BAB III PERJANJIAN KERJA SEBAGAI DASAR LAHIRNYA
HUBUNGAN KERJA
A. Definisi Perjanjian K
erja
Hubungan kerja adalah merupakan suatu hubungan yang timbul antara pengusaha dan pekerja, hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian
kerja. Hukum perjanjian merupakan lingkup hukum perdata. Meskipun demikian, ketentuan tentang hukum perjanjian kerja yang termuat dalam buku
III bab VIIA KUH Perdata dan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 adalah bersifat memaksa. Sehingga pada hakekatnya sifat mengikat dari
perjanjian kerja tidak berbeda dengan hukum publik. Konsepsi mengenai perjanjian kerja yang berlaku sampai sekarang
masih sama halnya dengan konsepsi pada waktu hukum perjanjian kerja itu dilahirkan, yaitu mempunyai sifat ganda sebagai perikatan yang didasarkan
hubungan yang bersifat pribadi dan hubungan perikatan yang bersifat ekonomis. Sebagai hubungan pribadi, hubungan itu banyak diwarnai
perasaaan, kekerabatan, dan kekuasaan. Sedangkan sebagai hubungan ekonomis dilakukan berdasarkan perhitungan untung rugi atau pemikiran
rasional. Pemikiran rasional yaitu pemikiran bahwa perjanjian kerja adalah
perjanjian timbal balik yang dilakukan berdasarkan hubungan ekonomi. 51
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian synallgamatik yaitu sebagai perjanjian yang pada masing-masing pihak wajib memenuhi kewajibannya
tanpa penilaian apakah hak dan kewajiban itu seimbang atau tidak. Perjanjian kerja yang dalam bahasa belanda disebut “arbeid soverenkoms”
mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601a KUH Pedata memberikan pengertian sebagai berikut:
“ Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu si buruh pekerja, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si
majikan untuk waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. Pengertian tersebut terkesan hanya sepihak saja, yaitu hanya buruh yang
mengikatkan diri untuk bekerja pada majikannya pengusaha. Menurut Subekti, perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara
seorang majikan yang ditandai dengan ciri-ciri adanya upah atau gaji tertentu, adanya suatu hubungan atas bawahsuatu hubungan atas dasar pihak yang
satu, majikan berhak memberikan perintah yang harus ditaati oleh pihak lainnya.
Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian yakni:
“ Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban diantara
kedua belah pihak”. Selain pengertian normative seperti tersebut diatas, Imam Soepomo
berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak
kesatu buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lain yakni majikan, dan majikan mengikatkan diri untuk
mempekerjakan buruh dengan membayar upah. Setelah melihat pengertian perjanjian kerja menurut KUH Perdata
tersebut, maka terlihatlah bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah dibawah perintah orang lain, di bawah perintah ini menunjukkan bahwa hubungan
antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan antara bawahan dan atasan. Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi
memberikan perintah kepada pihak pekerja yang secara social ekonomi mempunyai kedudukan lebih rendah untuk nmelakukan pekerjaan tertentu.
Adanya wewenang perintah inilah yang membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian lainnya.
Syarat sahnya perjanjian kerja, mengacu pada syarat sahnya perjanjian perdata pada umumnya, adalah sebagai berikut:
23
a. Adanya kesepakatan antara para pihak;
b. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan dan kecakapan
untuk melakukan perbuatan hukum; c.
Ada pekerjaan yang diperjanjikan; d.
Pekerjaan yang dijanjikan itu tidak bertantangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang ketenagakerjaan.
23
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 45
Apabila perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak tidak memenuhi dua syarat awal perjanjian kerja sebagaimana tersebut, yakni tidak ada
kesepakatan dan ada pihak yang tidak cakap untuk bertindak maka perjanjian kerja dapat dibatalkan. Sebaliknya apabila perjanjian kerja dibuat tidak
memenuhi dua syarat terakhir sahnya perjanjian kerja, yakni objek pekerjaannya tidak jelas dan causanya tidak memenuhi ketentuan maka
perjanjiannya batal demi hukum.
B. Jenis Perjanjian Kerja