Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek cheating

menyontek cheating yang paling serius adalah menggunakan kertas atau hasil jawaban orang lain, mengambil jawaban orang lain, meminta seseorang untuk menjawab ujian, membeli jawaban, dan menggunakan contekan selama ujian. Nuss 1984; dalam Pincus dan Schmelkin, 2003 menemukan bahwa menyalin selama ujian, membayar seseorang untuk menulis makalah, dan menggunakan sinyal selama ujian. Graham et al. 1994; dalam Pincus dan Schmelkin, 2003 mengambil soal ujian untuk orang lain, menyalin kertas jawaban, menggunakan jasa joki, dan menyalin jawaban selama ujian. Dalam sebuah penelitian kualitatif mahasiswa di Kanada menjelaskan berbagai strategi yang digunakan siswa untuk memastikan bahwa mereka tidak dicurigai menyontek oleh orang lain sebagai cheater, seperti menatap langit-langit sambil berpikir, berpakaian tanpa saku, dan membuat ekspresi wajah yang menyampaikan keterlibatan serius dengan bahan ujian Albas Albas, 1996; dalam Murdock Anderman, 2006. Goldsmith, 1998; dalam Gallant Drinan, 2006, meningkatnya kecanggihan teknologi memperbesar peluang siswa untuk menyontek dan dapat meningkatkan perilaku menyontek pada siswa.

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek cheating

Anderman dan Murdock 2007 menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi cheating. Faktor-faktor tersebut digolongkan ke dalam empat karakteristik, yaitu: 1. Karakteristik demographic Perbedaan individual pada perilaku mencontek sisiwa telah dipelajari dalam kaitannya dengan faktor demografik seperti: a. Gender Beberapa penelitian telah meneliti secara khusus perbedaan gender dalam perilaku menyontek cheating. Kebanyakan dari penelitian ini mengoperasionalkan perilaku menyontek cheating berdasarkan self- report dari pelajar. Penelitian yang dilakukan oleh Calabrese dan Cochran, Davis dan kawan-kawan, Michaels dan Miethe, Newstead, Franklyn- Stokes, serta Armstead dalam Anderman Murdock, 2007, menemukan bahwa laki-laki lebih banyak menyontek cheating dibandingkan perempuan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jacobson dan kawan-kawan 1970 dalam Anderman Murdock, 2007, mengemukakan bahwa perempuan lebih banyak menyontek cheating dari pada laki-laki. Terdapat juga penelitian yang tidak menemukan perbedaan perilaku menyontek cheating antara laki-laki dan perempuan seperti penelitian yang dilakukan oleh Haines dan kawan-kawan 1986 dalam Anderman Murdock, 2007. Penelitian di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anderman dan Midgley 2004, yang menyatakan siswa Sekolah Menengah Pertama menunjukkan bahwa laki-laki lebih mungkin untuk menyontek daripada perempuan misalnya, Ci ek, 1999; Schab, 1969. Penelitian yang dilakukan oleh McCabe, Trevino Butterfield 2001, juga mengatakan kalau laki-laki lebih sering menyontek dari pada perempuan. b. Usia Penelitian Jensen dan kawan-kawan 2002 dalam Anderman Murdock, 2007, menemukan bahwa pelajar yang lebih muda lebih mungkin mencontek daripada pelajar yang lebih tua ketika perbandingan ini dibuat antara siswa dan mahasiswa. Dari penelitian ini ditemukan bahwa perilaku menyontek cheating akan berkurang dengan bertambahnya usia. c. Status sosio-ekonomi Calabrese dan Cochran 1990 dalam Anderman Murdock, 2007, juga meneliti perilaku menyontek cheating pada siswa berdasarkan status sosio-ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa private school sekolah swasta yang memiliki status sosio-ekonomi tinggi lebih banyak menyontek dibandingkan dengan siswa yang berasal dari public school sekolah negeri. d. Agama Terdapat bermacam-macam hasil penelitian mengenai perilaku menyontek cheating dan agama. Penelitian Rettinger dan Jordan 2005 dalam Anderman Murdock, 2007, yang dilakukan pada kelas religi dan kelas liberal, menemukan bahwa kelas religi lebih sedikit melakukan cheating dibandingkan kelas liberal. 2. Karekteristik akademik a. Ability kemampuan Newstead dan kawan-kawan 1996 dalam Anderman Murdock, 2007, menekankan pada kompleksnya hubungan antara ability dan cheating. Para peneliti pada umumnya menunjukkan bahwa ability berhubungan dengan cheating, dan hal tersebut secara umum dipercaya bahwa siswa yang memiliki ability rendah lebih berkemungkinan melakukan cheating. b. Area subjek Bowers, Davis dan Ludvigson, Newstead dan kawan-kawan dalam Anderman Murdock, 2007, menyatakan bahwa subjek yang berada pada area sains, bisnis, dan mesin, diidentifikasi sebagai disiplin ilmu dengan indikasi tinggi adanya cheating jika dibandingkan dengan subjek yang berada pada area seni dan sosial. 3. Karakteristik motivasi a. Self-efficacy Penelitian Murdock dan kawan-kawan 2001 dalam Anderman Murdock, 2007, pada siswa Sekolah Menengah Pertama menemukan bahwa terdapat hubungan berbanding terbalik antara cheating dan self- efficacy. Menurut Finn dan Frone 2004 dalam Anderman Murdock, 2007, self-efficacy memprediksi cheating ketika tingkat prestasi siswa telah dikontrol. Beberapa penelitian seperti penelitian Calabrese dan Cochran, Michaels dan Miethe, serta Malinowski dan Smith dalam Anderman Murdock, 2007, menemukan bahwa pelajar mencontek lebih sering ketika mereka memiliki self-efficacy rendah yang meliputi takut akan kegagalan. b. Goal orientation Studi mengenai cheating yang dikaitkan dengan teori achievement goal menegaskan bahwa cheating sering muncul pada siswa yang tujuan belajarnya bukan pada penguasaan materi. Hubungan antara goal dan cheating telah ditemukan pada siswa yang lebih muda. Penelitian Anderman dan kawan-kawan, dan Murdock dan kawan-kawan dalam Anderman Murdock, 2007, pada siswa Sekolah Menengah Pertama menemukan adanya hubungan yang berbanding terbalik antara cheating dan mastery goals. Hal ini memberikan asumsi bahwa mastery goal orientation tidak ada kaitannya dengan perilaku menyontek. 4. Karakteristik personality a. Impulsivitas dan sensation-seeking Impulsivitas dan sensation-seeking merupakan dua konstruk pada literatur psikologi kepribadian yang mungkin berhubungan dengan cheating dalam Anderman Murdock, 2007. b. Self-control Grasmick, Tittle, Bursik, dan Arneklev 1993 dalam Anderman Murdock, 2007, menemukan bahwa self-control dan persepsi terhadap kesempatan menyontek berhubungan dengan cheating. Sebab control diri akan menentukan apa yang orang akan lakukan. c. Tipe kepribadian Pada penelitian eksperimen Davis 1995 dalam Anderman Murdock, 2007, ditemukan siswa dengan tipe kepribadian A lebih banyak melakukan cheating daripada siswa dengan tipe kepribadian B. hal ini membuktikan bahwa kepribadian seseorang memungkinkan seseorang untuk menyontek. d. Locus of control Locus of control pusat kendali adalah gambaran keyakinan seseorang mengenai sumber penentu perilakunya. Locus of control merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu, termasuk bagaiman seseorang menentukan apakah ia akan menyontek atau tidak menyontek. Dalam penelitian eksperimen mengenai Locus of control ditemukan bahwa seseorang yang memiliki eksternal locus of control lebih berkemungkinan melakukan cheating Anderman Murdock, 2007. Perilaku menyontek memang terkait dengan banyak faktor seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Akan tetapi dari sekian banyak faktor tersebut, dalam penelitian ini difokuskan kepada self-efficacy, konformitas dan goal orientation.

2.1.3. Dimensi-dimensi perilaku menyontek cheating