Dana Zakat LANDASAN TEORITIS

c. Pertanian d. Madu dan produksi hewani e. Barang tambang dan hasil laut f. Investasi pabrik g. Pencarian dan profesi h. Saham dan obligasi Begitu pula Didin Hafiduddin menguraikan sumber-sumber zakat : i. Profesi j. Perusahaan k. Surat- surat berharga seperti saham dan obligasi l. Perdagangan mata uang m. Hewan ternak yang diperdagangkan n. Madu dan produk hewani o. Investasi property p. Asuransi takaful Objek zakat menurut Yususf Qardhawi dan Didin Hafidhuddin ini menampakkan ditentang keras oleh Abdul Rahman Al-Jazair, bahwa objek zakat yang boleh hanyalah ternak, emas dan perak, perdagangan, barang tambang dan rikaz dan pertanian. 12 12 Rusli. Achyar, Zakat=Pajak, Renada, cet. 1 :2005, h. 60-61

2. Mustahik Zakat Re-Interpretasi 8 asnaf

Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan zakat, Islam mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat. Manajemen zakat yang ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana abadi umat Islam. Hal itu dapat terkihat dalam surat Al- Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk memungut zakat Qs. At-Taubah : 103 . Di samping itu, QS. At-Taubah ayat 60 dengan tegas dan jelas mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dan hasil zakat yang dikenal dengan kelompok delapan asnaf. Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta zaakt berada dibawah wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah. Dalam operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut dengan menunjuk amil zakat. Dalam Al- Qur’an, ada delapan asnaf penerima zakat yang menggunakan istilah dapat dipahami secara kontekstual dan umum sesuai dengan tujuan zakat itu sendiri. Oleh sebaba itu, ketentuan Islam tentang penerima zakat tersebut perlu dipahami sesuai dengan konteks dan tujuan kewajiban zakat itu sendiri. 13 13 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 15 Berdasarkan uraian sebelumnya, agar harta zakat dapat berdaya guna secar maksimal maka pemaknaan kontekstual terhadap delapan asnaf yang dapat didanai dengan zakat adalah sebagai berikut : a. Hak Allah, Hak manusia dan Hak fakir Miskin 1. Hak Allah Di dalam Islam, pada harta yang dimiliki seseorang terdapat hak Allah di sana. Hak ini dikenal dengan istilah zakat yang diperuntukkan bagi delapan golongan sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60. Zakat sejatinya bukan merupakan hak mustahik tetapi merupakan hak Allah sehingga menjadi kewajiban mutlak bagi manusia yang telah melampaui batas minimal kekayaan wajib zakat nisab untuk menunaikannya. Seseorang yang tidak menunaikan kewajiban zakat berarti tidak menunaikan hak Allah sehingga Allah SWT berhak memberi mereka balasan. Tidak pernah ada dalam sejarah Islam fakir miskin menyerang orang kaya demi memperoleh bagian dana zakat. 2. Hak Masyarakat Dengan berzakat, berarti hal-hak fakir miskin, hak-hak masyarakat yang belum sejahtera bisa terpenuhi. Jadi kalau zakat dikelola secara efektif akan bisa mengentaskan kemiskinan Sasaran zakat tidak sekadar mewujudkan keadilan sosial dalam bentuk santunan material, tetapi mempunyai tujuan yang lebih luas, yaitu mengangkat umat dhuafa lemah dari lembah kemiskinan ke taraf kehidupan yang layak, makmur dan berkeadilan. 3. Hak Fakir Miskin Kesadaran yang lebih tinggi harus ditumbuhkan dalam jiwa kita, bahwa dalam harta benda yang kini berada dalam kekuasaan kita sesungguhnya terdapat hak bagi fakir miskin. Artinya, jika tidak disisihkan dan dikeluarkan sebagai zakat dan infak, maka para fakir miskin berhak untuk menuntutnya. Jika di dunia tidak dipenuhi, mereka akan menuntutnya di hari kemudian. Bagi pelanggarnya, mereka bisa dikenai sanksi dunia, dan lebih berat lagi sanksi si akhirat. Orang miskin di samping tidak mampu dibidang financial, mereka juga tidak memiliki pengetahuan dan akses. Untuk mencapai tujuan tujuan zakat sebagai upaya membantu masyarakat miskin keluar dari krisis yang menghimpit mereka, maka disamping dana zakat yang diberikan bersifat konsumtif, dan produktif, juga dapat dipergunakan untuk program yang mengarah pada upaya mendapatkan hak kaum miskin, seperti pendampingan kaum miskin advokasi , HAM, dan sejenisnya. Bantuan financial saja mungkin tidak akan meningkatkan taraf hidup mereka, apabila penyebab dari ketidakmampuan dan ketidakberdayaan mereka tidak diatasi. Oleh sebab itu, semua upaya atau kegiatan untuk membantu orang miskin dapat masuk dalam jatah fuqara’, dan membantu mendapatkan pendidikan. Karena bantuan tersebut juga dapat dinikmati secara langsung oleh mereka. 14 Jadi golongan mustahik zakat dalam arti fakir atau miskin menurut mereka ialah : a. yang tidak punya apa-apa b. yang mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak berlebihan c. yang memiliki mata uang kurang dari nishab d. yang memiliki kurang dari nishab selain mata uang 15 b. Amil Para Pengurus Zakat Muhammad Rasid Rida mengungkapkan maksud dari amil adalah mereka yang ditugaskan oleh imam pemerintah atau yang mewakilinya untuk melaksanakan pengumpulan zakat, menyimpan atau memeliharanya, termasuk para pengelola, dan petugas andministrasi. Dari kedua pengertian amil tersebut dapt diketahui bahwa amil tersebut dapat diketahui bahwa amil bertugas mulai dari penentuan wajib zakat, penghitungan, dan pemungutan zakat. Mereka juga bertugas mendistribusikan dana zakat tersebut kepada orang yang berhak menerimanya. Namun, Ibn Rasyd memahami bahwa amil bukan hanya terbatas pada amil zakat, tetapi termasuk juga para hakim dan orang yang termasuk dalam pengertian mereka yang mengabdikan dirinya untuk kepentingan umum umat Islam. Lebih jauh dunyatakan bahwa amil meliputi amil zakat dan yang semakna 14 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 20 15 DR. Yususf Qardhawi, Hukum Zakar, hal, 512-513 seperti hakim, wali, mufti, dan lain-lain yang mengadikan dirinya untuk kepentingan umat. 16 Adapun syarat-syarat seorang amil zakat sebagai berikut : a Muslim Zakat merupakan urusan kaum muslimin. Jadi, Islam syarat utama bagi segala urusan mereka. Meskipun demikian, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya membolehkan seorang amil bukan muslim. b Mukallaf Pengurus zakat harus orang dewasa yang sehat, akal pikirannya, dan lain- lain. c Orang yang jujur Pengurus zakat seharusnya bukan orang yang fasik dan tidak dapat dipercaya. Misalnya, ia akan berbuat zalim kepada para pemilik harta atau berbuat sewenang-wenang terhadap hak fakir miskin karena mengikuti keinginan hawa nafsunya atau untuk mencari keuntungan. d Orang yang memahami hukum-hukum zakat Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu harus paham terhadap hukum zakat, jika orang yang diserahi zakat tidak mengetahui hukum, ia tidak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya dan akan lebih banyak berbuat kesalahan. Masalah zakat memberikan pengetahuan tentang harta yang wajib dizakati dan yang tidak wajib dizakati. 16 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 23 sd 24 e Memiliki kemapuan untuk melaksanakan tugas. Pengurus zakat hendaklah mampu melaksanakan tugasnya dan sanggup memikul tugas itu. Kejujuran saja belum mencukupi jika tidak disertai kekuatan dan kemampuan untuk bekerja 17 Tugas-tugas amil sebagai berikut : 1. Melakukan pendataan muzaki dan mustahik, melakukan pembinaan, menagih, mengumpulkan, dan menerima zakat. 2. Memanfaatkan data terkumpul mengenai peta mustahik dan muzaki zakat, menentukan kiat distribusinya. 18 c. Muallaf Muallaf pada umumnya dipahami dengan orang kaya yang baru masuk Islam. Namun, dilihat dari sejarahnya, pada masa awal Islam, muallaf yang diberikan dana zakat dibagai kepada dua kelompok. 1. orang kafir, yang diharapkan dapat masuk Islam seperti Safwan bin Umayyah dan yang dikhawatirkan menjahati orang Islam seperti Ibn Sufyan bin Harb. 2 orang Islam, terdiri dari pemuka Muslim yang disegani oleh orang kafir, muslim yang masih lemah imannya agar dapat konsisten pada keimanannya, Muslim yang berada di daerah musuh. Menurut Syafi’iyyah, muallaf adalah : 1 Muslim yang lemah imannya, agar imannya menjadi kuat, 2 Pemuka masyarakat yang masuk Islam, 17 Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, hal 163 sd 167 18 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat mengomunikasikan kesadaran dan membangun jaringan, hal186-188 diharapkan dapat mengajak kelompoknya masuk Islam, 3 Muslim yang kuat imannya, yang dapat mengamankan dari kejahatan orang kafir serta, 4 Orang yang dapat menghambat tindakan jahat orang yang tidak mau berzakat. Pemberian zakat kepada muallaf kelihatannya dengan tujuan agar umat Islam merasa nyaman dan terjauh dari tindakan anarkis kelompok agama lain. Meskipun ada perbedaan muallaf yang diberi tetapi tujuannya sama yaitu untuk menjaga umat Islam tetap dalam keyakinannya dan menjauhkannya dari tindakan kelompok lain yang dapat mengganggu dan merusak. At-Thabari menyatakan bahwa hakikat pemberian zakat kepada muallaf adalah untuk mengantisipaasi hancurnya umat Islam dan mengokohkan serta menguatkan Islam. Karena itu Rasul masih memberikan zakat pada muallaf pada saat fath Mekkah dan umat Islam sudah banyak. Dengan demikian, untuk saat sekarang dapat dipahami bahwa semua kegiatan yang dilakukan untuk membuat umat Islam yang lemah imannya tetap dalam keyakinannya dan tidak tergoda untuk berpindah ke agama selain Islam, dapat didanai dengan dana zakat. Karena esensi dari kegiatan tersebut dapat dikategorikan pada pemberian dana untuk kelompok muallaf ini. 19 Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin, atau harapan 19 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 22 sd 23 akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum Muslimin dari musuh. Alasan golongan sebagai sasaran zakat dengan menempatkan golongan ini sebagai sasaran zakat, maka jelas bagi kita, sebagaimana telah di kemukakan diatas, bahwa zakat dalam pandangan Islam bukan sekedar ibadah yang dilakukan secara pribadi, tetapi juga merupakan tugas penguasa atau mereka yang berwewenang untuk mengurus zakat, terutama permasalahan sasaran zakat untuk golongan muallaf ini, yang menurut kebiasaan tidak mungkin dapat dilakukan secara seseorang. 20 Dalam tafsir al-Maraghi di sebutkan, bahwa yang termasuk muallaf adalah: a Orang kafir yang diperkirakan atau diharapkan mau beriman dan memeluk agam Islam. b Orang yang baru masuk Islam yang dengan harapan imannya kuat tidak goyah lagi sesuadah memeluk Islam. Pembagian muallaf seperti di kemukakan di atas, dapat dipahami dalam kondisi dan dengan situasi tertentu. Sebab, disinyalir dalam masyarakat ada orang yang ingin memeluk Islam karena alasan ekonomi mendapat bagian dari zakat dan tentu saja secara lahiriah dapat diterima, asal jangan sampai seumur hidup 20 DR. Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Hal 563-566 menjadi muallaf. Sekiranya para muallaf memang ditakdirkan fakir dan miskin. Maka dia berhak menerima zakat atas nama fakir dan miskin. 21 d. Budak Belian Riqab Dalam sejarahnya, jauh sebelum Islam datang, Riqab terjadi karena sebab tawanan perang. Oleh sebab itu, ada beberapa cara yang digunakan untuk membantu memerdekakan budak, seperti sebagai sanksi dari beberapa pelanggaran terhadap aturan Islam. Dana zakat pun diperuntukkan bagi budak yang masuk Islam untuk mendapatkan hak kemerdekaannya sebagai manusia. 22 Para budak yang dimaksudkan disini, menurut jumhur ulama, ialah para budak Muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak memiliki uang untuk membayar tebusan atas diri mereka, meskipun mereka telah bekerja keras membanting tulang mati-matian. Mereka tidak mungkin melepaskan diri dari orang yang tidak menginginkan kemerdekaannya kecuali telah membuat perjanjian. Jika ada seorang hamba yang dibeli, uangnya tidak akan diberikan kepadanya melainkan kepada tuannya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada para budak itu agar dapat memerdekakan diri mereka. e. Orang Yang Berhutang 21 M. Ali Hasan, Zakat dan Infak Salah Satu Solusi Mnegatasi Problema Sosial di Indonesia, hal 97-98 22 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 24 Pemahaman terhadap gharimin dalam sebagian besar literatur tafsir atau fikih dibatasi pada orang yang punya hutang untuk keperluannya sendiri dan dana dari zakat diberikan untuk membebaskannya dari hutang 23 . Menurut Mazhab Abu Hanifah, gharim adalah orang yang mempunyai utang, dan dia tidak memiliki bagian lebih dari utangnya. Menurut Imam Malik, Syafi’I dan Ahmad, bahwa orang yang mempunyai utang terbagi kepada 2 golongan, masing-masing mempunyai hukumnya tersendiri. Pertama, orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan tidak punya aset dan pendapatan yang cukup untuk terlepas dari hutang, sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Syafi’iyyah menyatakan bahwa gharim meliputi : 1 hutang karena mendamaikan dua orang yang bersengketa. Dana zakat dapat diberikan untuk pengganti pengeluaran tersebut, meskipun orangnya secara pribadi mampu, 2. Hutang untuk kepentingan pribadi, dan 3 Hutang karena menjamin orang lain. Untuk dua yang terakhir, dana zakat diberikan kepada yang berhutang kalau dia tidak mampu membayarnya 24 . Dan kedua, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan masyarakat atau yang memiliki aktivitas dan tanggung jawab yang besar dalam urusan public. 25 Seperti upaya mendamaikan dua orang yang bersengketa, ia berhak mendapatkan 23 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 21 24 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 21 25 Mustofa Edwin Nasution, Zakat dan pembangunan : Era Baru Zakat Menuju Kesejahteraan Ummat, hal 71 distribusi dana zakat untuk mengganti dana yang dikeluarkannya meskipun yang berhutang secara pribadi kaya. Begitu juga hutang yang diakibatkan karena program atau kegiatan untuk kepentingan social, seperti dana yayasan anak yatim, atau rumah sakit untuk pengobatan masyarakat miskin atau sekolah untuk kaum Muslimin. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa hutang yang timbul akibat dari operasional mengurusi masalah umat Islam, atau upaya penyelesaian sengketa dalam bentuk apa pun dapat didanai oleh dana zakat. Seperti Advokasi, penegak HAM, perlindungan anak dan bantuan hukum, terutama bagi umat Islam yang tidak mampu untuk mendapatkan haknya. Biaya operasional program dimaksud tentu saja dapat didanai dengan dana zakat. Hal itu disebabkan kegiatan tersebut termasuk pada upaya untuk menyelesaikan sengketa dan biasanya dialami oleh masyarakat tidak mampu baik akses atau pun ekonomi. 26 Ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam mendistribusikan dana zakat untuk pengertian dari gharimin : Pertama, adanya kebutuhan kepada materi yang mendesak untuk membayar hutang, kedua, motivasi berhutang adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan. 27 f. Orang yang berjalan di jalan Allah Sabilillah 26 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 21 sd 22 27 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat mengomunikasikan kesadaran dan membangun jaringan, hal 220 Sasaran dana zakat yang ketujuh adalah sabilillah. Pada masa awal dipahami dengan jihad fi sabilillah, namun dalam perkembangannya sabilillah tidak hanya sebatas pada jihad, akan tetapi mencakup semua program dan kegiatan yang memberikan kemaslahatan pada umat Islam. Namun dalam perkembangannya sabilillah tidak hanya terbatas pada jihad, akan tetapi mencakup semua program dan kegiatan yang memberikan kemaslahatan pada umat Islam. Dalam beberapa literature secara eksplisit ditegaskan bahwa sabilillah tidak tepat hanya dipahami jihad, karena katanya umum, jadi termasuk semua kegiatan yang bermuara pada kebaikan seperti mendirikan benteng, memakmurkan masjid, termasuk mengurus mayat. Bahkan termasuk di dalamnya para ilmuwan yang melakukan tugas untuk kepentingan umat Islam, meskipun secara pribadi ia kaya. Dapat dipahami bahwa dana zakat untuk sabilillah, dapat diberikan kepada pribadi yang mencurahkan perhatiannya untuk kepentingan umum umat Islam, sebagai kompensasi dari tugas yang mereka lakukan. Di samping itu juga diberikan untuk pelaksanaan program atau kegiatan untuk mewujudkan kemaslahatan umum umat Islam, seperti benteng, mendirikan rumah sakit, dan pemberian layanan kesehatan. Bahkan termasuk dalam kategori ini semua upaya pemberantasan kejahatan. 28 28 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 25 Sesungguhnya arti kalimat ini menurut bahasa aslinya sudah jelas. Sabil adalah thariqjalan. Jadi sabilillah artinya jalan yang menyampaikan pada ridha Allah. Al-Allamah Ibnu Atsir menyatakan, bahwa sabil makna aslinya adalah at- thariqjalan. Sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum, mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang dipergunakan untuk bertakarrub kepada Allah azza wa jalla, dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunnah. Apabila kalimat ini bersifat mutlak, maka biasanya dipergunakan untuk pengertian jihad berperang , sehingga karena seringnya dipergunakan untuk itu, seolah-olah sabilillah itu artinya hanya khusus untuk jihad. 29 Diantara ahli ilmu ada yang menetukan fisabilillah di sini dengan ghazwah perang. Yakni mereka menentukan hak ini untuk orang yang berperang saja, baik mereka itu bala tentara penyerang ataupun bala tentara yang mempertahankan negeri. Oleh karena itu, terhapuslah bagian sabilillah ini dari daftar pembagian zakat. Telah lama sekali bagian ini dilupakan orang, tidak diadakan lagi, dari daftar pembagian, lantaran mereka menanamkan atau memaksudkan dengan sabilillah, ghazwa. Satu bagian yang amat penting telah dilupakan lantaran kefanatikan belaka. 30 Zakat dan infak, dapat dimanfaatkan untuk mengatasi sebagian dana yang diperlukan untuk kepentingan pendidikan yang disebutkan di atas yang diambil dari “fisabilillah”. 29 DR. Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Hal 610-611 30 Teungku M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, hal 188 a. Ibn Sabil Ibn Sabil sebagai penerima zakat dipahami dengan orang yang kehabisan biaya di perjalanan ke suatu tempat bukan untuk makssiat. Tujuan pemberian zakat untuk mengatasi keterlantaran, meskipun di kampong halamannya ia termasuk mampu. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa dana zakat dapat diberdayakan kepada orang yang tidak mampu untuk meringankan himpitan ekonomi, membantu mereka untuk mendapatkan haknya, dan untuk kegiatan yang bertujuan untuk kemaslahatan umum umat Islam. Penerima zakat dilihat dari dari penyebabnya dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu : b. Ketidakmampuan Kelompok atau orang yang masuk dalam kategori ini dapat dibedakan pada hal, yaitu: ketidakmampuan dibidang ekonomi. Ke dalam kelompok ini termasuk fakir, miskin, gharim, dan ibn sabil. Harta zakat diberikana kepada mereka selain riqab untuk mengatasi kesulitan ekonomi. c. Kemaslahatan umum umat Islam Mustahik bagian kedua ini mendapatkan dana zakat bukan karena ketidakmampuan finansial, tapi karena jasa dan tujuannya untuk kepentingan umum umat Islam. Yang masuk dalam kelompok ini adalahamil, muallaf, dan fi sabilillah. Dari kedua uraian tersebut, dana zakat dapat di berdayakan bagi fakir dan miskin untuk mencapai tujuan zakat sebagai upaya membantu masyarakat fakir dan miskin dari keterpurukan krisis yang menghimpit mereka, maka dari itu dana zakat dapat dipergunakan untuk bantuan finansial untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

3. Subjek Zakat

subjek zakat disebut muzakki, yaitu orang yang berdasrkan ketentuan hukum Islam diwajibkan mengeluarkan zakat atas harta yang dimilikinya. Para ulama sepakat bahwa zakat yang diwajibakn kepada orang muslim dewasa yang sehat akal, merdeka dan memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dengan syarat- syarat tertentu pula. Maka zakat tidak diwajibkan kepada orang kafir. 31 a. Syarat-syarat wajib zakat Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan para harta yang dipunyai seorang muslim. Syarat-syarat itu adalah : 1. Pemilik yang pasti 2. Berkembang 3. Melebihi kebutuhan pokok 4. Bersih dari hutang 5. Mencapai nishab 6. Berlalu setahun 31 Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, Bandung, PT.Remaja Rosdakarya, 2006 h. 94 b. Zakat Perusahaan 1. Landasan hukum Sebagaimana dimaklumi, pada saat ini hamper sebagian besar perusahaan dkelola tidak secara individual, melainkan secara bersama-sama dalam sebuah kelembagaan dan organisasi dengan manajemen yang modern. Misalnya dalam bentuk PT. CV, atau koperasi. Perusahaan tersebut harus mencakup tiga hal yang besar. Pertama, perusahaan yang menghasilkan produk-produk tertentu. Jika dikaitkan dengan kewajiban zakat, makaproduk yang dihasilkannya harus halal dan dimiliki oleh orang-orang yang beragama Islam, atau jika pemiliknya bermacam-macam agamanya, maka berdasarkan kepemilikan saham dari yang beragama Islam. Kedua,perusahaan yang bergerak dibidang jasa, seperti perusahaan akuntansi. Ketiga, perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, seperti lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank. 2. Nishab, Waktu, Kadar, dan Cara Mengeluarkan Zakat Perusahaan. Para ulama peserta Muktamar Internasional pertama tentang zakat, mengenalogikan zakat perusahaan ini kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah perusahaan intinya terpijak kepda kegiatan perdagangan. Demikian pula nishabnya adalah senilai 85 gram emas, sama dengan nishab zakat perdagangan dan sama dengan nishab zakat emas dan perak. Sebuah perusahaan biasanya memiliki harata yang tidak akan terlepas dari tiga bentuk. Pertama,harata adalah bentuk barang. Kedua, harta dalam bentuk uang tunai. Ketiga, harta dalam bentuk piutang. 32 c. Zakat Saham dan Obligasi Saham adalah surat tanda penyertaan dalam perusahaan baik yang berbentuk persekutuan maupun perseroan terbatas. Sedangkan obligasi adalah surat tanda pengakuan utang yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pemerintah, yang akan dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dan pendapatan bunga yang biasanya tercantum dalam surat obliasi yang bersangkutan. Nishab zakat atas saham dan obligasi adalah sebesar 85 gram emas, dan tarifnya boleh sebesar 2,5 dari nilai saham dan obligasi ditambah keuntungannya atau 10 dari keuntungan bersih investasi dalam saham dan obligasi tersebut. 33 d. Pemberdayaan Muzakki Bentuk dan sifat pendayagunaan, Ada dua bentuk penyaluran dana zakat antara lain : 1. Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa penyaluran kepada mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi dalam diri mustahik. Hal ini dikarenakan mustahik yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua 32 Dr. Kh. Didin Hafiudhuddin, M. Sc, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta, Gema Insani,2002 h 99-102 33 Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,2006,h 99 yang sudah jompo, orang cacat. Sifat bantuan sesaat ini idealnya adalah hibah. 2. Bentuk pemberdayaan, merupakan penyaluran dana zakat yang disertai target merubah keadaan penerima dari kondisi kategori mustahik menjadi kategori muzakki. Target besar yang tidak dapat dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran dana zakat harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahn yang ada pada penerima. Apabila permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan, harus diketahui kemiskinan tersebut sehingga tidak dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah direncanakan. Menurut Widodo yang dikutip dari buku Lili Bariadi dkk,, bahwa sifat dan bantuan pemberdayaan terdiri dari riga yaitu : a. Hibah, zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada ikatan antara pengelola dengan mustahik setelah penyerahan dana zakat. b. Dana bergulir, dana zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh pengelola kepada mustahik dengan catatan harus qardul hasan, artinya tidak boleh ada kelebihan yang harus diberikan oleh mustahik kepada pengelola ketika pengembalian pinjaman tersebut, jumlah pengembalian sama dengan jumlah yang dipinjamkan. Pembiayaan, penyaluran dana zakat oleh pengelola kepada mustahik tidak boleh dilakukan berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti shahibul ma’al dengan mudharib dalam penyaluran zakat. Objek zakat berbeda dengan objek pajak dalam satuan hukumnya. Objek atau mal zakat yang selalu dinishabkan berdasarkan Al- qur’an dan hadis baru sebatas hukum Islam dan Fiqh yang ada dalam pikiran utama, belum dituangkan dalam undan-undang seperti objek pajak. 34

C. Usaha Kecil Menengah

1. Pengertian Usaha Kecil Menengah

Pengertian Usaha Kecil Menengah sangatlah beragam, tergantung konsep yang digunakan oleh tiap-tiap Negara. Beragamnya pemahaman mengenai usaha kecil menjadi salah satu faktor yang membuat sector ini termarginalkan. Padahal hal tersebut menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat, terutama di Negara berkembang. 35 Tujuan pengelompokkan usahabisnis dapat disebutkan beragam dan pada intinya mencakup empat macam tujuan, antara lain : 1. Untuk keperluan analisis yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan. 2. Untuk keperluan penentuan kebijakan-kebijakan pemerintah. 3. Untuk meyakinkan pemilik modalpengusaha tentang posisi perusahaannya. 34 Rusli. Achyar, Zakat = Pajak, Renada, cet.1 : 2005,h.132 35 Tiktik Sartika Partomo, Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil Menengah dan Koperasi, Bogor, Ghalia Indonesia, 2004 cet,ke-I,h 15s 4. Untuk pertimbangan badan tertentu berkaitan dengan antisipasi kinerja perusahaan. 36 Kriteri umum UKM dilihat dari cirri-cirinya pada dasarnya dianggap sama, yaitu sebagai berikut : a. Struktur organisasi yang sangat sederhana. b. Tanpa staf yang berlebihan. c. Pembagian kerja yang kendur. d. Memiliki hirarki manajerial yang kendur. e. Aktivitas sedikit yang formal dan sedikit menggunakan proses perencanaan. f. Kurang membedakan asset pribadi dari asset perusahaan. UKM menghadapi kendala-kendala dalam mempertahankan atau mengembangkan usahanya antara lain dalam hal modal, kurang dalam pengetahuan pengelolaan usaha dan lemah di bidang pemasaran. 36 Ibid, h. 16-1s7 41

BAB III GAMBARAN UMUM BAITUL QIRADH BAZNAS

A. Sejarah Berdirinya Baitul Qiradh Baznas

Badan Amil Zakat Nasional sebagai badan pengelola ZIS nasional dituntut untuk selalu memberikan pelayanan prima kepada muzakki dan mustahiq. Dalam rangka memberdayakan mustahik, BAZNAS meluncurkan lembaga keuangan mikro syariah dengan nama Baitul Qiradh BAZNAS BQB. Acara peresmian dilaksanakan Jumat 26 Februari 2010 di halaman kantor BAZNAS, bertepatan dengan hari libur nasional Maulid Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul Awal. Baitul Qiradh BAZNAS didirikan dengan tujuan untuk membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat lapisan bawah dalam bidang ekonomi. Program layanan lembaga diberikan dalam bentuk pinjaman qardhul hasan pinjaman tanpa bunga ataupun bagi hasil kepada masyarakat agar terlepas dari jeratan rentenir. Sumber dana untuk qardhul hasan bersumber dari dana zakat yang dikelola BAZNAS. Di samping itu, BQB juga mengeluarkan produk komersial syariah berupa simpanan dan pembiayaan. Peresmian dilakukan oleh Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Ir. Agus Muharram MSp. Dihadiri pula oleh Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar MA, beberapa anggota Komisi VIII DPR-RI, para penmgurus BAZNAS, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia APPSI dan tamu undangan lainnya. Dalam acara tersebut juga dilakukan penyerahan BAZ Card dan penyaluran pembiayaan kepada pedagang pasar.Baitul Qiradh adalah lembaga keuangan mikro syari’ah yang berperan untuk menumbuhkan, mengembangkan dan mendekatkan layanan BAZNAS khususnya kepada kalangan usaha mikro dan kecil yang belum mendapatkan akses perbankan. Pengoperasian lembaga ini bekerjasama dengan BMT One Baitul Qiradh BAZNAS merupakan salah satu program dari Indonesia Makmur dan bagian dari program pendayagunaan ZIS untuk meningkatkan kesejahteraan kaum fakir-miskin. Sampai saat ini BAZNAS telah membentuk Baitul Qiradh BQ Baiturrahman BAZNAS Madani, BQ Al-Fatah BAZNAS Madani dan BQ Nanggroe BM di Provinsi Aceh yang kini memiliki asset 2,5 - 8,6 M, Selain itu BAZNAS telah mengembangkan 20 Baitul Maal Desa di DIY dan Jawa Timur.Baitul Qiradh BAZNAS BQB dikelola secara modern dengan memanfaatkan sistem ICT dimana salah satu produk tabungannya adalah BAZNAS card yang nantinya akan bisa digunakan diseluruh EDC dan BMT ONE diseluruh Indonesia. Keberadaan Baitul Qiradh sebagai salah satu lembaga penyedia layanan keuangan mikro terhadap masyarakat kelas bawah dan seiring perkembangan zaman, Baitul Qiradh Baznas telah mampu memainkan peranan penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan dan juga untuk mencapai taraf hidup yang sejahtera.