Mastery goal orientation Performance goal orientation

Berdasarkan beberapa istilah goals di atas, memiliki maksud yang sama dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti mengambil dimensi dari grand theory yang dikemukakan oleh Ames yang menyatakan bahwa goal orientation memiliki dua dimensi, yaitu mastery dan performance goals.

1. Mastery goal orientation

Mastery goal orientation didefinisikan sebagai “fokus pada pembelajaran”, menguasai tugas sesuai dengan aturan standar diri atau peningkatan diri, mengembangkan keterampilan baru, meningkatkan atau mengembangkan kompetensi, berusaha untuk mencapai sesuatu yang menantang, dan mencoba untuk mendapatkan pemahaman dan wawasan Pintrich Shcunk, 1996. Anak dengan mastery orientation akan fokus pada tugas ketimbang pada kemampuan mereka, punya sikap positif menikmati tantangan, dan menciptakan strategi berorientasi solusi yang meningkatkan kinerja mereka. Siswa dengan mastery orientation sering kali menyuruh diri mereka sendiri untuk memperhatikan, berfikir cermat, dan mengingat strategi sukses dimasa lalu Anderman, Maehr Midgley, 1996; dalam Santrock, 2007. Siswa dengan mastery orientation percaya bahwa kemampuan mereka bisa diubah dan ditingkatkan Santrock, 2008.

2. Performance goal orientation

Ketika siswa ingin terlihat lebih baik dan menerima penilaian yang baik dari orang lain, siswa ini menunjukan orientasi tujuannya pada performance. Para siswa yang berorientsi tujuan pada performance lebih peduli dengan “penampilan”, karena mereka berharap selalu terlihat “pintar” dengan mendapatkan nilai yang tinggi. Terlihat “pintar” biasanya bearti usaha untuk mempertunjukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain yang kadang-kadang dicapai tanpa usaha pembelajaran. Oleh karena itu, siswa yang memiliki performance goal orientation ini biasanya belajar semata-mata hanya untuk mendapatkan nilai bagus atau pujian guru, teman-teman dan orang tua. Ketika menemukan adanya hambatan, para siswa yang memiliki performance goal orientation cendrung menjadi takut bila usaha mereka menampilkan prestasi menjadi terhambat pula, selain itu siswa yang merasa kemampuannya rendah kemungkinan akan menunjukan sikap tidak berdaya, karena mereka memiliki kesempatan yang sempit dalam mendapatkan nilai bagus. Dapat disimpulkan bahwa performance goal orientation dalam penelitian ini secara umum berkaitan dengan usaha siswa untuk mencari dan mempertahankan citra positif akan kemampuan mereka dengan menghindari tantangan. Performance goal orientation lebih memperhatikan hasil dari pada proses. Bagi siswa yang berorientasi kinerja atau prestasi, kemenangan atau keberhasilan itu penting dan kebahagiaan dianggap sebagai hasil dari kemenangan atau keberhasilan. Bagi siswa dengan mastery goal orientation yang penting adalah mereka sudah berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya. Siswa dengan mastery goal orientation tetap berharap berhasil atau menang, tetapi bagi mereka kemenangan itu tidak sepenting dengan apa yang dibayangkan oleh siswa dengan performance goal orientation Santrock, 2008. Siswa denagn performance goal orientation yang tidak percaya pada kesuksesannya akan menghadapi problem tersendiri Stipek, 2002; dalam Santrock, 2008. Jika mereka berusaha lalu gagal, mereka sering menganggap kegagalan itu sebagai bukti dari kemampuan yang rendah. Apabila mereka tidak mencoba, mereka dapat memberikan penjelasan alternatif atas kegagalan mereka yang dapat diterima secara personal. Dilemma ini membuat siswa melindungi diri mereka sendiri dari kesan tidak pandai, tetapi upaya ini akan mengganggu pembelajaran mereka dalam jangka panjang Covington, 1992; dalam Santrock, 2008. Untuk menghindari kesan tidak mampu, beberapa murid tidak mau mencoba, atau menipu. Yang lainnya mungkin menggunakan strategi lain seperti menghindari, mencari-cari alasan, bekerja setengah hati, dan menentukan tujuan yang tidak realistis Santrock, 2008. Kemungkinan lain yang siswa lakukan agar siswa tidak dinilai bodoh adalah dengan mencontek agar mendapatkan hasil yang sebaik mungkin sesuai dengan tujuan yang diharapkannya. 2.4. Kerangka berfikir Perilaku menyontek cheating pada umumnya pernah dilakukan hampir seluruh dari kita yang pernah duduk di bangku sekolah. Baik itu secara terang- terangan ataupun tersirat. Biasanya dalam keadaan tertekan kita memilih jalan untuk curang atau mencontek. Entah itu waktu yang mepet, soal yang dirasa tidak dapat dikerjakan, kurangnya penguasaan akan materi pelajaran, tidak yakin akan jawaban sendiri ataupun minat kita terhadap mata pelajaran yang diujikan tersebut. Agar hal tersebut tidak terus terjadi dan semakin meningkat, maka dibutuhkan beberapa faktor untuk mencegah terjadi perilaku menyontek. Diantara faktor-faktor yang diduga dapat menurunkan dan meningkatkan perilaku menyontek cheating adalah self-efficacy, konformitas dan goal orientation. Self-efficacy yang meliputi level atau tingkat kesulitan tugas, generality atau kemampuan secara umum dan strength atau kemampuan siswa dalam menghadapi tugas-tugas belajar yang diberikan. Apabila self-efficacy yang dimiliki siswa tinggi, maka dapat menurunkan tingkat menyontek pada siswa dalam mengerjakan tugas atau mengerjakan ujian sekolah. Sebaliknya, apabila self-efficacy yang dimiliki siswa rendah, maka hal tersebut memungkinkan terjadinya peningkatan dalam perilaku menyontek cheating. Faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi perilau menyontek siswa adalah konformitas. Konformitas compliance ini dapat menyebabkan siswa bertingkah laku sesuai dengan tekanan kelompok, sementara secara peribadi ia tidak menyetujui tingkah lakunya tersebut. Pada bentuk compliance ini, individu menghindari penolakan kelompok dan mengharapkan reward atau penerimaan kelompok normative influence. Alasan utama konformitas ini adalah untuk menghindari celaan kelompok, seperti mendapatkan nilai rendah. Oleh karena itu, konformitas ini memungkinkan siswa untuk menyontek agar dapat diterima oleh lingkungannya, seperti keluarga dan teman bahkan oleh guru di sekolah. Sedangkan konformitas acceptance, tingkah laku dan keyakinan individu sesuai dengan tekanan dalam kelompok yang diterimanya. Pada bentuk acceptance ini, konformitas terjadi karena kelompok menyediakan informasi penting yang tidak dimiliki oleh individu informational influence. Pada konformitas jenis ini teman merupakan sumber informasi yang penting. Oleh karena itu apabila konformitas yang terjadi pada siswa tinggi, maka perilaku menyontek pada remaja juga akan tinggi pula. Sebaliknya, apabila konformitas yang terjadi pada remaja itu rendah, maka ada kemungkinan perilaku menyontek yang terjadi pada remaja akan rendah juga. Selain faktor di atas, goal orientation atau orientasi tujuan siswa juga diduga dapat mempengaruhi perilaku menyontek pasa siswa. Siswa yang berorientasi tujuan pada penguasaan akan materi pelajaran maka ia akan belajar dengan sungguh-sungguh, tidak peduli pandangan orang lain akan prestasi yang akan ia raih, baginya yang terpenting adalah penguasaannya akan materi yang ia dapat. Inilah yang disebut dengan mastery goal orientation. Sedangkan seseorang yang tujuannya hanya pada performance, ia tidak peduli materi tersebut ia kuasai atau tidak, yang terpenting baginya performancenya terlihat baik di depan orang lain. Inilah seseorang yang dikatakan memiliki performance goal orientation. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, peneliti menduga bahwa akan ada pengaruh self-efficacy, konformitas dan goal orientation terhadap perilaku menyontek cheating pada siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi. Bagan 2.1. Skema kerangka berpikir Siswa SMPMTs Self-efficacy Konformitas Goal Orientation Compliance Acceptance Mastery Performance Variabel Demografis Jenis Kelamin Tingkatan Kelas P er ila ku M enyon te k c he at ing

2.5. Hipotesis penelitian

Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

A. Hipotesis mayor:

Ha: Ada pengaruh yang signifikan self-efficacy, konformitas, goal orientation, jenis kelamin dan tingkatan kelas terhadap perilaku menyontek cheating siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi. B. Hipotesis minor: Ha 1 : Ada pengaruh yang signifikan self-efficacy terhadap perilaku menyontek cheating siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi. Ha 2 : Ada pengaruh yang signifikan konformitas compliance terhadap perilaku menyontek cheating siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi. Ha 3 : Ada pengaruh yang signifikan konformitas acceptance terhadap perilaku menyontek cheating siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi. H a 4 : Ada pengaruh yang signifikan mastery goal orientation terhadap perilaku menyontek cheating siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi. H a 5 : Ada pengaruh yang signifikan performance goal orientation terhadap perilaku menyontek cheating siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi. Ha 5 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap perilaku menyontek cheating siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi. Ha 6 : Ada pengaruh yang signifikan tingkatan kelas terhadap perilaku menyontek cheating siswa MTs. Al-Hidayah Bekasi tinggi.