Imunoekspresi Ki-67 Pada Tumor Payudara Tikus Wistar Yang Diinokulasi Tumor Terinduksi Benzo(Α)Pyrene Dan Diberikan Ekstrak Daun Sirsak

(1)

IMUNOEKSPRESI KI-67 PADA TUMOR PAYUDARA TIKUS WISTAR

YANG DIINOKULASI TUMOR TERINDUKSI BENZO(Α)PYRENE

DAN DIBERIKAN EKSTRAK DAUN SIRSAK

TESIS

MEGA SARI SITORUS NIM. 087108008

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

IMUNOEKSPRESI KI-67 PADA TUMOR PAYUDARA TIKUS WISTAR

YANG DIINOKULASI TUMOR TERINDUKSI BENZO(Α)PYRENE

DAN DIBERIKAN EKSTRAK DAUN SIRSAK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Patologi Anatomi Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis I Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MEGA SARI SITORUS NIM. 087108008

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Penelitian : Imunoekspresi Ki-67 Pada Tumor Payudara Tikus Wistar

Yang Diinokulasi Tumor Terinduksi Benzo(Α)Pyrene

Dan Diberikan Ekstrak Daun Sirsak Nama : Mega Sari Sitorus

NIM : 087108008

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DI SETUJUI OLEH : PEMBIMBING I

dr. H. Joko S.Lukito,SpPA(K) 19460308 197802 1 001

PEMBIMBING II

Prof. Dr.Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed 19660209 199203 1 003

Ketua Program Studi Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU Patologi Anatomi FK-USU

dr.H.Delyuzar,M.Ked(PA),SpPA(K) dr.T.Ibnu Alferraly,M.Ked(PA),SpPA,D.Bioet. 19630219 199003 1 001 19620212 198911 1 001


(4)

PERNYATAAN

IMUNOEKSPRESI KI-67 PADA TUMOR PAYUDARA TIKUS

WISTAR YANG DIINOKULASI TUMOR TERINDUKSI

BENZO(Α)PYRENE

DAN DIBERIKAN EKSTRAK DAUN SIRSAK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 12 Oktober 2012


(5)

LEMBAR PANITIA UJIAN

Judul Tesis : Imunoekspresi Ki-67 Pada Tumor Payudara Tikus Wistar Yang Diinokulasi Tumor Terinduksi Benzo(Α)Pyrene Dan Diberikan Ekstrak Daun Sirsak

Telah diuji pada :

Hari/ Tangga : 24 September 2012

Pembimbing : dr.H.Joko S.Lukito,Sp.PA

Prof.Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed

Penguji : Prof. dr. Gani W. Tambunan, SpPA(K) dr. Soekimin, SpPA


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karuniaNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul : “Imunoekspresi Ki-67 Pada Tumor Payudara Tikus Wistar Yang Diinokulasi Tumor Terinduksi

Benzo(Α)Pyrene Dan Diberikan Ekstrak Daun Sirsak”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan penulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar keahlian dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universits Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Syahril pasaribu, DTM&H, SpPA dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengkuti pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universits Sumatera Utara.

Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, SpPA(K), DTM&H, selaku Rektor pada masa saya memasuki program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universits Sumatera Utara.


(7)

Dekan Fakultas Kedokteran USU, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD, KGEH, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universits Sumatera Utara.

Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada dr.H.Joko S.Lukito,Sp.PA(K) (pembimbing I) dan Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed (pembimbing II) yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, bantuan serta saran-saran yang bermanfaat kepada penulis mulai dari persiapan penelitian sampai pada penyelesaian tesis ini.

Terima kasih kepada Prof. dr. Gani W. Tambunan, SpPA(K) dan dr. Soekimin, SpPA yang telah bersedia menguji tesis penelitian penulis.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. T. Ibnu Alferraly, SpPA selaku Ketua Departemen PAtologi Anatomi FK USU atas segala bimbingan, masukan dan dorongannya selama penulis menjalankan Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universits Sumatera Utara. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. dr. HM. Nadjib D.Lubis, SpPA(K); dr. Joko S. Lukito, SpPA(K), dr. Hj. Kemala Intan, MPd.; dr. Betty, SpPA; dr. Lidya Imelda Laksmi, SpPA; dr. Jessy Chrestella, SpPA; dr. Sumondang M. Pardede, SpPA; dr. Jamaluddin Pane, SpPA; dr. Stephan Udjung, SpPA yang telah membimbing penulis selama menjalankan Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universits Sumatera Utara


(8)

dan di RSUP H. Adam Malik Medan, dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf di Departemen Patologi Anatomi FK USU dan RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membantu penulis menyelesaikan tesis ini.

Persembahan terima kasih, rasa hormat kepada ayahanda (Drs. W.Sitorus) dan ibunda tercinta (Alm. L. Sianipar), yang telah membesarkan, membimbing dengan penuh kasih saying dan jasa mereka inilah penulis dapat menjalani Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi FK USU. Semua Tuhan Yesus memberkati ayahanda dan ibunda.

Kepada suamiku tercinta Jun F. Purba, anak-anak tersayang Otniel Franga Mori Purba, Sebastian Franga Purba, Theeyo Franga Purba, tiada kata yang setara untuk mengutarakan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas cinta, kasih sayang, pengertian, pengorbanan, kesabaran dan dorongan serta doa yang diberikan kepada penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa isi hasil penelitian ini masih perlu mendapat masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik serta saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 12 Oktober 2012 Penulis

Mega Sari Sitorus 087108008


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

LEMBAR PANITIA UJIAN iii

UCAPAN TERIMA KASIH iv

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN

xii xii

ABSTRAK xiv

ABSTRACT xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 5

1.3. Hipotesa 5

1.4. Tujuan Penelitian 5

1.4.1. Tujuan Umum 5

1.4.2. Tujuan Khusus 6

1.5. Manfaat Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1. Proliferasi Sel 7

2.1.1. Siklus Sel 7

2.1.2. Pengaturan Siklus Sel 8

2.1.3. Apoptosis 10

2.2. Kanker Payudara 11

2.2.1. Epidemiologi Kanker Payudara 11

2.2.2. Faktor Risiko 12

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis 14

2.2.4. Penatalaksanaan 16

2.3. Ki-67 Sebagai Petanda Proliferasi 17

2.4. Tanaman Sirsak (Anonna muricata) 17

2.4.1. Morfologi Tumbuhan Sirsak 18

2.4.2. Manfaat Tanaman Sirsak 20

2.4.2.1. Annonaneous acetogenins (ACGs) 21 2.4.2.2. Bukti Penelitian Manfaat Daun

Sirsak 23


(10)

BAB 3 METODE PENELITIAN 27

3.1. Desain Penelitian 27

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 27

3.3. Rancangan Penelitian 27

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian 28

3.4.1. Populasi 28

3.4.2. Sampel 29

3.4.3. Cara Pengambilan Sampel 29

3.5. Variabel Penelitian 29

3.5.1. Variabel Bebas 30

3.5.2. Variabel Tergantung 30

3.6. Bahan dan Alat 30

3.6.1. Bahan untuk perlakuan 30

3.6.2. Bahan transplantasi jaringan tumor pada tikus

31 3.6.3. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dan

immunohistokimia

31 3.6.4. Alat transplantasi jaringan tumor pada tikus 31 3.6.5. Alat-alat untuk pewarnaan HE dan

imunohistokimia

32

3.7. Aur Kerja 33

3.8. Definisi Operasional 34

3.9. Pemeliharaan Tikus Wistar 35

3.10. Persiapan Hewan Percobaan 35

3.11. Prosedur Kerja 36

3.11.1.Induksi kanker payudara oleh benzoalphapyrene

36 3.11.2. Prosedur transplantasi tumor 36 3.11.3. Pengamatan morfologi benjolan, perubahan

berat badan tikus

38 3.11.4. Pembuatan ekstrak daun sirsak dan suspensi

ekstrak daun sirsak

38 3.11.5. Pencekokan suspensi ekstrak daun sirsak 39

3.11.6. Prosedur pembuatan slide HE 39

3.11.7. Prosedur imunohistokimia 40

3.12. Analisis Data 42

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 42

4.1. Hasil Penelitian 42

4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 42

4.1.2. Karakteristik Sampel 42

4.1.3. Suspensi ekstrak daun sirsak 42


(11)

4.1.5. Rata-rata perubahan berat badan tikus selama penelitian

45 4.1.6. Makroskopis massa di payudara tikus 45

4.1.7. Mikroskopis massa 47

4.1.8. Tampilan imunohistokimia Ki-67 pada massa payudara tikus

48

4.2. Pembahasan 51

4.2.1. Perubahan berat badan tikus selama penelitian

51 4.2.2. Kejadian timbulnya massa di payudara tikus 52 4.2.3. Tampilan imunohistokimia Ki-67 di massa 53 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 55

5.2. Saran 55


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Nama-nama sirsak pada berbagai negara 20 Tabel 4.1 Rata-rata perubahan berat badan tikus setiap minggu 45

Tabel 4.2. Berat massa di payudara tikus 46

Tabel 4.3. Tampilan imunohistokimia Ki-67 di massa kontrol 1. 48 Tabel 4.4. Tampilan imunohistokimia Ki-67 perlakuan 1 49 Tabel 4.5. Tampilan imunohistokimia Ki67 kontrol 2 50 Tabel 4.6. Tampilan imunohistokimia Ki67 perlakuan 2 50 Tabel 4.7. Tampilan imunohistokimia Ki67 perlakuan 3 50


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Siklus sel 8

Gambar 2.2. Regulasi Siklus Sel 10

Gambar 2.3. Pohon sirsak dan buahnya 19

Gambar 2.4. Tempat kerja ACGs pada chemiosmosis di mitokondria

22

Gambar2.5. Skema kerangka teori penelitian 26

Gambar 3.1. Alur Kerja 33

Gambar 4.1. Mikroskopik sel yang terlihat dari bubur tumor 44

Gambar 4.2. Makroskopis tumor. 45

Gambar 4.3. Sediaan histopatologi massa 47

Gambar 4.4. Histopatologis massa 47

Gambar 4.5. Immunohistokimia Ki67 massa di kelenjar payudara 48 Gambar 4.6. Foto tampilan Ki67 massa di kelenjar payudara 49


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Ethical Clearence 61

Lampiran 2 Master Data 62

Lampiran 3 Uji Statistik Tampilan Ki-67 63

Lampiran 4 Output Pengolahan dan Analisa Data Berat Badan dengan SPSS versi 18.0

65

Lampiran 5 Karakterisasi Ekstrak Daun Sirsak 69

Lampiran 6 Karakterisasi kadar Sari Larut Ekstrak Daun Sirsak 70


(15)

DAFTAR SINGKATAN

SIRS : Sistem Informasi Rumah Sakit

CFR : Case Fatality Rate

PAH : polycyclic aromatic hydrocarbons

ITB : Institut Teknologi Bandung

ATP : Adenosine Tri Phosphat

DNA : Deoxyribonucleic Acid

RNA : Ribonucleic Acid

Gr : gram

ACGs : Annonaceous acetogenins

BRCA1 : Breast Cancer Antigen-1

BRCA2 : Breast Cancer Antigen-2

G0 : Fase Gap 0

G1 : Fase Gap 1

G2 : Fase Gap 2

TGF β : Tranforming Growth Factor β

WHO : World Health Organization

Fase M : Fase Mitotik

CDKs :cyclins dependent kinase

CKIs :Cyclin–dependent kinase inhibitor

Ki67 : Antigen Ki67

MIB-1 : Mindbomb homolog 1

NADH : Nicotinamide adenine dinucleotide

USU : Universitas Sumatera Utara

FMIPA : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

RAL : Rancangan Acak Lengkap

HE : Hematoksilin Eosin

DAB : Diamino Benzydine


(16)

ABSTRAK

Imunoekspresi Ki-67 Pada Tumor Payudara Tikus Wistar Yang

Diinokulasi Tumor Terinduksi Benzo(Α)Pyrene

Dan Diberikan Ekstrak Daun Sirsak

(Hasil Penelitian)

Mega Sari Sitorus, Joko S. Lukito, Syafruddin Ilyas

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Departemen Biologi Fakultas FMIPA, USU Medan.

Latar Belakang: Meningkatnya jumlah sel dalam populasi tertentu dapat terjadi karena peningkatan proliferasi ataupun karena penurunan kematian atau diferensiasi sel. Proliferasi yang tinggi pada suatu tumor, khususnya kanker dapat menunjukkan prognosis dan agresifitas tumor. Bahan aktif daun sirsak yaitu

Annonaceous acetogenins(ACGs) diteliti memiliki sifat sitotoksik (antitumor) akibat inhibisi kerja NADH-ubiqiunone oxidireductase (NADH-dehydrogenase atau complex I). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh eskstrak daun sirsak terhadap pertumbuhan tumor yang dinilai berdasarkan imunoekspresi Ki-67. Metode: Penelitian ini menggunakan tikus Wistar yang telah diinokulasikan kanker, dan dibagi dalam 5 kelompok, yaitu C1, T1, C2, T2 dan T3. Kelompok T1dan T2 diberikan ekstrak daun sirsak 2 mg/hr, dan kelompok T3 dengan dosis 4 mg/hr. Sedangkan kelompok C1 dan C2 merupakan kelompok kontrol, hanya diberikan diet standar. Tumor yang tumbuh diambil, dibuat sediaan HE dan dipulas dengan pulasan imunohistokimia Ki-67.

Hasil: Dengan uji Kruskal-Wallis didapati perbedaan bermakna antara kelima kelompok yaitu p=0,02 (P<0,05). Dilanjutkan dengan uji Mean-Whitney antara C1 dan T1 didapati perbedaan bermakna imunoekspresi dengan p=0,04 (P<0,05). Terdapat perbedaan bermakna imunoekspresi Ki-67 pada kelompok C2 dan T2 yaitu p=0,017 (P<0,05).

Kesimpulan: Daun sirsak dapat menghambat pertumbuhan tumor dosis 2 mg/hari dan 4 mg/hari.

Kata Kunci : tumor payudara, daun sirsak (anonna muricata), Annonaceous acetogenins(ACGs), antitumor, ekspresi Ki-67.


(17)

ABSTRACT

Ki-67 Immunoexpressions of breast tumour Witar rat which were inoculated tumour activated

Benzo(Α)Pyrene

dan treated by extract of soursop .

(Result Result)

Mega Sari Sitorus, Joko S. Lukito, Syafruddin Ilyas

Department of Pathology Faculty of Medicine, Biology Departement of FMIPA, University of North Sumatra, Medan.

Background: Increased cell population as result of proliferation increasing or decreased of death or differentiation cell. Tumors, mainly cancers which has higher proliferation activity, show prognostic factor and tumor aggressiveness.

Annonaceous acetogenins(ACGs) which are the active agent of soursop leaves have a potential cytotoxic (antitumor) effect through inhibiting work on NADH-ubiqiunone oxidireductase (NADH-dehydrogenase or complex I). The purpose of this research to explore the impact of soursop leaves extract (anonna muricata) against tumor growth based on Ki-67 immunoexpression.

Methods: This study used Wistar rats inoculated cancer, were divided into five groups C1, T1, C2, T2 and T3.T1 and T2 group was given soursop extract with dose of 2mg/day and T3 with dose of 4 mg/day. Meanwhile C1 and C2 group only feed by standart diet. The mass from rat is incised and prepared to slide histopathologic. Immunohistochemical with Ki-67 were performed.

Result: There is significance expression within five groups with Kruskal-Wallis test p=0,02 (P<0,05). Mean–Whitnet test between C1 and T1 showed there is a significance difference expression with p=0,04 (p<0,05). There is also a significance difference Ki-67 expression in C2 and T2 group p=0,017 (P<0,05). Conclusion: Soursop leaves at 2 mg/day and 4 mg/day doses can be used to inhibit tumour growth.

Keywords: breast tumor, soursop leaves (anonna muricata), Annonaceous acetogenins(ACGs), antitumour, Ki-67 expressions.


(18)

ABSTRAK

Imunoekspresi Ki-67 Pada Tumor Payudara Tikus Wistar Yang

Diinokulasi Tumor Terinduksi Benzo(Α)Pyrene

Dan Diberikan Ekstrak Daun Sirsak

(Hasil Penelitian)

Mega Sari Sitorus, Joko S. Lukito, Syafruddin Ilyas

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Departemen Biologi Fakultas FMIPA, USU Medan.

Latar Belakang: Meningkatnya jumlah sel dalam populasi tertentu dapat terjadi karena peningkatan proliferasi ataupun karena penurunan kematian atau diferensiasi sel. Proliferasi yang tinggi pada suatu tumor, khususnya kanker dapat menunjukkan prognosis dan agresifitas tumor. Bahan aktif daun sirsak yaitu

Annonaceous acetogenins(ACGs) diteliti memiliki sifat sitotoksik (antitumor) akibat inhibisi kerja NADH-ubiqiunone oxidireductase (NADH-dehydrogenase atau complex I). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh eskstrak daun sirsak terhadap pertumbuhan tumor yang dinilai berdasarkan imunoekspresi Ki-67. Metode: Penelitian ini menggunakan tikus Wistar yang telah diinokulasikan kanker, dan dibagi dalam 5 kelompok, yaitu C1, T1, C2, T2 dan T3. Kelompok T1dan T2 diberikan ekstrak daun sirsak 2 mg/hr, dan kelompok T3 dengan dosis 4 mg/hr. Sedangkan kelompok C1 dan C2 merupakan kelompok kontrol, hanya diberikan diet standar. Tumor yang tumbuh diambil, dibuat sediaan HE dan dipulas dengan pulasan imunohistokimia Ki-67.

Hasil: Dengan uji Kruskal-Wallis didapati perbedaan bermakna antara kelima kelompok yaitu p=0,02 (P<0,05). Dilanjutkan dengan uji Mean-Whitney antara C1 dan T1 didapati perbedaan bermakna imunoekspresi dengan p=0,04 (P<0,05). Terdapat perbedaan bermakna imunoekspresi Ki-67 pada kelompok C2 dan T2 yaitu p=0,017 (P<0,05).

Kesimpulan: Daun sirsak dapat menghambat pertumbuhan tumor dosis 2 mg/hari dan 4 mg/hari.

Kata Kunci : tumor payudara, daun sirsak (anonna muricata), Annonaceous acetogenins(ACGs), antitumor, ekspresi Ki-67.


(19)

ABSTRACT

Ki-67 Immunoexpressions of breast tumour Witar rat which were inoculated tumour activated

Benzo(Α)Pyrene

dan treated by extract of soursop .

(Result Result)

Mega Sari Sitorus, Joko S. Lukito, Syafruddin Ilyas

Department of Pathology Faculty of Medicine, Biology Departement of FMIPA, University of North Sumatra, Medan.

Background: Increased cell population as result of proliferation increasing or decreased of death or differentiation cell. Tumors, mainly cancers which has higher proliferation activity, show prognostic factor and tumor aggressiveness.

Annonaceous acetogenins(ACGs) which are the active agent of soursop leaves have a potential cytotoxic (antitumor) effect through inhibiting work on NADH-ubiqiunone oxidireductase (NADH-dehydrogenase or complex I). The purpose of this research to explore the impact of soursop leaves extract (anonna muricata) against tumor growth based on Ki-67 immunoexpression.

Methods: This study used Wistar rats inoculated cancer, were divided into five groups C1, T1, C2, T2 and T3.T1 and T2 group was given soursop extract with dose of 2mg/day and T3 with dose of 4 mg/day. Meanwhile C1 and C2 group only feed by standart diet. The mass from rat is incised and prepared to slide histopathologic. Immunohistochemical with Ki-67 were performed.

Result: There is significance expression within five groups with Kruskal-Wallis test p=0,02 (P<0,05). Mean–Whitnet test between C1 and T1 showed there is a significance difference expression with p=0,04 (p<0,05). There is also a significance difference Ki-67 expression in C2 and T2 group p=0,017 (P<0,05). Conclusion: Soursop leaves at 2 mg/day and 4 mg/day doses can be used to inhibit tumour growth.

Keywords: breast tumor, soursop leaves (anonna muricata), Annonaceous acetogenins(ACGs), antitumour, Ki-67 expressions.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi. Masuknya sel ke dalam populasi jaringan sebagian besar ditentukan oleh kecepatan proliferasinya, sementara sel dapat meninggalkan populasinya karena kematian sel ataupun karena berdiferensiasi menjadi sel lain. Oleh karena itu, meningkatnya jumlah sel ke dalam populasi tertentu dapat terjadi karena peningkatan proliferasi ataupun karena penurunan kematian atau diferensiasi sel. Sel yang berproliferasi berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel.1

Proliferasi sel yang berlebihan dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang abnormal seperti pada tumor. Tumor atau yang sering disebut neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti.1

Perubahan sel yang tidak terkendali merupkan cirri khas kanker. Sel kanker secara umum berisi biomolekul yang diperlukan untuk bertahan, proliferasi, diferensiasi, kematian sel dan ekspresi tipe sel dengan fungsi khusus (cell-type-spesific functions). Kegagalan regulasi fungsi inilah yang menghasilkan perubahan fenotip dan kanker.2


(21)

Perkembangan dan pertumbuhan tumor yang terus menerus berhubungan dengan proliferasi sel yang berubah. Proliferasi sel dapat dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian sel atau bahkan oleh deformasi mekanis jaringan.1

Faktor risiko terjadinya tumor payudara meliputi karakteristik masa reproduktif yang berhubungan dengan estrogen dan hormon lain, hormon farmaseutikal, penggunaan alkohol, tidak adanya aktifitas fisik yang berpengaruh terhadap level hormon. Menurut studi ditemukan bahwa produk komersial ynag mengandung hormon dan polusi masih merupakan prioritas terhadap insidens kanker payudara. Penelitian binatang menunjukkan hubungan antara kanker payudara dengan paparan organic solvent tertentu dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), seperti benzoalphapyrene.3 Banyak studi epidemiologi yang menunjukkan hubungan yang jelas antara paparan campuran PAHs yang mengandung benzoalphapyrene (hasil pembakaran tidak sempurna seperti asap kendaraan, emisi oven pemasak, emisi tar dan asap rokok) dengan peningkatan kanker paru dan kanker lainnya.4 Hal ini menyatakan bahwa tingginya tingkat polusi akan turut membantu peningkatan insidens kanker payudara.

Pada tumor payudara, khususnya kanker payudara, pengukuran proliferasi dapat digunakan sebagai faktor indikator prognostik bersamaan dengan ukuran tumor, grading, status nodus limfatikus dan status reseptor steroid. Secara klinis, angka proliferasi dapat memberikan informasi yang berguna untuk menunjukkan prognosis dan agresifitas kanker, dan dapat dipergunakan untuk menentukan protokol pengobatan. Lebih jauh perubahan angka proliferasi selama atau setelah


(22)

terapi sistemik dapat dipergunakan sebagai prediktor respon terapi.5,6 Pengukuran angka proliferasi sel, dilakukan salah satunya dengan imunohistokimia dengan pewarnaan Ki-67. Ki-67 merupakan protein non-histon, yang diekspresikan pada setiap fase siklus sel, yang berperan sebagai penanda proliferasi sel.6

Wanita dengan kanker payudara akan menjalani pengobatan lokal bahkan bila terjadi kanker akan dilanjutkan dengan pengobatan sistemik. Terapi bedah dan radiasi adalah tindakan yang diberikan untuk mengurangi resiko kekambuhan kanker pada payudara, dinding dada dan kelenjar limfe regional. Kemoterapi sitotoksik dan terapi hormonal adalah terapi sistemik yang diberikan setelah terapi lokal untuk mengurangi kekambuhan sistemik dan mortalitas akibat kanker payudara.4 Regimen kemoterapi yang sering digunakan adalah doxorubicin, cyclophosphamide (selama 3 bulan) atau cyclophosphamide, methotrexate dan

fluorouracil (selama 6 bulan). Efikasi keduanya sama tetapi kedua regimen tersebut menyebabkan efek samping berupa muntah, alopesia, penekanan sumsum tulang dan kegagalan ovarium. Terapi hormonal berupa estrogen antagonist (Tamoxifen) lebih bersifat selektif tetapi juga memberikan efek samping yang tidak menyenangkan kepada pasien, yaitu kemerahan, vaginal discharge, bengkak, libido menurun, mual, gangguan menstruasi, perdarahan dari vagina, kehilangan berat badan, perubahan mood, dan pembekuan darah walaupun sangat jarang.7,8

Penelitian terkini yang diterbitkan oleh Journal of the National Cancer Institute telah mengidentifikasi delapan efek samping serius yang berhubungan dengan kemoterapi. Demam dan infeksi merupakan penyebab utama seseorang


(23)

mengunjungi rumah sakit. Efek samping serius yang lain adalah rendahnya jumlah sel darah putih dan keping-keping darah (platelet) serta gangguan elektrolit yang mengakibatkan dehidrasi.10

Efek samping yang tidak menyenangkan dan biaya pengobatan yang mahal mendorong para pasien mencari pengobatan alternatif lain dengan efek samping yang minimal dan murah melalui tanaman obat, salah satunya adalah daun sirsak. Telah banyak testimoni yang mengalami kesembuhan dari kanker setelah meminum air rebusan daun sirsak. Tahun 1997, Universitas Purdue, Amerika Serikat, mempublikasikan Annonaceous acetogenins yang efektif membunuh sel kanker.11 Annonaceous acetogenins (ACGs) adalah famili metabolit sekunder yang diisolasi dari tanaman famili annonaceae yang ditandai

dengan subunit γ-lactone terminal, dengan satu sampai tiga cincin tetrahydrofuran (THF) dan regio aliphatik panjang dengan fungsi yang lain. Senyawa tersebut merupakan sitotoksik yang poten sebagai antitumor, antiparasit, antibakteri dan antifungi.12,13,14 Annonaceous acetogenins bekerja sebagi penghambat NADH-ubiquinone oxidoreductase (respiratory complex I) di mitokondria. Senyawa

Annonaceous acetogenins menyebabkan ATP yang dibentuk mitokondria akan berkurang, energi berkurang dan akhirnya kematian sel, proliferasi sel terhambat dan terhenti.12 Senyawa Acetogenin pada daun sirsak merupakan pilihan lain untuk mengatasi kanker.

Berdasarkan keterangan di atas, peneliti berkeinginan mengetahui peran daun sirsak dalam menghambat proliferasi kanker payudara yang diinduksi oleh polihidrokarbon yaitu benzoalphapyrene.


(24)

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana efek ekstrak metanol daun sirsak (Anonna muricata) terhadap aktifitas proliferasi kanker payudara tikus Wistar yang diinokulasi kanker terinduksi benzoalphapyrene.

1.3. Hipotesa

1. Ekstrak metanol daun sirsak (anonna muricata) dapat menghambat proliferasi sel kanker payudara tikus Wistar yang diinokulasi sel kanker terinduksi oleh benzoalphapyrene.

2. Aktifitas proliferasi kanker payudara tikus Wistar pada pemberian ekstrak metanol daun sirsak (anonna muricata) lebih kecil dibandingkan dengan sesudah inokulasi kanker.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Membuktikan bahwa daun sirsak (anonna muricata) dapat menghambat proliferasi kanker payudara tikus Wistar yang diinduksi oleh benzoalphapyrene.


(25)

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Menghitung skoring aktifitas proliferasi kanker payudara tikus yang terjadi setelah inokulasi sel kanker terinduksi oleh benzoalphapyrene.

2. Menghitung skoring aktifitas proliferasi kanker payudara tikus yang diinokulasi sel kanker terinduksi oleh benzoalphapyrene setelah diberikan ekstrak metanol daun sirsak dengan dosis 2 mg/kgbb dan 4 mg/kbgg

3. Menghitung skoring aktifitas proliferasi kanker payudara tikus yang diinokulasi sel kanker terinduksi oleh benzoalphapyrene bersamaan dengan pemberian ekstrak metanol daun sirsak.

4. Mengevaluasi efek perbedaan skoring aktifitas proliferasi kanker payudara tikus bila diberikan ekstrak metanol daun sirsak bersamaan dan setelah inokulasi sel kanker terinduksi oleh benzoalphapyrene.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi potensi daun sirsak (anonna muricata) sebagai antikanker terutama kanker payudara.

2. Sebagai dasar pengembangan alternatif penanganan kanker payudara. 3. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proliferasi Sel

Proliferasi sel menghasilkan dua sel yang berasal dari satu sel. Keadaan ini membutuhkan pertumbuhan sel yang kemudian diikuti oleh pembelahan (divisi) sel. pertumbuhan sel yang tidak terkendali merupakan ciri khas kanker. Sel kanker secara umum berisi biomolekul yang diperlukan untuk bertahan, proliferasi, diferensiasi, kematian sel dan ekspresi tipe sel dengan fungsi khusus (cell-type-spesifics functions). Kegagalan regulasi fungsi inilah yang menghasilkan perubahan fenotip dan kanker.2,15

Pada jaringan normal, proliferasi sel mengarah kepada penambahan jaringan. Dimana jumlah sel tidak hanya tergantung kepada proliferasi sel tetapi juga oleh kematian sel. kematian sel terprogram (apoptosis) adalah proses dikeluarkannya sel-sel yang rusak. Keseimbangan antara produksi sel baru dan kematian sel itulah yang mempertahankan sel yang tepat pada jaringan (homeostasis).2

2.1.1. Siklus Sel

Divisi sel terdiri dari dua proses yang berurutan, terutama ditandai dengan repikasi DNA dan segregasi kromosom yang berreplikasi menjadi dua sel yang terpisah. Secara umum sel divisi terbagi dua tahap, yaitu : mitosis (M) adalah proses divisi inti dan interfase yaitu fase selingan diantara dua fase M. tahap


(27)

mitosis dibagi atas profase, metaphase, anaphase dan telofase. Tahap interfase terdiri dari G1, S dan G2. Replikasi DNA terjadi pada fase S. Fase S didahului oleh suatu gap disebut G1, masa ini sel bersiap-siap untuk sintesis DNA dan diikuti dengan gap yang disebut G2, yaitu sel siap untuk mitosis. Sel pada G1, sebelum berkomitmen repllikasi DNA, akan memasuki fase istirahat disebut G0. Sel pada G0 berada pada keadaan tidak tumbuh atau sel tidak berproliferasi.16

Gambar 2.1 Siklus sel

(Sumber: Pathologic Basis of Disease 7th ed, 2005. Kumar, Abbas, Fausto)

2.1.2. Pengaturan Siklus Sel

Perpindahan dari satu fase siklus sel ke fase berikutnya mengikuti pola yang teratur dan diregulasi oleh protein sel yang berbeda. Protein famili siklin merupakan kunci regulator siklus sel. Siklin berikatan dan mengaktifkan anggota


(28)

cyclin-dependent kinase (Cdk) family yang menyebabkan progresi siklus sel. Progresi siklus sel diatur oleh level family siklin tertentu. Siklin dibagi atas beberapa kelas yang berhubungan dengan fase siklus sel yang diaturnya. Anggota

cyclin D family adalah siklin fase G1 yang mengatur sel dari G0 memasuki G1. Siklin D di up-regulasi oleh faktor pertumbuhan dan signal eksternal melalui ras GTP-ase signaling pathway. Siklin D berikatan dengan Cdk4 dan Cdk6. Cyclin D-dependent kinases mendorong untuk memasuki fase S. Cyclin D-Cdk4 membuat hipofosforilasi protein Retinoblastoma (pRB) dan memfasilitasi ekspresi siklin E. Siklin E dan Siklin A mampu berikatan dengan Cdk2 dan mempromosikan progresi siklus sel melalui transisi G1/S. Siklin E-Cdk2 dan Siklin A-Cdk2 membuat hiperfosforilasi dan inaktifasi pRB. Inaktifasi pRB menyebabkan aktifasi faktor transkripsi E2F. Siklin E menstimulasi gabungan kompleks replikasi melalui interaksi dengan Cdc6. Siklin A mengaktifasi sintesis DNA melalui kompleks replikasi yang baru bergabung dan menghambat gabungan kompleks replikasi yang baru. Siklin E menginisiasi kembali kompleks replikasi yang diblok oleh siklin A. Siklin B1, B2 dan partner katalitiknya, Cdk1 (cdc2, p34 kinase) adalah komponen fase M/maturing factor (MPF) factors yang meregulasi proses yang mengarahkan gabungan mitotic spindle dan sister-chromatid pair.17

Kegagalan pemantauan secara memadai terhadap keakuratan replikasi DNA akan menyebabkannakumulasi mutasi dan transformasi ganas yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sebagai contoh, pada saat DNA dirusak (misalnya, oleh radiasi ultraviolet), protein tumor supresor gen TP53 akan distabilkan dan menginduksi transkripsi CDKN1A (dulu p21), suatu inhibitor CDK. Inhibitor ini menahan sel dalam fase G1 dan G2 sampai DNA dapat


(29)

diperbaiki. Pada tahap tersebut kadar TP53 menurun, CDKN1A berkurang, sel dapat melanjutkan tahapan. Jika kerusakan DNA terlalu luas, TP53 akan memulai suatu kaskade peristiwa untuk meyakinkan sel agar melakukan bunuh diri (apoptosis).1

Gambar 2.2. Regulasi siklus sel1

2.1.3. Apoptosis

Apoptosis (berasal dari kata yang berarti “meninggalkan jauh dari”) menyebabkan

kematian sel terprogram. Kegagalan sel untuk mengalami apoptosis fisiologik dapat menyebabkan perkembangan aberan, proliferasi tumor yang tidak terkontrol, atau penyakit autoimun.1

Proses apoptosis dikendalikan oleh berbagai tingkat sinyal sel, yang dapat berasal dari pencetus ekstrinsik dan intrinsik. Yang termasuk pada sinyal ekstrinsik adalah faktor hormon, faktor pertumbuhan, nitric oxide, dan sitokin.


(30)

Semua sinyal tersebut harus dapat menembus membran plasma ataupun transduksi untuk dapat menimbulkan respon. Sinyal intrinsik adalah respon yang diinisiasi oleh sel sebagai respon terhadap stress dan akhirnya dapat mengkibatkan kematian sel. Pengikatan reseptor nukleus oleh glukokortikoid, panas, radiasi, kekurangan nutrisi, infeksi virus dan hipoksia merupakan keadaan yang dapat menimbulkan pelepasan sinyal apoptosis intrinsic melalui kerusakan sel.1

Homeostasis antara proliferasi sel dan kematian sel yang terprogram (apoptosis) secara normal dipertahankan untuk menyediakan integritas jaringan dan organ.1

2.2. Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan keadaan malignansi yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada payudara. Payudara wanita terdiri dari lobulus, duktus, lemak dan jaringan konektif, pembuluh darah serta limfe. Pada umumnya karsinoma berasal dari sel-sel yang terdapat di duktus, beberapa diantaranya berasal dari lobulus dan jaringan lainnya.13

2.2.1. Epidemiologi Kanker Payudara

Umur merupakan faktor penting yang ikut menentukan insiden atau frekuensi kanker payudara. American Cancer Society melaporkan selama tahun 2000-2004, insiden kanker payudara paling tinggi pada wanita yang berumur 75-79 tahun yaitu 464,8 per 100.000 perempuan. di Indonesia sebanyak 30,35% kanker payudara ditemukan pada umur 40-49 tahun, demikian juga di jepang sebanyak 40,6% kanker payudara ditemukan pada umur 40-49 tahun.


(31)

Semua perempuan memiliki risiko terkena kanker payudara, penyakit ini juga bisa terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 1 : 100 antara laki-laki dan perempuan. American Cancer Society melaporkan pada tahun 2005 di Amerika perempuan yang didiagnosis menderita kanker payudara sebanyak 269.730.

Menurut Tjindarbumi yang dikutip oleh Wahyuni (2001), insiden kanker payudara bervariasi pada setiap negara. Di Amerika insidennya 71,7 per 100.000 penduduk, di Australia insidennya 55,6 per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk Negara Asia misalnya di Indonesia insidennya 22,2 per 100.000 penduduk dan di Jepang 16 per 100.000 penduduk.18

2.2.2. Faktor Risiko Umur

Meningkatnya resiko kanker payudara sejalan dengan bertambahnya umur. Wanita yang paling sering terkena kanker payudara adalah di atas 40 tahun, meskipun demikian tidak berarti wanita dibawah usia tersebut tidak mungkin terkena kanker payudara, hanya kejadiannya lebih rendah dibandingkan dengan wanita diatas 40 tahun.18,19,20

Riwayat Perkawinan

Riwayat perkawinan dihubungkan dengan paritas, umur melahirkan anak pertama dan riwayat menyusui anak. Tidak kawin mempunyai risiko 2-4 kali lebih tinggi daripada wanita yang kawin dan tidak punya anak.18

Wanita yang melahirkan anak pertama setelah usia 35 tahun risikonya 2-4 kali lebih tinggi daripada wanita yang melahirkan anak pertama di bawah usia 35 tahun. Menurut penelitian Lapau, dkk di Jakarta menunjukan wanita yang


(32)

tidak kawin risikonya 2,7 kali lenih tinggi daripada wanita yang kawin dan mempunyai anak.Wanita yang tidak menyusui anaknya mempunyai risiko kanker payudara dibandingkan wanita yang menyusui anaknya.19,20

Usia menarche dini

Bila haid pertama datang sebelum usia 12 tahun, maka wanita akan mengalami sirkulasi hormon estrogen sepanjang hidupnya lebih lama. Hormon estrogen dapat merangsang pertumbuhan duktus dalam kelenjar payudara. Keterpajanan lebih lama dari hormon estrogen dapat menimbulkan perubahan sel-sel duktus dari kelenjar payudara. Menarche kurang dari 12 tahun mempunyai risiko 1,7-3,4 kali lebih tinggi daripada wanita dengan menarche datang pada usia normal yaitu lebih dari 12 tahun.

Menopause Terlambat

Wanita yang mengalami masa menopausenya terlambat lebih dari 55 tahun, risikonya 2,5 hingga 5 kali lebih tinggi dari pada wanita yang masa menopausenya kurang dari 55 tahun.

Menderita Tumor Jinak Payudara

Wanita yang pernah operasi tumor jinak payudara risikonya 2,5 kali lebih tinggi daripada wanita yang tidak pernah memiliki tumor jinak payudara. Wanita dengan karsinoma satu payudara mempunyai peningkatan risiko menderita karsinoma pada payudara sisi yang lain.

Riwayat Keluarga

Gaya hidup (obesitas, konsumsi makanan tinggi lemak, alkohol dan rokok.18,19,20


(33)

Lingkungan, paparan terhadap senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) sebagai bahan polutan yang dibentuk selama pembakaran (batubara, minyak, kayu, gas, sampah, rokok, pabrik dinyatakan pada hewan percobaan dapat beresiko menjadi kanker payudara, begitupun pada manusia masih belum jelas dan menjadi bahan penelitian yang terus dilakukan.3,4,21

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis

Berkembangnya kanker payudara umumnya berhubungan dengan faktor hormonal dan genetik (riwayat keluarga). Secara sporadik, kanker payudara berhubungan dengan paparan hormonal dan secara herediter berhubungan dengan mutasi germ-line.

Herediter

Ditemukan 13% kanker payudara terjadi secara herediter pada garis pertama keturunan, hanya sekitar 15% yang diakibatkan oleh multifaktorial dan mutasi germ-line. Sekitar 23% kanker payudara terjadi secara familial. Hal ini dikaitkan dengan BRCA1 dan BCRA2. Probabilitas terjadinya kanker payudara berhubungan dengan mutasi gen ini meningkat jika terjadi pada garis pertama keturunan, penderita terkena sebelum menopause dan atau dengan kanker multiple, atau pada pria dengan kanker payudara dan jika ada anggota keluarga menderita kanker ovarium.

Secara herediter penyebab terjadinya mutasi multifaktorial dan pada umumnya antar faktor ini saling mempengaruhi. Perubahan terjadi pada salah satu gen dari


(34)

sekian banyak gen yang dapat mencetuskan suatu transformasi maligna didukung oleh faktor lain.22

Gen BRCA1 dan BCRA2

Pada kanker payudara ditemukan dua gen yang bertanggung jawab pada 2/3 kasus familial atau 5% secara keseluruhan, yaitu gen BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17(17q21) dan gen BCRA2 yang berlokasi pada kromosom 13q-12-13. Adanya mutasi dan delesi BCRA1 yang bersifat herediter pada 85% menyebbkan terjadinya peningkatan resiko terkena kanker payudara, 10% secara nonherediter dan kanker ovarium. Mutasi dari BCRA1 menunjukkan perubahan ke arah karsinoma tipe medular, cenderung high grade, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan sinsitial dan status reseptor estrogen negatif dan mempunyai Prognosis yang buruk. Gen BCRA2 yang berlokasi pada kromosom 13q melibatkan 70% untuk terjadinya kanker payudara secara herediter dan bukan merupakan mutasi sekunder dari BCRA1. Seperti halnya BCRA1 dan BCRA2 juga dapat menyebabkan kanker ovarium dan pada pria dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.22

Mutasi Germline

Faktor genetik ditunjukkan dengan kecenderungan familial yang kuat. Tidak adanya pola pewarisan menunjukkan bahwa insiden familial dapat disebabkan oleh kerja banyak gen atau oleh faktor lingkungan serupa yang bekerja pada anggota keluarga yang sama. Pada penderita sindroma Li-Fraumeni terjadi mutasi dari tumor supressor gen p53. Keadaan ini dapat menyebabkan keganasan pada


(35)

otak dan kelenjar adrenal pada anak-anak dan kanker payudara pada orang dewasa. Ditemukan sekitar 1% mutasi p53 pada penderita kanker payudara yang dideteksi pada usia sebelum 40 tahun.22

Mutasi Sporadik

Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan paparan hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia reproduktif, riwayat menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker seperti ini dijumpai pada wanita postmenopause dan overekspresi estrogen reseptor. Estrogen sendiri mempunyai dua kemampuan untuk berkembangnya kanker payudara. Metabolit estrogen dapat menyebabkan mutasi dan menyebabkan perusakan DNA-radikal bebas. Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan proliferasi lesi premaligna menjadi suatu maligna. Sifat bergantung hormon ini berkaitan dengan estrogen, progesteron dan reseptor hormon steroid lain di inti sel payudara. Pada neoplasma yang memiliki resptor ini terapi hormon (antiestrogen) dapat memperlambat pertumbuhannya dan menyebabkan regresi tumor.22

2.2.4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi dan yang terbaru adalah terapi imunologi (antibodi). Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya. Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan terapi dilakukan secara individual.23


(36)

2.3. Ki-67 Sebagai Petanda Proliferasi

Pertumbuhan tumor ganas sangat bervariasi dan ini mencerminkan keadaaan klinisnya, begitupun, proliferasi adalah gambaran kunci progresifitas tumor.24

Ki-67 dikenali pertama kali oleh Gerdeset et al tahun 1991 sebagai protein non histon. Ki-67 adalah antigen inti berhubungan dengan proliferasi yang diekspresikan pada semua tahap siklus sel, yang diekspresikan pada sel yang berproliferasi selama pertengahan fase G1, meningkat pada saat memasuki fase S dan G2, dan mencapai puncak pada fase M pada silus sel, dan dikatabolisme dengan cepat pada akhir fase M dan tidak terdeteksi pada fase G0 dan awal G1.24,25,26,27

Pengukuran proliferasi tumor menjadi sangat penting pada penelitian bidang kanker payudara. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh karena peran indikator prognostik dari aktivitas proliferasi, tetapi juga pengukuran aktivitas proliferasi yang berperan dalam angka pertumbuhan tumor dan penilaian respon terhadap pengobatan. Marker proliferasi tumor dan angka pertumbuhan tumor dipercaya sebagai parameter prognostik baru dalam kanker payudara. Kanker payudara mengekspresikan ki67 level tinggi, suatu marker inti proliferasi sel yang berhubungan dengan outcome yang buruk.28

2.4. Tanaman Sirsak (Anonna muricata)

Sirsak (Anona muricata Linn) berasal dari Amerika Selatan. Tanaman sirsak dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :


(37)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Ranales

Family : Annonaceae Genus : Annona

Spesies : Annona muricata L. Nama daerah : Sirsak 29

2.4.1. Morfologi Tumbuhan Sirsak

Sirsak (Annona muricata L) berupa tumbuhan atau potion yang berbatang utama berukuran kecil dan rendah. Daunnya berbentuk bulat telur agak tebal dan pada permukaan bagian atas yang halus berwarna hijau tua sedang pada bagian bawahnya mempunyai warna lebih muda. Tumbuhan ini dapat tumbuh di sembarang tempat. Tetapi untuk memperoleh hasil buah yang banyak dan besar-besar, maka yang paling balk ditanam di daerah yang tanahnya cukup mengandung air.30,31,32 Di Indonesia, sirsak tumbuh dengan baik pada daerah yang mempuyai ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut. Nama Sirsak itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Belanda Zuurzak yang kurang lebih berarti kantung yang asam. Buah Sirsak yang sudah masak lebih berasa asam daripada manis. Pengembangbiakan sirsak yang paling baik adalah melalui okulasi dan akan menghasilkan buah pada usia 4 tahunan setelah ditanam.30,31,32,33


(38)

Tanaman sirsak tumbuh tersebar di daerah tropis, dan ditemui juga di India barat, Amerika utara dan selatan, dataran rendah Afrika, pulau Pasifik dan Asia tenggara.31,32,33,34,35


(39)

Tabel 2.1. Nama-nama sirsak pada berbagai negara

Sumber: Badrie N, Schauss AG in. Soursop (Anonna muricata L.): composition, Nutritional vakue, medicinal uses and toxicology dalam Bioactive foods in promoting health: fruit and vegetables. Elsevier;2010:621-42.

2.4.2. Manfaat Tanaman Sirsak

Sirsak mengandung berbagai zat dan senyawa yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, misalnya kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor dan besi. Sirsak juga mengandung beberapa vitamin, yaitu vitamin A,B dan C. Sedangakan batangnya mengandung senyawa tannin, ca-oksalat dan fitosterol. Dengan


(40)

berbagai kandungan senyawa dan zat itulah sirsak bisa dimanfaatkan untuk mengobati berbagai jenis penyakit oleh masyarakat.

Berbagai bagian tanaman sirsak (bunga, daun, buah, biji, kulit dan akar) dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Bagian sirsak yang bermanfaat untuk obat kanker misalnya batang, daun dan buahnya.18

2.4.2.1 Annonaneous acetogenins (ACGs)

Annonaneous acetogenins (ACGs) adalah famili metabolit sekunder yang diisolasi dari tumbuhan famili annonaceous yang ditandai dengan terminal γ-lactone subunit, dengan satu sampai tiga cincin tetrahydrofuran (THF) dan regio aliphatic panjang dengan fungsi yang lain.9,10 Annonaneous acetogenins (ACGs) yang ditemukan pada tanaman sirsak adalah annocatalin, annohexocin, annomonicin, annomontacin, annomuricatin A & B, annomuricin A thru E, annomutacin, annonacin, annonacinone, annopentocin A thru C, annonacin, cis-corossolone, cohibin A thru D, corepoxylone, coronin, corossolin, cis-corossolone, donhexocin, epomuricenin A & B, gigantetrocin, gigantetrocin A & B, gigantetrocinone, gigantetronenin, goniothalamicin, iso-annonacin, javoricin, montanacin, montecristin, muracin A thru G, muricapentocin, muricatalicin, muricatalin, muri-catenol, muricatetrocin A & B muricatin D, muricatocin A thru C muricin H, muricin I, muricoreacin, murihexocin 3, murihexocin A thru C, murihexol, murisolin, robustocin, rolliniastatin 1 & 2, saba-delin, solamin, uvariamicin I & IV, xylomaticin.10


(41)

ACGs merupakan zat sitotoksik poten dengan aktivitas antitumor,

insecticidal, antifungi, antiparasit dan antibakteri.9 Target kerja senyawa ini adalah transport elektron mitokondria dengan kerja spesifik pada NADH-ubiqiunone oxidireductase (NADH-dehydrogenase atau complex I). Efek inhibisi ACGs lebih poten dibandingkan dengan inhibitor respiratori klasik seperti

rotenone atau piericidin A.12

Gambar 2.4. Tempat kerja ACGs pada chemiosmosis di mitokondria (tanda panah merah).12

ACGs dilaporkan bertanggung jawab terhadap konversi NADH menjadi NAD+ dan membentuk adanya proton gradient pada bagian atas membrane dalam mitokondria. Hal ini memgakibatkan ketidakmampuan untuk menghasilkan ATP


(42)

melalui jalur oksidatif, yang akan mendorong sel memasuki apoptosis atau nekrosis (gambar 2.3.).12

2.4.2.2. Bukti Penelitian Manfaat Daun Sirsak

Didapati banyak penelitian daun sirsak yang telah dilakukan, beberapa diantaranya adalah :

Efek Antikanker dan Antitumor

1. Kojima, N. “Systematic synthesis of antitumor Annonaceous acetogenins”

Yakugaku Zasshi. 2004; 124(10): 673-81.

2. Tormo, J. R., et al. “In vitro antitumor structure-activity relationships of threo/trans/threo mono-tetrahydro-furanic acetogenins: Correlations with their

inhibition of mitochondrial complex I.” Oncol. Res. 2003; 14(3): 147-54. 3. Yuan, S. S., et al. “Annonacin, a mono-tetrahydrofuran acetogenin, arrests

cancer cells at the G1 phase and causes cytotoxicity in a Bax- and

caspase-3-related pathway.” Life Sci. 2003 May: 72(25): 2853-61.

4. Liaw, C. C., et al. “New cytotoxic monotetrahydrofuran Annonaceous acetogenins from Annona muricata.J. Nat. Prod. 2002; 65(4): 470-75 Gonzalez-Coloma, A., et al. “Selective action of acetogenin mitochondrial

complex I inhibitors.” Z. Naturforsch. 2002; 57(11-12): 1028-34.

5. Chang, F. R., et al. “Novel cytotoxic Annonaceous acetogenins from Annona muricata.J. Nat. Prod. 2001; 64(7): 925-31.8


(43)

Aktifitas Antimikroba

1. Takahashi, J.A., et al. “Antibacterial activity of eight Brazilian Annonaceae

plants.” Nat. Prod. Res. 2006; 20(1): 21-6.

2. Betancur-Galvis, L., et al. “Antitumor and antiviral activity of Colombian

medicinal plant extracts.” Mem. Inst. Oswaldo Cruz 1999; 94(4): 531-35. Antoun, M. D., et al. "Evaluation of the flora of Puerto Rico for in vitro

cytotoxic and anti-HIV activities." Pharmaceutical Biol. 1999; 37(4): 277-280.8

Aktifitas Antidepresan dan Antistres

1. Padma, P., et al. “Effect of Annona muricata and Polyalthia cerasoides on brain neurotransmitters and enzyme monoamine oxidase following cold

immobilization stress.” J. Natural Remedies 2001; 1(2): 144–46.

2. Hasrat, J. A., et al. “Screening of medicinal plants from Suriname for 5-HT 1A

ligands: Bioactive isoquinoline alkaloids from the fruit of Annona muricata.”

Phytomedicine. 1997; 4(20: 133-140.8

Aktifitas Antiparasit, Antimalaria dan Antiinsektisida

1. Luna, J. S., et al. “Acetogenins in Annona muricata L. (Annonaceae) leaves

are potent molluscicides.” Nat. Prod. Res. 2006; 20(3): 253-7.

2. Jaramillo, M. C., et al. “Cytotoxicity and antileishmanial activity of Annona muricata pericarp.” Fitoterapia. 2000; 71(2): 183–6.


(44)

3. Alali, F. Q., et al. “Annonaceous acetogenins as natural pesticides; potent toxicity against insecticide-susceptible and resistant German cockroaches (Dictyoptera: Blattellidae).” J. Econ. Entomol. 1998; 91(3): 641-9.8

Aktifitas Antikejang, Antispasme dan Smooth Muscle Relaxant :

1. N’gouemo, P., et al. “Effects of ethanol extract of Annona muricata on

pentylenetetrazol-induced convulsive seizures in mice.” Phytother. Res. 1997; 11(3): 243–45.

2. Feng, P. C., et al. “Pharmacological screening of some West Indian medicinal plants.” J. Pharm. Pharmacol. 1962; 14: 556–61. 8

Aktifitas kardiodepresan dan Hipotensi

1. Carbajal, D., et al. “Pharmacological screening of plant decoctions commonly

used in Cuban folk medicine.” J. Ethnopharmacol. 1991; 33(1/2): 21–4. 2. Feng, P. C., et al. “Pharmacological screening of some West Indian medicinal

plants.” J. Pharm. Pharmacol. 1962; 14: 556–61.

3. Meyer, T. M. “The alkaloids of Annona muricata.” Ing. Ned. Indie. 1941; 8(6): 64.8


(45)

2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.5. Skema kerangka teori penelitian

Benzoalphapyrene Tikus Wistar

Reaksi detoksikasi, epoksidasi & hidroksilasi DNA, RNA &

protein sel tubuh

Anonna muricata

Aktifitas proliferasi sel ( IHC)

Gambaran histopatologik (pewarnaan HE) Progresi

Promosi Inisiasi Mutasi DNA

Keterangan :

Pengaruh karsinogen Pengaruh Anonna muricata


(46)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah studi eksperimental laboratorik dengan the post test only control group design yang menggunakan tikus strain Wistar sebagai hewan percobaan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Laboratorium Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU Medan dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU dan Instalasi Patologi Anatomi RSH. Adam Malik, Medan. Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yaitu bulan Desember 2011 sampai dengan Mei 2012.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan eksperimental dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hewan percobaan adalah tikus betina strain


(47)

Wistar sebanyak 25 ekor yang telah diinokulasi kanker terinduksi benzoalphapyrene, dengan nama C1, C2, T1,T2,T3 yaitu :

C1 = diberi diet standar, tanpa pemberian ekstrak daun sirsak (anonna muricata) dan diterminasi setelah 3 minggu.

C2 = diberi diet standar, tanpa pemberian ekstrak daun sirsak (anonna muricata) dan diterminasi setelah 7 minggu.

T1 = diberikan ekstrak metanol daun sirsak dosis 2 gr secara bersamaan dengan inokulasi kanker selama 3 minggu kemudian diterminasi.

T2 = setelah timbul massa tumor (3 minggu) diberikan ekstrak metanol daun sirsak dosis 2 gr selama 4 minggu kemudian diterminasi.

T3 = setelah timbul massa tumor (3 minggu) diberikan ekstrak metanol daun sirsak dosis 4 gr selama 4 minggu kemudian diterminasi.

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah tikus Wistar betina yang diperoleh dari Laboratorium Biologi FMIPA USU.


(48)

3.4.2. Sampel

Besar sampel penelitian ini didapat dari rumus Frederer (Frederer, 1963) t : jumlah perlakuan (penelitian ini 5 perlakuan) n : jumlah ulangan perkelompok

Sehingga banyaknya sampel yang dibuutuhkan adalah : = (5-1) (n-1) ≥ 15

= 5 ekor

3.4.3. Cara Pengambilan Sampel

Sampel penelitian diperoleh dari populasi secara simple random sampling, dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi : a. Tikus betina b. umur 8-12 minggu

c. berat badan 130-250 gram

d. sehat yang ditandai dengan gerakan aktif 2. Kriteria eksklusi

a. Tidak tumbuh tumor setelah dilakukan inokulasi b. Tikus tampak sakit (gerakan tidak aktif)

c. Mencit mati selama perlakuan berlangsung (drop out) (t-1)(n-1)≥ 15


(49)

3.5. Variabel Penelitian

3.5.1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah ekstrak metanol daun sirsak (anonna muricata) dengan dosis 2 mg/kgbb dan 4 mg/kgbb.

3.5.2 Variabel Tergantung

Aktivitas proliferasi yaitu proses pembelahan sel, melalui tahapan yang disebut siklus sel. Pembelahan sel terdiri dari 4 tahapan yaitu G1, S, G2dan M, yang akan memberikan ekspresi positif dengan pewarnaan immuno-histokimia Ki67 pada semua tahapan kecuali tahapan G0, skala rasio.

3.6. Bahan dan Alat

3.6.1. Bahan untuk perlakuan

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hewan coba adalah tikus strain Wistar dengan umur 8-12 minggu dan berat badan 130-250 gram. Tikus diperoleh dari Laboratorium Biologi FMIPA USU. Tumor diperoleh dari tikus donor yang diinduksi benzoalphapyrene. Tumor yang mengandung sel kanker dari tikus donor akan ditranplantasikan ke tikus resipien. Sebelum ditransplantasikan, tumor dari tikus akan diinsisi biopsi dan dilakukan pemeriksaan histologi untuk konfirmasi jenis tumornya.


(50)

2. Bahan uji daun sirsak (anonna muricata) diperoleh dari toko tanaman buah dan diekstraksi di bagian Laboratorium Farmasi Fak. Farmasi USU. Daun sirsak segar didapat dari pohon sirsak yang sudah pernah berbuah, daun keempat atau kelima (kematangan yang sedang) dari pucuk ranting. Dosis ekstrak daun sirsak yang digunakan adalah dosis konversi dosis lazim ekstrak daun sirsak untuk manusia dewasa terhadap dosis tikus dengan berat 130-250 gr. Dosis lazim untuk manusia dewasa tersebut adalah 2 gr/hr dan 4 gr/hr. 3. Bahan karsinogen yaitu benzoalphapyrene dikeluarkan oleh Sigma sebanyak

0,3 mg/ grbb/hr dalam oleum olivarium.

3.6.2. Bahan transplantasi jaringan tumor pada tikus

Larutan PBS, alkohol 70%, larutan garam fisiologis, es batu, tikus donor bertumor dan tikus resipien.

3.6.3. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dan immunohistokimia

Formalin buffer 10%, alkohol 50%, 70%, 80%, 90%, absolut, xylol, parafin cair, bahan pengecatan hemtoksilin-eosin (HE), canada balsem dan entelan, Ki-67 Antigen.

3.6.4. Alat transplantasi jaringan tumor pada tikus

Cawan petri ukuran 6 cm dan 15 cm, cawan ukuran 10 cm, spuit 1 cc, jarum suntik trocar, gunting lurus 10 cm, gunting bengkok 10 cm, pinset anatomi 10 cm, alat fiksasi.


(51)

3.6.5. Alat-alat untuk pewarnaan HE dan imunohistokimia

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : mikrotom, waterbath, hot plate, freezer, inkubator, staining jar, rak kaca objek, kaca objek, rak inkubasi, Pap Pen, pipet mikro, timbangan bahan kimia, kertas saring, pengukur waktu, gelas Erlenmeyer, gelas beker, tabung sentrifuge, microwave, thermolyte stirrer, entelan dan mikroskop cahaya.


(52)

3.7. Alur Kerja

Gambar 3.1. Alur Kerja Inokulasi sel tumor ke payudara tikus percobaan

C1 T1 C2 T2 T3

Timbul massa tumor

Terminasi

Daun sirsak 2 mg/kgbb

Daun sirsak 4 mg/kgbb

Jaringan tumor

Blok Parafin

Immunohistokimia Ki67 Slide HE

Indeks proliferasi

Induksi benzoalphapyrene dosis o,3 mg/grbb/hr

Timbul kanker payudara tikus

Terminasi

3 minggu Daun sirsak

2 mg/kgbb

4 minggu 32 hari


(53)

3.8. Definisi Operasional

1. Inokulasi sel kanker adalah implantasi sel kanker yang diambil dari jaringan payudara tikus yang menderita kanker payudara yang sebelumnya diinduksi dengan benzoalphapyrene.

2. Pemberian ekstrak daun sirsak yang dimaksud adalah pemberian ekstrak daun sirsak yang telah dibuat sesuai prosedur standar laboratorium Fitokimia, Fakultas Farmasi USU dengan cara dicekok menggunakan gavage oral.

3. Aktivitas proliferasi adalah aktifitas pembelahan sel, melalui tahapan yang disebut siklus sel. Siklus sel terdiri dari 4 tahapan yaitu G1, S, G2 dan M. Aktivitas proliferasi dapat dinilai menggunakan Ki67 yaitu nonhistone nuclear protein, yang akan mengekspresikan seluruh tahapan siklus sel kecuali fase istirahat (G0). Aktivitas prolferasi sel dihitung dengan melihat jumlah sel yang mengekspresikan antibodi monoklonal Ki67 ditandai dengan inti sel yang berwarna coklat. Tiap slide dinilai 5 lapangan pandang dengan pembesaran 400X.

Hasil pulasan imunohistokimia Ki67 adalah tampilan pulasan warna coklat pada inti sel epitel yang dinyatakan :

- Negatif : bila tidak berhasil menampilkan warna coklat, dimana saat proses yang sama kontrol (+) menampilkan warna coklat dengan pewarnaan komogen DAB.

- Positif : bila terlihat tampilan pulasan warna coklat pada inti sel epitel dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400x pada 5 lokasi


(54)

lapangan pandang dan pada saat yang sama kontrol (+) juga menampilkan warna yang sama.

Yang dinilai pada jaringan adalah :

Persentase jumlah sel yang positif terwarnai sesuai dengan kriteria Ki-67 labelling index, yaitu:

1 1-15% sel yang terwarnai Lemah 2 15-30% sel yang terwarnai Sedang 3 ≥30% sel yang terwarnai Kuat

3.9. Pemeliharaan Tikus Wistar

Dipelihara dalam kandang berukuran 30x20x20 cm, yang dilapisi sekam padi 1-2 cm serta ditutup dengan kawat ayam. Kandang dibersihkan dan sekam padi ditukar 2 hari sekali untuk mencegah infeksi yang dapat terjadi akibat kotoran tikus tersebut. Kandang ditempatkan dalam suhu kamar dan cahaya menggunakan sinar matahari tidak langsung. Makanan tikus Wistar diberikan berupa pellet. Makanan dan minuman diberikan secukupnya dalam wadah terpisah dan diganti setiap hari. Setiap minggu dilakukan pengukuran berat badan tikus.

3.10. Persiapan Hewan Percobaan

Masing-masing kelompok hewan percobaan dipersipkan dalam kandang yang terpisah. Tikus Wistar dipilih dan dipisahkan secara random dalam keadaan baik,


(55)

Sebelum perlakuan, terhadap setiap tikus ditimbang berat badannya dan diamati kesehatannya secara fisik (gerakannya, berat badan, makan dan minum). Jika ada tikus yang sakit pada saat adaptasi ini, maka diganti dengan tikus yang baru dengan kriteria yang sama dan diambil secara acak.

3.11. Prosedur Kerja

Dua puluh lima ekor tikus strain Wistar dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok Kontrol 1 (C1), Kontrol 2 (C2), Perlakuan 1 (T1), Perlakuan 2 (T2), dan Perlakuan 3 (T3). Masing-masing kelompok terdiri dari 5 tikus Wistar, kemudian dikandangkan sesuai kelompok dan tiap tikus diberi penomoran dengan memberi tanda pada telinga tiap tikus. Masing-masing kelompok diberi perlakuan seperti pada alur kerja (gambar 2).

3.11.1. Induksi kanker payudara oleh benzoalphapyrene.

Induksi kanker dilakukan dengan penyuntikan benzoalphapyrene 0,3 mg/grbb/hr dalam larutan oleum olivarum, dan diberikan dalam dosis 0,1 mg/20grbb secara selama 10 hari. Setelah muncul kanker (1-3 minggu) dilakukan inokulasi sel kanker payudara pada payudara tikus resepien. Kemudian diamati timbulnya massa tumor pada payudara tikus resipien dengan cara palpasi.


(56)

3.11.2. Prosedur transplantasi tumor

a. Tikus donor dimatikan dengan dekapitasi servikalis, kemudian diletakkan terlentang pada tatakan/alas fiksasi dan keempat kakinya difiksasi dengan jarum.

b. Kulit di bagian yang bertumor diusap dengan alkohol 70%, kemudian dibuat sayatan dengan gunting lurus, untuk mengeluarkan tumor.

c. Tumor diletakkan di cawan petri kecil yang telah terlebih dahulu dicuci dengan garam fisiologis dan diletakkan diatas es.

d. Amati bentuk dan keadaan tumor, kemudian ambil/potong jaringan tumor yang masih baik yaitu bagian yang tanpa nekrosis (biasanya di daerah tepi jika tumor besar) sebanyak kira-kira yang dapat menghasilkan bubur tumor paling sedikit 1 ml dan taruh di cawan petri kecil lainnya. Bersihkan dari jaringan ikat (simpai), jaringan nekrotik dan darah, kemudian cacah/potong-potong sampai halus dengan gunting hingga akhirnya terbentuk “bubur tumor” yang partikelnya dapat melewati jarum trokar. Tambahkan garam fisiologis lebih kurang sama banyaknya dengan volume tumor.

e. Bubur tumor disuntikkan ke payudara tikus dengan dosis 0,2 ml menggunakan spuit insulin dengan ketepatan 10-1.

f. Sisa tumor yang padat dimasukkan ke dalam botol formalin untuk dibuat sediaan mikroskopik.

g. Masing-masing tikus diberi nomor di telinganya dan dimasukkan ke dalam kandang berbeda yang diberi label berisi : jenis kelompok perlakuan dan tanggal transplantasi.


(57)

3.11.3 Pengamatan morfologi benjolan, perubahan berat badan tikus.

Pengamatan dilakukan dengan menghitung volume benjolan yang terjadi di payudara tikus. Benjolan yang terbentuk diukur luas dan tingginya. Luas benjolan diukur dengan jangka sorong sedangkan tinggi benjolan ditentukan dengan bantuan penggaris/rol. Kemudian ditentukan volume benjolan dengan rumus kerucut.

Volume benjolan = 1/3 Luas benjolan x tinggi benjolan.

Sedangkan perubahan berat badan tikus ditentukan dengan menimbang berat badan sekali dalam seminggu.

3.11.4. Pembuatan ekstrak daun sirsak dan suspensi ekstrak daun sirsak.

Pembuatan ekstrak daun sirsak dengan pelarut etanol, sesuai dengan prosedur standar laboratorium Fitokimia fakultas farmasi USU. Ekstrak yang terbentuk dijadikan suspense untuk dicecok ke tikus. Suspensi dibuat per tiga hari untuk menjaga stabilitas ekstrak. Ekstrak ditimbang sesuai takaran dimasukkan ke dalam larutan CMC 1% yang telah dilarutkan dalam aquadest. Campuran diaduk sambil ditambahkan aquadest sampai volume yang telah ditentukan, hingga terbentuk suspensi yang homogen. Suspensi disimpan di dalam lemari es untuk penyimpanan sebelum dicekokkan.


(58)

3.11.5. Pencekokan suspensi ekstrak daun sirsak

Pencekoan dilakukan setiap hari, sebelum dicekok, setiap tikus ditimbang berat badannya. Pencekoan suspensi ekstrak daun sirsak dilakukan dengan menggunakan alat gavage oral yang bias dilewati oleh ekstrak yang kental. Pencekokan dilakukan satu kali sehari, pada jam yang sama tiap harinya.

3.11.6. Prosedur pembuatan slide HE

a. Fiksasi

Potongan kanker dimasukkan dalam larutan formalin buffer (larutan formalin 10% dalam buffer natrium asetat sampai mencapai pH 7,0). Waktu fiksasi jaringan 18-24 jam. Setelah fiksasi selesai, jaringan dimasukkan dalam larutan aquadest selama 1 jam untuk proses penghilangan larutan fiksasi.

b. Dehidrasi

Potongan kanker dimasukkan dalam alkohol konsentrasi bertingkat. Jaringan menjadi lebih jernih dan transparan. Jaringan kemudian dimasukkan dalam alkohol-xylol selama 1 jam dan kemudian larutan xylol murni selama 2x2 jam.

c. Impregnasi


(59)

d. Embedding

Jaringan ditanam dalam paraffin padat yang mempunyai titik lebur 56-58oC, ditunggu sampai paraffin dipotong setebal 4 mikron dengan mikrotom. Potongan jaringan ditempelkan pada kaca objek yang sebelumnya telah diolesi polilisin sebagai perekat. Jaringan pada kaca objek dipanakan dalam inkubator suhu 56-58oC sampai paraffin mencair. e. Pewarnaan jaringan dengan H&E

Secara berurutan jaringan pada kaca objek dimasukkan dalam :

1 Xylol 1 menit 9 Air 1 menit

2 Xylol 2 menit 10 Eosin

0,5%-alkohol-asam asetat

1 menit

3 Xylol 2 menit 11 Air 15 detik

4 Alkohol 100% 2 menit 12 Alkohol 80% 15 detik 5 Alkohol 96% 2 menit 13 Alkohol 96% 30 detik 6 Alkohol 80% 2 menit 14 Alkohol 100% 45 detik

7 Air 1 menit 15 Xylol 1 menit

8 Haematoksilin 7,5 menit 16 Xylol 1 menit

3.11.7. Prosedur imunohistokimia

Sampel blok parafin yang sudah dipotong tipis (4 µm) ditempelkan pada kaca objek. Pada pulasan imunohistokimia Ki67 digunakan kaca objek yang telah

di-coating dengan poly-L-lysine atau Silanized slide agar jaringan dapat menempel pada kaca objek selama proses pulasan imunohistokimia.


(60)

Prosedur pulasan immunohistokimia KI67 sesuai protokol Dako :

1. Siapkan preparat berupa potongan tipis jaringan 4 µm yang sudah ditempelkan pada kaca objek silanized.

2. Preparat dimasukkan dalam inkubator 1 malam, suhu 37 ⁰C.

3. Deparafinisasi dengan meletakkan slide di hot-plate selama 60 menit, kemudian mencelupkan slide ke dalam cairan xylol sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit.

4. Rehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan dalam etanol 98% sebanyak 3 kali, masing-masing selama 5 menit, kemudian alkohol 90%, 80% dan 70% masing-masing selama 5 menit.

5. Bilas dengan air mengalir selama 5 menit. 6. Berikan antigen retrieval

7. Bilas dengan air selama 2-3 menit.

8. Netralisasi peroksidase endogen menggunakan Peroxidase Block selama 5 menit.

9. Bilas dengan TBS selama 2 x 5 menit.

10. Inkubasi dengan protein block selama 5 menit. 11. Bilas dengan TBS selama 2 x 5 menit.

12. Inkubasi dengan antibodi primer yang telah didilusi secara optimal selama 60 menit.

13. Bilas dengan TBS selama 2 x 5 menit.

14. Inkubasi dengan Post Primary Block selama 30 menit. 15. Bilas dengan TBS selama 2 x 5 menit.


(61)

17. Bilas dengan TBS selama 2 x 5 menit dengan kocokan lembut. 18. Amati aktivitas peroksidase dengan DAB working solution. 19. Bilas slide dengan air mengalir.

20. Beri counterstain Hematoksilin

21. Bilas slide dengan air mengalir selama 5 menit 22. Dehidrasi dengan alcohol kemudian bersihkan

23. Tetesi dengan Entellan® dan tutup dengan kaca penutup.

3.12. Analisis Data

Data yang diperoleh dari semua kelompok diolah dengan program SPSS dilakukan uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis, kemudian dilakukan uji beda antar 2 kelompok, menggunakan Mann-Whitney.


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi, Laboratorium Patologi Antomi Fakultas Kedokteran USU dan Laboratorium Patologi Anatomi RS H. Adam Malik Medan. Hewan coba penelitian ditempatkan dalam kandang yang diberikan sekam, dibagi sesuai kelompoknya, yang terdiri dari 3-5 tikus per kandangnya.

4.1.2. Karakteristik Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus Wistar betina, umur 8-12 minggu, berat badan 130-250 gram dengan kondisi sehat yang ditandai dengan gerakan aktif. Jumlah sampel penelitian adalah 24 ekor, masing-masing kelompok terdiri dari 5 tikus kecuali kelompok perlakuan 3 yaitu sebanyak 4 ekor tikus dikarenakan 1 ekor tikus mati saat penelitian.

4.1.3. Suspensi ekstrak daun sirsak.


(63)

hari, dengan menggunakan pelarut CMC 1% yang ditambahkan aquadest sampai volume yang telah ditentukan. Suspensi yang dihasilkan berupa larutan kehitaman kental.

4.1.4. Inokulasi Tumor

Tikus donor yang telah diinduksi benzoalphapyrene dilakukan terminasi setelah 30 hari. Kemudian diambil massa yang tumbuh di payudara tikus dan dijadikan bubur tumor. Sebagian dari bubur tumor tersebut diambil untuk dibuat sediaan sitologi dengan pewarnaan Giemsa. Di bawah mikroskop terlihat sel yang atipik, inti membesar, bentuk pleomorfik (gambar 4.1).

Gambar 4.1. Mikroskopik sel yang terlihat dari bubur tumor. (A)(B)Sel epitel bentuk pleomorfik dengan inti membesar (tanda panah). (Giemsa, 200x)


(64)

4.1.5. Rata-rata perubahan berat badan tikus selama penelitian

Tabel 4.1 Rata-rata perubahan berat badan tikus setiap minggu

Kelompok Lama perlakuan

(minggu)

Total perubahan berat badan (gr)

Rata-rata perubahan berat

badan/mgg (gr)

Persentase (%) perubahan berat-badan

C1 3 17,8 5.93 11,50

T1 3 1 0.33 0,43

C2 7 39,6 5.66 28,29

T2 7 7 1 -1,13

T3 7 7 1 4,68

Dari tabel diatas terlihat bahwa tikus kontrol mengalami peningkatan berat badan yang hampir sama setiap minggunya sekitar 5,93 gram (11,50%). Sedangkan tikus perlakuan 1 hanya meningkat sedikit sekitar, 0,33 gram(0,43%) dan sedangkan pada perlakuan 2 terjadi penurunan berat badan (1,13%).

4.1.6. Makroskopis massa di payudara tikus

Setelah tikus diterminasi, massa dipayudara diambil dan diamati secara makroskopis, dan ditimbang beratnya.

Gambar 4.2. Makroskopis tumor. (A) Massa di payudara tikus (dalam lingkaran merah), (B) Massa tumor setelah diangkat, berwarna putih kekuningan.


(65)

Tabel 4.2. Berat massa di payudara tikus

Kelompok tikus Kode tikus Massa (gram) Mean (gr)

Kontrol 1 M1 1,37 0,09

M2 3,09

M3 0,76

H1 0,1

H2 0,42

Perlakuan 1 M1 0,22 0,25

M2 0,35

M3 0,1

H1 0,22

H2 0,34

Kontrol 2 M1 0,11 0,12

M2 0,1

M3 0,12

H1 0,09

H2 0,19

Perlakuan 2 M1 0,21 0,25

M2 0,12

M3 0,34

H1 0,26

H2 0,32

Perlakuan 3 M1 0,3 0,3

Dari tabel di atas didapati bahwa pada perlakuan 3 hanya satu tikus yang dijumpai adanya massa. Rata-rata berat badan massa terbesar dijumpai pada perlakuan 1 dan 2 dengan rata-rata sebesar 0,25%. Sementara rata-rata terkecil didapati pada kelompok kontrol 1 yaitu sebesar 0,09%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaaan signifikan rata-rata berat massa tumor pada semua kelompok perlakuan.


(66)

4.1.7. Mikroskopis massa

Massa tumor yang diambil dibuat sediaan histopatologi dengan pewarnaan HE.

Gambar 4.3. Sediaan histopatologi massa. Tampak kelenjar payudara proliferatif, dilapisi epitel bentuk bulat-oval, kromatin padat basofilik. (A.HE,40x, B.HE,

100x)

Pada sediaan histopatologi (gambar 4.3 dan gambar 4.4.) terlihat struktur kelenjar yang sebagian besar solid tanpa lumen. Epitel kelenjar hiperplasia, bentuk bulat-oval, kromatin padat basofilik, sitoplasma sedikit. Stroma kelenjar adalah jaringan ikat fibrous dalam batas normal. Tanda-tanda keganasan tidak dijumpai.

Gambar 4.4. Histopatologis massa. Kelenjar payudara proliferatif, sebagian lumen

A B


(67)

4.1.8. Tampilan imunohistokimia Ki-67 pada massa payudara tikus

Tampilan immunohistokimia yang dinilai pada massa yang ditemukan, hanya tampak fokus-fokus atau tidak luas. Sehingga penilaiannya berdasarkan intensitas warna coklat yang tertampil.

Tabel 4.3. Tampilan imunohistokimia Ki-67 di massa kontrol 1

Tikus kontrol

Skor Ki-67

M1 1

M2 3

M3 1

H1 1

H2 1

Didapati 1 jaringan massa yang positif kuat dengan Ki67, sedangkan 4 massa lainnya lemah.

Gambar 4.5. Immunohistokimia Ki67 massa di kelenjar payudara. Positif di kelenjar payudara pada kelompok kontrol (berwarna coklat)(A, HE 200x), (B,

HE,400x) B A


(68)

Pada gambar 4.5. dan 4.6. terlihat sel epitel kelenjar positif dengan immunohistokimia Ki67 ditandai dengan warna coklat kuat.

Gambar 4.6. Foto tampilan Ki67 massa di kelenjar payudara. Positif di kelenjar payudara pada kelompok kontrol (berwarna coklat)(A, HE 200x), (B, HE,400x)

Tabel 4.4. Tampilan immunohistokimia Ki-67 perlakuan 1

Tikus T1 Skor Ki-67

M1 0

M2 0

M3 0

H1 0

H2 0

Seluruh massa dari perlakuan 1 (pemberian ekstrak daun sirsak 2mg/kgbb bersamaan dengan inokulasi tumor) negatif (tidak berwarna coklat) dengan Ki67.


(69)

Tabel 4.5. Tampilan imunohistokimia Ki67 kontrol 2

Tikus kontrol 2 Skor Ki-67

M1 1

M2 0

M3 2

H1 1

H2 1

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa satu jaringan massa negatif terhadap immunohistokimia Ki67. Sedangkan 3 jaringan member tampilan lemah dan satu sedang.

Tabel 4.6. Tampilan imunohistokimia Ki67 perlakuan 2

Tikus perlakuan 2 Skor Ki-67

M1 0

M2 0

M3 0

H1 0

H2 0

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa seluruh perlakuan 2 negatif terhadap immunohistokimia Ki67.

Tabel 4.7. Tampilan imunohistokimia Ki67 perlakuan 3

Tikus perlakuan 3 Skor K-i67

M1 0

Dari 4 tikus yang hidup sampai perlakuan 3 selesai hanya dijumpai 1 massa dan ekspresi negatif terhadap Ki67. Oleh karena hanya dijumpai satu massa saja pada kelompok ini, maka kelompok ini tidak diikutkan dalam uji statistik.

Kemudian dilakukan uji satistik Kruskal-Wallis untuk menguji beda antar kelompok perlakuan, didapati p=0,02 (p<0,05). Ini menyatakan bahwa ada


(70)

perbedaan bermakna antara empat kelompok yang ada. Sehingga menyatakan dauan sirsak dapat membedakan antifitas proliferasi pada tiap kelompok.

Setelah dilakukan uji statistik dengan Mann-Whitney test terhadap tampilan Ki-67 pada kelompok kontrol 1 dan perlakuan 1 didapati Asymp. Sig 0,04 (p<0,05). Hal ini menyatakan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kontrol dan kelompok yang diberikan perlakuan. Hal ini menunjukkan proliferasi kelompok perlakuan lebih rendah dari kelompok kontrol, dengan kata lain ekstrak daun sirsak berperan dalam menurunkan proliferasi sel tumor.

Kemudian dilakukan uji Mann-Whitney terhadap tampilan Ki-67antara kelompok kontrol 2 dan perlakuan 2 didapati Asymp. 0,017. Hal ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada aktifitas proliferasi kelompok kontrol 2 dan perlakuan 2. Artinya daun sirsak dapat berguna untuk emnurunkan proliferasi jika diberikan pada seseorang menderita tumor.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Perubahan berat badan tikus selama penelitian

Dari tabel 4.1 diketahui bahwa kelompok kontrol 1 dan 2 mengalami peningkatan berat badan yang hamper sama setiap minggunya, sekitar 5 gram. Sedangkan tikus perlakuan meningkat sedikit saja, bahkan terjadi penurunan berat badan seperti pada kelompok perlakuan 2. Setelah dilakukan uji dengan Post Hoc Test


(1)

Lampiran 4 (lanjutan) : Output Pengolahan dan Analisa Data Berat Badan dengan SPSS versi 18.0

Descriptives selisihbb

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean Minimum

Maximum Lower Bound Upper Bound

3 mg tdk ada intervensi 5 17.80 11.032 4.934 4.10 31.50 4 33

3 mg daun sirsak 2mg 5 .20 6.419 2.871 -7.77 8.17 -9 6

7 mg tdk ada intervensi 5 39.60 10.359 4.632 26.74 52.46 26 53

7mg 4mg daun sirsak 2mg 5 -2.60 26.922 12.040 -36.03 30.83 -27 42

Total 20 13.75 22.546 5.041 3.20 24.30 -27 53

ANOVA selisihbb

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 5677.750 3 1892.583 7.608 .002

Within Groups 3980.000 16 248.750


(2)

Lampiran 4 (lanjutan) : Output Pengolahan dan Analisa Data Berat Badan dengan SPSS versi 18.0

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons selisihbb Bonferroni

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 3 mg tdk ada

intervensi

3 mg daun sirsak 2mg 17.600 9.975 .580 -12.41 47.61

7 mg tdk ada intervensi -21.800 9.975 .264 -51.81 8.21

7mg 4mg daun sirsak 2mg 20.400 9.975 .346 -9.61 50.41

3 mg daun sirsak 2mg

3 mg tdk ada intervensi -17.600 9.975 .580 -47.61 12.41

7 mg tdk ada intervensi -39.400* 9.975 .007 -69.41 -9.39

7mg 4mg daun sirsak 2mg 2.800 9.975 1.000 -27.21 32.81

7 mg tdk ada intervensi

3 mg tdk ada intervensi 21.800 9.975 .264 -8.21 51.81

3 mg daun sirsak 2mg 39.400* 9.975 .007 9.39 69.41

7mg 4mg daun sirsak 2mg 42.200* 9.975 .004 12.19 72.21

7mg 4mg daun sirsak 2mg

3 mg tdk ada intervensi -20.400 9.975 .346 -50.41 9.61

3 mg daun sirsak 2mg -2.800 9.975 1.000 -32.81 27.21

7 mg tdk ada intervensi -42.200* 9.975 .004 -72.21 -12.19

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


(3)

Lampiran 5: Karakterisasi Esktrak Daun Sirsak

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS FARMASI

LABORATORIUM FITOKIMIA

Jl. Almamater No.5 Kampus Kampus USU Medan 20155

Telp. (061) 8223558 Fax. (061) 8219775 E-mail : farmasi@usu.ac.id; sumadio@usu.ac.id

HASIL PEMERIKSAAN

Menerangkan bahwa mahasiswa/peneliti yang namanya di bawah ini:

Peneliti

: dr. Mega Sari Sitorus, M.Kes.

Nama Instansi

: Departemen Patologi Anatomi Fak. Kedokteran USU

Pada pemeriksaan karakterisasi simplisia/ekstrak

daun sirsak

diperoleh hasil sebagai berikut:

No.

Pemeriksaan

Hasil

Rujukan

Metode

Biaya (Rp)

1

Alkaloid

MMI

120.000

Reagen Meyer

lar. Putih; End. coklat

(+)

Reagen Dragendorff

End. coklat; lar.

Kuning (+)

Reagen Bouchardat

End. Coklat (+)

2

Glikosida

MMI

160.000

Reagen Fehling A + B

lar. merah jingga (+)

Reagen Lieberman-Bouchard

hijau (+)

3

Sianogenik : as. pikrat

(-)

MMI

45.000

4

Antrakinon : ammonia; NaOH

lar. Kuning (+)

MMI

110.000

5

Tanin: FeCl

3

4,5%

Hijau biru(+)

MMI

20.000

6

Triterpen/Steroid: as. Asetat anhidrat +

as. Sulfat

p

Hijau kebiruan(+

steroid)

35.000

7

Flavonoid

MMI

105.000

Zn/HCl

p

merah (+)

Mg/HCl

p

jingga (+)

8

Saponin : uji busa + HCl

(-)

MMI

25.000


(4)

Lampiran 6: Karakterisasi Kadar Sari Larut Esktrak Daun Sirsak

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS FARMASI

LABORATORIUM FITOKIMIA

Jl. Almamater No.5 Kampus Kampus USU Medan 20155

Telp. (061) 8223558 Fax. (061) 8219775 E-mail :

farmasi@usu.ac.id

; sumadio@usu.ac.id

HASIL PEMERIKSAAN

Menerangkan bahwa mahasiswa/peneliti yang namanya di bawah ini:

Peneliti

: dr. Mega Sari Sitorus, M.Kes.

Nama Instansi

: Departemen Patologi Anatomi Fak. Kedokteran USU

Pada pemeriksaan karakterisasi simplisia/ekstrak

daun sirsak

diperoleh hasil sebagai berikut:

No.

Pemeriksaan

Hasil

Rujukan

Metode

Biaya (Rp)

1

Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

1. 17,089%

2. 15,393%

3. 15,290%

purata= 15,822%

MMI

40.000.-

2

Penetapan Kadar Sari Larut Air

1. 10,49%

2. 13,389%

3. 15,996%

purata= 13,291%

MMI

40.000.-

3

Penetapan Kadar Air

1. 15,974%

2. 9,994%

3. 9,996%

purata=11,988%

MMI

100.000.-

total

180.000.-


(5)

Lampiran 7: Dokumentasi penelitian

Gambar bubur tumor dan spuit yang akan menyuntikkan

bubur tumor diletakkan dalam container berisi es.


(6)

Gambar tim peneliti