Poligami Menurut Agama Islam

kedamaian dan juga mempertahankan kewarisan”. Oleh karena sistem keturunan dan kekerabatan antara suku bangsa Indonesia yang satu dan yang lainnya berbeda-beda pula, termasuk lingkungan hidup dan agama yang dianut berbeda, maka tujuan perkawinan adat bagi masyarakat adat berbeda-beda diantara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, serta akibat hukum dan upacara perkawinannya berbeda-beda. Maka, dengan dilaksanakannya perkawinan diharapkan mendapatkan keturunan yang menjadi penerus silsilah orang tuanya, tetapi perkawinan menurut hukum adat itu tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri untuk masksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak isteri dan pihak suami.

4.5.2. Poligami Menurut Agama Islam

Selain adat, norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, Agama juga mendasar perhatiannya pada sesuatu yang ada diluar jangkauan manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan terhadap dunia di luar jangkauannya, manusia selain memberikan tanggapan serta menghubungkan dirinya, juga memberikan atau menyediaakan bagi pemeluknya suatu dukungan, pelipur lara dan rekonsiliasi. Manusia membutuhkan moral disaat menghadapi ketidakpastian dan membutuhkan rekonsiliasi dengan masyarakat bila diasingkan dari tujuan dan norma-normanya. Kegagalan mengejar aspirasi, karena dihadapkan dengan kekecewaan serta kebimbangan, maka agama menyediakan sarana emosional penting yang membantu Universitas Sumatera Utara dalam menghadapi unsur-unsur kondisi manusia tersebut. Dalam memberi dukungan dalam setiap permasalahan agama menopang nilai-nilai dan tujuan yang telah terbentuk, memperkuat moral dan membantu mengurangi kebencian.Bagong suyanto;2004 Agama menyucikan norma-norma dan nilai masyarakat yang telah terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelompok diatas keinginan individu, dan disiplin kelompok diatas dorongan hati individu. Dengan demikian agama memperkuat legitimasi pembagian fungsi, fasilitas dan ganjaran yang merupakan cirri khas suatu masyarkat. Agama juga menangani keterasingan dan kesalahan individu yang menyimpang. Agama juga melakukan fungsi yang bisa bertentangan dengan fungsi sebelumnya. Agama dapat pula memberikan standar nilai dalam arti dimana norma- norma yang telah terlembaga dapat dikaji kembali secara kritis dan kebetulan masyarakat memang sedang membutuhkannya. Hal ini memang benar, khususnya dalam hubungannya dengan agama yang menitikberatkan transendesi Tuhan, dan konsekuensi superioritasnya dan kemerdekaan masyarakat yang mapan. Bagong suyanto;2004 Salah satu bentuk perkawinan yang sering diperbincangkan dalam masyarakat Muslim adalah poligami. Poligami berasal dari bahasa Yunani. Kata ini merupakan penggalan kata poli atau polus yang artinya banyak, dan kata gamein atau gamos, yang berarti kawin atau perkawinan. Maka ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak. Kalau dipahami dari kata ini menjadi sah untuk mengatakan, bahwa arti poligami adalah perkawinan banyak, dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas. Namun, dalam Islam, poligami mempunyai arti Universitas Sumatera Utara perkawinan yang lebih dari satu, dengan batasan, umumnya dibolehkan hanya sampai empat wanita. Walaupun ada juga yang memahami ayat tentang poligami dengan batasan empat atau bahkan lebih dari Sembilan isteri. Singkatnya, poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak suami mengawini beberapa lebih dari satu isteri dalam waktu yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu dikatakan bersifat poligami. Tujuan pernikahan dalam Islam sangat jelas, yaitu untuk menciptakan rumah tangga sakinah yang tenang dan damai antara suami-isteri dan anak-anak mereka. Syariah Islam, yang sering dipandang melegalkan praktek poligami, sesungguhnya tidak turun dalam masyarakat yang hampa budaya. Senantiasa ada konteks yang melatarinya, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu ketika kita membaca teks agama kita tidak bisa melepaskan sama sekali persoalan sosial, budaya, politik, ekonomi, kesehatan, dan lainnya yang dipandang kuat menjadi latarnya. Sebelum Islam datang kebanyakan masyarakat Arab memiliki banyak Isteri, dan tidak ada batasan untuk itu. Kemudian Islam datang dan memberi batasan-batasan, empat isteri, tiga, dua, dan pada akhirnya cukup dengan satu isteri. Menurut Bapak A.J Lk, 60 tahun “Poligami diperbolehkan dengan syarat sang suami memiliki kemampuan untuk adil diantara para istri. Berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu”. Menurut Bapak A.L 70 tahun “poligami merupakan system yang manusiawi, karena ia dapat meringankan beban masyarakat yaitu melindungi wanita yang tidak bersuami dan menempatkannya sejajar dengan wanita lain”. Universitas Sumatera Utara Secara sosiologis, aturan hukum keluarga yang dibawa Islam sesungguhnya sangat fundamental. Yaitu mengangkat posisi perempuan ke tempat yang semestinya, setelah sekian lama dirampas oleh proses sejarah primitif manusia. Karena Islam memposisikan semua manusia adalah sama, meskipun atribut yang melekat padanya meniscayakan keberagaman. Poligami dalam Islam adalah solusi yang ditawarkan apabila terjadi hal-hal yang luar biasa. Dalam sejarahnya, poligami itu dalam rangka memberdayakan dan membebaskan kelompok tertindas dalam hal ini perempuan.

4.5.3. Pandangan Masyarakat Tentang Poligami