BAB I PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang Masalah
Bulan Ramadhan yang identik dengan bulan suci umat Islam telah membawa banyak hal terjadi khususnya pada bulan tersebut. Pada bulan suci
tersebut, seluruh umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan sebuah ritual tahunan, yakni berpuasa. Di Indonesia sendiri, aktivitas ibadah di bulan
Ramadhan tidak jarang diisi dengan berbagai aktivitas kebudayaan, sesuai adat dan budaya di suatu daerah tertentu. Baik berupa festival atau karnaval unik di
berbagai daerah, maupun ritual penyucian diri menjelang datangnya bulan suci tersebut. Tak ketinggalan, ritual makan sahur, berbuka puasa, hingga shalat
tarawih berjamaah juga ikut mewarnai bulan suci Ramadhan. Seluruh rangkaian ritual ini akhirnya akan ditutup dengan tradisi pulang kampung atau mudik ke
kampung halaman. Kedatangan bulan Ramadhan juga membawa perubahan dalam bidang
ekonomi, khususnya di Indonesia. Hal ini sangat jelas terlihat pada saat akan berbuka puasa. Berbagai kios jajanan, sebagian besar merupakan pedagang
musiman tampak bermunculan di pinggir jalan bak jamur di musim hujan. Jika ibadah puasa dilihat dari segi pengurangan kuantitas mengonsumsi makanan, dari
tiga kali sehari menjadi dua kali sehari, namun ternyata makanan yang disantap oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dapat dikatakan lebih spesial daripada
biasanya. Selain itu, jika memiliki kelebihan rezeki, para keluarga Indonesia akan
Universitas Sumatera Utara
beramai-ramai mendatangi pusat-pusat perbelanjaan pada saat menjelang lebaran untuk mem beli pakaian baru dan berbagai keperluan lebaran lainnya. Hal ini
tentu mengindikasikan ada sebuah lonjakan konsumsi masyarakat Indonesia pada saat Bulan Ramadhan.
Adapun terjadinya lonjakan konsumsi pada masyarakat Indonesia ini, telah dilihat oleh para produsen sebagai sebuah peluang untuk menawarkan berbagai
produk bagi keperluan konsumsi masyarakat. Berbagai strategi digunakan untuk menarik minat para calon konsumen agar tertarik dan mau membeli produk yang
khusus ditawarkan di saat bulan suci Ramadhan. Semua produsen ingin berlomba untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya di bulan Ramadhan. Pusat-pusat
perbelanjaan mall menawarkan potongan harga diskon yang gila-gilaan dan berbagai program on the spot yang ditujukan untuk menarik minat pengunjung.
Berbagai produsen beriklan di berbagai media massa dengan cara dan strategi yang disesuaikan dengan bulan suci tersebut. Hal ini tidak lain adalah agar
masyarakat sadar, tertarik, dan mau membeli produk yang mereka tawarkan. Media massa, khususnya media televisi juga seperti tak ingin kehilangan
momentum dalam memeriahkan bulan suci Ramadhan. Berbagai program acara, baik hiburan maupun non-hiburan, dikemas dengan apik, menarik, dan tetap
bertemakan Ramadhan. Khususnya program hiburan, berbagai acara pendamping sahur dan di saat menjelang berbuka merupakan andalan utama bagi berbagai
stasiun televisi untuk mengejar rating dan meraup keuntungan. Program-program menarik tersebut akan mengundang para pengiklan agar bersedia untuk tetap
beriklan selama sebulan penuh dalam rangka menarik minat pemirsa.
Universitas Sumatera Utara
Satu hal yang sangat menarik yang dapat diamati saat datangnya bula suci Ramadhan selain yang telah disebutkan di atas tadi yakni bermunculannya
simbol-simbol “Islam” dalam setiap produk yang dipasarkan pada saat bulan Ramadhan. Mulai dari “busana muslim”, hingga materi-materi hiburan di media
massa yang berlabel “religi”, seperti sinetron religi ataupun film yang bertema serupa. Dunia musik juga tidak ingin tinggal diam. Hasilnya adalah sebuah
produk yang berlabel “album religi” atau “pop religi”. Cukup banyak perbincangan mengenai keabsahan status “Islam” dalam pop religi ini, mengingat
adanya perbedaan pendapat antara ulama islam. Namun, hal itu tidaklah menjadi sebuah masalah yang besar mengingat sedikit banyaknya manfaat yang
ditimbulkan dari pop religi tersebut. Selanjutnya, dibutuhkan sekelompok orang yang dapat mengajak kepada kebajikan, memerintahkan kepada yang makruf dan
mencegah dari kemungkaran. Bukanlah hal yang mudah untuk dapat mempertahankan dan menyebarkan nilai–nilai Islam di tengah–tengah gaya hidup
hedonis dan sekuler yang menjangkiti sebagian besar umat muslim. Oleh karena itu dibutuhkan metode–metode dakwah baru untuk menyampaikan Islam kepada
masyarakat agar lebih bisa diterima. Dahulu, dakwah Islam lebih banyak disampaikan lewat tabligh akbar, pengajian maupun melalui pondok–pondok
pesantren. Syair–syair musik pun hanya terbatas pada nasyid. Namun seiring perkembangan zaman, dakwah Islam dapat disampaikan dengan film, internet dan
syair–syair musik pop religi maupun RB. Hal ini sangat membantu dalam perkembangan dakwah Islam sehingga dapat mengimbangi laju arus globalisasi
dan musik tersebut dapat diterima luas di kalangan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Kemunculan musik pop religi bagi sebagian masyarakat mungkin terkesan biasa saja, namun tidak demikian halnya jika dilihat dari konteks sistem ekonomi
kapitalisme yang cukup dominan sekarang ini. Bagi masyarakat dalam sstem kapitalisme, sebuah karya seni dapat dilihat sebagai satu bentuk kebudayaan yang
disebut sebagai budaya massa atau budaya pop. Dalam istilah kapitalisme, budaya pop dapat diartikan sebagai:
“popular has been considered to be that culture which is prevalent amongst the ‘people’. Generally, these ideas about popular culture construct
cultural producers as invariably motivated by commercial greed and a common ideological mission, an assumption which elides the varied motives and ideals of
those involved in the culture industries, and their artistic independence. Moreover, rather than a conspirational science where producers plot how to
conquer markets by persuading the masses to consume their products, making and marketing culture is an inexact science. For instance, record companies are
unable to second guess the tastes of consumers, as is indicated by the numerous failed investments which are made in unsuccessful artists and musical products.
The hit record remains an elusive prize.”
Edensor, 2002: 14 Jika diinterpretasikan, maka budaya pop dapat diartikan sebagai sebuah
kebudayaan yang diproduksi secara massal untuk dinikmati atau dikonsumsi masyarakat luas dengan tujuan utama untuk mencari keuntungan.
Keberadaan budaya pop massa terkait erat dengan perubahan atau modifikasi dalam segala bidang kehidupan sehingga mempunyai nilai tukar. Hal
ini juga berlaku terhadap industry musik. Produsen akan menyebarkan sebuah produk untuk dikonsumsi konsumen consumer bukan pengguna user. Hal ini
terjadi karena konsumen akan lebih mengutamakan produk untuk konsumsi pribadi terhadap objek menurut pertandaan signification yaitu sebuah cara di
Universitas Sumatera Utara
mana satu citraan mental yang disebut penanda, dalam hal ini objek konsumsi, dikaitkan dengan satu makna tertentu yang disebut dengan petanda
Musik pop religi sebagai sebuah produk budaya popular, diduga juga mengandung sebuah mitos yang dikomunikasikan kepada konsumen. Mitos
tersebut melekat pada labelnya sebagai “musik Islami”. Mitos yang kemudian disampaikan melalui berbagai strategi pemasaran di antaranya lewat kemasan
produk, dalam konteks ini adalah sampul album. Menarik untuk dikaji bagaimana proses komunikasi yang ditampilkan dalam sampul album musik pop religi
tersebut agar label “Islami” dapat diterima oleh umat Islam di Indonesia sebagai target pasarnya. Oleh karena itu peneliti mencoba menganalisis sampul album pop
religi band GIGI mengingat beberapa faktor di bawah ini berikut. Peneliti memilih sampul album pop religi GIGI dikarenakan band ini
merupakan salah satu band papan atas yang diterima di pasar Indonesia. Band GIGI juga dapat kita katakan mampu mewakili selera musik dari segmen anak
muda jika dibandingkan dengan penyanyi atau musisi lain seperti Bimbo atau Opick. Warna musik yang diusung GIGI, dengan gaya rock yang ringan dan
catchy tak dapat dilepaskan dari semangat dan budaya anak-anak muda. Lagu- lagu pop religi lama yang diaransemen ulang oleh mereka dengan warna dan gaya
yang baru, telah membuat mereka diterima di blantika musik Indonesia, khususnya dalam kategori musik pop religi. Hal ini sangat berbeda dengan band
lainnya, seperti Ungu, yang tetap mempertahankan warna pop dalam lagu-lagu pop religi mereka. GIGI ternyata juga tidak hanya mampu mengaransemen ulang
lagu-lagu lama menjadi lebih menarik, namun juga mampu menciptakan lagu
Universitas Sumatera Utara
religi mereka sendiri, contohnya pada album “Jalan Kebenaran” hitsmusik.wordpress.com, yakni yang menjadi salah satu subyek penelitian
dalam skripsi ini. Selain itu, alasan peneliti memilih album pop religi GIGI sebagai objek kajian dalam penelitian ini adalah karena peneliti melihat bahwa
ternyata GIGI tidak hanya sukses dalam memasarkan album pop religi, namun juga sukses dalam album pop non-religi.
Sangat menarik nantinya jika kita perhatikan bagaimana makna dalam tanda-tanda serta mitos Islam yang terdapat pada sampul album pop religi GIGI.
I. 2. Perumusan Masalah