Pembuatan Dan Karakterisasi Karbon Aktif Kayu Bakau Dengan Aktivasi Fisika Sebagai Filter Penjernih Air Sungai Tamiang Melalui Proses Elektrokoagulasi

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF

KAYU BAKAU DENGAN AKTIVASI FISIKA

SEBAGAI FILTER PENJERNIH AIR SUNGAI

TAMIANG MELALUI PROSES

ELEKTROKOAGULASI

T E S I S

Oleh

ZULKARNAIN PUTRA

117026010/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF

KAYU BAKAU DENGAN AKTIVASI FISIKA

SEBAGAI FILTER PENJERNIH AIR SUNGAI

TAMIANG MELALUI PROSES

ELEKTROKOAGULASI

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika Pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZULKARNAIN PUTRA

117026010/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI

KARBON AKTIF KAYU BAKAU DENGAN AKTIVASI FISIKA SEBAGAI FILTER PENJERNIH AIR SUNGAI TAMIANG MELALUI PROSES

ELEKTROKOAGULASI

Nama Mahasiswa : ZULKARNAIN PUTRA

Nomor Induk Mahasiswa : 117026010

Program Studi : Magister Ilmu Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Susilawati, M. Si Dr. Tulus Ikhsan Nasution, M. Sc K e t u a Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Dr. Nasruddin MN, M. Eng. Sc Dr. Sutarman, M. Sc NIP. 19550706 198102 1 002 NIP. 19631026 199103 1 001


(4)

PERNYATAAN ORISINILITAS

PEMBUATAN DAN KARAKTERISTIK KARBON AKTIF

KAYU BAKAU DENGAN AKTIVASI FISIKA SEBAGAI

FILTER PENJERNIH AIR SUNGAI TAMIANG

MELALUI PROSES ELEKTROKOAGULASI

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 24 Juli 2013

ZULKARNAIN PUTRA NIM. 117026010


(5)

PERNYATAAN PERSETUJAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

N a m a : ZULKARNAIN PUTRA

N I M : 117026010

Program Studi : Magister Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : T e s i s

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

PEMBUATAN DAN KARAKTERISTIK KARBON AKTIF KAYU BAKAU DENGAN AKTIVASI FISIKA SEBAGAI FILTER

PENJERNIH AIR SUNGAI TAMIANG MELALUI PROSES ELEKTROKOAGULASI

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 24 Juli 2013

ZULKARNAIN PUTRA NIM. 117026010


(6)

Telah diuji pada Tanggal : 24 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Susilawati, M. Si

Anggota : 1. Dr. Tulus Ikhsan Nasution, M. Sc 2. Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S 3. Dr. Hamonangan Nainggolan, M.S 4. Dr. Nasruddin MN, M. Eng. Sc


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Drs. ZULKARNAIN PUTRA Tempat dan Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 17 Maret 1966

Alamat Rumah : Dusun Karya Kampung Payabedi Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh

Telepon /Fax/HP : +6281361350098/+6285277395398

e-mail : zulkarnain_putra@ymail.com

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 2 Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh

Alamat Kantor : Jalan Medan-Banda Aceh Desa Bukit Rata Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh

Telepon : 0641-332343

DATA PENDIDIKAN

SD

: SD Negeri 1 Kualasimpang

Tamat : 1980

SMP

: SMP Negeri Kualasimpang

Tamat : 1983

SMA

: SMA Negeri Kualasimpang

Tamat : 1986

Strata-1

: Unsyiah Banda Aceh

Tamat : 1992


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji hanya kepada Allah SWT, shalawat serta salam semoga terus-menerus dilimpahkan oleh Allah SWT kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan sahabat sekalian.

Dengan selesainya Tesis ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahrial Pasaribu, DTH&H., M. Sc., (CTM)., Sp. A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc., atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Nasruddin MN, M. Eng. Sc., serta Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika, Bapak Dr. Anwar Darma Sembiring, M.S., beserta seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Susilawati, M.Si., selaku Pembimbing Utama serta Bapak Dr. Tulus Ikhsan Nasution, M.Sc., selaku Pembimbing I, atas semua sumbangan pikiran dan saran serta bimbingan dengan penuh kesabaran, dorongan, motivasi serta arahan-arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini tepat pada waktunya.

Terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Dewan Penguji dan Penilai Tesis, yaitu Bapak Dr. Anwar Darma Sembiring, M.S., Bapak Dr. Nasruddin MN, M. Eng. Sc., serta Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc., atas kesediaannya untuk menguji dan menilai penulis.

Ucapan terima kasih khusus disertai tetesan air mata, penulis sampaikan kepada yang mulia Ayahanda dan Ibunda tersayang, Bapak Almarhum Makrufdin Madjid dan Ibu Almarhumah Lailiah yang telah bersusah payah membesarkan, menyekolahkan, membiayai serta mendidik penulis dengan penuh kasih sayang. Ayahanda dan Ibunda yang selama hayatnya senantiasa membelai penulis dengan penuh kelembutan dan tiada pernah berhenti berdoa untuk keselamatan serta keberhasilan penulis. Demikian juga kepada Ayahanda dan Ibunda Mertua, Bapak Ngatiman Sebi dan Ibu Tumirah, yang dengan tulus ikhlas senantiasa menyayangi kami sekeluarga.

Paling istimewa ucapan terima kasih diiringi dengan cinta yang paling dalam kepada Isteri tercinta Eni Mariani S. Pd.I., atas semua kepercayaan dan kerelaan yang


(9)

telah diberikan kepada penulis. Penghargaan yang setinggi-tingginya juga penulis haturkan kepada Isteri terkasih atas kesetiaan dan kesabarannya dalam mendampingi penulis menyelesaikan studi Magister ini. Kepada putera-puteriku yang kusayangi Athaillah Haykal Thaha, Salsabila Hayuma Al Mumthahanah dan Nabila Haifa An Nisa, jadilah anak yang pintar dan cerdas, anak yang berakhlakul karimah, wahai ketiga buah hatiku, kalian adalah nafas kehidupanku.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan mahasiswa-mahasiswi Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pasca Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Angkatan 2011 atas kebersamaan dan persahabatan yang telah terjalin selama ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sangat istimewa kepada adik-adikku Witri Mirza Yuhanan, Muhammad Ficky Afrianto, Masthura, Muliyadi, Winsyah Putra Ritonga, Warkum, Ucok Oka Rakasiwi Harahap, Ikhsan Parinduri yang selama ini tetap seiring jalan dalam suka maupun duka, semoga persahabatan dan persaudaraan ini tetap terjaga serta menjadi kenangan terindah hingga akhir hayat.

Sekali lagi penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka yang telah penulis sebutkan satu persatu. Semoga kebaikkan mereka dibalas dengan limpahan pahala yang berlipat ganda, terjaga kesehatannya, tetap dalam rahmat dan hidayah serta perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini tidak mungkin terlepas dari kesalahan. Oleh sebab itu dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaannya.

Medan, 24 Juli 2013

Penulis,


(10)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF KAYU BAKAU DENGAN AKTIVASI FISIKA SEBAGAI FILTER PENJERNIH AIR SUNGAI

TAMIANG MELALUI PROSES ELEKTROKOAGULASI

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan karbon aktif kayu bakau dengan aktivasi fisika dengan variasi suhu aktivasi 500 oC, 600 oC, 700 oC, 800 oC, dan 900 oC, waktu penahanan selama 1 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu aktivasi terbaik karbon aktif kayu bakau untuk digunakan sebagai filter pada penjernihan air sungai. Berdasarkan SNI No. 06-3730-1995 hasil pengujian karbon aktif kayu bakau yang terbaik (optimum) dengan kadar air 4,25 %, kadar ZMM 9,88 %, kadar abu 2,44 % dan kadar karbon 87,68 %, diperoleh pada suhu aktivasi 500 oC. Karbon aktif kayu bakau optimum digunakan sebagai filter dalam penjernihan air sungai. Penjernihan air sungai selain dilakukan dengan filter karbon aktif kayu bakau optimum juga dilakukan dengan proses elektrokoagulasi yang kemudian difilter dengan filter karbon aktif kayu bakau optimum. Hasil pengujian beberapa parameter, parameter fisika (suhu, TDS, kekeruhan, warna, bau, rasa), parameter kimia (pH, logam Fe, logam Al) menunjukkan bahwa semua parameter air yang diuji sudah memenuhi standar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Air Bersih dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 410 Tahun 2010 Tentang Air Minum.

Kata kunci : Karbon aktif kayu bakau, aktivasi fisika, penjernihan air sungai, elektrokoagulasi.


(11)

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF MANGROVE WOOD ACTIVATED CARBON WITH PHYSICS ACTIVATION AS WATER

PURIFICATIONFILTER OF TAMIANG RIVER WITH ELECTROCOAGULATION PROCESS

ABSTRACT

The manufacture of Mangrove wood activated carbon with physical activation with temperature variation in 500 oC, 600 oC, 700 oC, 800 oC, and 900 oC for 1 hour detention time. This study aims to determine the best activation temperature of mangrove wood activated carbon used as a filter for the purification of river water. Based on SNI No. 06-3730-1995 thetesting results of mangrove wood activated carbon is best (optimum) with a water content of 4.25%, 9.88% volatile matter, ash content 2.44% and 87.68% carbon content, obtained at the activation temperature of 500 oC. Optimum mangrove wood activated carbon used as a filter in the purification of river water. Purification of river water than is done with mangrove wood activated carbon filters are also made with optimum electrocoagulation process which is then filtered with activated carbon filters optimum mangrove wood. Testing result of some parameter, physical parameters (temperature, TDS, turbidity, color, odor, taste), chemical parameters (pH, Fe metal, metal Al) suggests that all water parameters are test fulfilled the standard Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 416 Years 1990 about freshwater and the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 410 of 2010 Concerning Drinking Water.

Key words : Mangrove wood activated carbon, physics activation, river water purification, electrocoagulation.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Batasan Masalah 5

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air 7

2.2 Sungai Tamiang 10

2.2.1 Karakteristik Air Sungai Tamiang 10

2.2.2 Pencemaran Air Sungai Tamiang 11

2.2.3 Pengolahan Air Sungai Tamiang 12

2.3 Hutan Bakau (Mangrove) 13

2.4 Karbon Aktif 15

2.4.1 Pembuatan Karbon Aktif 16

2.4.2 Standar Kualitas Karbon Aktif 22


(13)

2.4.4 Analisis dengan SEM 26

2.5 Proses Elektrokoagulasi 26

2.5.1 Kelebihan Elektrokoagulasi 27

2.5.2 Kelemahan Elektrokoagulasi 28

2.5.3 Mekanisme Elektrokoagulasi 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 31

3.2 Bahan dan Peralatan 32

3.2.1 Bahan 32

3.2.2 Peralatan 32

3.3 Pengambilan Sampel Air 34

3.4 Diagram Alir Penelitian 35

3.5 Prosedur Penelitian 37

3.6 Skema Pengolahan Air Sungai Tamiang 38

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Karakteristik Karbon Aktif Kayu Bakau Aktivasi Fisika 40

4.2 Pengujian Karbon Aktif 41

4.2.1 Kadar air 41

4.2.2 Kadar Zat Mudah Menguap 43

4.2.3 Kadar Abu 45

4.2.4 Kadar Karbon 46

4.2.5 Daya Serap Air 48

4.3 Hasil Analisis SEM 50

4.4 Proses Penjernihan Air Sungai Tamiang 53

4.5 Proses Penjernihan air Sungai Tamiang dengan Menggunakan

Filter Karbon Aktif Kayu Bakau 54

4.6 Proses Penjernihan air Sungai Tamiang dengan Filter Karbon


(14)

BAB V METODOLOGI PENELITIAN

5.1 Kesimpulan 58

5.2 Saran 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel J u d u l Halaman

2.1

4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7

4.8

4.9

Standar Kualitas Arang Aktif Teknis SNI No. 06-3730-1995

Data Hasil Proses Aktivasi Fisika Data Hasil Pengujian Kadar Air

Data Hasil Pengujian Kadar Zat Mudah Menguap Data Hasil Pengujian Kadar Abu

Data Hasil Pengujian Kadar Karbon Data Hasil Pengujian Daya Serap Air

Hasil Pengujian Air Sungai Tamiang Sebelum Dijernihkan

Hasil Pengujian Air Sungai Tamiang Setelah Dijernihkan Dengan Filter Karbon Aktif Kayu Bakau

Hasil Pengujian Air Sungai Setelah Proses

Elektrokoagulasi dan Filter Karbon Aktif Kayu Bakau.

23

40 41 43 45 47 48

54

55


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar J u d u l Halaman

2.1 3.1 3.2 3.3 3.4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9

Mekanisme dalam Elektrokoagulasi Bagan Alir Penelitian Tahap I Bagan Alir Penelitian Tahap II

Proses penjernihan air dengan filter karbon aktif kayu bakau

Proses penjernihan air dengan filter karbon aktif kayu bakau melalui proses elektrokoagulasi

Grafik Kadar Air Terhadap Suhu Aktivasi

Grafik Kadar Zat Mudah Menguap Terhadap Suhu Aktivasi

Grafik kadar abu terhadap suhu aktivasi Grafik kadar karbon terhadap suhu aktivasi Grafik daya serap terhadap suhu aktivasi

Hasil pengujian SEM arang kayu bakau

Hasil pengujian SEM karbon aktif kayu bakau suhu aktivasi 500 oC

Hasil pengujian SEM karbon aktif kayu bakau suhu aktivasi 700 oC

Hasil pengujian SEM karbon aktif kayu bakau suhu aktivasi 900 oC

29 35 36 39 39 42 44 45 47 49 51 51 52 52


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran J u d u l Halaman

A B C D

E F

G

Data Hasil Pengujian Karbon Aktif Kayu Bakau Dokumentasi Alat dan Bahan Penelitian

Prosedur Pengujian Karbon Aktif Kayu Bakau

Surat Keterangan Pengujian SEM dari Kepala Laboratorium Fisika Universitas Negeri Medan

Data Hasil Pengujian Air Sungai Tamiang

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010.

L-1 L-6 L-10

L-12 L-18

L-20


(18)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF KAYU BAKAU DENGAN AKTIVASI FISIKA SEBAGAI FILTER PENJERNIH AIR SUNGAI

TAMIANG MELALUI PROSES ELEKTROKOAGULASI

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan karbon aktif kayu bakau dengan aktivasi fisika dengan variasi suhu aktivasi 500 oC, 600 oC, 700 oC, 800 oC, dan 900 oC, waktu penahanan selama 1 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu aktivasi terbaik karbon aktif kayu bakau untuk digunakan sebagai filter pada penjernihan air sungai. Berdasarkan SNI No. 06-3730-1995 hasil pengujian karbon aktif kayu bakau yang terbaik (optimum) dengan kadar air 4,25 %, kadar ZMM 9,88 %, kadar abu 2,44 % dan kadar karbon 87,68 %, diperoleh pada suhu aktivasi 500 oC. Karbon aktif kayu bakau optimum digunakan sebagai filter dalam penjernihan air sungai. Penjernihan air sungai selain dilakukan dengan filter karbon aktif kayu bakau optimum juga dilakukan dengan proses elektrokoagulasi yang kemudian difilter dengan filter karbon aktif kayu bakau optimum. Hasil pengujian beberapa parameter, parameter fisika (suhu, TDS, kekeruhan, warna, bau, rasa), parameter kimia (pH, logam Fe, logam Al) menunjukkan bahwa semua parameter air yang diuji sudah memenuhi standar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Air Bersih dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 410 Tahun 2010 Tentang Air Minum.

Kata kunci : Karbon aktif kayu bakau, aktivasi fisika, penjernihan air sungai, elektrokoagulasi.


(19)

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF MANGROVE WOOD ACTIVATED CARBON WITH PHYSICS ACTIVATION AS WATER

PURIFICATIONFILTER OF TAMIANG RIVER WITH ELECTROCOAGULATION PROCESS

ABSTRACT

The manufacture of Mangrove wood activated carbon with physical activation with temperature variation in 500 oC, 600 oC, 700 oC, 800 oC, and 900 oC for 1 hour detention time. This study aims to determine the best activation temperature of mangrove wood activated carbon used as a filter for the purification of river water. Based on SNI No. 06-3730-1995 thetesting results of mangrove wood activated carbon is best (optimum) with a water content of 4.25%, 9.88% volatile matter, ash content 2.44% and 87.68% carbon content, obtained at the activation temperature of 500 oC. Optimum mangrove wood activated carbon used as a filter in the purification of river water. Purification of river water than is done with mangrove wood activated carbon filters are also made with optimum electrocoagulation process which is then filtered with activated carbon filters optimum mangrove wood. Testing result of some parameter, physical parameters (temperature, TDS, turbidity, color, odor, taste), chemical parameters (pH, Fe metal, metal Al) suggests that all water parameters are test fulfilled the standard Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 416 Years 1990 about freshwater and the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 410 of 2010 Concerning Drinking Water.

Key words : Mangrove wood activated carbon, physics activation, river water purification, electrocoagulation.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan yang dihadapi oleh sebagian masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Tamiang adalah ketidaktersediaannya air bersih. Kendala itu terjadi karena distribusi air bersih yang diproduksi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Peusada Kabupaten Aceh Tamiang belum dapat menjangkau seluruh masyarakat, terutama yang bermukim di hulu dan hilir sungai Tamiang. Akibatnya, sebagian besar masyarakat masih menggunakan air sungai Tamiang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tanpa melalui proses pengolahan.

Asmadi (2011), air sungai yang digunakan sebagai air minum hendaknya melewati pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi. Awaluddin (2007), air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari harus memenuhi standar kualitas air bersih. Kualitas air bersih dapat ditinjau dari segi fisik, kimia, mikrobiologi dan radioaktif. Namun kualitas air yang baik ini tidak selamanya tersedia di alam sehingga diperlukan upaya perbaikan, baik itu secara sederhana maupun modern.

Sistem penjernihan air untuk skala rumahan yang sangat mudah dan sederhana adalah dengan menggunakan filter karbon aktif. Penelitian tentang pembuatan karbon aktif sebagai filter penjernihan air maupun pengolahan limbah sudah banyak dikembangkan. Bahan baku untuk membuat karbon aktif juga sudah banyak dikembangkan menjadi lebih beragam. Penelitian Wibowo, S (2009), karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung (Calophyllum inophyllum linn) menyimpulkan bahwa kualitas arang aktif tempurung biji nyamplung yang terbai


(21)

sebagai bahan adsorben diperoleh dari perlakuan perendaman asam fosfat 10 % dan diaktivasi pada suhu 700 oC selama 120 menit. Pada kondisi tersebut diperoleh rendemen sebesar 52 % , kadar air 8,25 %, kadar zat terbang 7,41 %, kadar abu 4,27 %, kadar karbon terikat 88,32 %, daya serap iod 839,1 mg/g dan daya serap benzena 13,65 %. Parameter tersebut memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995.

Hartanto, S, dan Ratnawati (2010), pembuatan karbon aktif dari tempurung kelapa melalui proses karbonisasi dan aktivasi secara kimia. Hasil yang diperoleh melalui proses karbonisasi menunjukkan hasil terbaik pada suhu 500 oC dan waktu 3 jam dengan kadar air 18 %, rendemen 23 %, zat yang mudah menguap 3 % dan kadar karbon terikat 61 %. Aktivasi dengan NaOH selama 4 jam menunjukkan hasil terbaik dengan kadar air arang aktif sebesar 3,6 % dan daya serap I2 sebesar 851,8797 mg/g.

Purwanto (2011), pembuatan arang dari limbah tempurung kelapa sawit. Kadar karbon dan nilai kalor arang tempurung kelapa sawit terbesar diperoleh pada pengarangan suhu 600 oC selama 2-3 jam, sebaliknya arang tempurung kelapa sawit yang mempunyai kadar air rendah adalah pada pengarangan suhu 600 oC selama 4 jam.

Penelitian Widodo (2012), pembuatan karbon aktif dari limbah serbuk gergaji kayu diaktivasi secara kimia dan digunakan di dalam penyerapan kadar polutan limbah cair dari industri batik di Tamansari Yogyakarta, dimana limbah cair batik setelah diadsorbsikan terhadap arang aktif kadar Pb kurang dari 0,0093 mg/L, kadar Cd kurang dari 0,0015 mg/L, kadar Cr 0,175-0,0617 mg/L dan kepekaan warna antara 369-14 TCU.

Satriyani, dkk (2013), penentuan kondisi optimum suhu dan waktu karbonisasi pada pembuatan arang dari sekam padi. Variasi temperatur yang digunakan 400 o C, 500 o C, dan 600 o C dengan variasi waktu 30, 60, 90, 120 menit.


(22)

Kesimpulan yang diperoleh, suhu dan waktu karbonisasi optimum untuk sekam padi yaitu 400 o C selama 120 menit dengan kadar karbon terikat 41,3 %, kadar air 6,1 %, kadar abu 32,6 % dan kadar zat mudah menguap 20,5 %.

Rosita, dkk (2013), pengaruh suhu aktivasi terhadap kualitas karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa. Variasi suhu yang digunakan 500 o C , 600 o C, 700 o C , 800 o C , 900 o C , 1000 o C. Dari uji kualitas, karbon aktif dengan hasil terbaik digunakan untuk penjernihan air dengan metode pengendapan. Karbon aktif tempurung kelapa terbaik diperoleh pada suhu aktivasi 1000 oC, dengan kadar air sebesar 7,7%, kadar abu 0,84% dan daya serap terhadap iod 568,318 mg/g. Dan Pengujian penjernihan air menunjukkan hasil yang maksimal dengan parameter fisik air yaitu warna air menjadi jernih, tidak berbau, pH (7,0-7,5) telah memenuhi pH standar air.

Dari beberapa penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari kayu bakau (Rizhopora Mucronata) dengan aktivasi fisika. Karbon aktif kayu bakau yang optimum selanjutnya digunakan sebagai media filter pada penjernihan air sungai Tamiang Kabupaten Aceh Tamiang Propinsi Aceh. Anton P. (2011), karbon aktif yang dibuat secara fisika biasanya digunakan untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga memperluas pemukaannya dan menghilangkan konstituen yang mudah menguap serta membuang produksi tar atau hidrokarbon-hidrokarbon pengotor pada arang.

Pemilihan kayu bakau (Rizhopora Mucronata) sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif karena masyarakat menggunakan kayu bakau sebagai kayu bakar. Sebagian masyarakat telah mengolah kayu bakau menjadi arang kayu secara tradisional. Dari arang kayu untuk dijadikan karbon aktif hanya memerlukan satu proses lagi, yaitu proses aktivasi. Kayu bakau termasuk jenis kayu keras yang cocok


(23)

untuk dijadikan bahan baku pembuatan karbon aktif. Sembiring (2003), karbon aktif bisa dibuat dari tongkol jagung, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, tempurung kelapa, sabut kelapa, sekam padi, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara.

Proses penjernihan air dilakukan dengan filter karbon aktif kayu bakau melalui proses elektrokoagulasi. Metode elektrokoagulasi digunakan pada proses penjernihan air karena dapat mereduksi kadar logam yang terkandung di dalam air, (Susilawati, 2010). Karbon aktif kayu bakau akan menyerap kontaminan-kontaminan yang terkandung di dalam air. Diharapkan proses penjernihan air sederhana ini dapat menjadi alternatif untuk menghasilkan air bersih sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Air Bersih serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 Tentang Air Minum.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah kayu bakau dapat diolah menjadi karbon aktif yang memenuhi syarat

mutu arang aktif teknis (SNI) No. 06-3730-1995.

2. Pada suhu aktivasi berapakah diperoleh karbon aktif kayu bakau yang optimal. 3. Apakah air sungai Tamiang yang dijernihkan menggunakan filter karbon aktif

kayu bakau melalui proses elektrokoagulasi dapat memenuhi standar air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Air Bersih dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 Tentang Air Minum.


(24)

1.3 Batasan Masalah

Pada penelitian ini masalah dibatasi pada :

1. Karbon aktif dibuat dari kayu bakau jenis Rizhopora Mucronata yang berasal dari Kampung Lubuk Damar Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh.

2. Suhu aktivasi karbon aktif 500 oC, 600 oC, 700 oC, 800 oC dan 900 oC.

3. Sampel air adalah air dari sungai Tamiang Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh.

4. Karakterisasi karbon aktif kayu bakau sebagai filter dengan parameter, kadar air, kadar zat mudah menguap (ZMM), kadar abu, kadar karbon dan daya serap air. 5. Pengujian hasil pengolahan air akan diuji berdasarkan parameter fisik yaitu suhu,

TDS, kekeruhan, warna, bau, dan rasa, dan parameter kimia yaitu pH, kandungan Besi (Fe) dan Aluminium (Al).

6. Elektroda yang digunakan pada proses elektrokoagulasi adalah plat Aluminium.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membuat dan mengkarakterisasi karbon aktif dari kayu bakau.

2. Mengetahui suhu aktivasi fisika terbaik yang memenuhi syarat mutu arang aktif teknis (SNI) Nomor 06-3730-1995.

3. Untuk mengetahui apakah air hasil proses penjernihan menggunakan filter karbon aktif kayu bakau melalui proses elektrokoagulasi dapat memenuhi standar kualitas Air Bersih dan Air Minum.


(25)

1.5 Manfaat Penelitian

Penilitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Tersedianya karbon aktif dari bahan kayu bakau yang dapat digunakan sebagai filter pada proses penjernihan air.

2. Memberikan informasi bahwa air sungai Tamiang dapat diproses menjadi air bersih dengan menggunakan filter karbon aktif kayu bakau melalaui proses elektrokoagulasi.

3. Membantu masyarakat dalam mengolah air sungai Tamiang menjadi air bersih yang memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Air Bersih dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 Tentang Air Minum.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air adalah sumber alam yang sangat penting karena air merupakan sumber kehidupan manusia, hewan serta tumbuh-tumbuhan. Manusia membutuhkan air untuk minum, kebutuhan rumah tangga, perindustrian, pertanian, peternakan dan kebutuhan lainnya. Ketersediaan air di dunia sangat berlimpah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia sangatlah sedikit. Padahal semakin meningkatnya populasi maka semakin besar pula kebutuhan akan air.

Peningkatan penggunaan air ternyata tidak berbanding lurus dengan ketersediaan air yang semakin menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini akan lebih parah lagi menjelang tahun 2025 nanti, karena 1,8 milyar orang akan tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara pasti. (Kumalasari F dan Satoto Yogi, 2011).

Air merupakan sumber daya yang terbatas, konsumsi air telah meningkat dua kali lipat dalam jangka 50 tahun terakhir, sementara itu kita gagal mencegah terjadinya penurunan mutu air. Pada saat yang sama, jurang antara tingkat pemakaian air di negara-negara kaya dan negara-negara miskin semakin dalam. Dewasa ini 1,8 milyar penduduk dunia tidak mempunyai akses ke air bersih dan hampir dua kali dari jumlah itu tidak mempunyai fasilitas sanitasi dasar yang memadai. (Asmadi, dkk, 2011).


(27)

Air dapat diperoleh dari sumber-sumber alam dan dari air tanah. Air tanah dapat dibagi menjadi :

a. Air tanah dangkal ; terjadi karena daya proses peresapan air oleh tanah. Pada proses peresapan lumpur akan tertahan, begitu juga dengan sebagian dari bakteri tetapi banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena air dari permukaan tanah meresap melewati lapisan-lapisan tanah yang mengandung unsur-unsur kimia tertentu. Pada keadaan ini lapisan tanah berfungsi sebagai penyaring sehingga air tanah akan menjadi lebih jernih. Air tanah dangkal ini terdapat pada kedalaman 15 meter. Kualitas air tanah dangkal ini agak lebih baik, tetapi kuantitasnya kurang mencukupi karena debit airnya cenderung bergantung pada musim.

b. Air tanah dalam ; terdapat setelah lapisan rapat yang pertama. Pengambilan air tanah dalam tidak semudah pada air tanah dangkal. Kualitas air tanah dalam lebih baik dari air dangkal, karena penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri.

c. Mata air ; adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim. Kualitas dan kuantitas airnya sama dengan keadaan air tanah dalam.

d. Air hujan ; terjadi karena penguapan, terutama air permukaan laut yang naik ke atmosfer dan mengalami pendinginan kemudian jatuh kepermukaan bumi. Proses penguapan tersebut terus berlangsung, misalnya pada saat butiran hujan jatuh ke permukaan bumi, sebahagian akan menguap sebelum mencapai permukaan bumi. Sebahagian lagi akan tertahan tanaman-tanaman dan diuapkan kembali menuju atmosfer oleh panas matahari. Air hujan yang sampai ke permukaan bumi akan mengisi cekungan, kubangan dan sebahagian mengalir di permukaan bumi. (http://marno.lectur.ub.ac.id)

Berdasarkan analisis kualitas air dapat digolongkan dalam 3 ( tiga ) kategori, yaitu : air bersih, air minum dan air kotor atau limbah. (Sutrisno, 2006).


(28)

a. Air Bersih

Air bersih yaitu air yang sudah terpenuhi syarat fisik dan syarat kimia namun syarat bakteriologi belum terpenuhi. Secara umum penggunaan air bersih antara lain akan diolah menjadi air siap minum, untuk keperluan MCK (mandi, cuci, dan kakus). Dari segi kualitas, air bersih harus memenuhi syarat, yaitu :

1) Syarat Fisik : air tidak boleh berwarna, tidak boleh berasa, tidak boleh berbau, suhu di bawah suhu udara (sejuk 25oC) dan jernih.

2) Syarat Kimia : tidak mengandung racun dan zat-zat mineral atau zat-zat lain tidak dalam jumlah yang berlebihan. (Sutrisno, 2006).

b. Air Minum

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. (Kepmenkes RI, 2010). Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. (PP Nomor 16 Tahun 2005).

c. Air Kotor atau Air Limbah

Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman. (PP Nomor 16 Tahun 2005). Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non-domestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah non-domestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan,


(29)

perikanan, pertambangan, atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman. (Permen LH Nomor 01 Tahun 2010).

2.2 Sungai Tamiang

Sungai Tamiang memiliki dua persimpangan yakni sungai Simpang Kanan dan sungai Simpang Kiri terletak di Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh. Sungai Tamiang membelah Kota Kualasimpang sekaligus menjadi batas antara Kecamatan Kota Kualasimpang dengan Kecamatan Karang Baru. Selain transportasi darat masyarakat menjadikan sungai Tamiang menjadi sarana transportasi alternatif dengan menggunakan sampan dan boat bermotor sebagai sarana transportasi.

Di hulu sungai Tamiang berbatasan dan menjadi satu aliran dengan sungai di Kecamatan Pinding Kabupaten Gayo Luwes. Melintasi gugusan Gunung Leuser yang berupa hutan lindung dan sampai ke wilayah Kabupaten Aceh Tamiang menyatu dengan sungai Tenggulun. Sungai Tenggulun menyatu dengan sungai Simpang Kiri. Sungai Simpang Kiri dan sungai Simpang Kanan menjadi satu di pusat Kota Kualasimpang, kemudian menuju daerah Kecamatan Rantau dan membelah dua kecamatan lainnya, yaitu Kecamatan Seruway dan Kecamatan Bendahara, dan terakhir menuju muara ke laut.

Di sepanjang DAS baik di daerah hulu dan hilir, sungai Tamiang terancam oleh aktivitas pabrik pengolahan kelapa sawit, perkebunan khususnya kelapa sawit karet dan coklat, pertanian, perikanan, pertambangan jenis galian C dan sarana transportasi air. Sedangkan di pemukiman dan perkotaan, sungai Tamiang terancam dengan aktivitas pasar, bengkel, hotel, rumah sakit, restoran atau rumah makan, Industri makanan dan minuman ringan serta pemukiman masyarakat.


(30)

2.2.1 Karakteristik Air Sungai Tamiang

Berdasarkan hasil pemantauan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Aceh Tamiang pada tanggal 5-8 Mei 2009 di delapan lokasi, ternyata kualitas air sungai Tamiang menunjukkan kekeruhan yang sangat tinggi yaitu sebesar 124-176 Nephelometric Turbility Units (NTU). Bahkan pada bulan Juni 2009 kekeruhan air sungai Tamiang mencapai angka 307-672 NTU. Sementara pada

kondisi hujan kekeruhannya mencapai 450 NTU.

(http://www.serambinews.com/2009/06).

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Provinsi Aceh mengatakan, saat ini Bapedal Provinsi Aceh masih fokus ada pemantauan sungai Tamiang karena melihat tingkat pencemaran lebih besar serta potensi kerusakan di hulu sungai, dimana dengan mudahnya masyarakat membuka perkebunan dan pertanian sehingga penggunaan pestisida yang berbahan kimia mencemari air sungai. Di samping itu sungai Tamiang juga mengalami sendimentasi akibat material yang berasal dari hulu sungai, seperti sungai Tenggulun, sungai di kawasan Pulau Tiga, dan Perlak. (http://www.rakyataceh.com/2011/04). Kekeruhan air sungai Tamiang juga meningkat karena kerusakan hutan di sepanjang DAS yang diduga terjadi akibat penebangan liar dan pembukaan perkebunan sawit. ( http://www.suara-tamiang.com/2011/06). .

2.2.2 Pencemaran Air Sungai Tamiang

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. (PP Nomor 20 Tahun 1990).


(31)

Pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan. (Permen LH Nomor 01 Tahun 2010).

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Bapedal Provinsi Aceh pada enam titik mulai dari hulu sungai hingga ke hilir, ternyata diketahui sungai Tamiang di Kabupaten Aceh Tamiang telah tercemar limbah yang berasal dari bahan kimia pertanian seperti insektisida dan pestisida. Berasal dari industri pabrik kelapa sawit dan limbah organik dari aktifitas rumahtangga, aktifitas pertanian dan perkebunan. Disana ada 11 unit pabrik kelapa sawit, walaupun limbahnya terlebih dahulu diolah, karena banyaknya pabrik maka potensi pencemaran tetap tinggi. Saat ini Bapedal Provinsi Aceh masih fokus pada pemantauan sungai Tamiang karena melihat tingkat pencemaran lebih besar serta potensi kerusakan di hulu sungai, dimana dengan mudahnya masyarakat membuka perkebunan dan pertanian sehingga penggunaan

pestisida yang berbahan kimia mencemari air sungai.

(http://www.rakyataceh.com/2011/04).

2.2.3 Pengolahan Air Sungai Tamiang

Yani M, (2010) dalam Tesis berjudul Studi Karateristik Kimiawi Air Sungai Tamiang dan Pengolahannya dengan Zeolit-Polyaluminium Clorida (PAC) Sebagai Sumber air bersih, menyimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan karakteristik kimia kualitas air yang dilakukan pada penelitian sebelum dilakukan pengolahan mengacu pada PP No. 82 Tahun 2001 untuk kategori air golongan I untuk parameter Temperatur 28o C, pH 7,58, TDS 107,2 mg/L, TSS 28,8 mg/L, DO 6,6768 mg/L, BOD 1,15746 mg/L, COD 8.22476 mg/L, NH3 0,35726 mg/L, NO3 1,09706 mg/L, P-PO4 0,1085mg/L, Fe 0,60966 mg/L dan minyak tidak terdeteksi sehingga dapat dikatakan perairan sungai


(32)

Tamiang tergolong ke dalam perairan masih layak dijadikan sebagai sumber bahan baku air minum.

2. Berdasarkan karakteristik kimiawi kualitas air yang dilakukan pada penelitian setelah dilakukan pengolahan menggunakan Zeolit-PAC dengan kadar PAC 0,23 mg/L dan Zeolit 0,4 % diperoleh kondisi yang maksimal. Mengacu pada Kepmenkes No. 907 Tahun 2002 sebagai sumber air minum hasil penelitian pH 7,2, TDS 12mg/L, NH3 0,0094 mg/L, dan Fe 0,0303 mg/L dengan persentase penurunan TDS 88,8 %, NH3 97,36 % dan Fe 94,9 %.

3. Zeolit senyawa alam lebih dominan membentuk senyawa komplek dan membentuk ikatan, sementara PAC lebih dominan bekerja secara fisika dengan membentuk koagulan, sehingga modifikasi Zeolit-PAC merupakan kondisi yang paling ideal digunakan untuk penjernihan air untuk air minum.

2.3 Hutan Bakau (Mangrove)

Daerah penyebaran mangrove di Indonesia umumnya terdapat di pantai timur Sumatera, muara sungai Kalimantan, bagian selatan dan tenggara Sulawesi, pulau-pulau di Maluku, serta pantai utara dan selatan Papua. Dari sekitar 91 spesies tumbuhan yang telah teridentifikasi di ekosistem mangrove, kawasan timur Indonesia mempunyai jumlah spesies terbanyak. Di Provinsi Maluku Utara terdapat 84 spesies. Di bagian barat Indonesia, jumlah spesies terbanyak terdapat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Kepulauan Riau masing-masing terdapat 74 dan 76 spesies. (Kordi K, 2012).

Sebagian mangrove dijumpai disepanjang pantai terlindung yang berlumpur, bebas dari angin yang kencang dan arus air. Mangrove juga dapat tumbuh di atas pantai berpasir dan berkarang, dan di pulau-pulau kecil. Menurut Kordi K, (2012), mangrove tumbuh dengan baik di pantai berlumpur yang terlindung, umumnya pohon-pohonnya berbatang lurus dan tingginya dapat mencapai 35-45 m. Di pantai


(33)

berpasir atau terumbu karang, mangrove tumbuh kerdil, rendah, dan batangnya seringkali bengkok. Daun-daun berbagai jenis tumbuhan dalam hutan mangrove biasanya mempunyai tekstur yang serupa.

Tanaman di ekosistem mangrove juga memiliki daun sklerofil, yaitu daun berkutikula tebal dan kaku yang juga berguna untuk menahan retak/patah daun yang dapat terjadi kalau jaringan daun berada pada titik layu. Daun semacam ini juga berguna melawan pertukaran gas yang dipaksakan daun-daun terlipat karena tekanan angin keras. (Notohadiprawiro, 1986 dalam Kordi K, 2012).

Pohon-pohon di hutan mangrove beradaptasi secara morfologi maupun fisiologi. Adaptasi tersebut antara lain dapat terlihat pada bentuk sistem perakaran yang khas dan unik pada tumbuhan manggrove. Perakaran ini berfungsi antara lain membantu mangrove bernafas dan tegak berdiri. Kustanti A. (2011), perakaran yang khas yang merupakan adaptasi terhadap kondisi yang kadang-kadang terendam air laut. Pada setiap jenis menunjukkan penampakan perakaran yang berbeda. Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar, berguna untuk memperkokoh pohon dan juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Pada genus Rhizophoraceae mempunyai akar tongkat/penyangga yang mempunyai lentisel, avicenniaceae mempunyai akar bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora, dan lain sebagainya.

Kayu pada hutan mangrove menghasilkan kayu yang berkualitas baik, sehingga dapat digunakan untuk konstruksi bangunan dan kayu bakar. Sebagai kayu bakar, semua bagian mangrove, yang terdiri dari batang, ranting, dan akar diambil. Kayu mangrove bermutu tinggi, yaitu menghasilkan panas yang sangat baik, tahan lama pada saat dibakar dan menghasilkan arang yang baik.


(34)

Potensi dan manfaat hutan mangrove berupa, hasil hutan (kayu), hasil hutan (nonkayu), ikan (kakap, beronang, belanak, kuwe, tembang, teri, ikan hias,), kustase (kepiting bakau, udang), moluska (kerang bakau, kerang hijau, kerang alang, kerang darah, popaco), ekinodermata, bahan pangan (nonikan), sumber obat-obatan, kawasan wisata, pengembangan ilmu dan teknologi, akuakultur. (Kordi K, 2012). Sedangkan Kustanti A. (2011), produk nonkayu diantaranya adalah kerupuk jeruju, manisan api-api dan propagul, keripik api-api-api-api, dodol sonneratia, madu lebah, buah/propagul sebagai sumber bibit, daunan sebagai sumber pakan ternak, terasi, udang, bandeng, kerang-kerangan, aneka kerajinan kulit kerang, ikan belanak, dan lain sebagainya.

2.4. Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan material amorf berkarbon yang memiliki luas permukaan yang besar yang dibangun oleh struktur pori internalnya melalui proses karbonisasi dan aktivasi. Karbon aktif memiliki luas permukaan yang besar sekitar 500 m2/gram bahkan bisa mencapai 1500 m2/gram. Karbon aktif memiliki densitas yang berbeda - beda. Karbon aktif juga memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda terhadap tekanan atau geseran tertentu. Perberbeda-bedaan densitas dan kekerasan karbon aktif sangat bergantung dari bahan baku dan cara pengaktifannya.

Berdasarkan bentuknya, karbon aktif dapat dibedakan dalam empat golongan yaitu :

a) Karbon aktif serbuk (powdered activated carbon) berbentuk serbuk dengan ukuran partikel kurang dari 0,8 mm

b) Karbon aktif granular (granular activated carbon), memiliki partikel – partikel yang tidak rata dengan ukuran 0,2 – 0,5 mm

c) Karbon aktif pelet (pelleted activated carbon), berbentuk silinder dengan ukuran diameter 0,8-5,0 mm. Karbon aktif ini umumnya digunakan untuk aplikasi dalam


(35)

fasa gas karena memiliki kandungan debu yang rendah, tetesan bertekanan rendah tapi memiliki kekuatan mekanis yang tinggi

d) Karbon aktif terlapisi polimer (polimers coated carbon), merupakan pori-pori karbon yang dapat dilapisi dengan biopolimer yang mungkin untuk menghasilkan suatu karbon yang berguna untuk hemoperfusi yaitu suatu teknik treatmen di mana ke dalam darah pasien ditekan dengan senyawa adsorben untuk mengeluarkan senyawa toksik dari dalam darah. (Mifbakhuddin, 2010).

Berdasarkan pori-porinya, karbon aktif dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu Micro-pores (diameter kurang dari 2 nm), Meso-pores (diameter antara 2-25 nm) dan Macro-pores (diameter di atas 25 nm). Karbon tempurung kelapa umumnya terdiri dari micro-pores dan meso-pores dan karena distribusi pori tersebut, karbon tempurung kelapa banyak digunakan di pembersihan fase gas dan pemurnian air. (Ario Ardianto, 2008).

2.4.1 Pembuatan Karbon Aktif

2.4.1.1 Metode Tradisional

Pembuatan karbon aktif dengan metode tradisional sangat sederhana yaitu dengan menggunakan drum atau lubang bawah tanah dengan cara pengolahan sebagai berikut. Bahan yang hendak dibakar dimasukkan ke dalam drum yang terbuat dari pelat besi atau lubang yang yang telah disiapkan, kemudian dinyalakan sehingga terbakar.

Pada saat pembakaran drum ditutup sehingga hanya ventilasi yang dibiarkan terbuka, untuk sebagai jalan keluarnya asap, ketika asap yang keluar sudah berwarna kebiru-biruan, ventilasi ditutup dan dibiarkan selama lebih kurang 12 jam. Setelah itu dengan hati-hati tutup drum dibuka dan dicek apakah masih ada bara yang menyala


(36)

jika masih ada tutup drum ditutup kembali, tidak dibenarkan menggunakan air untuk mematikan bara yang sedang menyala karena dapat menurunkan kualitas karbon yang dihasilkan. (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994).

Pembuatan karbon aktif dengan metode ini biasanya menghasilkan keaktifan yang rendah bahkan di bawah keaktifan menurut standar industri Indonesia (SII), hal ini disebabkan proses pembentukan karbon aktif tidak memungkinkan terbentuknya pori-pori dengan baik.

2.4.1.2 Metode yang diperbaharui

Metode pembuatan karbon aktif yang diperbaharui dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap pengarangan (karbonisasi) dan tahap pengaktifan (aktivasi), dalam metode ini bahan baku dipanaskan dengan jumlah udara seminimal mungkin agar rendemen yang dihasilkan cukup besar. Hasil yang diperoleh dengan metode ini berupa karbon yang memberi keaktifan dan rendemen yang cukup besar.

Pada proses pengaktifan terjadi pemecahan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul pada permukaan karbon sehingga pori-pori atau 1uas permukaan menjadi lebih besar. Metode pengaktifan yang umum digunakan dalam pembuatan karbon aktif ada dua cara, yaitu pengaktifan secara kimia dan pengaktifan secara fisika. (Sembiring, 2003).

2.4.1.2.1 Proses Kimia

Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibuat padat. Selanjutnya padatan tersebut dibentuk menjadi batangan yang dikeringkan serta dipotong-potong. Aktivasi dilakukan pada temperatur 100 ºC. Arang aktif yang dihasilkan, dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pada temperatur 300 ºC dengan


(37)

proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-bahan kimia.

2.4.1.2.2 Proses Fisika

Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling, diayak untuk selanjutnya diaktivasi dengan cara pemanasan pada temperatur 900 ºC yang disertai dengan pengaliran uap. Proses fisika banyak digunakan dalam aktivasi arang antara lain :

a. Proses Briket yaitu bahan baku atau arang terlebih dahulu dibuat briket, dengan cara mencampurkan bahan baku atau arang halus dengan ter. Kemudian, briket yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 550 ºC untuk selanjutnya diaktivasi dengan uap.

b. Destilasi kering yaitu merupakan suatu proses penguraian suatu bahan akibat adanya pemanasan pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit maupun tanpa udara. Hasil yang diperoleh berupa residu yaitu arang dan destilat yang terdiri dari campuran methanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan bukan merupakan karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan ter. Hasil yang diperoleh seperti methanol, asam asetat dan arang tergantung pada bahan baku yang digunakan dan metoda destilasi (Sembiring, 2003).

Diharapkan daya serap karbon aktif yang dihasilkan sama atau lebih baik dari pada daya serap karbon aktif yang diaktifkan dengan menyertakan bahan-bahan kimia. Dengan cara ini, pencemaran lingkungan sebagai akibat adanya penguraian senyawa-senyawa kimia dari bahan-bahan pada saat proses pengarangan dapat dihindari. Selain itu, dapat dihasilkan asap cair sebagai hasil pengembunan uap hasil penguraian senyawa-senyawa organik dari bahan baku.


(38)

Sembiring (2003), ada empat hal yang dapat dijadikan batasan dari penguraian komponen kayu yang terjadi karena pemanasan pada proses destilasi kering, yaitu :

a. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200 ºC. Air yang terkandung dalam bahan baku keluar menjadi uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak dan bengkok. Kandungan karbon lebih kurang 60 %.

b. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200oC-280ºC. Kayu secara perlahan-lahan menjadi arang dan destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi coklat gelap serta kandungan karbonnya lebih kurang 70 %.

c. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500 ºC. Pada suhu ini akan terjadi karbonisasi selulosa, penguraian lignin dan menghasilkan ter. Arang yang terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya meningkat menjadi 80 %. Proses pengarangan secara praktis berhenti pada suhu 400 ºC.

d. Batasan D adalah suhu pemanasan 500 ºC, terjadi proses pemurnian arang, dimana pembentukan ter masih terus berlangsung. Kadar karbon akan meningkat mencapai 90 %. Pemanasan di atas 700 ºC, hanya menghasilkan gas hidrogen.

Sembiring (2003) mengemukakan secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1) Dehidrasi yaitu proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 ºC.

2) Karbonisasi yaitu pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu di atas 170 ºC akan menghasilkan CO, CO 2.

3) Aktivasi yaitu dekomposisi ter dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO dan asam asetat. Pada suhu 275 ºC, dekomposisi menghasilkan ter, methanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600 ºC sebagai aktivator.

Proses aktivasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktivasi adalah suatu perlakuan


(39)

terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorbsi.

Metode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah :

1) Aktivasi Kimia

Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Aktifator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl

2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H

3PO4.

2) Aktivasi Fisika

Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO

2. Umumnya arang dipanaskan di dalam tanur pada temperatur 800 ºC - 900 ºC. Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah merupakan reaksi isotherm sehingga sulit untuk mengontrolnya. Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO

2 pada temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan.

Sifat karbon aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :


(40)

a. Sifat Adsorben

Karbon aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berkaitan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif mengakibatkan semakin luas besar. Dengan demikian kecepatan adsorbsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorbsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau dosis arang aktif yang digunakan juga harus diperhatikan.

b. Sifat Serapan

Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorbsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama, seperti deret homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

c. Temperatur

Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorbsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatile, adsorbsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.


(41)

d. pH (Derajat Keasaman)

Untuk asam-asam organik, adsorbsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorbsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

e. Waktu Kontak

Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama. (Sembiring, 2003).

Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat organik dan logam dalam air akan turun apabila kontaknya cukup. Waktu kontak biasanya sekitar 10-15 menit.

2.4.2 Standar Kualitas Karbon Aktif

Kualitas karbon aktif tergantung jenis bahan baku, teknologi pengolahan, cara pengerjaan dan ketepatan penggunaannya. Oleh karena itu, bagi produsen karbon aktif yang perlu diketahui adalah kualitas apa yang ingin dihasilkan dengan menggunakan bahan baku yang ada, serta untuk apa tujuan karbon aktif tersebut.


(42)

Berbagai versi standar kualitas karbon aktif telah dibuat oleh negara maju seperti Amerika, Inggris, Korea, Jepang dan Jerman. Indonesia telah membuat pula standar mutu karbon aktif menurut Standar Industri Indonesia yaitu SII 0258-79 yang kemudian direvisi menjadi SNI 06-3730-1995. Meskipun demikian, beberapa industri atau instansi membuat persyaratan sendiri dalam menerima kualitas karbon aktif yang ditawarkan, misalnya persyaratan kualitas menurut Kementerian Kesehatan, persyaratan kualitas bagi pengolahan minyak bekas, untuk industri gula, monosodium glutamat, dan lain-lain. Beberapa persyaratan arang teknis ditunjukkan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Standar Kualitas Arang Aktif Teknis SNI Nomor 06-3730-1995

No Uraian Satuan Pesyaratan

Butiran Serbuk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bagian yang hilang pada pemanasan 950 o C Air

Abu

Bagian tidak mengarang Daya serap terhadap I2

Karbon aktif murni

Daya serap terhadap benzena Daya serap terhadap biru metilen Berat jenis curah

Lolos mesh 325 Jarak mesh Kekerasan % % % - mg/g % % mg/g g/ml % % % Maks. 15 Maks. 4,5 Maks. 2,5 0 Min. 750 Min. 80 Min. 25 Min. 60 0,45 – 0,55 - 90 90 Maks. 25 Maks. 15 Maks. 10 0 Min. 750 Min. 65 - Min. 120 0,3 – 0,35 Min. 90 - -

Sumber : Arang Aktif Teknis SNI 06-3730-1995. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta, 1995

2.4.3 Prosedur Analisis Karbon Aktif

Analisis karbon aktif dilakukan terhadap rendemen dan beberapa faktor yang dapat dijalankan sebagai penentu mutu karbon aktif yang dihasilkan. Metode analisis didasarkan pada metode standar (kecuali penentuan nilai rehidrasi).


(43)

2.4.3.1Kadar air (AOAC, 1971 dan SNI, 1995)

Kadar air bahan ditentukan dengan cara pengeringan di dalam oven, sebanyak 5 gram sampel yang telah dihaluskan ditimbang dengan teliti dan ditempatkan dalam cawan aluminium yang telah diketahui massanya, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam (sampai bobot konstan), selanjutnya sampel didinginkan dalam eksikator selama 15 menit sebelum ditimbang massanya. Kadar air dihitung berdasarkan persamaan (2.1).

... (2.1)

dengan, a = Sampel awal (gram)

b = Sampel hasil penyusutan (gram)

2.4.3.2Kadar zat mudah menguap (AOAC, 1971 dan SNI 1995)

Pada prinsipnya metode ini mengandalkan penguapan zat – zat dalam arang selain dari air. Caranya dengan menimbang sampel sebanyak 20 gram dan dipanaskan dalam tanur pada suhu 800-900 oC selama 15 menit. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Kadar zat mudah menguap dihitung berdasarkan persamaan (2.2).

... (2.2) dengan :

a = Massa sampel sebelum pemanasan (gram)


(44)

2.4.3.3Kadar abu (AOAC, 1971 dan SNI, 1995)

Sampel kering sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui massa keringnya. Selanjutnya sampel dipanaskan dalam tanur pada suhu 750 oC selama 6 jam didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang. Kadar abu dihitung berdasarkan persamaan (2.3).

...

... (2.3)

dengan :

Mt = Massa abu total (gram)

Mc = Massa abu sampel (gram)

2.4.3.4Kadar karbon ( Djatmiko et al, 1985 dan SNI, 1995)

Fraksi karbon dalam arang aktif adalah hasil dari proses pengarangan selain abu, air dan zat – zat yang mudah menguap. Penentuannya dapat dilakukan dengan persamaan (4).

– ... (2.4) dengan : A = Massa bahan awal (gram)

h = Massa arang yang telah diabukan (gram)

c = Massa air yang diuapkan (gram)


(45)

2.4.3.5Daya Serap Air

Pada saat terbentuk sampel, kemungkinan terjadinya udara yang terjebak dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral yang terbentuk akibat perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang atau rongga kecil di dalam butiran agregat (pori). Pori dalam sampel bervariasi dan menyebar diseluruh butiran. Pori-pori menjadi reservoir air bebas di dalam agregat. Persentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut daya serap air. Sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut Kadar Air (KA).

Pengujian daya serap air ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel yang ada. Prosedur pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005. Pengujian daya serap air (water absorbtion) dilakukan pada masing-masing sampel. Lamanya perendaman dalam air adalah 24 jam pada suhu kamar. Massa awal sebelum dan sesudah direndam diukur.

Untuk mendapatkan daya serap air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

... (2.5) dengan : Mb = Massa sampel dalam keadaan basah (gr)

Mk = Massa sampel dalam keadaan kering (gr)

2.4.4 Analisis SEM

Pengamatan struktur mikro dengan Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan sebagai berikut, sampel arang kayu bakau dan karbon aktif kayu bakau dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu. Kemudian masing-masing sampel


(46)

ditempelkan pada alat pemegang sampel (sample holder) dengan perekat dua muka. Dilanjutkan dengan pelapisan tipis dalam mesin pelapisan tipis (sputter). Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan SEM menggunakan tegangan listrik 20 kV dengan perbesaran 5.000 x.

2.5 Proses elektrokoagulasi

Proses penjernihan air merupakan proses perubahan sifat fisika, kimia dan biologi dari air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum. Tujuan dari proses pengolahan air minum adalah : (1) menurunkan kekeruhan (2) mengurangi bau, rasa dan warna (3) menurunkan atau mematikan mikroorganisme (4) mengurangi kadar bahan-bahan yang terlarut di dalam air (5) menurunkan kesadahan (6) memperbaiki derajat keasaman (pH).

Dalam pengolahan air sungai, ada beberapa proses dan metode yang biasanya dipakai, diantaranya adalah : filtrasi (penyaringan), sendimentasi (pengendapan), elektrolisis, koagulasi dan flokulasi, aerasi, sistem gavitasi, desinfeksi, aerasi-filtrasi, koagulasi dengan penambahan bahan koagulan, koagulasi dengan cara elekrolisis.. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada wadah yang dilengkapi dengan plat dari lempeng Aluminium sebagai elektroda. Plat elektroda ditempatkan secara paralel dengan jumlah tertentu dan dihubungkan dengan sumber arus listrik searah. Elektroda Aluminium akan melarutkan ion Al+3 ke dalam air dan akan bereaksi dengan air (hidrolisa) sebelum terjadi presipitat Al(OH)3.

Proses yang terjadi selama berlangsungnya Elektrokoagulasi, adalah : a. Koagulasi ; yaitu pemisahan ion Aluminium dari anoda sebagai koagulan. b. Alkalisasi ; yaitu pembentukan gas hidrogen pada katoda.

c. Pengadukan ; yaitu proses turbulensi yang terjadi akibat konstruksi wadah (bafel chanel)


(47)

d. Flotasi ; yaitu pembentukan sludge di permukaan air akibat terbentuknya gas hidrogen.

2.5.1 Kelebihan Elektrokoagulasi

Pengembangan teknologi tentang elektrokoagulasi telah banyak memberi manfaat khususnya untuk pengolahan air, baik air bersih untuk minum maupun air limbah. Berikut ini beberapa kelebihan dari elektrokoagulasi : (Mollah, 2001)

a. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk dioperasikan.

b. Air yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan effluen yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.

c. Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan flok yang berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan air yang sedikit, lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat dengan filtrasi.

d. Effluen yang dihasilkan elektrokoagulasi mengandung TDS (Total Dissolved Solid) dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan pengolahan kimiawi.

e. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan dalam mengolah partikel-partikel koloid yang berukuran sangat kecil, sebab diaplikasikan medan elektrik dengan gerak yang lebih cepat, sehingga proses koagulasi lebih mudah terjadi dan lebih cepat.

f. Proses elektrokoagulasi jauh dari penggunaan bahan kimia sehingga tidak bermasalah dengan netralisasi kelebihan bahan kimia, dan tidak ada polusi yang kedua yang disebabkan substansi-substansi kimia yang ditambahkan pada konsentrasi yang tinggi.


(48)

g. Produksi gelembung-gelembung gas selama elektrolisis dapat membawa polutan-polutan yang diolah untuk naik ke permukaan (flotasi) dimana flok tersebut dapat dengan mudah terkonsentrasi, dikumpulkan dan dipisahkan (removed).

h. Perawatan reaktor elektrokoagulasi lebih mudah karena proses elektrolisis yang terjadi cukup dikontrol dari pemakaian listrik tanpa perlu memindahkan bagian-bagian didalamnya.

i. Teknologi elektrokoagulasi dapat dengan mudah diaplikasikan di daerah yang tidak terjangkau layanan listrik yakni dengan menggunakan panel matahari yang cukup untuk terjadinya proses pengolahan.

2.5.2 Kelemahan Elektrokoagulasi

Selain memiliki kelebihan, ternyata elektrokoagulasi mempunyai beberapa kelemahan, yaitu : (Mollah, 2001)

a. Elektroda yang digunakan dalam proses pengolahan ini harus diganti secara teratur.

b. Terbentuknya lapisan di elektroda dapat mengurangi efisiensi pengolahan. c. Penggunaan listrik kadangkala lebih mahal pada beberapa daerah.

d. Teknologi ini membutuhkan konduktivitas yang tinggi pada air limbah yang diolah.

2.5.3 Mekanisme Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi mempunyai kemampuan untuk mengolah berbagai macam polutan termasuk padatan tersuspensi, logam berat, tinta, bahan organik, minyak dan lemak, ion dan radionuklida. Kemampuan elektrokoagulasi untuk mengolah berbagai macam polutan menarik minat industri untuk menggunakannya.


(49)

Gambar 2.1 memperlihatkan proses elektrokoagulasi yang sangat kompleks. Dimana koagulan dan produk hidrolisis saling berinteraksi dengan polutan atau dengan ion yang lain atau dengan gas hidrogen.

Gambar 2.1 Mekanisme dalam elektrokoagulasi (Susilawati 2010)

Menurut (Molah, 2004) mekanisme penyisihan yang umum terjadi di dalam elektrokoagulasi terbagi dalam tiga faktor utama, yaitu:

1. Terbentuknya koagulan akibat proses oksidasi elektrolisis pada elektroda, 2. Destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi, dan 3. Agregatisasi dari hasil destabilisasi untuk membentuk flok.

Sedangkan proses destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi terjadi dalam tahapan sebagai berikut :

1. Kompresi dari lapisan ganda (double layer), difusi yang terjadi disekeliling spesies bermuatan yang disebabkan interaksi dengan ion yang terbentuk dari oksidasi di elektroda.

2. Netralisasi ion kontaminan dalam air limbah dengan menambahkan ion berlawanan yang dihasilkan dari elektroda. Dengan adanya ion tersebut menyebabkan berkurangnya gaya tolak menolak antar partikel dalam air limbah (gaya Van der Waals) sehingga proses elektrokoagulasi bisa


(50)

berlangsung.

3. Terbentuknya flok, dimana flok ini terbentuk akibat proses elektro-koagulasi sehingga terbentuk sludge yang mampu menjebak dan menjembatani partikel koloid yang masih ada di air limbah.


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan karbon aktif kayu bakau. Aktivasi dilakukan dengan metode fisika yaitu dengan pemanasan pada suhu 500 oC hingga 900 oC. Parameter-parameter yang diuji adalah : kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon dan daya serap air. Pada tahap pertama diperoleh karbon aktif kayu bakau dengan parameter-parameter optimum hasil pengujian.

Tahap kedua dilakukan proses penjernihan air sungai Tamiang dengan menggunakan hasil optimum dari karbon aktif kayu bakau yang diperoleh dari proses tahap pertama. Proses penjernihan air dilakukan dengan dua perlakuan yaitu :

1. Dengan menggunakan filter karbon aktif kayu bakau.

2. Melalui proses elektrokoagulasi kemudian difiltrasi dengan filter karbon aktif kayu bakau. .

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari s.d April 2013. Penelitian dilakukan di beberapa lokasi, yaitu :

1. Pembuatan karbon aktif kayu bakau dan pengujiannya di Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU.

2. Proses penjernihan air dilakukan di Laboratorium Fisika Dasar LIDA USU. 3. Pengujian sampel air sebelum dan sesudah proses penjernihan air dilakukan di


(52)

3.2 Bahan dan Peralatan

3.2.1 Bahan

A. Proses pembuatan karbon aktif

1. Kayu Bakau

2. Aquadest

3. Kertas saring kasar

B. Proses penjernihan air

1. Air Sungai Tamiang 2. Plat Aluminium

 Jumlah 8 (4 anoda & 4 katoda)

 Tebal 1 mm

 Ukuran plat (25 x 18,5) cm

 Jarak antar plat 1,5 cm

3.2.2 Peralatan

A. Proses pembuatan karbon aktif

1. Furnance

Fungsi : untuk mengarangkan dan mengaktivasi kayu bakau 2. Neraca elektrik

Fungsi : untuk menimbang massa karbon aktif dan sampel uji 3. Oven

Fungsi : untuk mengeringkan arang dan karbon aktif 4. Cawan porselen


(53)

Fungsi : sebagai wadah sampel uji pada saat pembakaran dan pengeringan 5. Ayakan 100 mesh

Fungsi : mengayak bahan dengan kehalusan 100 mesh 6. Ayakan 30 mesh

Fungsi : mengayak bahan dengan kehalusan 30 mesh 7. Beaker gelas (100 ml, 500 ml dan 1000 ml)

Fungsi : sebagai wadah perendaman sampel uji 8. Scanning Electron Microscope (SEM) EVO MA 10

Fungsi : untuk melihat mikrostruktur karbon aktif

B. Proses Penjernihan air

1. pH-meter (Komparator)

Fungsi : untuk mengukur besar pH air 2. Thermometer

Fungsi : untuk mengukur suhu air

3. TDS Meter

Fungsi : untuk mengukur total zat terlarut pada air sampel 4. Spektrofotometri Dx 2010

Fungsi : untuk mengukur warna dan kekeruhan air 5. AAS (Atomic Adsorption Spectrofotmetri)

Fungsi : untuk mengukur kadar logam dalam air 6. Power Supply Adaptor Adjust ( 0 – 12 Volt)

Fungsi : sebagai sumber tegangan DC 7. Kabel Penghubung dan penjepit buaya

Fungsi : untuk menghubungkan peralatan 8. Bak sampel (38,5 cm x 24,5 cm x 22,5 cm)

Fungsi : Sebagai wadah air yang akan diolah 9. Tabung plastic ( d = 6,635cm, t = 35 cm )


(54)

Fungsi : sebagai tempat filter 10. Stopwatch

Fungsi : untuk menghitung waktu yang digunakan 11. Penyangga Elektroda

Fungsi : sebagai tempat untuk meletakkan atau menggantungkan elektroda 12. Tiang penyangga

Fungsi : untuk menyangga tabung plastik

3.3 Pengambilan Sampel Air

Pengambilan air sungai Tamiang dijadikan sebagai sampel, karena air sungai Tamiang diindikasi sudah tercemar namun masih digunakan oleh sebagian penduduk untuk keperluan sehari-hari tanpa pengolahan terlebih dahulu.

Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan SNI 06-242-1991, tentang lokasi pengambilan sampel air pada daerah aliran sungai yaitu :

1. Kampung Kebun Sungai Liput Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang yang berada pada titik koordinat N4o11,156’ dan E 98o 2,275 . 2. Kampung Pekan Sungai Liput Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh

Tamiang berada pada titik koordinat N 4o13,636’ dan E 98o3,391’.

3. Kampung Simpang Kanan Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh

Tamiang berada pada titik koordinat N 4o 14,08’ dan E 98o3,167’.

4. Kampung Kota Kualasimpang Kecamatan Kota Kualasimpang Kabupaten Aceh Tamiang berada pada titik koordinat N4o 16,773 dan E 98o 4,173’.

5. Bak penampungan air baku PDAM Tirta Peusada Aceh Tamiang, Kampung Kesehatan Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang berada pada titik koordinat N 4o 16,934’ dan E 98o3,178’.


(55)

3.4 Diagram Alir Penelitian

Berikut ini disajikan bagan alir pembuatan karbon aktif dari kayu bakau.

Start

PENGARANGAN (TAHAP KARBONISASI)

Temperatur pengarangan 300 oC, selama ± 6 jam

PENYEDIAAN BAHAN

Kayu Bakau diambil pada bagian batangnya

AKTIVASI FISIKA (PEMANASAN)

Pemanasan dengan suhu 500 oC, 600 oC, 700 oC, 800 oC dan 900 oC dengan waktu penahanan 1 jam

PERSIAPAN BAHAN

Kayu bakau dibersihkan dari kulit luarnya dan dipotong-potong dalam bentuk dadu kemudian dikeringkan

PENDINGINAN

Arang kayu bakau yang telah diaktivasi didinginkan secara manual

PENGAYAKAN


(56)

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian Tahap I

Berikut ini disajikan bagan alir proses penjernihan air sungai Tamiang

Start

Pengambilan Sampel Air Sungai

Pemeriksaan Karakteristik Air Sungai Sebelum Pengolahan (suhu, TDS, warna, bau/rasa, kekeruhan, pH, logam Al dan

PENGUJIAN SYARAT MUTU KARBON AKTIF

Karbon aktif dalam bentuk butiran 30 mesh selanjutnya diuji kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon, daya serap, berdasarkan SNI 06-3730-1995

Karbon aktif terbaik hasil pengujian

Selesai


(57)

Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian Tahap II

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembuatan Karbon Aktif

1. Kayu bakau dibersihkan dari kulit luarnya dan dipotong – potong dalam bentuk dadu .

2. Kayu bakau dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam.

Filter Karbon Aktif Kayu Bakau dari tahap I

BakauProses EC + Filter Karbon

Aktif

Selesai /End Air jernih

Air Bersih / Air Minum

Sesuai Permenkes RI Nomor : 416 Tahun 1990 Sesuai Permenkes RI Nomor : 492 Tahun 2010 Air jernih

Pemeriksaan Karakteristik Air Jernih Hasil EC + Filter Karbon Aktif Kayu

Pemeriksaan Karakteristik Air Jernih Filter Karbon Aktif Kayu Bakau


(58)

3. Pengarangan (tahap karbonisasi) kayu bakau dengan furnance pada suhu 300 oC selama ± 6 jam.

4. Dilakukan pemanasan (tahap Aktivasi) dengan variasi suhu 500 oC, 600 oC, 700 o

C, 800 oC dan 900 oC dengan waktu penahanan 1 jam.

5. Selanjutnya karbon aktif kayu bakau dibersihkan dari abu dengan dicuci menggunakan air aquades dan dikeringkan.

6. Karbon aktif kayu bakau dihaluskan dan diayak dengan ayakan 30 mesh (dalam bentuk butiran).

7. Proses selesai, kemudian dilakukan pengujian karbon aktif antara lain : kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon dan daya serap air.

3.5.2 Proses Penjernihan Air

3.5.2.1 Filter karbon aktif kayu bakau

1. Pemeriksaan parameter-parameter sampel (air sungai), yaitu : pH, suhu, warna TDS, kekeruhan, bau, logam Al dan Fe.

2. Pengaturan alat yang akan digunakan

3. Memasukkan air sungai ke dalam bak sampel (volume 15 liter).

4. Dialirkan air sungai ke dalam tabung filtrasi, yang telah diisi dengan karbon aktif kayu bakau sebagai filter.

5. Selanjutnya air hasil filtrasi dialirkan ke dalam bak penampungan (bak air bersih)

6. Proses selesai, kemudian dilakukan pemeriksaan parameter-parameter air bersih sesudah filtrasi yaitu : Suhu, TDS, kekeruhan, warna, bau, rasa, pH, kandungan logam besi (Fe) dan Aluminium (Al).


(59)

3.5.2.2 Proses elektrokoagulasi dan filter karbon aktif kayu bakau

1. Pemeriksaan parameter-parameter sampel (air sungai), yaitu : pH, suhu, warna TDS, kekeruhan, bau, logam Fe dan logam Al

2. Pengaturan alat yang akan digunakan

3. Pengaturan jumlah dan jarak elektroda (plat Aluminium) yang diletakkan dalam bak elektrokoagulasi.

4. Memasukkan air sungai Tamiang ke dalam bak sampel elektrokoagulasi (volume 15 liter).

5. Sumber arus searah (power supply) dihidupkan dengan mengaktifkan saklar pada tegangan 12 volt. Proses elektrokoagulasi berlangsung selama 15 menit.

6. Setelah didiamkan selama 15 menit, air hasil proses elektrokoagulasi dialirkan ke dalam tabung filtrasi, yang telah diisi dengan karbon aktif kayu bakau sebagai filter.

7. Selanjutnya air hasil proses filtrasi dialirkan ke dalam bak penampungan (bak air bersih)

8. Proses selesai, kemudian dilakukan pemeriksaan parameter-parameter air bersih hasil proses elektrokoagulasi + filter karbon aktif kayu bakau yaitu : Suhu, TDS, kekeruhan, warna, bau, rasa, pH, kandungan logam besi (Fe) dan aluminium (Al).

3.6 Skema Pengolahan Air Sungai Tamiang

Skema penjernihan air sungai Tamiang dengan filtrasi karbon aktif kayu bakau dapat dilihat pada gambar 3.3 dan skema penjernihan air sungai Tamiang dengan menggunakan filter karbon aktif kayu bakau melalui proses elektrokoagulasi dapat dilihat pada Gambar 3.4.


(60)

Air

Karbon Aktif Kayu Bakau

Air Hasil Proses Filtrasi

Proses Filtrasi Menggunakan Karbon

Aktif

Air Sampel Untuk Proses Filtrasi

Gambar 3.3 : Proses penjernihan air dengan filter karbon aktif kayu bakau

_ _ _ _ _ _ _ _ 1,5 cm 1,5 cm 1,5 cm 1,5 cm 1,5 cm1,5 cm

1,5 cm Bak Elektrokoagulasi Bak Pengontrol Air

PSA 12 V

Air Hasil Proses Filtrasi dan elektrokoagulasi

Proses filtrasi dengan karbon kayu bakau

Air

Gambar 3.4 : Proses penjernihan air dengan filter karbon aktif kayu bakau melalui proses elektrokoagulasi


(61)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang dibahas pada penelitian ini adalah karbon aktif kayu bakau hasil terbaik (optimum) dari pengujian aktivasi fisika, penjernihan air dengan filter karbon aktif kayu bakau dan penjernihan air dengan filter karbon aktif kayu bakau melalui proses elektrokoagulasi dengan menggunakan plat aluminium.

4.1 Karakterisasi Karbon Aktif Kayu Bakau dengan Aktivasi Fisika

Pada proses aktivasi fisika, arang kayu bakau dipanaskan dengan furnance tanpa dipengaruhi udara dari luar, hal ini bertujuan untuk memperbesar luas pori- pori permukaan karbon aktif kayu bakau. Suhu pemanasan divariasikan dari 500 oC sampai 900 oC dengan waktu penahanan 1 jam.

Hasil dari proses karbonisasi berupa arang kayu bakau yang biasanya masih memiliki luas permukaan kecil karena masih banyak volatile dan tar yang terperangkap dalam arang sehingga menutupi luas permukaan arang dan membatasi daya serap dari karbon. Sehingga dilakukan proses aktivasi dengan tujuan untuk menghilangkan volatile dan tar yang tersisa. Hasil aktivasi fisika seperti Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Hasil Proses Aktivasi Fisika Suhu (oC) Massa Awal (gram) Massa Akhir (gram)

500 600 700 800 900

120

83,11 73,21 68,43 64,00 44,14

Tabel 4.1 menunjukkan massa karbon aktif setelah pemanasan massa terbesar diperoleh pada suhu 500 oC yaitu sebesar 83,11 gram dan massa terendah pada suhu


(62)

900 oC sebesar 44,14 gram. Hal ini disebabkan karena pada suhu 500 oC belum banyak kandungan air dan zat-zat yang menguap. Semakin tinggi suhu pemanasan maka kandungan air dan zat-zat yang mudah menguap juga akan semakin besar pula sehingga massa sampel setelah pemanasan mengalami penurunan.

4.2 Pengujian Karbon Aktif

Karakteristik karbon aktif pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis kualitas karbon aktif yang dihasilkan melalui proses aktivasi fisika dengan variasi suhu aktivasinya. Pengujian karakteristik karbon aktif dilakukan berdasarkan standar SNI No. 06-3730-1995 yang meliputi sifat fisik dan sifat kimia seperti kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon dan daya serap air.

4.2.1 Kadar Air

Salah satu sifat yang mempengaruhi kualitas karbon aktif yaitu kadar air. Tujuan penetapan kadar air adalah untuk mengetahui seberapa banyak air yang dapat teruapkan agar air yang terikat pada karbon aktif kayu bakau tidak menutupi pori-porinya. Kadar air karbon aktif kayu bakau yang dihasilkan dihitung berdasarkan persamaan (2.1).

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kadar Air

No Suhu (oC) Kadar Air (%) SNI No. 06-3730-1995 (%)

1 2 3 4 5

500 600 700 800 900

4,25 7,75 10,27 13,32 15,84


(63)

Data hasil pengujian kadar air pada Tabel 4.2 di karakterisasi secara grafik seperti pada gambar 4.1

Gambar 4.1 Grafik Kadar Air Terhadap Suhu Aktivasi

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa kadar air semakin naik seiring dengan suhu yang semakin tinggi. Pada suhu 500 oC persentase kadar air yang terendah, yaitu sebesar 4,25%, sedangkan persentase kadar air yang paling tinggi pada suhu 900 oC yaitu sebesar 15,84 %. Seharusnya kadar air semakin menurun seiring kenaikkan suhu tetapi hasil yang diperoleh sebaliknya. Hasil penelitian seperti ini pernah diperoleh Hartanto dan Ratnawati (2010) yang dilakukan pada tempurung kelapa sawit. Kemudian hasil seperti ini juga diperoleh oleh Satriyani (2013) pada pembuatan arang dari sekam padi.

Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu aktivasi maka pori-pori dari arang akan semakin terbuka sehingga pada saat pemindahan arang dari furnance ke desikator dan alat penimbangan, terjadi kontak langsung antara arang yang bersifat higroskopis dengan udara menyebabkan arang banyak menyerap uap air. (Hartanto Singgih dan Ratnawati, 2010). Sedangkan Rosita (2013) dengan didiamkan sampel karbon aktif tersebut menyebabkan sampel berinteraksi dengan udara bebas sehingga karbon aktif yang memiliki daya serap tinggi menyerap air dari lingkungannya lebih besar. Hal ini mengakibatkan kadar air dalam karbon aktif menjadi besar.

4.25 7.75 10.27 13.32 15.84 0 5 10 15 20

500 600 700 800 900

Per sen tase Kad ar Ai r ( % )


(1)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Kimia Organik Aldrin dan Dieldrin Benzena

Benzo (a) pyrene Chlordane (total isomer)

Coloroform 2,4 D DDT Detergen

1,2 Discloroethane 1,1 Discloroethene Heptaclor dan heptaclor epoxide Hexachlorobenzene Gamma-HCH (Lindane) Methoxychlor

Pentachlorophanol Pestisida Total 2,4,6 urichlorophenol Zat organik (KMnO4)

mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L 0,0007 0,01 0,00001 0,007 0,03 0,10 0,03 0,5 0,01 0,0003 0,003 0,00001 0,004 0,10 0,01 0,10 0,01 10


(2)

No. PARAMETER Satuan

Kadar Maksimum yang diperbolehkan

Keterangan

1 2 3 4 5

C. Mikro biologik

Total koliform (MPN)

Jumlah per 100 ml Jumlah per 100

ml

50

10

Bukan air perpipaan

Air perpipaan D. 1. 2. Radio Aktivitas Aktivitas Alpha (Gross Alpha Activity) Aktivitas Beta

(Gross Beta Activity)

Bq/L

Bq/L

0,1

1,0

Keterangan :

mg = miligram

ml = mililiter

L = liter

Bq = Bequerel

NTU = Nephelometrik Turbidity Units

TCU = True Colour Units

Logam berat merupakan logam terlarut

Ditetapkan di : J A K A R T A

Pada tanggal : 3 September

1990

Menteri Kesehatan Republik Indonesia

ttd

Dr. Adhyatma, MPH

L

21


(3)

(4)

(5)

(6)