2. Perumusan Masalah 3. Pembatasan Masalah 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 5. Kerangka Teori

religi mereka sendiri, contohnya pada album “Jalan Kebenaran” hitsmusik.wordpress.com, yakni yang menjadi salah satu subyek penelitian dalam skripsi ini. Selain itu, alasan peneliti memilih album pop religi GIGI sebagai objek kajian dalam penelitian ini adalah karena peneliti melihat bahwa ternyata GIGI tidak hanya sukses dalam memasarkan album pop religi, namun juga sukses dalam album pop non-religi. Sangat menarik nantinya jika kita perhatikan bagaimana makna dalam tanda-tanda serta mitos Islam yang terdapat pada sampul album pop religi GIGI.

I. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah makna dan mitos Islam yang terdapat pada sampul album pop religi GIGI?”

I. 3. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian dapat menjadi lebih jelas, terarah, dan spesifik, sehingga tidak mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah : 1. Penelitian ini bersifat kualitatif, 2. Fokus penelitian adalah untuk mencari makna atas tanda-tanda dan membongkar mitos Islam yang terdapat pada sampul album pop religi GIGI. 3. Penelitian akan dilakukan terhadap dua buah sampul album religi GIGI, yakni album Jalan Kebenaran dan album Pintu Sorga. Universitas Sumatera Utara

I. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian: 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna di balik tanda-tanda pada sampul album pop religi GIGI, 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mitos Islam yang terkandung dalam sampul album pop religi GIGI, 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna dan mitos Islam yang terdapat dalam sampul album pop religi GIGI. 1.4.2 Manfaat Penelitian: 1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah penelitian tentang ilmu komunikasi, khususnya kajian yang diteliti dengan analisis semiotika. 2. Secara praktis, hasil analisis ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih memahami perihal makna dalam tanda dan mitos dalam sebuah media informasi, khususnya pada karya-karya budaya popular, 3. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi sumbangsih kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan rujukan penelitian dan sumber bacaan. Universitas Sumatera Utara

I. 5. Kerangka Teori

Setiap penelitian soial membutuhkan teori karena salah satu unsur yang paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori Singarimbun, 1995:37. Teori berguna untuk menjelaskan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelititan yang akan disoroti Nawawi, 1995:40. Teori menurut Kerlinger diartikan sebagai suatu himpunan konstruk konsep, definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menyebarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena atau gejala tertentu Rakhmat, 2004:6. Adapun teori-teori yang relevan dalam penelitian ini adalah: 1. 5. 1 Tanda Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini Sobur, 2004:15. Tanda ini bisa tampil dalam bentuk sederhana seperti kata, atau dalam bentuk kompleks seperti novel atau acara siaran radio Danesi, 2010:27. Aristoteles 384-322 SM telah meletakkan dasar-dasar teori penandaan yang sampai sekarang masih menjadi dasar. Ia mendefinisikan tanda sebagai yang tersusun atas tiga dimensi: 1 bagian fisik dari tanda itu sendiri suara yang membentuk kata seperti “komputer”; 2 referen yang dipakai untuk menarik perhatian satu jenis alat tertentu; 3 pembangkitan makna yang diisyarakatkan oleh referen baik secara psikologis maupun sosial. Sebagaimana dalam konteks Universitas Sumatera Utara semiotika, semua hal ini disebut sebagai 1 ‘penanda’, 2 ‘petanda’, dan 3 ‘signifikasi’ Danesi, 2010:34. Terdapat dua pendekatan penting yang berkenaan dengan tanda, yakni pendekatan yang dicetuskan oleh Ferdinand de Saussure dan pendekatan yang dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce. Menurut Saussure, tanda merupakan wujud konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi sebagai penanda. Dapat dikatakan, di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Hubungan penanda dan petanda juga bersifat arbitrer bebas, baik secara kebetulan maupun ditetapkan Sobur, 2004:32. Mengapa suatu objek diberi nama ‘komputer’ untuk mengidentifikasikan sebuah benda mirip televisi yang memiliki kemampuan mengolah data, hal ini dapat disebut sebagai sebuah sifat arbitraris. Danesi 2010:36 menyebutkan bahwa Saussure juga menyatakan bahwa telaah tanda dapat dibagi menjadi dua–sinkronik dan diakronik. Sinkronik terkait dengan tanda pada suatu waktu, dan diakronik merupakan telaah bagaaimana perubahan makna dan bentuk tanda dalam waktu. Selain itu, Saussure juga melihat tanda sebagai sebuah ‘gejala biner’, yaitu bentuk yang tersusun atas dua bagian yang saling terkait satu sama lain, yakni penanda signifier yang berguna untuk menjelaskan ‘bentuk’ dan ‘ekspresi’ dan petanda signified yang berguna untuk menjelaskan ‘konsep’ atau ‘makna’. Dalam mencermati hubungan pertandaan ini, Saussure menegaskan bahwa diperlukan semacam konvensi sosial untuk mengatur pengkombinasian tanda dan maknanya. Universitas Sumatera Utara Pendekatan yang kedua, yang dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce, bermakna kurang lebih sama. Dalam Danesi 2010:36, ia mengartikan tanda sebagai yang terdiri atas representamen sesuatu yang melakukan representasi yang merujuk ke objek yang menjadi perhatian representamen, membangkitkan arti yang disebut sebagai interpretant apapun artinya bagi seseorang dalam konteks tertentu. Hubungan antara ketiganya bersifat dinamis, dengan yang satu menyarankan yang lain dalam pola siklis. Artinya, tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya , keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol Sobur, 2004:35. 1. 5. 2 Semiotika Sebuah definisi unik dan penuh makna pernah diusulkan oleh seorang penulis dan pakar semiotika kontemporer, yakni Umberto Eco. Ia mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mengkaji segala sesuatu yang dpat digunakan untuk berbohong Eco, 2009:7. Meski terkesan bermain-main dan Universitas Sumatera Utara tidak serius, ini merupakan definisi yang cukup mendalam karena ternyata kita memiliki kemampuan untuk merepresentasikan dunia dengan cara apa pun yang kita inginkan melalui tanda-tanda, pun dengan cara-cara penuh dusta atau yang menyesatkan Danesi, 2010:33. Dapat kita katakan, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun–sejauh terkait dengan pikiran manusia– seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Bahasa itu sendiri merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda nonverbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi Sobur, 2004:13. Pendekatan semiotik mengaitkan tanda dengan kebudayaan, tetapi memberikan tempat yang sentral kepada tanda. Kalaupun yang diteliti itu teks, teks itu dilihat sebagai tanda. Kalau tanda itu mengalami proses pemaknaan, manusia dan lingkungan sosiohistoriokulturalnya tidak secara khusus ditonjolkan dalam analisis semiotic Hoed, 2004:67. Salah seorang ahli semiotika, Ferdinand Saussure yakin bahwa semiotika dapat digunakan untuk menganalisis sejumlah besar “sistem tanda”, dan bahwa tak ada alasan tidak bisa diterapkan pada bentuk media atau bentuk cultural apa pun. Semiotka adalah Universitas Sumatera Utara sebentuk hermeneutika–yaitu nama klasik untuk studi mengenai penafsiran sastra. Ia termasuk salah satu metode yang paling interpretatif dalam menganalisis teks, dan keberhasilan maupun kegagalannya sebagai sebuah metode bersandar pada seberapa baik peneliti mampu mengartikulasikan kasus yang mereka kaji Stokes, 2010:76. Ada dua jenis kajian semiotika, yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi Eco, 2009:8. Yang pertama menekan kan pada pada kajian tentang produksi tanda yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode sistem tanda, pesan, saluran komunikasi, dan acuan hal yang dibicarakan. Sedangkan yang kedua memberikan penekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Pada kajian yang kedua, tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi. Sebaliknya, yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya. Semiotika, atau semiologi dalam istilah yang diperkenalkan oleh Roland Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai to signify dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan to communicate. Memaknai berarti bawa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek- objek tersebut hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda Sobur, 2004:15. Universitas Sumatera Utara Jika kita berbicara mengenai perihal teks, apakah itu surat cinta, makalah, iklan , cerpen, poster, komik, kartun, dan semua hal yang mungkin menjadi “tanda” bisa dilihat dalam aktivitas penanda: yakni suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi. Selain itu, semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda; secara sistematik menjelaskan esensi, ciri-ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi yang menyertainya Sobur, 2004:17. 1. 5. 3 Semiotika Roland Barthes Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang gencar mempraktekkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Perancis yang ternama. Roland Barthes adalah tokoh strukturalis terkemuka dan juga termasuk ke dalam salah satu tokoh pengembang utama konsep semiologi dari Saussure. Bertolak dari prinsip-prinsip Saussure, Barthes menggunakan konsep sintagmatik dan paradigmatik untuk menjelaskan gejala budaya, seperti sistem busana, menu makan, arsitektur, lukisan, film, iklan, dan karya sastra. Ia memandang semua itu sebagai suatu bahasa yang memiliki sistem relasi dan oposisi. Beberapa kreasi Barthes yang merupakan warisannya untuk dunia intelektual adalah 1 konsep konotasi yang merupakan kunci semiotik dalam menga-nalisis budaya, dan 2 konsep mitos yang merupakan hasil penerapan konotasi dalam berbagai bidang dalam kehidupan sehari-hari. Dalam setiap eseinya, Barthes membahas fenomena yang sering luput dari perhatian. Dia menghabiskan waktu untuk menguraikan dan menunjukkan bahwa Universitas Sumatera Utara konotasi yang terkandung dalam mitologi-mitologi biasanya merupakan hasil konstruksi yang cermat. 1. 5. 4 Makna Para ahli mengakui, istilah makna meaning memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan Sobur, 2004:255. Orang-orang sering menggunakan istiah pesan dan makna secara bergantian. Akan tetapi, ini tidaklah benar jika dilihat dari sudut semantik. Dapat dikatakan, ‘pesan’ itu tidak sama dengan ‘makna’ –pesan bisa memiliki lebih dari satu makna, dan beberapa pesan bisa memiliki satu makna. Secara semiotika, pesan adalah penanda; dan maknanya adalah petanda. Pesan adalah sesuatu yang dikirimkan secara fisik dari satu sumber ke penerimanya. Sedangkan makna dari pesan yang dikirimkan hanya bisa ditentukan dalam kerangka-kerangka makna lainnya. Tak perlu lagi kiranya dijelaskan bahwa hal ini juga akan menghasilkan pelbagai masalah interpretasi dan pemahaman Danesi, 2010:22. 1. 5. 5. Semiotika Komunikasi Visual Semiotika sebagai sebuah cabang keilmuan memperlihatkan pengaruh pada bidang-bidang seni rupa, seni tari, seni film, desain produk, arsitektur, termasuk desain komunikasi visual. Dilihat dari sudut pandang semiotika, desain komunikasi visual adalah ‘sistem semiotika’ khusus, dengan perbendaharaan tanda vocabulary dan sintaks syntagm yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Di dalam semotika komunikasi visual melekat fungsi ‘komunikasi’. Yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan message dari Universitas Sumatera Utara sebuah pengiriman pesan sender kepada para penerima receiver tanda berdasarkan kode-kode tertentu. Meskipun fungsi utamanya adalah fungsi komunikasi mempunyai fungsi signifakasi signification yaitu fungsi dalam menyampaikan sebuah konsep, isi atau makna Tinarbuko, 2009:xi. Semiotika komunikasi visual bertujuan mengkaji tanda verbal judul, subjudul, dan teks dan tanda visual ilustrasi. Logo. Tipografi, dan tata visual desain komunikasi visual dengan pendekatan teori semiotika. Dengan analisis semiotika visual maka akan diperoleh makna yang terkandung di balik tanda verbal dan tanda visual karya desain komunikasi visual. Dengan pendekatan teori semiotika, maka karya desain komunikasi visual akan mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda, kode dan makna yang terkandung di dalamnya Tinarbuko, 2009:9. Meskipun objek utama dari komunikasi visual adalah elemen-elemen komunikasi yang bersifat visual, yaitu garis, bidang, ruang, warna,, bentuk dan tekstur, akan tetapi perkembangannya, desain komunikasi visual juga melibatkan elemen-elemen non visual, seperti tulisan, bunyi atau bahasa verbal. 1. 5. 6. Budaya Populer Kebudayaan pada dasarnya adalah hasil dari pemikiran manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar Koentjaraningrat, 1985:180. Sedangkan menurut Williams, budaya merupakan proses perkembangan intelektual, spiritual, dan estetika Storey, 2001:1. Budaya adalah suatu ekologi yang kompleks dan dinamis dari orang, benda, pandangan tentang dunia, kegiatan dan latar belakang yang secara Universitas Sumatera Utara fundamental bertahan lama tetapi juga berubah dalam komunikasi dan interaksi sosial yang rutin. Komunikasi sebagai sebuah media bagi pelestarian budaya telah menjadi semacam alat untuk memastikan hal tersebut terjadi melalui sebuah pewarisan sosial. Namun, komunikasi juga menjadi media bagi pewarisan budaya tandingan counter culture yang diam-diam mengakar dan tumbuh sebagai alternatif dari budaya tinggi yang telah lebih dulu ada dalam masyarakat dan perlahan menggeser budaya tinggi. Budaya tinggi yang perlahan tergeser akan digantikan oleh sebuah budaya baru yang disebut budaya populer. Budaya populer dapat diartikan sebagai sebuah kebudayaan yang disukai secara meluas dan sangat diminati oleh orang banyak Storey, 2001:6. Budaya populer bersifat dinamis, membaurkan dan mencampuradukkan segala sesuatu, menghasilkan apa yang disebut budaya homogen. Budaya populer bertindak untuk melawan kemapanan, memberikan alternatif kepada masyarakat yang berubah, kemudian menjadi ‘pemersatu’ unsur-unsur masyarakat yang terpisahkan kelas dan status sosial ke dalam satu komunitas massa yang bersifat ‘maya’. Sebuah grup musik terkenal adalah salah satu bentuk budaya populer. Mereka memiliki penggemar yang tersebar di berbagai daerah dan bahkan negara, dan penggemar tersebut dapat dipersatukan pada saat band tersebut melakukan konser atau tur mancanegara. Maka pada saat itu mereka tergabung dalam sebuah komunitas yang bersifat ‘maya’ seperti yang tersebut di atas. Universitas Sumatera Utara

I. 6. Kerangka Konsep