Konflik Sosial Dan Ekonomi Keluarga Poligami

dengan sebaik-baiknya. Perkawinan poligami juga akan akan berjalan lancar jika dilakukan secara terbuka, jujur, tidak sembunyi-sembunyi, adanya izin dari istri pertama serta adanya nilai-nilai dan motivasi agama yang mempangaruhi dalam menjalankan keluarga poligami. Konflik yang biasanya muncul dalam keluarga yang berpoligami adalah adanya kecemburuan antara sesama istri dan tidak adilnya seorang suami dalam membagi tanggung jawabnya. Akibat dari permasalahan ini interaksi antara anggota-anggota keluarga baik antara suami dan istri, antara sesama istri dan antara orang tua dengan anak akan terganggu.

4.5.5. Konflik Sosial Dan Ekonomi Keluarga Poligami

Simmel dalam Ihromi 1999:177 mengatakan bahwa hubungan suami istri dalam perkawinan dapat dikatakan sebagai hubungan dua orang atau dyadic, yang secara kualitatif memiliki perbedaan dengan kelompok yang beranggotakan lebih dari dua orang. Sebab, hidup matinya kelompok dyadic hanya tergantung pada kedua orang tersebut. Di dalam hubungan dyadic ini terdapat tingkat keamanan maksimum yang disebabkan oleh adanya suatu kekhususan yang berbeda dengan hubungan yang terdiri atas banyak orang yaitu struktur sosial hanya terdapat di antara mereka berdua. Pengunduran salah satu akan menghancurkan keseluruhan. Bila kedua belah pihak berkeinginan untuk mempertahankan keutuhan kelompok, dengan sendirinya kesewenang-wenangan dari salah satu pihak tidak akan terjadi. Tetapi juga sebaliknya, bila salah satu pihak melakukan kesewenangan akan mudah membubarkan kelompok ini. Hal ini disebabkan karena adanya pemicu konflik yang mempengaruhi keharmonisan keluarga tersebut diantaranya: a tidak adanya tanggung jawab suami dalam hal kebutuhan ekonomi. Universitas Sumatera Utara b suami ingin menikah lagi dengan orang lain berpoligami. c adanya perselingkuhan baik yang dilakukan oleh pihak suami maupun istri. d biologis adalah keadaan suami dan istri yang tidak mempunyai kemampuann jasmani untuk membina perkawinan yang bahagia, seperti sakit, impoten, dan mandul. e berbeda prinsip dalam mengarungi bahtera rumah tangga seperti masalah anak, pekerjaan dan lain-lain. Dengan adanya sebab-sebab di atas, maka dalam keluarga tersebut akan terjadi konflik yang pada akhirnya akan menyebabkan adanya ketidaksepahaman, perselisihan, silang pendapat diantara keduanya dan juga akan berpengaruh kepada anggota keluarga lainnya sehingga menyebabkan terjadinya kegoncangan dan ketidakharmonisan didalam keluarga tersebut. Kondisi ini disebut dengan disharmonisasi keluarga karena jika dalam keluarga antara suami dengan istri bermasalah maka seluruh interaksi orang tua dan anak-anaknya juga akan berpengaruh sehingga kebahagiaan dalam keluarga akan mengalami hambatan. Dalam keluarga yang efektif, kepentingan utama terletak pada kesatuan. Apabila terdapat kesatuan maka keluarga tersebut akan terorganisasi. Tetapi apabila tidak adanya kesatuan maka keluarga telah mulai mengalami disorganisasi. Runtuhnya kesatuan dapat disebabkan oleh perselisihan dalam keluarga, yang membuat hubungan sulit untuk serasi harmonis walaupun kebutuhan yang jelas dalam kesatuan formal dari kelompok mungkin tidak pernah terjadi. Ketegangan- ketegangan dapat membentuk hal yang lebih jelas lagi yaitu perpisahan atau Universitas Sumatera Utara perceraian. Anggota-anggota harus menyusun kembali untaian kekusutan kehidupan mereka dengan suasana baru dan suasana yang berlainan Khairuddin, 1997:111. Perkawinan poligami akan menimbulkan masalah bagi keluarga antara lain: a. Menimbulkan kecemburuan antara istri. b. Kekhawatiran dari istri kalau suami tidak dapat berlaku bijaksana dan adil. c. Terjadi perselisihan antara anak-anak yang berlainan ibu. d. Kekurangan ekonomi. Kalau hal-hal negatif ini muncul, maka dalam sebuah keluarga tidak lain dari kekacauan dan kedisharmonisan. Akibat-akibat negatif tersebut muncul dari kekurangan suami memenuhi syarat. Terlalu banyak contoh yang terjadi yang menimbulkan ketidakharmonisan didalam suatu keluarga yang berpoligami, yang mana disebabkan oleh kecemburuan diantara para istri, baik yang disebabkan oleh kekurangmampuan suami berbuat adil dalam memberikan giliran kepada para istri, maupun akibat tidak langsung, seperti perasaan kurang adil dalam memberikan dan memenuhi kebutuhan anak-anak. Seperti yang dikatakan oleh ibu E.L Pr,51 tahun : “Semenjak suami saya kawin lagi dia lebih sering nginap di rumah istri mudanya dan diapun kasar pada saya. ditambah lagi jarang sekali pulang kerumah bahkan anak-anakpun jadi tidak peduli lagi padanya”. Juga dikatakan ibu E.M Pr,51 tahun : “Saya sering bertengkar dengan bapak karena dia tidak peduli lagi pada kami, uang belanja sayapun jadi berkurang. Kadang- kadang saya kesal melihat istri mudanya itu seperti orang bodoh dibuatnya suami saya”. Universitas Sumatera Utara Konflik antara suami dan istri adalah faktor yang paling sering dianggap sebagai peretak yang membuat sirna harapan mereka untuk mencapai keadaan yang ideal. Problem psikologis yang lainnya dari praktek poligami yang dilakukan oleh seorang suami adalah dalam bentuk konflik internal dalam keluarga, baik diantara sesama istri, antara istri dengan anak tiri atau diantara anak-anak yang berlainan ibu. Ada rasa persaingan yang tidak sehat diantara istri. Hal itu terjadi karena suami biasanya lebih memperhatikan istri muda ketimbang istri lainnya. Bahkan tidak jarang setelah menikah suami menelantarkan segala kebutuhan hidup istri dan anak- anaknya. Tentu ini akan menimbulkan problem sosial yang serius dalam masyarakat. Menurut informan E.P Pr, 27 tahun “aku bosan setiap ada dirumah apalagi kalau ada ayahku, setiap jumpa dengan ibuku mereka selalu saja bertengkar. Kadang ayah tidak segan-segan memaki ibu di hadapan kami”. Bentuk implikasi lain dari poligami adalah kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan perempuan justru lebih banyak terjadi didalam keluarga, dan pelakunya adalah suaminya sendiri. Kekerasan terhadap istri biasanya sulit dan jarang diungkapkan karena dianggap sebagai masalah pribadi. Selain dalam bentuk penyiksaan fisik, istri juga mengalami kekerasan seksual dalam bentuk suami tidak memperhatikan kebutuhan dan kepuasaan seksual istrinya. Hal ini terjadi karena dalam poligami suami biasanya hanya tertarik melakukan hubungan seksual dengan istri muda. Sementara istri lain diabaikan dan tidak dipenuhi kebutuhan seksualnya. Pada umumnya sikap suami yang mulai melirik perempuan lain lebih sensitif dan emosional terhadap istrinya. Dia menjadi ringan tangan dan mudah menampar dan Universitas Sumatera Utara memukul istri. Bahkan tidak sedikit suami membawa pulang istri muda ke rumahnya dan tentu saja itu merupakan pelecehan yang luar biasa terhadap perempuan. Mayoritas perempuan menolak praktek poligami, sebenarnya ini adalah hal yang normatif, perempuan manapun akan merasa takut kehilangan suaminya. Serta melihat pengalaman-pengalaman praktek poligami yang tidak sedikit kegagalan dalam menjalin rumah tangga yang harmonis menjadi berantakan disebabkan oleh poligami. Ada beberapa dampak yang umum terjadi terhadap istri yang suaminya berpoligami: seperti Dampak secara psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya. Dampak ekonomi rumah tangga: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam prakteknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami. Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah dibawah tangan perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekwensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara

4.5.6. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinya Poligami