunan yang menyangkut pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional, menyeluruh dan berencana. Materi Hukum Ekonomi Pembangunan ini akan mencakup kaidah-kaidah yang menyangkut usaha-usaha peningkatan dan pengembangan bidang-bidang ekonomi, perdagangan dan keuangan, dimana pemerintah memainkan peranan yang penting sebagai pengarah, pengatur dan modernizing agent. Kedua, Hukum Ekonomi Sosial yang berdasarkan Pancasila Sila Perikemanusiaan dan Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dan menyangkut pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan kesejahteraan manusiawarga negara Indonesia, sesuai dengan martabat kemanusiaannya. Materi Hukum Ekonomi Sosial ini akan memuat kaidah-kaidah yang menyangkut usaha-usaha peningkatan 12 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung: Binacipta, 1982, hlm. 53. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 kemampuan ekonomi dan kesejahteraan warga negara Indonesia sebagai per- seorangan. 13 Hubungan antara Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial, jika bertitik tolak dan didasarkan pada pemikiran pembangunan dan peningkatan ketahanan ekonomi nasional secara makro, maka titik tolak dan dasar pemikiran dari Hukum Ekonomi Sosial adalah kehidupan ekonomi Indonesia yang berperikemanusiaan dan perataan pendapatan, di mana setiap warga negara Indonesia berhak atas kehidupan dan pekerjaan yang layak. Dalam hubungan ini perlu diingat, bahwa segala usaha pembangunan ekonomi Indonesia itu bertujuan untuk mencipta- kan kesejahteraan tiap-tiap dan masing-masing warga negara Indonesia, sehingga pembangunan ekonomi Indonesia itu sekali-kali tidak akan dan tidak boleh ber- langsung dengan merendahkan derajat manusia Indonesia menjadi alat produksi, atau alat dari pembangunan ekonomi itu, tetapi justru harus berlangsung dengan men- junjung tinggi hak-hak hidup manusia yang asasi. 14 Hukum dan ekonomi adalah merupakan dua sub sistem dari suatu sistem kemasyarakatan yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Hukum dapat dilihat sebagai hasil dari berbagai kekuatan sosial dan ekonomi yang terdapat dalam proses kemasyarakatan, sehingga hukum itu sangat tergantung sekali pada faktor- faktor yang cukup dominan dalam kehidupan masyarakat terutama faktor-faktor ekonomi. Dengan demikian hukum itu tempatnya adalah berada di belakang dan 13 Ibid., hlm. 49-50. 14 Ibid., hlm. 50-51. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 mengikuti perkembangan ekonomi. Hal ini sesuai dengan anggapan klasik mengenai hukum yang berasal dari orang-orang Belanda dahulu yang mengatakan bahwa “het recht hink achter de feiten aan” hukum itu ada dibelakang dan mengikuti kejadian- kejadian. Berhubungan dengan persoalan tersebut di atas, maka antara sistem hukum dan sistem ekonomi di suatu negara terdapat hubungan yang sangat erat dan pengaruh timbal balik. Kalau pada satu pihak pembaharuan dasar-dasar pemikiran dibidang ekonomi ikut mengubah dan menentukan dasar-dasar sistem hukum yang ber- sangkutan, maka penegakan asas-asas hukum yang sesuai juga akan memperlancar terbentuknya struktur ekonomi yang dikehendaki. Sebaliknya penegakan asas-asas hukum yang tidak sesuai justru akan menghambat terciptanya struktur ekonomi yang dicita-citakan. 15 Hal ini dapat diperjelas lagi bahwa pelaksanaan hukum sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan sebaliknya hukum juga dapat mem- pengaruhi perkembangan ekonomi dalam masyarakat. Pembicaraan mengenai hukum dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi dalam masyarakat tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang apa sebenarnya fungsi hukum dalam masyarakat. Dalam pandangan yang klasik hukum itu hanya berfungsi sebagai alat pengendalian sosial social control dalam artian untuk menciptakan keteraturan, ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat. Hukum juga sering disebut sebagai sarana penyelesaian sengketa settle dispute dalam artian 15 Ibid., hlm. 6. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 untuk memberikan sarana agar berbagai sengketa yang terjadi dalam masyarakat dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Mengenai fungsi hukum itu di dalam masyarakat, terdapat banyak perbedaan pandangan di kalangan para ahli hukum. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa hukum selain berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial social control juga berfungsi sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial law as facilitation of human interaction. Dikemukakannya bahwa mana yang lebih utama senantiasa tergantung pada bidang hukum yang dipersoalkan dan kadang-kadang kedua fungsi tadi berkaitan dengan eratnya sehingga sulit untuk dibedakan secara tegas. 16 Dalam bukunya yang lain beliau masih menyebutkan adanya fungsi hukum yang lain yaitu hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat. 17 Hukum di dalam suatu masyarakat yang sedang membangun tidak hanya mempunyai fungsi untuk menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi juga mempunyai fungsi untuk mempercepat proses pendidikan masyarakat merupakan sebagian “social education” ke arah suatu sikap mental yang paling sesuai dengan masyarakat yang dicita-citakan. Dengan lain perkataan, hukum merupakan suatu “prasarana mental” untuk memungkinkan terjadinya pembangunan dengan cara tertib dan ter- atur, tanpa menghilangkan martabat kemanusiaan dari anggota-anggota masyarakat. 18 16 Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung: Alumni, 1981, hlm. 44. 17 Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 1980, hlm. 115. 18 Sunaryati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, Bandung: Binacipta, 1972, hlm. 335. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Bertitik tolak dari anggapan dasar yang demikian, maka akan terlihat adanya suatu hubungan interdependensi antara hukum di satu pihak dan ekonomi di lain pihak. Hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat dalam mengatur dan menata perekonomian masyarakat diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan di bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi hanya dapat terlaksana dengan baik jika dilaksanakan atas dasar suatu tertib hukum yang memungkinkan dan dapat menga- mankan pelaksanaannya. Kemudian dari peraturan hukum dimaksud diharapkan dapat memberikan dampak yang bersifat positif yang dapat mempercepat lajunya pertumbuhan ekonomi. 19 Pembaharuan di bidang hukum untuk mengakomodasi perubahan di dalam menghadapi perkembangan pertumbuhan perekonomian nasional serta perkembangan perekonomian internasional yang ditandai adanya liberalisasi perdagangan bebas, kiranya perlu dilakukan. Pembaharuan hukum tersebut di bidang kegiatan ekonomi dalam pembangunan dilakukan untuk dapat mewujudkan hukum ekonomi yang kondusif mendukung kegiatan ekonomi. Pembaharuan hukum itu harus dijiwai oleh nilai-nilai dasar, nilai praktis dari Pancasila, UUD 1945 dan Kebijaksanaan Nasional. Di lain pihak juga harus memperhitungkan lingkungan strategis yang mendukungnya yaitu mekanisme pasar, sinergi manajemen, sumberdaya dan globalisasi ekonomi. Pembaharuan hukum di bidang kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan 19 Abdurrahman, Beberapa Pokok Pikiran di Sekitar Pembinaan Hukum Ekonomi di Indonesia, Jakarta: BPHN, 1980, hlm. 126. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 melakukan perubahan ketentuan perangkat peraturan hukum dan perundang- undangan dibidang ekonomi yang meliputi: 20 1. Peraturan hukum dan perundang-undangan yang memberi landasan hukum bagi keberadaan lembaga-lembaga yang mewadahi para pelaku ekonomi dalam melakukan transaksi ekonomi pasar Substantial Legal Rules. 2. Peraturan hukum dan perundang-undangan yang mengatur perilaku behavior para pelaku ekonomi dalam melaksanakan setiap transaksi bisnis dan ekonomi pada pasar bebas yang berupa hukum-hukum yang mengatur setiap sektor ekonomi yang akan dilakukan oleh swasta Level Playing Field. 3. Peraturan hukum dan perundang-undangan mengenai penyelesaian sengketa yang mendukung kelangsungan hidup pasar bebas. Pendekatan yuridis tersebut di atas perlu diimbangi dengan pendekatan ekonomi transaksi bisnis, karena perangkat prediktibilitas dan kepercayaan atas hukum kemungkinan akan memberi dampak negatif terhadap transaksi ekonomi, ditinjau dari sudut pandangan efisiensi dan produktivitas yaitu berupa hambatan- hambatan yuridis yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Selanjutnya, suatu kerangka kerja hukum harus dikembangkan untuk memenuhi tujuan dan sasaran dari efisiensi ekonomi. Dengan demikian, peranan hukum nasional khususnya Hukum Ekonomi harus mampu membangun kerangka kerja pengaturan hukum yang melandasi kegiatan 20 Normin S. Pakpahan, “Perangkat Hukum dalam Rangka Menghadapi Era Perdagangan Bebas”, Majalah Hukum Nasional, No. 2 Tahun 2002, BPHN Departemen Kehakiman dan HAM RI, hlm. 37-39. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 transaksi ekonomi pada dunia usaha serta mampu memberikan solusi yang obyektif bagi penyelesaian perselisihan perdagangan. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah RI, guna menata kembali aturan hukum yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi adalah dengan memperbaharui undang-undang tentang Perseroan Terbatas, yakni dengan dikeluar- kannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang tersebut perlu diperbaharui karena memang dalam praktek banyak dijumpai pelaku usaha pelaku ekonomi yang menjalankan bisnisnya dengan membentuk Perseroan Terbatas PT. PT merupakan model bisnis yang lazim dilakukan sehingga berbeda dengan bentuk badan usaha lain seperti Firma, Perusahaan Komanditer, Koperasi dan lain-lain. Terhadap Perseroan Terbatas ini dalam beberapa bahasa disebut sebagai berikut: 21 1. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited Ltd. Company atau Limited Liability Company ataupun Limited Ltd Corporation. 2. Dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze Vennootschap atau yang sering disingkat dengan NV saja. 3. Dalam bahasa Jerman terhadap perseroan terbatas ini disebut dengan Gesellschaft mit Beschrankter Haftung. 21 Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 1. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 4. Dalam bahasa Spanyol disebut dengan Sociedad dengan Responsabilidad Limitada. Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah: suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian dan para pendirinya, untuk melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar, dimana modal dasar tersebut dibagi ke dalam saham-saham, dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang yang terkait dan peraturan perundang-undangan lainnya. 22 Selain itu ada juga yang memberikan arti Perseroan Terbatas sebagai suatu asosiasi pemegang saham atau bahkan seorang pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di negara tertentu yang diciptakan oleh hukum dan diberlaku- kan sebagai manusia semu artificial person oleh Pengadilan. PT merupakan badan hukum karena sama sekali terpisah dengan orang-orang yang mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus menerus. Sebagai suatu badan hukum Perseroan Terbatas berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat dan melaksanakan kewenangan-kewenangan lainnya yang diberikan oleh hukum yang berlaku. Menurut Munir Fuady setidak-tidaknya ada 15 lima belas elemen yuridis dari suatu Perseroan Terbatas yaitu: 23 1. Dasarnya adalah perjanjian. 22 Lebih lanjut lihat Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 23 Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 3. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 2. Adanya para pendiri. 3. Pendiripemegang saham bernaung di bawah suatu nama bersama. 4. Merupakan asosiasi dari pemegang saham atau hanya seorang pemegang saham. 5. Merupakan badan hukum atau manusia semu atau badan intelektual. 6. Diciptakan oleh hukum. 7. Mempunyai kegiatan usaha. 8. Berwenang melakukan kegiatannya sendiri. 9. Kegiatannya termasuk dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh perundang- undangan yang berlaku. 10. Adanya modal dasar dan ada juga modal ditempatkan dan modal setor. 11. Modal perseroan dibagi kedalam saham-saham. 12. Eksistensinya terus berlangsung meskipun pemegang sahamnya silih berganti. 13. Berwenang menerima, mengalihkan dan memegang aset-asetnya. 14. Dapat menggugat dan digugat di Pengadilan. 15. Mempunyai organ perusahaan.

B. Klasifikasi Perseroan Terbatas

1. Dasar hukum Perseroan Terbatas

Untuk mengetahui tentang landasan yuridis dari suatu Perseroan Terbatas, maka perlu juga diketahui dengan pasti apa sebenarnya yang menjadi dasar hukum dari Perseroan Terbatas sehingga ia memiliki status tersendiri dalam dunia bisnis. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Tentang dasar hukum bagi suatu Perseroan Terbatas, dapat dibagi ke dalam dua kelompok sebagai berikut: 24 a. Dasar hukum umum b. Dasar hukum khusus Yang dimaksud dengan dasar hukum yang umum adalah ketentuan hukum yang mengatur suatu Perseroan Terbatas secara umum tanpa melihat siapa pemegang sahamnya dan tanpa melihat dalam bidang apa Perseroan Terbatas tersebut berbisnis, beserta sejumlah peraturan pelaksanaannya.

2. Klasifikasi Perseroan Terbatas

Suatu Perseroan Terbatas dapat diklasifikasi ke dalam beberapa bentuk jika dilihat dari beberapa kriteria, yaitu: 25 a. Dilihat dari banyaknya pemegang saham. Jika dilihat dari segi banyaknya pemegang saham, suatu perseroan terbatas dapat dibagi ke dalam: 1 Perusahaan Tertutup Yang dimaksud dengan perusahaan tertutup adalah suatu Perusahaan Terbatas yang belum pernah menawarkan sahamnya pada publik melalui penawaran umum dan jumlah pemegang sahamnya belum sampai kepada jumlah pemegang saham dari suatu perusahaan publik. Kepada perusahaan tertutup berlaku undang-undang Perseroan Terbatas, yaitu UU No. 40 Tahun 2007. 24 Ibid ., h lm . 13. 25 Ibid ., hl m . 14 . Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 2 Perusahaan Terbuka Yang dimaksud dengan perusahaan terbatas terbuka PT. Tbk. adalah suatu perseroan terbatas yang telah melakukan penawaran umum atas sahamnya atau telah memenuhi syarat dan telah memproses dirinya menjadi perusahaan publik, sehingga telah memiliki status perusahaan publik, dimana perda- gangan saham sudah dapat dilakukan di bursa-bursa efek. Terhadap per- usahaan terbuka ini berlaku undang-undang Perseroan Terbatas maupun undang-undang pasar modal. 3 Perusahaan Publik Yang dimaksud dengan perusahaan publik adalah perusahaan terbuka dimana keterbukaannya itu tidak melalui proses penawaran umum, tetapi melalui proses khusus, setelah dia memenuhi syarat untuk menjadi perusahaan publik, antara lain: jumlah pemegang sahamnya yang sudah mencapai jumlah tertentu yang oleh undang-undang pasar modal ditentukan jumlah pemegang saham- nya minimal sudah menjadi 300 tiga ratus orang. Terhadap perusahaan publik ini berlaku undang-undang tentang Perseroan Terbatas maupun undang-undang tentang Pasar Modal. b. Dilihat dari jenis Penanaman Modal Jika dilihat dari segi jenis penanaman modalnya, suatu perseroan terbatas dapat dibagi ke dalam: Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 1 Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN Yang dimaksud dengan Perusahaan Modal Dalam Negeri PMDN adalah suatu perusahaan yang didalamnya terdapat penanaman modal dari sumber dalam negeri dan perusahaan tersebut telah diproses menjadi perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN, sehingga dengan status per- usahaan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN tersebut dia sudah berhak atas fasilitas-fasilitas tertentu dari pemerintah yang tidak akan didapati oleh perusahaan yang bukan PMDN. Untuk perusahaan PMDN berlaku undang- undang Perseroan Terbatas maupun undang-undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. 2 Perusahaan Penanaman Modal Asing PMA Perusahaan Penanaman Modal Asing PMA adalah suatu Perseroan Terbatas PT yang sebahagian atau seluruh modal sahamnya berasal dari luar negeri sehingga mendapat perlakuan khusus dari pemerintah. Jika seluruh modal saham berasal dari luar negeri disebut PMA murni, tetapi jika sebahagian saja dari modal saham yang berasal dari luar negeri sedangkan sebahagian dari dalam negeri maka dikatakan perusahaan patungan joint venture, terhadap perusahaan PMA ini berlaku undang-undang PT maupun undang-undang PMA. 3 Perusahaan non-Penanaman Modal Asing PMAPenanaman Modal Dalam Negeri PMDN. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Yang dimaksud dengan perusahaan non-PMAPMDN adalah perusahaan domestik yang tidak memperoleh status sebagai PMDN, sehingga tidak mendapat fasilitas dari pemerintah kepada perusahaan PMAPMDN pada pokoknya berlaku ketentuan undang-undang tentang Perseroan Terbatas. c. Dilihat keikutsertaan Pemerintah 1 Perusahaan Swasta Perusahaan swasta adalah suatu perseroan dimana seluruh sahamnya dipegang oleh pihak swasta tanpa ada saham pemerintah didalamnya. Kepada perusahaan swasta ini, berlaku ketentuan dalam undang-undang tentang Perseroan Terbatas. 2 Badan Usaha Milik Negara BUMN Badan Usaha Milik Negara BUMN adalah suatu perusahaan dimana didalamnya terdapat saham yang dimiliki oleh pihak pemerintah. Perusahaan BUMN memiliki misi bisnis, dan terdapat juga misi sosial. Jika BUMN berbentuk Perseroan Terbatas maka perusahaan tersebut disebut PT Persero. Kepada BUMN berlaku ketentuan undang-undang Perseroan Terbatas dan perundang-undangan yang berkenaan dengan BUMN. 3 Badan Usaha Milik Daerah BUMD Badan Usaha Milik Daerah BUMD merupakan salah satu varian dari BUMN. Hanya saja BUMD unsur pemerintah yang memegang saham didalamnya adalah pemerintah daerah setempat, untuk BUMD berlaku kebijaksanaan dan perusahaan daerah setempat. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 d. Dilihat dari sedikitnya pemegang saham Jika dilihat dari sedikitnya pemegang saham, maka suatu Perseroan Terbatas dapat dibagi kedalam: 1 Perusahaan Pemegang Saham Tunggal Corporation Sole Yang dimaksud dengan Perusahaan Pemegang Saham Tunggal adalah suatu Perseroan Terbatas dimana pemegang sahamnya hanya terdiri dari 1 orang saja. Undang-undang Perseroan Terbatas tidak memungkinkan eksistensi perusahaan Pemegang Saham Tunggal ini. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 Undang-undang Perseroan Terbatas. Undang- undang hanya memungkinkan adanya pemegang saham tunggal dalam suatu Perseroan Terbatas jika: a Perusahaan tersebut adalah BUMN b Dalam waktu maksimal 6 enam bulan setelah terjadinya perusahaan pemegang saham tunggal. 2 Perusahaan Pemegang Saham Banyak Corporation Agregate Perusahaan pemegang saham banyak adalah Perseroan Terbatas yang jumlah pemegang sahamnya 2 dua orang atau lebih yang pada prinsipnya hal inilah yang dikehendaki oleh undang-undang Perseroan Terbatas. e. Dilihat dari hubungan saling memegang saham Jika dilihat dari hubungan saling memegang saham antar perseroan terbatas maka suatu perseroan terbatas dapat dibagi ke dalam 3 tiga kategori yakni: Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 1 Perusahaan Induk holding Perusahaan induk holding adalah suatu perseroan terbatas yang ikut memegang saham dalam beberapa perusahaan lain. apabila yang dipegang lebih dari 50 lima puluh persen saham maka perusahaan holding tersebut dapat mengontrol anak perusahaan, demikian juga perusahaan pengontrol. Sebuah perusahaan holding dapat memegang saham di beberapa anak perusahaan yang kesemua perusahaan tersebut bernaung dalam 1 satu kelompok perusahaan. Secara hukum masing-masing anak perusahaan tetap dianggap terpisah satu sama lain karena masing-masing anak perusahaan merupakan suatu badan hukum sendiri-sendiri, karena itu kecuali dalam hal- hal yang sangat khusus pihak ketiga hanya dapat menggugat terhadap anak perusahaan yang mempunyai masalah dengannya, tidak dapat diperlebar terhadap anak perusahaan lain atau terhadap perusahaan holding-nya. 2 Perusahaan anak subsidiary Sebaliknya, perseroan terbatas dimana ada saham-saham dipegang oleh per- usahaan holding yang disebut dengan anak perusahaan atau perusahaan anak. 3 Perusahaan terafilisasi affiliate Selanjutnya, hubungan antar anak perusahaan dalam 1 satu induk perusahaan disebut hubungan terafiliasi. Dengan demikian dilihat dari hubungan tersebut maka perusahaan yang bersangkutan disebut dengan perusahaan terafiliasi atau perusahaan saudara sister company. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 f. Dilihat dari segi Kelengkapan Proses Pendirian 1 Perusahaan De Jure Perusahaan De Jure adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan secara wajar dan memenuhi segala formalitas dalam proses pendiriannya, dari pembuatan akta pendirian secara notariil sampai dengan pengesahan aktanya oleh Menteri, serta pendaftarannya dalam daftar perusahaan dan peng- umumannya dalam berita negara. 2 Perusahaan De facto Yang dimaksud dengan perusahaan De Facto adalah perseroan terbatas yang secara itikad baik diyakini oleh pendirinya sebagai suatu perseroan terbatas yang legal, tetapi tanpa disadarinya ada cacat yuridis dalam proses pendiriannya, sehingga eksistensinya secara de jure diragukan, tetapi perseroan tersebut tetap berbisnis sebagaimana perseroan yang normal lainnya. Menurut hukum Indonesia, ada konsekuensi tertentu dari ketidak- adaan salah satu mata rantai dalam proses pendirian perseroan. Jika tidak disahkan oleh Menteri sehingga para pendirinya yang bertanggung jawab secara renteng. Sementara jika terjadi kealpaan dalam proses pendaftaran dan pengumuman perseroan, tetapi perseroan tersebut telah disahkan oleh Menteri maka badan hukum perseroan tersebut sudah eksis, tetapi belum berlaku terhadap pihak ketiga sehingga yang mesti bertanggung jawab terhadap pihak ketiga adalah Direksi Pasal 14 UU No. 40 Tahun 2007. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Dengan diundangkan dan diberlakukan undang-undang tentang Perseoran Terbatas dimaksudkan agar Negara dapat memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi para pihak yang terlibat didalamnya. Negara diharapkan berperan lebih aktif dalam masalah yang cukup rawan ini. Negara mempunyai kekuasaan otoriter terhadap rakyatnya, sehingga Negara dapat memberikan perlindungan hukum terhadap warganya. 26

C. Aspek Yuridis Pembentukan BUMN di Indonesia

Istilah Badan Usaha Milik Negara, ditemukan sejak tahun 1980. Menteri Sekretaris Negara, dalam Surat Edaran Nomor SE-04M.SESNEG480 tanggal 5 April 1980 telah menggunakan istilah Badan-badan Usaha Milik Negara. Dalam Surat Edaran tersebut, MenteriSekretaris Negara menyampaikan pesan Presiden kepada Pimpinan Badan-badan Usaha Milik Negara dan Bank-Bank Milik Peme- rintah agar tidak memberikan fasilitas danatau pembiayaan kepada Para Pejabat NegaraPemerintah baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, bila tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, dalam Keputusan Presiden nomor 59 Tahun 1980 yang diterbitkan tanggal 11 Oktober 1980 telah pula ditemukan istilah Badan Usaha Milik Negara. Keputusan Presiden adalah Pembangunan Gedung Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan jawatan dan perusahaan umum. Selanjutnya dalam Keputusan 26 Ibid., hlm. 245. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Menteri Keuangan Nomor 74KMK.0111981 tanggal 6 Pebruari 1981 telah pula ditemukan istilah Badan Usaha Milik Negara. Pasal 1 angka 2 KMK tersebut, Badan Usaha dimana Negara melakukan penyertaan modal secara langsung baik sebagian maupun seluruhnya termasuk proyek-proyek pemerintah yang direncanakan dijadikan badan usaha dan badan proyek lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sentosa Sembiring dalam bukunya “Hukum Perusahaan dalam peraturan perundang-undangan” menyimpulkan bahwa kelahiran UU No. 9 tahun 1969 merupa- kan permulaan munculnya terminologiistilah BUMN. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1972, selain pengertian usaha-usaha negara berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 jo Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 1967, terdapat “usaha-usaha Negara” yang ditetapkan dengan undang-undang. Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas PT yang modalsahamnya paling sedikit 51 dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menye- diakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan ciri-ciri Persero, sebagai berikut: 27 1. Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden. 2. Pelaksanaan pendirian dilakukan oleh menteri dengan memperhatikan perundang- undangan. 3. Statusnya berupa perseroan terbatas yang diatur berdasarkan undang-undang. 4. Modalnya berbentuk saham. 5. Sebagian atau seluruh modalnya adalah milik negara dari kekayaan negara yang dipisahkan. 6. Organ persero adalah RUPS, direksi dan komisaris. 7. Menteri yang ditunjuk memiliki kuasa sebagai pemegang saham milik peme- rintah. 8. Apabila seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri berlaku sebagai RUPS, jika hanya sebagian, maka sebagai pemegang saham perseroan terbatas. 9. RUPS bertindak sebagai kekuasaan tertinggi perusahaan. 10. Dipimpin oleh direksi. 27 Ibid., hlm. 1. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 11. Laporan tahunan diserahkan ke RUPS untuk disahkan. 12. Tidak mendapat fasilitas negara. 13. Tujuan utama memperoleh keuntungan. 14. Hubungan-hubungan usaha diatur dalam hukum perdata. 15. Pegawainya berstatus pegawai swasta Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang segala wewenang yang ada dalam perusahaan tersebut. RUPS juga berwenang untuk mengganti komisaris dan direksi. Direksi persero adalah orang yang bertanggung jawab atas pengurusan persero baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pengangkatan dan pemberhentian dilakukan okeh RUPS. Komisaris adalah organ persero yang bertugas dalam pengawasan kinerja persero itu dan melaporkannya pada RUPS. Hal yang menjadi pemikiran dalam hukum perusahaan diantaranya adalah kondisi perusahaan yang berbentuk badan usaha milik negara BUMN yang juga tunduk pada hukum Perseroan Terbatas atau Limited Liability Company. 28 Di Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas atau Limited Liability Company selanjutnya disingkat PT, sebelumnya diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Dagang KUHD dan segala perubahannya, terakhir yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971, lalu kemudian digantikan posisinya oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang 28 Bismar Nasution 3, “Hukum Perusahaan”, Diktat, Program Magíster Ilmu Hukum USU, 2003, hlm. 1-2. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Perseroan Terbatas selajutnya disingkat UUPT, 29 sampai kemudian pada 16 Agustus 2007 digantikan lagi oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas selajutnya disingkat UUPT. 30 Pembaharuan hukum perusahaan menurut UUPT ini ditujukan untuk memberi jawaban atas tuntutan perkembangan pesat dari eksistensi dan peranan PT sebagai salah satu bentuk badan hukum dari pelaku ekonomi. 31 Perlu diperhatikan tujuan dari Undang-undang BUMN dan berbagai peraturan perundang-undangan tidak akan tercapai apabila dalam pelaksanaannya terdapat berbagai permasalahan dan hambatan yang pada gilirannya pula membuat undang- undang tersebut tidak dapat dijalankan di lapangan. Oleh karena itu menjadi perhatian kita untuk mengkaji berbagai hal yang perlu dibuat mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan Undang-undang BUMN ini ke depan dan pada gilirannya dapat menjadi dasar sistem pembinaan dan pengelolaan BUMN efektif dan efisien. 32 Karena itu UUPT yang baru ini ditujukan untuk memberi perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas. Sejak tahun 2001 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995, tentang Perseroan Terbatas, L.N. 13, T.L.N. No. 3587. 30 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas, L.N. 106, T.L.N. No.4756. 31 Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Lihat Wikipedia Indonesia. 32 Bismar Nasution 1, Op. Cit., hlm. 28. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN. Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas PT yang modalsahamnya paling sedikit 51 dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menye- diakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang segala wewenang yang ada dalam perusahaan tersebut. RUPS juga berwenang untuk mengganti komisaris dan direksi. Direksi persero adalah orang yang bertanggung jawab atas pengurusan persero baik didalam maupun diluar pengadilan. Pengangkatan dan pem- berhentian dilakukan oleh RUPS. Komisaris adalah organ persero yang bertugas dalam pengawasan kinerja persero itu, dan melaporkannya pada RUPS. Selanjutnya mengenai tujuan pendirian BUMN, sebagai berikut: 1. Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas negara. 2. Mengejar dan mencari keuntungan. 3. Pemenuhan hajat hidup orang banyak. 4. Perintis kegiatan-kegiatan usaha. 5. Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah. BUMN utama berkembang dengan monopoli atau peraturan khusus yang bertentangan dengan semangat persaingan usaha sehat Undang-undang Nomor 5 Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Tahun 1999, tidak jarang BUMN bertindak selaku pelaku bisnis sekaligus sebagai regulator. BUMN kerap menjadi sumber korupsi, yang lazim dikenal sebagai sapi perahan bagi oknum pejabat atau partai. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari BUMN. Sebagai akibatnya, banyak BUMN yang terancam gulung tikar, tetapi beberapa BUMN lain berhasil memperkokoh posisi bisnisnya.

D. Klasifikasi BUMN dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003

Sejak masa kemerdekaan sampai sekarang, klasifikasi BUMN dapat dibeda- kan dalam 7 tujuh periode. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: 33 Tabel 1. Profil dan Posisi BUMN Periode Sistem Politik-Ekonomi Profil dan Posisi BUMN 1945-1953 Masa revolusi dan perjuangan konferensi meja bundar BUMN generasi pertama, seperti BNI, Jawatan Kereta Api, Pos Telepon dan Telegrap dan lain-lain. 1953-1959 Liberal dan UUDS 1950 Bank Indonesia, BRI, Bank Pembangunan Indonesia, Pelni, PT.Semen Gresik, Pupuk Sriwijaya, dan lain-lain. 1959-1967 EtatismeSosialisme BUMN generasi kedua, yaitu eks nasionalisasi perusahaan Belanda 1967-1974 De-etatisme, PMA PMDN Rasionalisasi BUMN, swastanisasi eks perusahaan Belanda dan porsi swasta membesar. 1974-1982 Neo etatisme the dutch disease proteksi infant industry BUMN generasi ketiga, seperti Pertamina sebagai godfather benih konglomerat swasta. 33 R. Ibrahim, Op. Cit., hlm. 6. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Lanjutan tabel. 1982-1990 De-etatisme II, deregulasi dan debirokratisasi BUMN generasi keempat, quasi BUMN dan swastanisasi. 1990-2020 Demokratisasi, APEC, GATTWTO UU Larangan praktik monopoli dan Perasingan usaha tidak sehat, UU UKM, dan lain-lain. Di Indonesia, peranan BUMN tidak hanya sebatas pengelolaan sumber daya dan produksi barang yang meliputi hajat hidup orang banyak, tetapi juga berbagai kegiatan produksi dan pelayanan yang merupakan porsi swasta. Untuk menjaga stabilitas ekonomi, monopoli atas sumber daya dan kegiatan ekonomi tertentu yang berada ditangan negara. Negara memainkan peranan penting secara langsung dan tidak langsung dalam kehidupan ekonomi untuk menghindari dampak eksternal dan khusus dampak sampingan bagi lingkungan alam dan lingkungan sosial. Peran negara muncul dalam berbagai bentuk, misalnya: 1 stabilitas sistem ekonomi dan 2 alokasi dan distribusi sumber daya, termasuk produk dan konsumsi. Kedudukan dan peran BUMN tergantung hukum yang mengaturnya hukum publik atau hukum privat dan bentuknya departement goverment enterprise, statutory public corporation, commercial companies, direfleksikan dalam Inpres No. 17 Tahun 1967 dalam bentuk departemen agency Perjan, public corporation Perum dan state company Perseroan. Kedudukan dan peran dilihat dari segi ekonomi untuk membenarkan keterlibatan pemerintah secara langsung dalam kegiatan ekonomi adalah untuk menjembatani bentuk ketidaksempurnaan pasar. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB III KEBERADAAN BUMN PERSERO DALAM UNDANG-UNDANG SISTEM

JAMINAN SOSIAL NASIONAL

A. Latar Belakang dan Kronologis Pembentukan Undang-undang SJSN di

Indonesia Sangat jelas bahwa masyarakat menginginkan adanya suatu jaminan sosial terutama jaminan sosial dalam bentuk uang pensiun dan jaminan kesehatan. Namun demikian, terdapat berbagai desakan untuk mempertajam dan memikirkan kembali beberapa rumusan dalam RUU SJSN sewaktu penyusunannya. Desakan datang dari berbagai stakeholders termasuk dari pekerja, pengusaha, badan-badan pemerintah yang menangani asuransi dan jaminan sosial, berbagai lembaga penelitian, serta berbagai pakar termasuk pakar ekonomi dan sosial. Beberapa hal yang perlu dipertajam dan dilakukan pengkajian yang mendalam adalah: 34 1. Keberlanjutan jangka panjang dari pembiayaan jaminan sosial. Program pensiun menggunakan defined benefit dan pay-as-you-go membutuhkan kecermatan dan kedalaman dalam memperhitungkan arus penerimaan dan pengeluarannya dalam jangka panjang. 2. Cakupan program. Program jaminan sosial yang mencakup seluruh pekerja formal, informal dan masyarakat miskin dalam satu payung perlu dikaji dengan baik kelayakannya feasibility. 34 Bappenas, ” Membangun Sistem Jaminan Sosial yang Dapat Terlaksana, Efisien dan Adil” Rumusan Hasil Seminar, dengan tema: Menuju Suatu Sistem Jaminan Sosial yang Dapat Diimplementasikan”, Rumusan Hasil Seminar, Jakarta, Agustus 2004, hlm. 2. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 3. Monopoli penyelenggara. Jaminan sosial secara terpusat akan menghilangkan pilihan bagi masyarakat untuk menentukan jenis dan perusahaan jaminan sosial yang sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, pemusatan terhadap satu lembaga untuk menangani jaminan sosial akan rawan dari penyalahgunaan dan intervensi politik. 4. Dampak peningkatan kontribusi dari para pekerja, pengusaha dan pemerintah yang besarnya diperkirakan berkisar antara 7-20. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai dampak peningkatan kontribusi terhadap penciptaan kesempatan kerja terutama bagi para pekerja dengan upah sekitar upah minimum yang ditetapkan. 5. Proses penyusunan RUU. Berbagai stakeholders merasa tidak dilibatkan oleh Komite Jaminan Sosial Nasional yang terkesan bekerja secara tertutup. Komite Jaminan Sosial Nasional tidak pernah memberikan perhitungan besarnya biaya yang dibutuhkan analisa aktuaria serta dampaknya terhadap peningkatan kontribusi bagi pekerja, pengusaha dan pemerintah. Sampai saat ini belum tergambar secara jelas adanya kajian dan analisa mengenai besarnya iuran, siapa yang akan menanggung, serta bagaimana manajemen keuangan akan dilaksana- kan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Apabila suatu pemerintahan mencanangkan untuk melaksanakan suatu sistem jaminan sosial, sebenarnya pemerintah tersebut berjanji kepada para pekerja dan anggota keluarganya akan masa depan kesejahteraan mereka. Janji ini tidak saja diberikan kepada para pekerja pada saat ini yang akan pensiun dalam jangka waktu 15 sampai 30 tahun mendatang, tetapi mencakup juga generasi pekerja yang akan datang. Bila janji tersebut gagal dipenuhi maka kredibilitas pemerintah yang telah dibangun dengan susah payah akan sulit dipulihkan. Pengalaman negara lain dalam mengelola program pensiunnya seringkali menunjukkan bahwa pemerintahan berikutnya biasanya gagal dalam memenuhi janjinya yang disebabkan karena perhitungan yang tidak tepat. Ketidaktepatan perhitungan biasanya karena terlalu tingginya perkiraan over estimate akan Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 pemasukan dan rendahnya perkiraan under estimate akan biaya yang harus ditanggung dari program tersebut. Akibatnya generasi berikutnya harus menanggung beban dengan membayar pajak lebih tinggi atau memperoleh santunan jaminan sosial dengan jumlah yang lebih kecil dari yang dijanjikan. Baru-baru ini Pemerintah Jepang mengumumkan kepada rakyatnya bahwa manfaat yang diperoleh oleh para pensiunan akan dikurangi agar program pensiun dapat berkelanjutan. Sedangkan di Philipina, pemerintah terpaksa meningkatkan pajak dan tidak menaikkan santunan sejak tahun 2001. Dengan demikian perencanaan dalam pengembangan jaminan sosial merupakan sesuatu yang sangat serius. Perencanaan untuk membangun jaminan sosial harus dipikirkan secara matang dengan menyerap masukan dari semua pihak serta didasarkan pada ekspektasi yang realistis. Beberapa isu strategis dalam pengembangan Jaminan Sosial Nasional JAMSOSNAS, sebagai berikut: 35 1. Tujuan dari kebijakan publik yang diambil. JAMSOSNAS adalah suatu kebijakan publik dengan demikian harus jelas tujuan yang ingin dicapai. Apakah tujuannya mendorong agar pekerja formal menabung bagi hari tuanya? Apakah tujuannya agar pekerja formal mengasuransikan dirinya terhadap penyakit berat dan kecelakaan? Apakah sistem JAMSOSNAS yang akan kita laksanakan direncana- kan untuk memiliki unsur pemerataan? Apakah tujuannya untuk juga melindungi pekerja informal? Untuk memenuhi tujuan yang berbeda tersebut diperlukan berbagai kebijakan dan program yang berbeda pula. Misalnya, program JAMSOSNAS yang mengharuskan peserta untuk mengiur sangat tidaklah tepat bagi pekerja informal. Pekerja informal di Indonesia jumlahnya sangat besar sekitar 70 dari angkatan kerja dan sangat tersebar diseluruh pelosok per- desaan sampai perkotaan. Biaya untuk memungut iuran ini akan sangat mahal dan tidak sebanding dengan jumlah iuran yang dapat dikumpulkan. Dengan kata 35 Ibid., hlm. 4 Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 lain kuranglah tepat kalau program JAMSOSNAS akan dibangun hanya menggunakan satu pilar untuk mencakup semua jenis manfaat dan mencakup seluruh lapisan masyarakat. Program JAMSOSNAS harus dibangun melalui beberapa pilar. Bagi masyarakat miskin program JAMSOSNAS akan lebih baik diselenggarakan melalui program tersendiri yang dibiayai oleh dana pemerintah. 2. Keberlanjutan pembiayaan JAMSOSNAS. Cara pembiayaan yang berbeda sangat mempengaruhi keberlanjutan pembiayaan financial sustainability dari program jaminan sosial. Untuk itu, pada saat kita merancang sistem jaminan sosial, perlu diketahui dengan benar apa implikasi yang timbul dari skenario pembiayaan yang berbeda. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa, program pensiun yang menjanjikan defined benefit dibiayai dari pungutan dari pekerja payroll taxes dan menggunakan cara pay-as-you-go, biasanya mengalami kesulitan keuangan dan akhirnya menyebabkan hutang publik yang besar. Program kesehatan universal yang dikelola oleh negara biasanya berujung pada kesulitan keuangan. Banyak negara maju maupun berkembang, yang mulai mengembangkan program pensiun seperti di atas sekitar pertengahan abad ke 20, untuk 40 tahun pertama memang dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan orang yang bekerja jumlahnya masih banyak sedangkan orang yang pensiun pada saat program dimulai masih sedikit. Tetapi pada saat banyak orang memasuki masa pensiun dan rasio dari jumlah pekerja dengan jumlah orang pensiun mengecil maka biaya yang harus dikeluarkan meningkat dengan pesat sementara pemasukan tidak berubah banyak. Hal ini terjadi pada negara tetangga kita Philipina. Pemerintah Philipina memperkenalkan program pensiun menggunakan defined benefit pada tahun 1950 dengan kontribusi 6 dari gaji pekerja. Pada tahun 1990 pemerintah Philipina mulai merasakan kesulitan yang diakibatkan oleh besarnya biaya yang harus dikeluarkan karena jumlah orang yang pensiun mencapai puncaknya. Biaya yang harus ditanggung meningkat dari 1 PDB pada tahun 1990 menjadi 4 PDB pada tahun 1999, hutang publik yang ditimbulkannya adalah US 21 miliar pada tahun 2000. Untuk menanggulangi ini pemerintah Philipina meningkatkan kontribusi menjadi 9,4 dan tidak meningkatkan manfaat sejak tahun 2001. Dengan demikian dapat diambil pelajaran bahwa skema jaminan sosial menggunakan defined benefit sangat rawan terhadap kesulitan keuangan di masa depan. Banyak negara sekarang berpindah ke skema iuran pasti defined contribution yang mengaitkan antara iuran yang dibayarkan oleh pekerja dengan besarnya manfaat yang akan diperoleh. Untuk itu kecermatan perhitungan aktuaria sangat dibutuhkan. Sebagai gambaran, pada saat ini hanya sekitar 10 penduduk Indonesia menjadi anggota dana pensiun dan hanya 15 yang mempunyai asuransi kesehatan. Program TASPEN yang sekarang berjalan mewajibkan setiap pegawai negeri membayar iuran sebesar 4,75 dari pendapatannya kepada PT TASPEN. Pada saat ini pemerintah sebagai pemberi kerja memang belum ikut memberikan iuran, tetapi pada saat membayar uang pensiun pegawai, dengan menggunakan skema defined benefit, pemerintah membayar 77,5 yang dibebankan kepada APBN. Sisanya dibayar oleh PT Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 TASPEN. Dana pensiun bagi pegawai negeri tersebut diperkirakan akan mengalami defisit pada tahun 2006. Kalau JAMSOSNAS dimaksudkan untuk mencakup seluruh masyarakat maka perlu dilakukan studi yang mendalam mengenai jumlah biaya yang diperlukan serta sumber pembiayaannya. Pengembangan program JAMSOSNAS dengan mengabaikan perhitungan aktuaria akan menimbulkan beban dikemudian hari. 3. Peranan pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Berdasarkan pengalaman negara lain program pensiun yang dikelola oleh pemerintah memberikan tingkat manfaat return yang kecil kepada para pekerja dibandingkan dengan program yang dikelola oleh swasta. Selain itu pelayanan yang diberikan juga kadang kurang memuaskan dibandingkan dengan program yang dikelola oleh swasta. Manajer investasi program pensiun swasta mempunyai insentif yang lebih tinggi untuk melakukan investasi yang terbaik, namun demikian bukan berarti pengelolaan oleh swasta bukan tanpa masalah. Untuk itu peranan pemerintah dalam regulasi keuangan program pensiun serta dalam pengawasan sangat diperlukan. Dalam kasus negara berkembang seperti Indonesia peran pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelenggarakan program JAMSOSNAS pasti masih akan besar. Namun demikian bukan berarti menghilangkan peran stakeholders lainnya. Lebih jauh lagi sebenarnya pengembangan suatu sistem JAMSOSNAS jangan sampai menghilangkan kebebasan bagi calon peserta untuk memilih program dan perusahaan mana yang sesuai dengan kebutuhannya. Isu good governance dalam pelaksanaan JAMSOSNAS perlu mendapat perhatian terutama di negara yang birokrasinya terkenal sarat dengan KKN. Program yang sudah ada seperti JAMSOSTEK mempunyai angka tunggakan iuran yang tinggi, nilai pengembalian investasi yang rendah, serta manfaat yang rendah pula. Dari potensi peserta JAMSOSTEK yaitu 22 juta pekerja formal, hanya sekitar 9 juta yang benar-benar secara teratur membayar iuran tiap bulannya. Bila pelaksanaan terpusat hanya pada birokrasi pemerintah tanpa memberikan ruang gerak bagi pihak swasta maka rasanya akan sulit untuk mendorong terciptanya sistem JAMSOSNAS yang efisien. 4. Dampak program jaminan sosial terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kalau kita cermati pasar tenaga kerja pada saat ini maka akan jelas terlihat bahwa jumlah pekerja informal masih lebih dari dua kali jumlah pekerja formal. Jumlah pekerja informal pada saat ini berjumlah sekitar 70 juta orang sedangkan pekerja formalnya berjumlah sekitar 30 juta orang. Dapat dibayangkan kesulitan yang akan dihadapi kalau pekerja informal yang jumlahnya 70 juta dan tersebar diseluruh pelosok Indonesia harus mengiur program JAMSOSNAS. Dilihat dari pendapatannya maka pekerja kita baik di desa dan di kota yang berstatus kepala rumah tangga masih didominasi oleh mereka yang berpendapatan antara 600-800 ribu rupiah perbulannya. Mereka yang berstatus kepala rumah tangga yang berpendapatan di atas 1 juta rupiah perbulan hanyalah sekitar 4,5 juta orang. Upah minimum di DKI saat ini sekitar 800 rupiah perbulannya. Dengan upah Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 minimum sebesar inipun masih banyak pekerja yang memperoleh upah di bawah upah minimum. Dan mereka yang beruntung memperoleh upah minimum masih merasakan betapa beratnya memenuhi kebutuhan untuk hidup sehari-hari. Dengan demikian peningkatan iuran bagi pekerja bila tidak direncanakan dengan baik bisa jadi memberatkan dan bahkan berpotensi mengurangi kesempatan kerja formal. Angka-angka ini bisa saja tidak akurat, namun demikian kecermatan perhitungan konsekuensi biaya yang diperlukan untuk mendanai program JAMSOSNAS tidak dapat diabaikan begitu saja. Keadaan pasar tenaga kerja masih belum menggembirakan. Lapangan pekerjaan formal terus berkurang selama kurun waktu 2001 sampai 2003. Padahal diketahui bahwa sebagian besar dari pekerja kita di sektor tersebut adalah pekerja yang kurang terampil sekitar 50 adalah lulusan SD dan SD ke bawah. Dengan demikian bila sampai mereka di PHK dari pekerjaan formal maka dapat terbayangkan akan sangat lama bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan formal lagi. Untuk itu menjaga agar lapangan kerja formal tetap bertumbuh adalah cita-cita kita bersama. Apabila iuran yang nantinya akan dipungut untuk membiayai program JAMSOSNAS dirasakan sangat berat baik oleh pekerja maupuan pemberi kerja maka kemungkinan menciutnya lapangan pekerja formal tidak dapat dihindari. Parahnya lagi adalah bahwa korban dari PHK tadi biasanya adalah pekerja yang kurang terampil atau pekerja yang berusia muda atau pekerja wanita. Bertambahnya pengangguran usia muda sangat tidak menguntungkan mengingat jumlah penganggur usia muda terus meningkat jumlahnya beberapa tahun terakhir ini. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial dilaksanakan melalui tiga pilar dengan penyelenggara yang berbeda. Banyak negara baik negara maju maupun berkembang melakukan perombakan, terutama yang berkaitan dengan skema defined benefit, dalam rangka menghindari kesulitan di kemudian hari. Perombakan sistem jaminan sosial kebanyakan menuju sistem jaminan sosial tiga pilar. Pilar pertama adalah sistem jaminan sosial yang merupakan program jaring pengaman sosial. Program ini dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk melindungi penduduk usia lanjut atau mereka yang tergolong miskin. Dalam hal ini maka skema defined benefit dapat digunakan secara hati-hati. Namun cakupan Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 dan ragam dari program ini sangat tergantung dari kemampuan pemerintah. Pilar kedua adalah sistem jaminan sosial bagi pekerja formal dengan skema defined contribution. Manfaat yang akan diperoleh sesuai dengan jumlah iuran yang dipungut. Program ini dapat dilaksanakan oleh swasta dan pemerintah. Pilar ketiga merupakan program sukarela untuk peserta yang menginginkan manfaat yang lebih baik bagi kebutuhan hari tua mereka. Akan sangat tidak bijaksana bila memaksakan sistem jaminan sosial bagi negara besar dan beragam ini ke dalam satu pilar. Dalam pelaksanaan jaminan sosial, Pemerintah mempunyai beberapa peran penting. Pertama, pemerintah berperan dalam membuat regulasi yang berkaitan dengan rambu-rambu pengelolaan dana jaminan sosial. Kedua, pemerintah diharap- kan tetap berperan untuk melaksanakan pilar jaminan sosial yang merupakan bagian dari sistem jaring pengaman sosial. Misalnya di Nepal, pemerintah di sana memberikan manfaat yang merata bagi orang lanjut usia berusia di atas 70 tahun yang tidak mampu. Sekitar 30 negara menggunakan sistem jaminan sosial tiga pilar. Namun demikian negara-negara ini menggunakan pendekatan yang berbeda dalam rangka memberikan pilihan bagi peserta dalam memilih perusahaan yang menyelenggarakan jaminan sosial. Di Amerika Latin misalnya, digunakan model pasar eceran retail market, artinya pekerja dapat memilih dengan bebas perusahaan penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan kebutuhannya. Kelemahannya adalah banyak sekali pilihan yang kadang membingungkan dan juga dengan harga yang lebih mahal. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Pengalaman negara lain, seperti Kolombia khususnya untuk pengelolaan jaminan kesehatan yang sangat menarik untuk dikemukakan. Pada awalnya pemerintah Kolombia membatasi pilihan perusahaan asuransi kepada satu perusahaan penyelenggara monopoli untuk melaksanakan program jaminan kesehatannya. Namun karena banyaknya keluhan terhadap kualitas program kesehatan ini maka pemerintah melakukan reformasi yang sangat mendasar. Program jaminan kesehatan pada dasarnya dibagi dua: Pertama, adalah asuransi kesehatan wajib bagi pekerja formal yang disebut Social Health Insurance SHI. Kedua, adalah program jaminan kesehatan bagi pekerja informal dan masyarakat miskin. 36 Pemerintah Kolombia membuka account, dimana pekerja formal anggota SHI mengiur sebesar 11 dari pendapatannya untuk program ini. Pembayaran sebesar 11 dari pendapatan ini ditanggung 13 oleh pekerja dan 23 oleh pemberi kerja. Pengelolaan account tidak diserahkan kepada sebuah perusahaan pemerintah tetapi kepada tiga bank. Pemerintah menetapkan standar dan jenis layanan komprehensif yang harus dicakup dalam SHI. Selanjutnya pemerintah melakukan seleksi kepada perusahaan asuransi penyelenggara jaminan kesehatan. Perusahaan yang mengikuti seleksi ini dapat berbentuk perusahaan pemerintah, swasta atau swasta asing. Dari seleksi ini terpilih 28 perusahaan peserta penyelenggara jaminan kesehatan. Pekerja peserta SHI dapat memilih salah satu dari 28 perusahaan ini sebagai penyelenggara jaminan kesehatan untuk pekerja itu sendiri dan keluarganya. 36 http:id.wikipedia.org. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Setelah pekerja menetapkan pilihannya maka uang premi akan dibayarkan dari account tadi langsung kepada perusahaan asuransi penyelenggara jaminan kesehatan. Bila sudah memilih salah satu perusahaan penyelenggara maka pekerja tidak diperbolehkan untuk pindah perusahaan minimal dalam 3 tahun. Perusahaan asuransi penyelenggara jaminan kesehatan ini dapat bekerja sama dengan berbagai rumah sakit pemerintah dan swasta yang ada atau dapat juga melaksanakan sebagian dari pelayanan kesehatannya sendiri. 37 Program jaminan kesehatan bagi pekerja informal dan masyarakat miskin disubsidi oleh peserta pekerja formal dan pemerintah. Jumlah pekerja formal yang dicakup oleh SHI berjumlah sekitar 30 dari penduduk. Penduduk miskin dan pekerja informal berjumlah sekitar 60. Mereka ini tidak mampu untuk membayar iuran jaminan kesehatan. Untuk itu pemerintah melakukan subsidi yang diambil dari anggaran pemerintah dan juga sumbangan 1 dari pendapatan pekerja formal. Program jaminan kesehatan bersubsidi ini dilaksanakan melalui pemerintah daerah. Pemerintah daerah melakukan seleksi untuk memilih siapa yang berhak menerima bantuan uang iuran jaminan kesehatan. Setelah pemerintah daerah menentukan siapa yang berhak menerima maka pemerintah pusat mengirim dana tadi ke pemerintah daerah dan dana tersebut dibayarkan sebagai uang premi jaminan kesehatan kepada perusahaan penyelenggara jaminan kesehatan yang dipilih oleh pekerja informal dan penduduk miskin tadi. Dari 60 penduduk yang tergolong pekerja informal dan miskin tadi hanya sekitar 30 yang berhak untuk memperoleh bantuan jaminan 37 Ibid. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 kesehatan atau hanya sekitar 20 dari populasi. Dengan demikian masih ada sekitar 40 penduduk yang tidak tercakup dalam program jaminan kesehatan. Mereka ini tidak tergolong miskin sehingga tidak berhak untuk memperoleh bantuan jaminan kesehatan tetapi tidak cukup mampu untuk membayar premi SHI sebesar 11 dari pendapatan. Selain itu, kebanyakan masyarakat yang dicakup adalah masyarakat perkotaan dan hanya sebagian masyarakat perdesaan. Ini merupakan tantangan berat yang sedang terus diupayakan untuk dipecahkan oleh pemerintah Kolombia. 38 Model jaminan kesehatan di negara Chili juga merupakan model lain yang menarik untuk dipertimbangkan. Reformasi jaminan kesehatan di Chili dilakukan mulai tahun 1980-an. Jaminan kesehatan dibagi dua, bagi peserta yang mampu mengikuti program kesehatan yang disebut dengan ISAPRE sedangkan bagi yang tidak mampu mengikuti program yang disebut FONASA. ISAPRE adalah program asuransi jaminan kesehatan yang terdiri dari 18 perusahaan asuransi kesehatan swasta. Kriteria dari mampu atau tidak adalah dengan melihat 7 dari pendapatan calon peserta. Seandainya 7 dari pendapatan calon peserta sesuai dengan premi yang harus dibayarkan kepada ISAPRE maka pekerja tadi dapat memilih untuk masuk sebagai peserta ISAPRE atau FONASA. Namun bila penghasilan pekerja tadi tidak mencukupi maka tidak ada pilihan kecuali menjadi peserta FONASA. 39 38 Ibid. 39 http:www.freelists.orgarchivesppi. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 ISAPRE didanai dari iuran peserta yang besarnya adalah 7 dari pendapatan pekerja dan bagi yang menginginkan manfaat yang lebih luas dapat membayar iuran tambahan. ISAPRE inilah yang menjual paket-paket asuransi kesehatan kepada pekerja. Sampai saat ini ada kurang lebih 10.000 paket kesehatan yang dapat dibeli melalui ISAPRE. Untuk melaksanakan pelayanan kesehatan ISAPRE bekerja sama dengan penyelenggara layanan kesehatan swasta. Pemerintah menetapkan standar manfaat kesehatan yang harus dipenuhi oleh ISAPRE tetapi pemerintah tidak memberikan subsidi kepada ISAPRE. Sedangkan FONASA murni dikelola oleh pemerintah, selain dibiayai dari 7 iuran pekerja pemerintah juga memberikan tambahan sebesar iuran yang terkumpul dari pekerja. Jaringan penyedia layanan kesehatan FONASA adalah gabungan antara penyedia layanan kesehatan pemerintah dan swasta. 40 Di Indonesia sendiri telah lama beroperasi program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh beberapa badan penyenyelenggara jaminan sosial yaitu PT. Jamsostek, PT. Askes, PT. Taspen, PT. Asabri, Bapel JPKM dan berbagai program- program jaminan sosial mikro, tetapi cakupannya masih relatif rendah dan terbatas pada pekerja sektor formal. Badan-badan penyelenggara tersebut beroperasi secara parsial masing-masing berlandaskan Undang-undang atau peraturan-peraturan yang terpisah, tumpang tindih, tidak konsisten dan kurang tegas. Sementara itu, diketahui bahwa manfaat yang diterima peserta masih terbatas sehingga peserta tidak 40 Ibid. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 terlindungi secara optimal. Pengelolaan lembaga dianggap belum transparan dan dengan manajemen yang profesionalitasnya masih perlu ditingkatkan. Menyadari kekurangan-kekurangan di atas, pemerintah merasa perlu memiliki undang-undang yang berlaku nasional dan mampu menyempurnakan undang-undang dan peraturan yang mengatur baik substansi, kelembagaan maupun mekanisme penyelenggaraan jaminan sosial. Undang-undang tersebut disusun berlandaskan konsep jaminan sosial nasional yang sahih dan integral sehingga dapat menjadi payung yang memberikan arahan dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, sebagaimana dalam Deklarasi PBB tentang HAM Tahun 1948 dan Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952. Di Indonesia, jaminan sosial diamanatkan dalam UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun 2002, Pasal 5 ayat 1, Pasal 20, Pasal 28H ayat 1, ayat 2 dan ayat 3, serta Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2, TAP MPR RI No. XMPR2001 menugaskan kepada Presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional. Amanat ini direalisasikan dengan dibentuknya Kelompok Kerja Sistem Jaminan Nasional Pokja SJSN Tahun 2001 oleh Wakil Presiden RI Kepseswapres, Nomor 7 Tahun 2001, tanggal 21 Maret 2001, dengan tugas utama menyiapkan Naskah Akademik NA Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN dan konsep Rancangan Undang Undang RUU SJSN. Kepseswapres tersebut diperbaharui dengan Keppres Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 No. 20 Tahun 2002, tanggal 10 April 2002, tentang pembentukan Tim SJSN dengan bentuk penugasan yang sama. Penyusunan NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan RUU SJSN dan NA SJSN yang merupakan hasil kajian dan pemahaman tentang jaminan sosial, yang dilengkapi dengan hasil studi banding, lokakarya, pembahasan informasi dengan DPR RI, sosialisasi dan masukan dari masyarakat lainnya. NA SJSN mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga 8 delapan kali dan naskah terakhir dihasilkan tertanggal 26 Januari 2004. Naskah Akademik SJSN secara lengkap diterbitkan terpisah dan selanjutnya dituangkan dalam konsep RUU SJSN. Perkembangan pembahasan sejak konsep awal RUU SJSN, 9 Pebruari 2003, terdiri dari 11 sebelas bab dan 42 empat puluh dua pasal, hingga konsep terakhir, 14 Januari 2004, terdiri dari 12 dua belas bab dan 74 tujuh puluh empat pasal, yang diserahkan oleh Tim SJSN kepada Pemerintah, setelah mengalami 52 lima puluh dua kali perubahan dan penyempurnaan. Kemudian Pemerintah menyerahkan RUU SJSN yang terdiri dari 12 dua belas bab dan 80 delapan puluh pasal kepada DPR RI pada tanggal 26 Januari 2004. Selama pembahasan Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI, RUU SJSN hingga diterbitkannya UU SJSN telah mengalami 3 tiga kali perubahan. Sehingga dalam perjalanannya, konsep RUU SJSN hingga diterbitkan menjadi UU SJSN telah mengalami perubahan dan penyempurnaan sebanyak 56 lima puluh enam kali, UU SJSN tersebut secara resmi diterbitkan menjadi Undang-undang Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada tanggal 19 Oktober Tahun 2004, terdiri dari 9 bab dan 53 lima puluh tiga pasal.

B. AsasPrinsip dan Tujuan Penyelenggaraan SJSN

1. Asasprinsip

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu sistem yang dibangun berdasarkan prinsip di bawah ini: 41 a. Kegotongroyongan. Prinsip kegotongroyongan atau solidaritas sosial ini diwujudkan dengan mekanisme asuransi sosial dimana semua peserta mengiur sebesar prosentase tertentu dari upah atau penghasilannya. Dengan demikian terjadi suatu sistem subsidi silang. Peserta yang mampu membantu yang kurang mampu, peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, peserta yang sehat membantu yang sakit, dan yang muda membantu yang tua. Tidak semua program jaminan sosial diwujudkan dengan mekanisme gotong royong seperti itu. Program jaminan hari tua, provident fund, biasanya dibangun dengan sistem tabungan wajib yang kurang menggambarkan kegotongroyongan seperti di atas. Namun secara umum, SJSN akan dibangun berdasarkan prinsip kegotongroyongan ini. 41 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia, bekerjasama dengan German Technical Cooperation, 2006, hlm. 12. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 b. Hukum bilangan besar The law of the large numbers. Prinsip ini merupakan suatu syarat terselenggaranya sebuah mekanisme asuransi yang efisien. Pada intinya prinsip ini merupakan hukum alam dimana semakin besar jumlah peserta, semakin kecil biaya pengelolaan per peserta yang harus dikeluarkan untuk seluruh peserta. Dengan demikian, sistem akan berjalan dengan sinambung dan mampu memelihara tingkat solvabilitas yang stabil. Selain itu, pemupukan dana dalam satu “lumbung” milik bersama tidak hanya memenuhi prinsip asuransi, akan tetapi juga menjadi upaya pemersatu atau menjadi perekat bangsa sehingga sebuah sistem nasional yang sama bagi seluruh rakyat akan memperkuat nasionalisme Indonesia. c. Kepesertaan bersifat wajib compulsory. Prinsip ini perlu ditegakkan untuk menjamin seluruh penduduk terlindungi dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Terpenuhinya hukum bilangan besar karena hanya dengan mewajibkan seluruh penduduk mengiur dan menyatukan risiko individual menjadi risiko bersama. Dalam prakteknya, mewajibkan penduduk sektor informal untuk mengiur memiliki banyak kendala dalam pengumpulan iuran secara reguler dan dalam penentuan tingkat iuran karena penghasilan penduduk di sektor informal tidak selalu tetap seperti penghasilan penduduk di sektor formal. Pengalaman negara-negara lain yang telah memiliki sistem jaminan sosial yang mencakup seluruh penduduk menunjukkan bahwa dari segi manajemen, kewajiban menjadi peserta dimulai dengan penduduk di sektor formal, baru secara bertahap dilanjutkan kepada penduduk di sektor informal. Selain itu, kecenderungan Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 masyarakat modern secara otomatis meningkatkan jumlah penduduk di sektor formal sejalan dengan terjadinya urbanisasi dan kebutuhan persaingan di pasar global. d. Manfaat yang layak. Jaminan sosial ditujukan untuk menjamin setiap warga negara memenuhi kebutuhan dasar yang layak yang dapat memungkinkan rakyat berproduksi. Apabila manfaat benefits jaminan sosial diberikan terlalu kecil, maka rakyat tidak akan merasakan manfaat mengikuti program jaminan sosial dan karenanya sulit mengharapkan tingkat kepatuhan kepesertaan yang tinggi. Manfaat yang diberikan terlalu besar atau jauh lebih tinggi dari kebutuhan dasar akan membutuhkan iuran yang lebih besar, sementara sebagian besar penduduk tidak memiliki kemampuan untuk mengiur yang mengambil porsi sebagian besar upah atau penghasilannya. Oleh karenanya, manfaat yang diberikan oleh SJSN harus memenuhi kebutuhan hidup yang layak yang secara bertahap ditingkatkan sesuai dengan peningkatan standar hidup dan peningkatan upah atau penghasilan penduduk. Sedangkan bagi penduduk yang mampu dapat menjadi peserta asuransi komersil. e. Iuran ditetapkan secara proporsional dengan penghasilan. Kepesertaan yang bersifat wajib harus didukung dengan penetapan iuran yang proporsional terhadap upah atau penghasilan. Dengan iuran yang proporsional tersebut, maka seluruh pekerja akan mampu mengiur, karena beban iuran relatif sama bagi seluruh lapisan pekerja. Penetapan iuran yang proporsional terhadap penghasilan tidak mudah dilaksanakan bagi penduduk di sektor informal yang tidak memiliki penghasilan yang tetap jumlahnya atau relatif sama untuk sekelompok pekerja dengan Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 pengalaman dan pendidikan yang sama. Bagi sektor informal iuran dapat juga ditetapkan sejumlah tertentu seperti di Filipina. Oleh karenanya penetapan iuran bagi sektor informal memerlukan studi yang memberikan informasi tentang rata-rata penghasilan bagi berbagai kelompok usaha informal. f. Pembiayaan bersama antara pekerja dan pemberi kerja. Pada dasarnya jaminan sosial akan memberikan manfaat bagi para pekerja sehingga mereka dapat bekerja dengan tenteram tanpa harus memikirkan risiko masa depan. Dengan demikian produktivitasnya akan meningkat. Peningkatan produk- tivitas pada akhirnya akan menguntungkan pemberi kerja karena hasil produksi yang meningkat juga dapat memberikan keuntungan pengusaha yang lebih tinggi. Dari sisi pekerja, keikutsertaan mengiur, sebagai bagian tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya. Kecuali jaminan yang yang seharusnya menjadi tanggung jawab pekerja yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Oleh karenanya sangatlah wajar jika pembiayaan SJSN ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja. Prinsip ini juga diselenggarakan oleh sistem jaminan sosial di negara-negara lain. Pemerintah juga merupakan pemberi kerja bagi pegawai negeri. Pekerja di sektor informal, yang bekerja mandiri, dengan sendirinya berfungsi ganda sebagai pekerja sekaligus pemberi kerja bagi dirinya. Oleh karenanya pekerja sektor informal harus menanggung jumlah iuran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pekerja di sektor formal. Dalam banyak negara, dimana sektor informal telah membayar pajak dengan teratur, pemerintah dapat memberikan subsidi iuran bagi pekerja di sektor informal. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 g. Penyelenggaraan SJSN bersifat nirlaba not for profitsolidaritas sosial. Hakikat penyelenggaraan jaminan sosial adalah kegotongroyongan dari dan oleh peserta. Pada sistem yang telah matang dimana seluruh penduduk sudah menjadi peserta, maka sistem ini akan menjadi suatu sistem gotong royong nasional. Oleh karenanya, sebenarnya SJSN dimiliki oleh seluruh peserta bukan oleh sekelompok orang. Dengan demikian, segala usaha yang dikembangkan dalam rangka meningkat- kan nilai dana yang terkumpul harus dikembalikan kepada peserta dalam bentuk peningkatan nilai manfaat atau penurunan jumlah iuran di kemudian hari. Sisa hasil usaha di akhir tahun buku tidak dibagikan sebagai dividen dan tidak perlu dikenakan pajak penghasilan. Semua sisa hasil usaha akan menjadi hak seluruh peserta yang notabene adalah seluruh rakyat. Inilah hakikat dari prinsip nirlaba dimana seluruh dana dan hasil pengembangan dana dikembalikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. h. Pengelolaan jaminan sosial menggunakan prinsip Dana Amanat Trust Fund. Dalam prinsip ini, iuran yang terkumpul bukanlah penerimaan badan penyelenggara sebagai hasil jual beli dan karenanya bukan merupakan kekayaan badan penyelenggara. Iuran yang terkumpul, dan hasil pengembangannya, tetap merupakan titipan para peserta kepada badan penyelenggara yang peruntukannya telah ditetapkan. Badan penyelenggara diberikan amanat atau kepercayaan untuk mengelola dana untuk sebesar-besarnya manfaat kepada seluruh peserta. Dengan demikian, badan penyelenggara harus bisa dipercaya. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Badan Penyelenggara memperoleh upah atas jasanya dalam pengelolaan dana amanat ini. Untuk memelihara tingkat dipercaya tersebut, penyelenggaraan jaminan sosial harus dikendalikan oleh suatu dewan yang terdiri atas wakil-wakil pihak yang mengiur. Dewan ini disebut lembaga tripartit yang terdiri atas wakil-wakil pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah jumlahnya dapat antara 15-21 orang. Dalam sistem SJSN, yang dipilih masing-masing 5-7 orang dari kelompok pekerja, pemberi kerja dan pemerintah. i. Pengelolaan dana dilaksanakan dengan prinsip solvabilitas, likuiditas, keter- bukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas. 1 Prinsip solvabilitas adalah prinsip dimana dana harus selalu mencukupi untuk membiayai manfaat bagi seluruh peserta dalam jangka panjang. Pengelola harus selalu menjaga agar setiap saat dana, baik yang berupa uang tunai, dana di rekening, dana yang tersimpan dalam bentuk deposito, obligasi dan dalam bentuk investasi lain harus selalu cukup untuk mem- biayai segala kewajiban SJSN kepada seluruh pesertanya. 2 Prinsip likuiditas adalah prinsip dimana dana harus selalu tersedia untuk membiayai seluruh manfaat seperti jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja. Sumber dana untuk membiayai manfaat jangka pendek adalah dana tunai, bank dan deposito yang jatuh tempo segera. 3 Prinsip keterbukaan merupakan suatu keharusan dalam jaminan sosial karena dana yang dikelola merupakan dana milik peserta. Oleh karenanya manajemen harus sangat terbuka yang ditunjukan dengan penyampaian akun Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 perorangan yang menunjukkan jumlah iuran yang diterima dan akumulasinya kepada seluruh peserta dan laporan keuangan berkala yang harus dipublikasi secara terbuka dan diketahui oleh setiap peserta yang ingin mengetahuinya, serta perubahan kebijakan minimal satu kali setahun. 4 Prinsip kehati-hatian prudensial adalah suatu bentuk tanggung jawab pengelola dalam mengelola dana peserta. Penempatan dana dalam investasi harus benar-benar diperhitungkan agar terhindar dari risiko kehilangan dana akibat berbagai spekulasi atau tingkat risiko investasi yang besar. Investasi spekulasi dalam mata uang asing misalnya mempunyai risiko tinggi dan karenanya tidak dibenarkan. Begitu juga penempatan dana dalam jumlah besar di suatu bank akan mempunyai risiko besar apabila ternyata bank tersebut mengalami kebangkrutan. 5 Prinsip akuntabilitas merupakan prinsip dimana pengelola harus ber- tanggungjawab penuh atas segala tindakannya. Oleh karenanya, segala tindakan yang bertujuan untuk kepentingan dirinya harus dilarang. Penempatan investasi pada suatu bank dimana pengelola memiliki saham jelas merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab kepada peserta dan karenanya harus dilarang. 6 Prinsip efisiensi diwujudkan dengan membatasi dana yang boleh digunakan untuk biaya operasional. Untuk program jangka pendek, pengelola tidak boleh menghabiskan lebih dari 5 lima persen iuran yang diterima dalam satu tahun buku. Untuk program jangka panjang, iuran sama sekali tidak Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 boleh digunakan untuk membiayai opersasional SJSN. Operasional program jangka panjang harus dibiayai dan dicukupi dari sebagian kecil misalnya 5 hasil pengembangan dana. 7 Prinsip efektivitas diwujudkan dengan memberikan jaminan yang benar- benar efektif. Sebagai contoh dalam jaminan kesehatan, pengobatan yang belum dibuktikan kebenarannya secara ilmiah tidak boleh dijamin oleh SJSN. j. Portabilitas. Artinya manfaat jaminan sosial dapat dibawa kemana saja dan selalu tersedia dimanapun di seluruh tanah air. Manfaat yang diperoleh peserta tidak boleh putus atau hilang karena peserta pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal. Tentu saja, apabila peserta pindah tempat tinggal tetap ke luar negeri maka jaminan atau manfaat jaminan sosial harus terputus, karena peserta tidak lagi menjadi penduduk Indonesia sebagai suatu syarat kewajiban dan hak jaminan sosial. k. Tanggung jawab terakhir tetap pada Pemerintah. Pada hakikatnya program jaminan sosial adalah amanat UUD45 yang harus diselenggarakan oleh Negara yang diberi mandat kepada Pemerintah. Oleh karenanya Pemerintah harus bertanggung-jawab atas keamanan keuangan bila terjadi force majeur, seperti terjadinya krisis ekonomi dan perubahan nilai tukar yang tinggi yang terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi apabila kesulitan dana terjadi karena kesalahan manajemen maka pengelola harus bertanggung-jawab atas kesalahan tersebut. Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN…, 2008 USU e-Repository © 2008 Pemerintah wajib memantau secara terus menerus, langsung atau melalui pengaturan dan pengawasan yang ketat, agar tidak terjadi kesulitan pembiayaan yang parah.

2. Tujuan penyelenggaraan Jaminan Sosial