dapat beralih menjadi pekerja tetap perusahaan pengguna jasa tenaga kerja beserta segala perlindungan hak-hak pekerja lainnya, apabila perusahaan
pengguna jasa tenaga kerja memberikan pekerjaan yang sifatnya terus- menerus, walaupun telah mengalami pergantian beberapa perusahaan
penyedia jasa pekerja.
C. Implementasi Uudang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Hal Penyerahan
Pekerjaan Berdasarkan Jenis Pperjanjian Kerja.
Penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain dengan status hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu PKWT adalah
merupakan implementasi dari Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga perusahaan dalam pelaksanaan proses produksi
barang maupun jasa dapat dilakukan melalui dua cara yaitu : mengerjakan sendiri atau dengan menyerahkan pekerjaan tersebut kepada perusahaan lain.
Apabila perusahaan mengerjakan sendiri pekerjaannya maka perusahaan tersebut dapat menggunakan pekerja dengan status hubungan kerja
berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, akan tetapi apabila perusahaan menyerahkan sebagian pekerjaannya kepada perusahaan lain maka antara
perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan yang menerima sebagian pekerjaan membuat suatu perjanjian kerja sama, sedangkan hubungan kerja
pekerja adalah dengan perusahaan penerima pekerjaan dengan implementasi status hubungan kerja sebagai berikut:
1. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu.
Dalam hal dunia usaha untuk menghasilkan barang maupun jasa yang dilakukan dengan mengerjakan sendiri minimal ada dua pihak yang
terkait dan saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pihak yang dimaksud sesuai dengan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan adalah pengusaha dan pekerja. Hubungan antara pengusaha dan pekerja di kenal dengan istilah hubungan kerja yang diikat
dalam bentuk Perjanjian Kerja. Sehingga dalam Perjanjian Kerja, dapat diketahui status hubungan kerjanya, apakah bersifat tetap atau bersifat
tidak tetap. Hubungan kerja yang bersifat tidak tetap atau Perjanjian Kerja
untuk waktu tertentu yang dibuat antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja
tertentu. Dari pengertian tersebut dapat kita lihat bahwa hubungan kerja waktu tertentu tidak tetap hanya dapat dilakukan untuk pekerjaan tertetnu
yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu yaitu ;
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun. c.
Pekerjaan yang bersifat musiman atau d.
Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam pencobaan atau
penjajakan.
Sehingga PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap yaitu pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak
dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam suatu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.
Di samping mengatur syarat pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan mengatur syarat
pembuatan PKWT dan waktu serta perubahannya yaitu ; 1.
PKWT dibuat secara tertulis serta harus mengajukan bahasa Indonesia dan huruf latin dan tidak dapat mensyaratkan adanya masa
percobaan. 2.
PKWT yang dibuat berdasarkan jangka waktu, dapat diadakan paling lama 2 dua tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 satu kali untuk
jangka waktu paling lama 1 satu tahun. Serta apabila hendak dilakukan pembaharuan, hanya dapat dilakukan setelah melebihi
masa tenggang waktu 30 hati berakhirnya PKWT yang lama, dan hanya boleh dilakukan 1 satu kali dan paling lama 2 dua tahun.
3. PKWT yang dibuat berdasarkan seleksinya serta pekerjaannya, maka
harus dicantumkan bantuan suatu pekerjaan dinyatakan selesai. 4.
Hubungan kerja putus demi hukum, sesuai dengan waktu atau selesainya pekerjaan yang diperjanjikan. Sehingga apa bila salah
satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja
diwajibkan membayar ganti kerugian kepada pihak lainnya sebesar
upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
2. Outsourcing
Demikian pula, apabila perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa tidak dengan mengerjakan sendiri, Perusahaan dapat
menyerahkan sebagian pekerjaan tersebut kepada perusahaan lainnya untuk di kerjakan sehingga konstruksi hukum dalam kerangka out sourcing
ada 3 tiga pihak yang terkait yaitu; perusahaan pemberi kerja yang mempunyai hubungan hukum dengan perusahaan pemborong pekerjaan
atau perusahaan penyediaan jasa pekerjaburuh sebagai perusahaan pelaksanaan pekerjaan dari pekerja yang mempunyai hubungan hukum
dengan perusahaan pemborong pekerjaan atau perusahaan penyediaan jasa pekerjaburuh.
Terminologi pemborongan pekerjaan terdapat dalam Paasl 1601 b KUH Perdata yang mengatur perjanjian-perjanjian pemborongan
pekerjaan, yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang kesatu pemborong, mengikatkan diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain, yang
memborongkan dengan menerima bayaran tertentu. Sementara dalam UU No; 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ditegaskan bahwa penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dikenali dalam 2 dua bentuk, yaitu pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa
pekerjaburuh sebagaimana diatur dalam Pasal 64. Pasal 65 dan Pasal 66.
Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dalam UU Ketenagakerjaan tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan
persyaratan yang sangat ketat sebagai berikut : a.
Perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan pekerjaburuh dibuat secara tertulis.
b. Bagian pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima
pekerjaan, diharuskan memenuhi syarat-syarat : 1
Apabila bagian pekerjaan yang tersebut dapat dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
2 Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari
pemberi pekerjaan; 3
Bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang perusahaan, secara keseluruhan sehingga kalau dikerjakan pihak lain tidak
akan menghambat proses produksi secara langsung, dan 4
Tidak menghambat proses produksi secara langsung. Semua persyaratan diatas bersifat kumulatif sehingga apabila salah
satu syarat tidak terpenuhi, maka bagian pekerjaan tersebut tidak dapat diserahkan kepada perusahaan lain.
c. Perusahaan penerima pekerjaan harus ber “Badan Hukum”.
Ketentuan ini diperlukan karena banyak perusahaan penerima pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dalam memenuhi kewajbian
terhadap hak-hak pekerjaburuh sebagaimana mestinya sehingga pekerjaburuh menjadi terlantar. Oleh karena itu ber”badan hukum”
dari bagian pekerjaan yang diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan tidak memenuhi syarat sebagaimana tersebut diatas, maka
status hubungan kerja yang semula dengan perusahaan penerima pekerjaan, demi hukum beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan.
Sementara mengenai perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerjaburuh pada perusahaan penerima pekerjaan
sekurang-kurangnya sama dengan pekerjaburuh pada perusahaan pemberi pekerjaan dimaksudkan agar terdapat perlakukan yang sama
erhadap pekerjaburuh baik di perusahaan pemberi pekerjaan maupun di perusahaan penerima pekerjaan karena pada hakekatnya bersama-
sama untuk mencapai tujuan yang sama, sehigga tidak ada lagi syarat kerja, upah dan perlindungan kerja yang lebih rencah. Sama dalam hal
ini adalah untuk pekerjaanjabatan yang sama intinya. Perusahaan pembayar pekerjaan atau perusahaan penyedia
pekerjaburuh dalam melaksanakan pekerjaan tersebut, tentu akan mengajukan pekerjaburuh sehingga hubungan kerja yang terjadi
adalah antara pekerjaburuh dengan perusahaan penerima pekerjaan yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Tertulis. Hubungan kerja
tersebut pada dasarnya PKWTT Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu Tetap tetapi dapat pula dilakukan PKWT Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu Kontrak apabila memenuhi semua persyaratan baik formal maupun materiil sebagaimana diatur dalam Pasal 59 UU No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan demikian, maka
hubungan kerja pada perusahaan penerima pekerjaan tidak selalu dalam bentuk PKWT Kontrak. Hal ini sangat keliru jika ada yang
beranggapan bahwa pemborongan pekerjaanpenyediaan jasa pekerja selalu dan atau sama dengan PKWT. “Perusahaan penyedia jasa
pekerjaburuh” yang merupakan salah satu bentuk dari penyerahan sebagai pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain harus
dibedakan dengan “Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta “ labour suplier sebagaimana diatur dalam Pasal 35, 36, 37 dan 38
Undang-Undang No13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan dimana apabila tenaga kerja telah ditempatkan, maka hubungan kerja yang
terjadi sepenuhnya adalah antara pekerjaburuh dengan perusahaan pemberi kerja dan bukan dengan Lembaga Penempaan Tenaga Kerja
Swasta tersebut. Dalam pelaksanaan penyedia jasa pekerjaburuh perusahaan
pemberi kerja tidak boleh mempekerjakan pekerjaburuh untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan
dengan proses produksi dan hanya boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang atau kegaitan kegiatan yang
tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Disamping persyaratan yang berlaku untuk pemborongan
pekerjaan, perusahaan jasa penyedia jasa pekerjaburuh bertanggung jawab dalam hal perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat
kerja serta perselisihan hubungan industrial yang terjadi.
Pengaturan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain bila dilihat dari segi hukum ketenagakerjaan
seperti apa yang disebutkan diatas adalah untuk memberikan kepastian hukum dan dalam waktu bersamaan memberikan perlindungan
kepada pekerjaburuh, sehingga adanya anggapan bahwa hubungan kerja pada perusahaan penerima pekerjaan selalu menggunakan
Perjanjian Kerja Waktu TertentuKontrak sehingga mengaburkan hubungan industrial adalah tidak benar. Pelaksanaan hubungan kerja
pada perusahaan penerima pekerjaan telah diatur secara jelas dalam Pasal 65 ayat 6 dan ayat 7 dan Pasal 66 ayat 2 dan ayat 4 UU
No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Memang pada keadaan tertentu sangat sulit untuk mendifinisikan menentukan jenis pekerjaan
yang dikategorikan penunjang. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan persepsi dan adakalanya juga dilatarbelakangi oleh
kepentingan yang diwakili untuk memperoleh keuntungan dari kondisi tersebut. Disamping itu bentuk-bentuk pengelolaan usaha yang
bervariasi dan bebeapa perusahaan multi nasional dalam era globalisasi ini membawa bentuk baru pola kemitraan usahanya,
menambah semakin kompleksnya kerancuan tersebut, sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah melalui Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 220MENX2004 sebagai pelaksana peraturan pelaksana Undang-Undang Ketenagakerjaan No
13 Tahun 2003 mengatur perusahaan pemberi pekerjaan yang akan
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan pemborong pekerjaan wajib membuat alur kegiatan proses
pelaksanaan pekerjaan ditetapkan jenis jenis pekerjaan yang utama dan penunjang. Sementara untuk penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perusahaan penyedia jasaburuh, sesuai penjelasan Pasal 66 adalah pekerjaan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi yaitu pekerjaankegiatan yang berhubungan diluar usaha pokok suatu
perusahaan antara lain; usaha pelayanan kebersihan, usaha penyediaan makanan bagi pekerja, usaha tenaga pengaman, usaha jasa penunjang
di pertambangan dan minyak,serta usaha penyediaan angkutan pekerjaburuh.
Meskipun telah jelas pengaturannya dalam Undang-Undang bahwa jenis pekerjaan yang boleh atau dapat diserahkan bukan
merupakan pekerjaan utama dan hanya boleh di berikan pada kegiatan penunjang perusahaan, pada pelaksanaannya hal ini belum dapat
dilakukan sepenuhnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks, sehingga menjadikan sulit untuk diterapkan
dilapangan. Faktor-faktor tersebut antara lain, kepedulian perusahaan
untuk membantu pemerintah mengurangi angka pengangguran. Selain daripada itu adanya tuntutan di era globalisasi yang menjadikan
persaingan usaha semakin ketat, maka mau tidak mau untuk dapat
bersaing perusahaan memerlukan pekerja yang profesional. Pekerja profesional yang dimaksud disini adalah pekerja yang memiliki
pengalaman di bidang pekerjaannya, sehingga dengan pengalaman tersebut PT Gunung Garuda Group selaku pengguna jasa pekerja
dapat langsung menggunakan keahlian dari pekerja yang sudah berpengalaman tersebut.
Berdasarkan uraian diatas yang menyatakan terkadang PT Gunung Garuda Group menggunakan jasa perusahaan penyedia jasa
pekerja untuk melakukan pekerjaan yang merupakan pekerjaan utama tersebut, sesungguhnya itu hanya sebagian saja permasalahan yang
dapat dilihat dalam suatu pelaksanaan undang-undang.
D. Penyelesaian Perselisihan Di PT Gunung Garuda Group Menyangkut