Pragmatik Penggunaan Maksim Cara Grice dalam Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Karya Mira W dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMA

Artinya, Makna dari pragmatik adalah sebuah ucapan yang tidak bisa hanya dipahami dari isinya. Namun, ucapan itu juga harus dipahami secara kontekstual, melalui hubungan antara isi ucapan dan maksud dari penutur. Jadi, pragmatik berhubungan dengan konteks ujaran. Isi ucapan dan maksud dari penutur dapat dilihat berdasarkan konteksnya, yaitu unsur tempat dan waktunya. Bila lawan tutur tidak memperhatikan konteks pembicaraan, maka maksud dari penutur akan sulit ditangkap oleh lawan tuturnya sehingga terjadilah kesalahpahaman makna. Gazdar di dalam Nadar menyatakan “Topik pragmatik adalah beberapa aspek yang tidak dapat dijelaskan dengan acuan langsung pada kondisi sebenarnya dari kalimat yang dituturkan ”. 9 Jadi pemahaman makna yang dituturkan sangat berkaitan dengan konteks, baik situasi waktu maupun tempatnya. Bila lawan tutur hanya memahami isi dari kalimat yang dituturkan, maka maksud dari penutur tidak akan tersampaikan. Levinson di dalam Surastina menyatakan “Pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian ”. 10 Dalam hal ini menyatakan bahwa peserta tutur seharusnya mamahami konteks tuturan bila ingin mengerti maksud dan tujuan dari tuturan. Karena pemahaman makna tidak hanya didapatkan hanya dari bahasa saja, tetapi juga dipengaruhi konteks tuturan yang ada. Cruse di dalam Fatimah menyatakan Pragmatik dapat dikaji dari empat konsentrasi, yakni: 1 kajian linguistik, dipahami sebagai kajian dalam memadukan komponen tanda bunyi dan makna serta subsistemnya fonologi, gramatika morfologi – sintaksis, dan leksikon; 2 kajian pragmatik ujaran Tema-Rema, tema adalah bagian ujaran yang memberi informasi tentang apa yang sedang dibicarakan, rema yang memberi informasi tentang tema; atau fokus-latar, fokus memberi informasi tentang unsur yang dianggap paling penting, dan latar yang memberi informasi dari mana ujaran dilihat; atau fokus-kontras memberi informasi unsur positif-negatif; 3 kajian pragmatik wacana melalui pemahaman wacana 9 F.X. Nadar, Pragmatik dan penelitian pragmatik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, h. 5. 10 Surastina, Pengantar Semantik dan Pragmatik, Yogyakarta: Penerbit New Elmatera, t.t., h.6. konteks wacana sebagai satuan terlengkap; 4 kajian kesantunan dan kearifan. 11 Jadi, terdapat empat konsentrasi kajian dalam pragmatik. Setiap kajian memiliki bagian terpenting dalam mengkaji pragmatik. Salah satunya kajian pragmatik wacana, kajian ini berdasarkan pemahaman wacana konteks wacana dengan memperhatikan konteks wacana, maka pragmatik akan lebih mudah untuk dikaji karena pragmatik berkaitan dengan konteks wacana tersebut. Dengan demikian, pragmatik merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan konteks unsur waktu dan tempat sangat mempengaruhi ujaran. Bila lawan tutur tidak memperhatikan konteks pembicaraan, maka maksud dari penutur akan sulit ditangkap oleh lawan tuturnya sehingga terjadilah kesalahpahaman makna. penggunaan pragmatik dapat disesuaikan dengan konteks ujaran dan tujuan penuturnya. Penggunaan konteks pada pragmatik mampu mempengaruhi makna dari semantik dan makna pembicaranya. Tujuan dan maksud dari penggunaan konteks mampu mempengaruhi makna yang akan diterima lawan tutur sehingga kesesuaian konteks haruslah dipertimbangkan dengan baik. Terdapat banyak bidang ilmu lain yang berkontribusi di dalam pragmatik. Hal ini dikarenakan makna yang diterima lawan tutur tidak hanya dipengaruhi oleh ilmu linguistik saja, tetapi juga ilmu lainnya seperti psikologi, sosiologi, dan retorika yang saling berkaitan. Terdapat empat konsentrasi kajian dalam pragmatik. Salah satunya kajian pragmatik wacana, kajian ini berdasarkan pemahaman wacana konteks wacana dengan memperhatikan konteks wacana, maka pragmatik akan lebih mudah untuk dikaji karena pragmatik berkaitan dengan konteks wacana tersebut. B. Prinsip Kerjasama Grice Grice di dalam Wijana menyatakan “Bahwa suatu percakapan biasanya membutuhkan kerja sama antara penutur dan mitra tutur untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Prinsip yang mengatur kerja sama antara penutur dan mitra tutur dalam suatu percakapan dinamakan prinsip kerja sama cooperative principle. Di dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama, setiap penutur harus menaati empat maksim percakapan conversational maxim, yaitu maksim kuantitas maxim of quantity, 11 Fatimah Djajasudarma, Wacana dan Pragmatik, Bandung: Refika Aditama, 2012, h. 73. maksim kualitas maxim of quality, maksim relevansi maxim of relevance, dan maksim pelaksanaan maxim of manner. Selain itu, Grice di dalam Wijana juga menyatakan wacana yang wajar terbentuk karena kepatuhan terhadap prinsip kerja sama komunikasi cooperative principles ”. 12 Jadi, prinsip kerjasama yang dikemukakan oleh Grice adalah prinsip yang mengatur kerjasama antar penutur dan lawan tutur dalam sebuah percakapan. Di dalam percakapan, kerjasama penutur dan lawan tutur hasruslah bersifat timbal balik agar maksud dan tujuan dari penutur dapat tercapai. Sebuah ujaran mampu dimengerti dan dipahami bila prinsip kerja sama dalam komunikasi dapat dipatuhi. Penutur dan lawan tutur harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan atau maksim cara. Tarigan menyatakan “Dalam prinsip kerja sama termasuk pula empat kategori maksim yang berbeda yaitu: 1. Maksim kuantitas: berilah jumlah informasi yang tepat 2. Maksim kualitas: cobalah membuat sumbangan atau kontribusi anda merupakan suatu yang benar. 3. Maksim relasi: Jagalah kerelevansian 4. Maksim cara: tajamkan pikiran ”. 13 Dalam hal ini menyatakan bahwa terdapat empat maksim di dalam prinsip kerjasama. Salah satunya adalah maksim cara: tajamkan pikiran. Maksud dari tajamkan pikiran pada maksim cara adalah penutur dan lawan tutur harus mengetahui maksud dan tujuan dari arah percakapan dengan memperhatikan konteks pembicaraan. Grice di dalam Tagor menyatakan “Berkomunikasi itu ibarat suatu proses kerjasama antara penyapa dan pesapa melalui wahana bahasa untuk mencapai negosiasi makna. Berkomunikasi berarti bernegosiasi ”. 14 Jadi, saat berkomunikasi dibutuhkan kerjasama penutur dan lawan tutur agar maksud dan tujuan pembicaraan dapat tercapai. Makna tujuan dapat tercapai 12 Wijana, op. cit., h. 9. 13 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik, Bandung: Angkasa, 1990, h.38-39. 14 Tagor Pangaribuan, Paradigma Bahasa, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008, h. 130. bila penutur dan lawan tutur memperhatikan situasi waktu dan tempat dari pembicaraan. Grice di dalam Cummings menyatakan “Prinsip kerjasama merupakan prinsip yang mengatur rasionalitas pada umumnya dan rasionalitas percakapan pada khususnya. Kerjasama membentuk struktur kontribusi-kontribusi kita sendiri terhadap percakapan dan bagaimana kita mulai menginterpretasikan kontribusi- kontribusi orang lain “. 15 Jadi, prinsip kerjasama merupakan suatu prinsip yang mengatur sebuah percakapan agar maksud dan tujuan dari percakapan dapat dipahami dengan baik. Penutur maupun lawan tutur akan mulai menafsirkan maksud dan tujuan pembicaraan berdasarkan konteks pembicaraannya. Dengan demikian, prinsip kerjasama yang dikemukakan oleh Grice adalah prinsip yang mengatur kerjasama antar penutur dan lawan tutur di dalam sebuah percakapan. Penutur dan lawan tutur harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan atau maksim cara. Maksim cara: tajamkan pikiran, maksud dari tajamkan pikiran pada maksim cara adalah penutur dan lawan tutur harus mengetahui maksud dan tujuan dari arah percakapan dengan memperhatikan konteks pembicaraan. Penutur maupun lawan tutur akan menafsirkan maksud dan tujuan pembicaraan berdasarkan konteks pembicaraannya yang dapat berupa situasi waktu dan situasi tempat pembicaraan.

C. Hakikat Maksim Cara

Grice di dalam Leech menyatakan “Cara: Usahakan agar mudah dimengerti yaitu: 1. Hindarilah pernyataan-pernyataan yang samar 2. Hindarilah ketaksaan 3. Usahakan agar ringkas 4. Usahakan agar anda berbicara dengan teratur ”. 16 15 Cummings, op. cit., h.10. 16 Geoffrey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik, Terj. Dari The Principles of Pragmatics oleh Oka, Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia,1993, h.11-12. Jadi maksim cara merupakan salah satu maksim dalam prinsip kerjasama Grice yang menegaskan penutur dan lawan tuturnya untuk berbahasa dan berbicara yang ringkas, padat, dan jelas agar maksud dan tujuan tuturan dapat dengan mudah dimengerti oleh setiap peserta tutur sehingga kesalahpahaman dalam memahami maksud tuturan tidak terjadi. Kushartanti, dkk menyatakan Berdasarkan maksim cara, setiap peserta percakapan harus berbicara langsung dan lugas serta tidak berlebihan. Di dalam maksim ini, seorang penutur juga harus menafsirkan kata-kata yang dipergunakan oleh mitra tuturnya berdasarkan konteks pemakaiannya. Marilah bandingkan penggalan percakapan 9 10 9 A: Mau yang mana, komedi atau horor? B: Yang komedi saja. Gambarnya juga lebih bagus. 10C: Mau yang mana, komedi atau horor? D: Sebetulnya yang drama bagus sekali. Apalagi pemainnya aku suka semua. Tapi ceritanya tidak jelas arahnya. Action oke juga, tapi ceritanya aku tidak mengerti. C: Jadi kamu pilih yang mana? Di dalam kedua penggalan percakapan di atas kita dapat melihat bahwa jawaban B adalah jawaban yang lugas dan tidak berlebihan. Pelanggaran terhadap maksim cara dapat dilihat dari jawaban D. Untuk memenuhi maksim cara, adakalanya kelugasan tidak selalu bermanfaat di dalam interaksi verbal hal ini dapat kita lihat pula pada bagian yang membicarakan interaksi dan sopan santun. Sebagai pembatas dari maksim cara, pembicara dapat menyatakan ungkapan seperti bagaimana kalau..., menurut saya..., dan sebagainya .” 17 Jadi, maksim cara menekankan pada peserta tutur untuk berbahasa dan berbicara yang lugas, langsung serta tidak berlebihan. Percakapan penutur dan mitra tutur juga harus disesuaikan dengan konteks tuturannya, karena lawan tutur akan menafsirkan maksud dan tujuan dari pembicaraan berdasarkan konteks pembicaraannya yang dapat berupa situasi waktu dan situasi tempat dari pembicaraan. Grice di dalam Huang menyatakan “Manner: be perspicuous i Avoid obscurity of expression ii Avoid ambiguity 17 Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta: PT Gramedia, 2005, h. 108. iii Be brief avoid unnecessary prolixity iv Be orderly ”. 18 Artinya, Maksim cara: mudah dipahami i Hindari ketidakjelasan ekspresi ii Hindari ambiguitas iiiJadilah singkat menghindari hal yang tidak perlu ivBerjalan teratur Dalam hal ini menyatakan bahwa maksim cara haruslah mudah dipahami. Maksud dari mudah dipahami, maksim cara menekankan peserta tutur agar dalam percakapan hindari ketidakjelasan ekspresi, hindari ambiguitas, tidak berbelit-belit atau jadilah singkat, dan berjalan teratur. Grice di dala m wijana menyatakan “Dalam maksim pelaksanaan, hal yang ditekankan bukan mengenai apa yang dikatakan, tetapi bagaimana cara mengungkapkan. Sebagai aturan utama, Grice menyebutkan Be perspicacious atau Anda harus berbicara jelas. Selanjutnya Grice menguraikan aturan utama di atas menjadi empat aturan khusus, yaitu : a. Avoid obscurity of expression b. Avoid ambiguity c. Be brief avoid unnecessary prolixity d. Be orderly Dalam maksim pelaksanaan, peserta tutur harus bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Orang yang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal di atas dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan. 19 Jadi, agar maksim pelaksanaan atau cara dapat terjadi maka peserta tutur harus bertutur dengan memperhatikan kejelasan ekspresi, tidak meggunakan bahasa atau kata yang ambigu, langsung atau singkat, dan berjalan teratur. Bila peserta tutur tidak menerapakan aturan maksim cara ini di dalam percakapannya, berarti telah melanggar prinsip kerjasama Grice. Selain itu, Wijana menyatakan “Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak 18 Huang, op. cit., h. 11. 19 Wijana, op. cit., h.12. berlebih-lebihan, serta runtut. Dengan maksim ini seorang pembicara juga diharuskan menafsirkan kata-kata yang digunakan oleh lawan bicaranya secara tidak taksa berdasarkan konteks-konteks pemakaiannya. ” 20 Jadi, maksim cara menekankan pada peserta tutur untuk berbahasa dan berbicara langsung, tidak ambigu, jelas, tidak berlebihan, dan teratur agar maksud dan tujuan dari pembicaraan dapat tercapai dengan baik. penutur juga harus memperhatikan apa yang dituturkan oleh lawan tutur agar mampu menafsirkan maksud dan tujuan pembicaraan berdasarkan konteks tuturannya yang dapat berupa situasi waktu dan situasi tempat pembicaraan. Dengan demikian, maksim cara merupakan maksim yang menekankan penutur dan lawan tuturnya untuk berbahasa dan berbicara yang ringkas, padat, dan jelas agar maksud dan tujuan tuturan dapat dengan mudah dimengerti oleh setiap peserta tutur. Maksim cara haruslah mudah dipahami. Maksud dari mudah dipahami, maksim cara menekankan peserta tutur agar dalam percakapan hindari ketidakjelasan ekspresi, hindari ambiguitas, tidak berbelit-belit atau jadilah singkat, dan berjalan teratur. Bila peserta tutur tidak menerapakan aturan maksim cara ini di dalam percakapannya, berarti telah melanggar prinsip kerjasama Grice.Penutur juga harus memperhatikan apa yang dituturkan oleh lawan tutur agar mampu menafsirkan maksud dan tujuan pembicaraan. Percakapan penutur dan mitra tutur juga harus disesuaikan dengan konteks tuturannya, karena lawan tutur akan menafsirkan maksud dan tujuan dari pembicaraan berdasarkan konteks pembicaraannya yang dapat berupa situasi waktu dan situasi tempat dari pembicaraan.

1. Penyimpangan maksim cara

Berkenaan dengan maksim cara, Rahardi menyatakan dengan memberikan contoh sebagai berikut : 10 A : “Ayo, cepat dibuka” B : “Sebentar dulu, masih dingin.” Wacana 10 di atas memiliki kadar kejelasan yang rendah, karena berkadar kejelasan rendah dengan sendirinya kadar kekaburannya tinggi. Tuturan A sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang 20 Wijana, op.cit., h. 17.