Efektivitas senyawa antimikroba berdasarkan kepolaran pelarut

1x10 5 hingga 1x10 6 dan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode hitungan cawan. Pada penelitian ini, pada cawan yang berisi campuran antara media agar dan kultur bakteri uji tersebut dibuat empat lubang berukuran 6 mm. Tiga lubang sumur diisi dengan senyawa antibakteri ekstrak biji teratai dengan konsentrasi yang berbeda 10, 20, dan 30 dan lubang lainnya berisi kontrol negatif yaitu pelarut murni dari masing-masing ekstrak.

1. Efektivitas senyawa antimikroba berdasarkan kepolaran pelarut

Ekstraksi biji teratai dilakukan dengan metode maserasi bertingkat menggunakan tiga jenis pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya. Ekstraksi dengan pelarut nonpolar menggunakan pelarut heksanaa, sedangkan ekstraksi dengan pelarut semi polar dan polar berturut-turut adalah etilasetat dan etanol. Proses ekstraksi dilakukan secara bertahap diawali dengan pelarut yang bersifat nonpolar kemudian berturut-turut hingga dengan pelarut yang bersifat polar. Proses ekstraksi dengan pelarut yang berbeda sifat kepolarannya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat senyawa antibakteri yang terdapat dalam biji teratai. Hal ini penting dilakukan karena setiap pelarut dengan sifat kepolarannya masing-masing akan melarutkan komponen- komponen yang berbeda termasuk komponen yang aktif sebagai antibakteri. Hasil pengamatan menunjukkan proses ekstraksi secara bertingkat dengan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya tersebut mempengaruhi keefektifan ekstrak dalam menghambat pertumbuhan mikroba. Efektifitas ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji ditunjukkan oleh ukuran areal bening yang membentuk lingkaran di sekitar sumur lubang sehingga dapat dihitung diameter penghambatannya. Perhitungan diameter penghambatan ekstrak pada keempat bakteri uji dapat dilihat pada Lampiran 4. Aktivitas antibakteri berbagai ekstrak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Diameter penghambatan berbagai ekstrak biji teratai pada konsentrasi 30 terhadap bakteri uji Pelarut Bakteri uji Jenis biji Ket. Mentah Kukus Heksana E. coli 0.00 0.00 - B. cereus 0.00 0.00 - P. aeruginosa 0.00 0.00 - S. aureus 0.00 0.00 - Etilasetat E. coli 23.10 ±0.00 18.20±0.05 Berbeda nyata B. cereus 11.40 ±0.03 4.63±0.03 Berbeda nyata P. aeruginosa 12.85 ±0.25 7.38±0.08 Berbeda nyata S. aureus 12.83 ±0.18 8.75±0.15 Berbeda nyata Etanol E. coli 11.28 ±0.03 8.2 ±0.05 Berbeda nyata B. cereus 7.20 ±0.50 6.63±0.03 Tidak berbeda nyata P. aeruginosa 8.00 ±0.15 5.25±0.05 Berbeda nyata S. aureus 7.53 ±0.13 7.83±0.03 Tidak berbeda nyata Heksana merupakan pelarut yang bersifat paling tidak polar di antara pelarut lain yang digunakan dalam penelitian ini etilasetat dan etanol, sehingga ekstrak yang dihasilkan pun bersifat nonpolar. Polaritas yang rendah pada ekstrak heksana disebabkan oleh kandungan minyak atsiri, bahan non minyak seperti lilin, sterol sedikit senyawa fenolik. Berdasarkan Tabel 5, ekstrak heksana, baik dari biji teratai mentah maupun kukus, tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Contoh hasil penghambatan pertumbuhan bakteri uji oleh ekstrak heksan dapat dilihat pada Gambar 8 yang menunjukkan aktivitas antibakteri pada metode difusi sumur terhadap P. aeruginosa dan S. aureus. Ketidakefektifan ekstrak heksana dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji diduga berkaitan dengan sifat heksana yang sangat tidak polar sehingga hanya sedikit komponen bioaktif yang larut di dalamnya. Komponen yang umumnya larut dalam heksana adalah lilin, lemak, dan komponen terpenoid. Menurut Naufalin 2005, ekstrak heksana mengandung minyak atsiri yang bersifat antimikroba, namun kontak antara senyawa antimikroba dan minyak atsiri dengan sel bakteri terhalang oleh adanya minyak dan lemak dalam ekstrak heksana. Minyak dan lemak lainnya mengganggu proses difusi dan melindungi bakteri dari senyawa antibakteri. a b Gambar 8. Penghambatan ekstrak heksana biji teratai mentah terhadap: a P. aeruginosa; b S. aureus Sedangkan hasil penelitian Kanazawa et al. 1995, melaporkan bahwa ekstrak heksana senyawa minyak atsiri dan lipida lainnya yang mempunyai ukuran molekul besar tidak dapat masuk berpenetrasi ke dalam dinding sel bakteri. Ukuran molekul besar tersebut akan menjadi penghalang masuknya komponen minyak atsiri maupun senyawa fenolik ke dalam sel akibatnya sel tetap akan tumbuh. Selain itu, ketidakefektifan ekstrak heksanaa sebagai senyawa antimikroba dapat dijelaskan karena perbedaan sifat kepolaran antara ekstrak dengan media NA yang digunakan dalam metode uji difusi sumur. Menurut Parhusip 2006, media NA yang digunakan dalam metode difusi sumur bersifat polar, sedangkan ekstrak heksana bersifat nonpolar dan lebih dominan mengandung komponen minyak atsiri, dimana ekstrak dalam media NA tidak mampu berdifusi secara baik sehingga tidak menunjukkan aktivitas penghambatan. Ekstrak yang memiliki tingkat kepolaran yang lebih tinggi selanjutnya adalah ekstrak etilasetat. Berdasarkan hasil pengamatan, ekstrak etil asetat dari biji teratai menunjukkan keefektifan sebagai senyawa antibakteri karena areal penghambatan pertumbuhan mikroba pada metode uji difusi sumur yang besar dibandingkan dengan ekstrak lain Tabel 5. Selain itu, ekstrak etilasetat juga memiliki spektrum penghambatan yang luas karena ekstrak etilasetat dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri uji. Gambar 9 menunjukkan contoh penghambatan oleh ekstrak etilasetat terhadap P. aeruginosa dan S. aureus pada konsentrasi 30. Diameter penghambatan berbagai ekstrak pada konsentrasi 30 lebih besar dari konsentrasi lainnya 10 dan 20 Lampiran 5 a b Gambar 9. Penghambatan ekstrak etilasetat biji teratai mentah terhadap: a P. aeruginosa; b S. aureus Ekstrak etilasetat biji teratai memiliki diameter penghambatan terbesar dibandingkan dengan ekstrak lainnya. Diameter penghambatan pertumbuhan oleh ekstrak etilasetat biji teratai mentah pada konsentrasi 30 terhadap E. coli adalah 23.10 ±0.00 mm, B. cereus 11.40±0.30 mm, S. aureus 12.83 ±0.16 mm, dan P. aeruginosa 12.85±0.25 mm. Tabel 5 menunjukkan hasil analisis statistik aktivitas antibakteri berbagai ekstrak biji teratai. Berdasarkan uji T, perlakuan pemanasan biji teratai berpengaruh nyata p0.05 pada aktivitas antibakteri terhadap keempat bakteri uji Lampiran 6. Etil asetat merupakan pelarut yang bersifat semi polar. Sifat etil asetat yang semi polar menyebabkan ekstrak etil asetat akan memiliki dua sifat kelarutan, yaitu hidrofilik dan lipofilik Adawiyah, 1998. Menurut Kanazawa et al. 1995, suatu senyawa yang mempunyai polaritas optimum akan mempunyai aktivitas antimikoba maksimum, karena untuk interaksi suatu senyawa antibakteri dengan bakteri diperlukan keseimbangan hidrofilik-lipofilik HLB : hydrophilic lipophilic balance. Polaritas senyawa merupakan sifat fisik senyawa antimikroba yang penting. Sifat hidrofilik diperlukan untuk menjamin senyawa antimikroba larut dalam fase air yang merupakan tempat hidup mikroba, tetapi senyawa yang bekerja pada membran sel hidrofobik memerlukan pula sifat lipofilik, sehingga senyawa antibakteri memerlukan keseimbangan hidrofilik- lipofilik untuk mencapai aktivitas yang optimal Branen dan Davidson, 1993. Tabel 6. Perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak biji mentah Bakteri uji Ekstrak Keterangan E. coli Pelarut etilasetat Berbeda nyata Pelarut etanol B. cereus Pelarut etilasetat Berbeda nyata Pelarut etanol P. aeruginosa Pelarut etilasetat Berbeda nyata Pelarut etanol S. aureus Pelarut etilasetat Berbeda nyata Pelarut etanol Senyawa fitokimia yang umum larut dalam etil asetat adalah alkaloid, aglikon, dan glikosida Houghton dan Raman, 1998. Alkaloid dan glikosida merupakan senyawa yang sudah diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Sinergisme dari senyawa fitokimia dalam ekstrak etil asetat diduga lebih mudah berdifusi dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri karena memiliki polaritas yang optimum Naufalin, 2005. Aktivitas antibakteri ekstrak biji teratai mentah pada masing- masing pelarut lebih baik dari biji kukusnya meskipun secara umum tidak berbeda nyata. Tabel 6, menunjukkan perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak biji mentah dari pelarut heksana, etilasetat dan etanol. Berdasarkan analisis ragam, ekstraksi biji teratai mentah dengan pelarut berbeda secara bertingkat menunjukkan pengaruh yang nyata p0.05 terhadap aktivitas antibakteri pada keempat bakteri uji. Selanjutnya berdasarkan uji LSD, ekstrak biji teratai mentah dengan pelarut etilasetat berbeda nyata p0.05 dengan ekstrak dari pelarut lainnya Lampiran 7. a b Gambar 10. Penghambatan ekstrak etanol biji teratai mentah terhadap a P. aeruginosa; b S. aureus Berdasarkan hasil pengamatan ekstrak etanol menunjukkan aktivitas antimikroba meskipun diameter penghambatannya lebih rendah dari ekstrak etilasetat Gambar 10. Selain itu, ekstrak etanol biji teratai juga memiliki spektrum yang luas karena dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri uji. Diameter penghambatan ekstrak etanol biji teratai mentah pada konsentrasi 30 terhadap Eschericia coli, Bacillus cereus, Staphilococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa berturut-turut adalah 11.28 ±0.03 mm, 7.20±0.50 mm, 7.53±0.13 mm, dan 8.00±0.15 mm Tabel 5. Berdasarkan uji T, perlakuan pemanasan biji teratai terhadap ekstrak etanol tidak berpengaruh nyata p0.05 pada aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji B. cereus dan S. aureus. Akan tetapi, tidak demikian pada bakteri uji E. coli dan P. aeruginosa, perlakuan pemanasan biji teratai terhadap ekstrak etanol berpengaruh nyata p0.05 dalam menghambat pertumbuhan kedua bakteri uji tersebut Lampiran 8. Menurut Ahmad et al. 1998, etanol merupakan pelarut yang lebih baik dibandingkan air dan heksana jika akan mengekstrak komponen antimikroba. Menurut Houghton dan Raman 1998, komponen yang larut dalam etanol adalah glikosida. Diduga aktivitas antibakteri ekstrak etanol disebabkan oleh adanya senyawa glikosida, yaitu saponin. Selain glikosida, senyawa tanin juga larut dalam etanol dan memiliki aktivitas antimikroba. Etanol merupakan pelarut yang bersifat polar. Menurut Naidu dan Davidson 2000, komponen yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan bersifat polar antara lain senyawa dari golongan fenolik. Mekanisme komponen antibakteri fenolik umumnya akan berinteraksi dengan protein yang ada pada dinding sel atau sitoplasma melalui ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Mekanisme lain kemungkinan adalah dengan mengganggu aktivitas enzim dalam sel.

2. Efektivitas senyawa antimikroba terhadap jenis bakteri uji