2. Semiotika PENUTUP V. 1. Kesimpulan

Artinya, tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya , keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol Sobur, 2004:35. Tanda terdapat di mana-mana, kata, demikian pula gerak isyarat tubuh, lampu lalu lintas, bendera, warna, dan sebagainya dapat pula menjadi tanda. Semua hal dapat menjadi tanda, sejauh seseorang menafsirkannya sebagai sesuatu yang menandai suatu objek yang merujuk pada atau mewakili sesuatu yang lain di luarnya. Kita menafsirkan sesuatu sebagai tanda umumnya secara tidak sadar dengan menghubungkannya dengan suatu sistem yang kita kenal hasil konvensi sosial di sekitar kita. Tidak semua suara, gerakan, kata, isyarat bisa menjadi tanda, namun hal tersebut bisa menjadi tanda ketika ia diberi makna tertentu.

II. 2. Semiotika

Sebuah definisi unik dan penuh makna pernah diusulkan oleh seorang penulis dan pakar semiotika kontemporer, yakni Umberto Eco. Ia mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mengkaji segala sesuatu yang dpat digunakan untuk berbohong Eco, 2009:7. Meski terkesan bermain-main dan Universitas Sumatera Utara tidak serius, ini merupakan definisi yang cukup mendalam karena ternyata kita memiliki kemampuan untuk merepresentasikan dunia dengan cara apa pun yang kita inginkan melalui tanda-tanda, pun dengan cara-cara penuh dusta atau yang menyesatkan Danesi, 2010:33. Dapat kita katakan, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun–sejauh terkait dengan pikiran manusia– seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Bahasa itu sendiri merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda nonverbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi Sobur, 2004:13. Pendekatan semiotik mengaitkan tanda dengan kebudayaan, tetapi memberikan tempat yang sentral kepada tanda. Kalaupun yang diteliti itu teks, teks itu dilihat sebagai tanda. Kalau tanda itu mengalami proses pemaknaan, manusia dan lingkungan sosiohistoriokulturalnya tidak secara khusus ditonjolkan dalam analisis semiotic Hoed, 2004:67. Salah seorang ahli semiotika, Ferdinand Saussure yakin bahwa semiotika dapat digunakan untuk menganalisis sejumlah besar “sistem tanda”, dan bahwa tak ada alasan tidak bisa diterapkan pada bentuk media atau bentuk kultural apa pun. Semiotka adalah Universitas Sumatera Utara sebentuk hermeneutika–yaitu nama klasik untuk studi mengenai penafsiran sastra. Ia termasuk salah satu metode yang paling interpretatif dalam menganalisis teks, dan keberhasilan maupun kegagalannya sebagai sebuah metode bersandar pada seberapa baik peneliti mampu mengartikulasikan kasus yang mereka kaji Danesi, 2010:76. Ada dua jenis kajian semiotika, yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi Eco, 2009:8. Yang pertama menekan kan pada pada kajian tentang produksi tanda yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode sistem tanda, pesan, saluran komunikasi, dan acuan hal yang dibicarakan. Sedangkan yang kedua memberikan penekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Pada kajian yang kedua, tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi. Sebaliknya, yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya. Semiotika, atau semiologi dalam istilah yang diperkenalkan oleh Roland Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai to signify dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan to communicate. Memaknai berarti bawa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek- objek tersebut hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda Sobur, 2004:15. Universitas Sumatera Utara Jika kita berbicara mengenai perihal teks, apakah itu surat cinta, makalah, iklan, cerpen, poster, komik, kartun, dan semua hal yang mungkin menjadi “tanda” bisa dilihat dalam aktivitas penanda: yakni suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi. Selain itu, semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda; secara sistematik menjelaskan esensi, ciri-ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi yang menyertainya Sobur, 2004:17.

II. 3. Semiotika Roland Barthes