Penggunaan Maksim Cara Grice dalam Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Karya Mira W dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMA

(1)

PENGGUNAAN MAKSIM CARA GRICE DALAM NOVEL

MASIH ADA KERETA YANG AKAN LEWAT

KARYA MIRA W

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

KETERAMPILAN BERBICARA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh: Herlina Wahyu K NIM 1110013000031

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

KARYA MIRA W DAIY IMPLIKASINYA

TERHADAP PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana pendidikan (S.pd.)

Oleh

Herlina lVahvu

K

NIM. 1110013000031

yang mengesahkan,

Jurusan Pendidikan

Bahasa dan

sastra

rndonesia

Fakultas

Iimu Tarbiyah

dan

Keguruan

Universitas

Islam

Negeri

Syarif

llidyatullah

Jakarta

2014


(3)

(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama

TempatiTgl.Lahir

NIM

Jurusan / Prodi

Judul Skripsi

Herlina Wahyu K

Pontianak, 10 Januari 1993 I 1 10013000031

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Penggunaan Maksim Cara dalam Novel Masih Ada Kereta

yang Almn Lewat Kuryu

Mira

W

dan Implikasinya

Terhadap Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMA Dr. Nuryani, S.pd, M.A.

Dosen Pembimbing

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya

sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.


(5)

i

ABSTRAK

Herlina Wahyu K, 1110013000031, 2014. “Penggunaan Maksim Cara dalam Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Karya Mira W dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Dr. Nuryani, S.pd, M.A.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan maksim cara dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W dan implikasinya terhadap pembelajaran keterampilan berbicara di SMA. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi dan pengamatan langsung dengan teknik analisis isi teks. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W, ditemukan 61 maksim cara, dengan rincian 33 penyimpangan maksim cara dan 28 maksim cara yang sesuai dengan prinsip kerja sama Grice. Beberapa faktor yang menyebabkan penyimpangan maksim cara dalam novel dapat terjadi dikarenakan banyak hal. Di antaranya dalam dialog tokoh terdapat kesopansantunan berbahasa pada orang yang lebih tua, suasana, waktu dan tempat saat percakapan berlangsung juga mampu menyebabkan penyimpangan maksim cara terjadi. Implikasi penelitian terhadap pembelajaran bahasa Indonesia dapat diterapkan pada materi wawancara sehingga penelitian ini mampu menunjang keterampilan berbicara siswa untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar saat wawancara.


(6)

ii

ABSTRACT

Herlina Wahyu K, 1110013000031, 2014. “The Using of Maxim of Manner in the Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat by Mira W and the implication toward Speaking Skill Learning in Senior High School”. Department of Indonesian Education and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science. Syarif Hidayatullah State Islamic University. Advisor: Dr. Nuryani, S.pd, M.A.

Key words: pragmatics, cooperative principle by Grice, maxim of manner

The objective of this study is to know and describe the using of maxim of manner in the novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat by Mira W and the implication toward Speaking Skill Learning in Senior High School. The writer used observation and direct observation method with content analysis technique. This study is included in descriptive qualitative research. Unit of analysis of this study is the novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat by Mira W.

Based on the result of annalysis, and explanation in the novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat by Mira W, it was found 61 maxim of manner. In detail, 33 the violation of maxim of manner and 28 maxim of manner which is appropriate with the cooperative principle by Grice. Some factors that influenced the violation of maxim of manner in the novel can occur because of many things. Some of them were the presence of politeness in the dialogue of characters, milieu, time and place where the conversations happened also can cause the violation of maxim of manner. Implications of research on learning Indonesian interview can be applied to the material so that this study could support the students speaking skills to speak Indonesian well and truly at the interview.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt., yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Maksim Cara dalam Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Karya Mira W dan Implikasinya Terhadap PembelajaranKeterampilan Berbicara di SMA”. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat.

Penulis menyusun skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat agar mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan pembacanya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA., Ph. D., selaku Dekan FITK UIN Jakarta.

2. Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Jakarta.

3. Dr. Nuryani, S.pd, M.A., selaku dosen pembimbing skripsi yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas arahan, motivasi, dan bimbingan Ibu, hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Jakarta yang selama ini telah membekali penulis berbagai ilmu pengetahuan.

5. Keluarga saya tercinta, terutama untuk kedua orang tua saya yang selalu memberikan bimbingan, motivasi, doa, materi, semangat, dan kasih sayang yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih karena telah mencurahkan tinta cinta pada hidup penulis dan membuat hidup


(8)

iv

penulis lebih berwarna. Terima kasih juga untuk kakak adik saya yang selalu memberikan semangat dan doa untuk kelancaran penyusunan skripsi ini.

6. Sahabat dan teman-teman saya tersayang Niar, Shervita, Rere, Rifka, Wiwin, dan teman-teman saya lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih karena telah memberi motivasi, doa, dan membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga persahabatan kita dapat terus terjalin sampai akhir waktu yang memisahkan.

7. Terima kasih juga untuk BIGBANG yang musik dan lagunya secara tidak langsung telah menyemangati hidup saya.

8. Teman-teman PBSI A dan seluruh angkatan PBSI 2010 yang senantiasa mendukung dan berjuang bersama semasa perkuliahan.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga semua doa, bimbingan, bantuan, serta motivasi yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah Swt. Selain itu, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat agar dapat membantu meningkatkan mutu pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Jakarta, 13 Juli 2014


(9)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN BIMBINGAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ..ii

KATA PENGANTAR ... .iii

DAFTAR ISI ... ..v

DAFTAR TABEL………vii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

BAB I PENDAHULUAN ... ..1

A. Latar Belakang Masalah... ….1

B. Identifikasi Masalah ...…..6

C. Pembatasan Masalah ...6

D. Perumusan Masalah ...6

E. Tujuan Penelitian ...7

F. Manfaat Penelitian ...7

BAB II LANDASAN TEORETIS ... ..9

A. Pragmatik ..………... 9

B. Prisip Kerjasama Grice ...13

C. Hakikat Maksim Cara ...15

1. Penyimpangan Maksim Cara ……...18

D. Hakikat Novel ...21

E. Penelitian yang Relevan... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...27

A. Waktu Penelitian ...27

B. Metode Penelitian...28

C. Sumber Data…………... 29

D. Fokus Penelitian... .29


(10)

vi

F. Instrumen Penelitian ...30

G. Teknik Analisis Data ...30

BAB IV HASIL PENELITIAN ………...32

A. Biografi Penulis …………...32

B. Sinopsis Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat………...32

C. Penyajian Data Penggunaan Maksim Cara dalam Novel ...33

D. Analisis Penggunaan Maksim Cara dalam Novel………...41

E. Interpretasi Hasil Analisis……… 68

F. Pembahasan……….. 70

G. Implikasi Terhadap Pembelajaran bahasa Indonesia………72

H. Keterbatasan Penelitian……….73

BAB V PENUTUP ...75

A. Simpulan ...75

B. Saran... ..76

DAFTAR PUSTAKA ...77 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Data penggunaan Maksim Cara dalam Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat dari Keseluruhan Bab

Tabel 4.2 : Rekapitulasi Data Penggunaan Maksim Cara dalam Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat dari Keseluruhan Bab


(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Lampiran 2 : Sampul depan dan belakang novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia hidup penuh dengan aktivitas sosial. Berbahasa termasuk dalam aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan berbahasa akan terwujud apabila manusia terlibat langsung di dalamnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendirian. Ia membutuhkan kehadiran orang lain, karena itu diperlukan interaksi. Dalam berinteraksi, manusia menggunakan bahasa saat bertutur.

Kemampuan berkomunikasi secara lisan yang dilakukan manusia dikenal dengan berbicara. Berbicara dapat menjadi jembatan penghubung manusia saat terjadinya komunikasi. Komunikasi yang baik dapat terjadi, bila dapat memberikan timbal-balik mengenai suatu informasi. Kehidupan manusia berkembang dengan dinamis. Dalam berkomunikasi manusia membutuhkan penyesuaian setiap waktunya. Karena saat berkomunikasi, kode etik berbicara sangatlah diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Kode etik yang masih kental di Indonesia adalah kesopansantunan berbahasa. Kesopansantunan berbahasa masih banyak digunakan masyarakat Indonesia, karena budaya telah tertanam lama pada diri masyarakat Indonesia. Bahkan, budaya itu telah diterima sedari kecil. Khusunya masyarakat Jawa, yang lebih mengutamakan kesopansantunan berbahasa dan ketaklangsungan berbahasa daripada berbicara secara lugas atau langsung.

Kesopansantunan dan ketaklangsungan berbahasa yang banyak digunakan masyarakat Indonesia dapat menimbulkan pengertian yang tak lugas dan ambigu. Seringkali maksud penutur tak diterima atau tak dimengerti oleh mitra tuturnya. Berbahasa yang tak lugas dan ambigu sangat merugikan penutur saat berkomunikasi. Kerugian itu dapat berdampak buruk untuk penutur dikarenakan maksud dan tujuan penutur tidak dapat diterima lawan tutur dengan baik. Namun,


(14)

kesopansantunan berbahasa pun tetap dibutuhkan manusia dalam berkomunikasi. Karena, berbahasa bukan sekedar asal ucap, tapi juga sebagai alat komunikasi yang penting. Kesalahpahaman dan hilangnya kesopansantunan bahasa sering kali menjadi konflik yang tak berujung.

Dalam realitas kehidupan berbahasa sehari-hari, tidak jarang kita menemukan atau mengalami kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Maksud yang disampaikan oleh penutur adalah A, tetapi yang diterima oleh mitra tutur B. Begitu juga sebaliknya. Hal demikian sangat memungkinkan dalam berkomunikasi sebab ketika berkomunikasi, terlibat banyak unsur: tata bahasa, makna, penutur dan mitra tutur yang dipengaruhi juga situasi dan konteks. Dalam linguistik, apa yang diujarkan oleh penutur dan mitra tutur ketika berkomunikasi dipelajari dalam pragmatik.

Kesalahpahaman dalam berkomunikasi dapat terjadi dikarenakan bahasa yang digunakan tidak lugas dan terlalu berbelit-belit. Terkadang, konteks dan pembicaraan penutur sering tak sesuai, sehingga membuat mitra tutur bingung untuk menyimpulkan maksud dari ujarannya.

Di dalam pragmatik, prinsip yang harus ditaati oleh peserta petuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi lebih dikenal dengan maksim. Salah satu maksim menurut prinsip kerjasama Grice yang akan dibahas lebih lanjut yaitu maksim cara. Maksim cara menghendaki setiap peserta petuturan harus berbicara langsung dan lugas serta tidak berlebihan. Penutur harus menafsirkan kata-kata yang dipergunakan oleh petutur bedasarkan konteks pemakainya. Contoh:

(1)A: Mau beli apa, novel atau komik?

B: Novel saja. Ceritanya sangat bagus.

(2)A: Mau beli apa, novel atau komik?

B: Sebetulnya, komik lebih menarik. Apalagi kalau beli komiknya dua. Novel juga menarik, tapi harganya mahal.


(15)

C: Jadi…. Kamu mau beli yang mana?

Dalam kedua penggalan percakapan di atas, dapat kita lihat bahwa jawaban B (1) adalah jawaban yang lugas dan tidak berlebihan. Pelanggaran terhadap maksim cara terdapat pada jawaban B (2).

Banyak masyarakat yang menggunakan maksim cara yang sesuai dan melanggar prinsip kerjasama Grice saat berkomunikasi. Hal tersebut dikarenakan kehidupan bermasyarakat Indonesia yang memang tak terbiasa mengungkapkan maksud secara langsung. Namun lebih menggunakan kata-kata yang tak jelas, kabur dan lebih sopan untuk mengungkapkan keinginan mereka. Menurut prinsip kerjasama Grice kesopansantunan sendiri dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap penggunaan maksim cara. hal ini pun dapat kita teliti dan kaitkan dengan kehidupan masyarakat Indonesia khusunya masyarakat Jawa, yang lebih mengutamakan kesopansantunan dan ketaklangsungan berbahasa daripada berbicara secara lugas atau langsung. Contoh:

A : Bu, besok Ida pulang ke Surabaya.

B : Uangnya sudah Ibu titipkan ke kakakmu.

Bahasa yang digunakan pada penggalan percakapan di atas tampak tak langsung. Maksud A (anak) meminta uang kepada (B) ibunya. Ibunya pun menjawab seadanya. Kemungkinan percakapan tersebut memang terbiasa terjadi antara anak dan ibunya. Ketaklangsungan terjadi karena adanya kesopansantunan berbahasa antara anak dan ibu yang telah melahirkannya.

Di dalam lingkungan pendidikan, khususnya komunikasi antar siswa pun sering terjadi pelanggaran terhadap penggunaan maksim cara menurut prinsip kerjasama Grice. Baik disengaja atau tidak, siswa banyak lebih memilih bahasa informal yang notabenenya tak lugas, dan berbelit-belit. Sehingga, maksud siswa sebagai penutur tidak dapat dimengerti oleh siswa mitra tutur. Selain itu, karena kebiasaan para siswa yang menggunakan kata tak lugas, dan berlebihan. Sering membuat mereka sulit berbicara di depan kelas, bila diminta oleh gurunya


(16)

bercerita, berdiskusi atau mempresentasikan tugasnya. Penggunaan maksim cara yang sesuai dengan prinsip kerjasama Grice sangat dibutuhkan agar siswa dapat terbiasa berbahasa dan berbicara dengan baik.

Berbicara secara lugas dan langsung tidaklah mudah. Karena, seringkali konteks tidak sesuai dengan topik yang akan dibicarakan. Oleh karena itu, butuh latihan agar dapat terbiasa berbahasa yang baik dan benar. Bila sudah terbiasa, maka penggunaan maksim cara yang sesuai dengan prinsip kerjasama Grice pun dapat terwujud.

Penggunaan maksim cara yang sesuai dan melanggar prinsip kerjasama Grice tidak hanya terjadi dalam komunikasi sehari-hari. Banyak penulis dan sastrawan yang menggunakan maksim cara di dalam karya sastranya. Begitu pula dengan penggunaan maksim cara di dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W. Mira banyak menggunakan maksim cara yang sesuai dan melanggar prinsip kerjasama Grice di dalam novelnya.

Contoh:

(1) Arini :Tidur di mana? Nick : Dekat stasiun.1

(2) Arini : Kamu ceritakan hubungan kita kepada mereka? Nick : Memang kenapa?2

Dalam kedua penggalan percakapan di atas. Dapat dilihat bahwa jawaban Nick (1) adalah jawaban yang lugas dan tidak berlebihan. Pelanggaran terhadap maksim cara tampak pada jawaban Nick (2) yang tidak sesuai dengan pertanyaan yang disampaikan Arini.

Seorang penulis tentu saja memiliki alasan tersendiri saat memutuskan menggunakan maksim cara di dalam karya sastra ditulisnya. Baik penggunaan maksim cara yang sesuai dan yang melanggar prinsip kerjasama Grice. Karena hal

1

Mira W, Masih Ada Kereta yang Akan Lewat, 9th ed. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 75.

2


(17)

itulah peneliti ingin mengetahui lebih mendalam mengenai maksim cara yang ada di dalam novel tersebut.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia novel ini baik digunakan untuk kalangan siswa SMA khususnya dalam aspek berbicara yaitu dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Karena di dalam novel ini banyak menggunakan maksim cara dan terdapat hikmah yang dapat dipetik dari alur ceritanya. Sehingga, mampu menambah pengetahuan siswa dalam berbahasa. Khususnya keterampilan berbicara.

Temuan ini membuktikan bahwa penggunaan maksim cara di dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira mempunyai suatu makna tersendiri. Oleh karena itu, penelitian tentang penggunaan maksim cara yang sesuai dan tidak sesuai dengan prinsip kerjasama Grice sangatlah penting untuk dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penggunaan maksim cara menurut prinsip kerjasama Grice di dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Mira W.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka muncullah identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan penggunaan maksim cara yang sesuai dan yang melanggar prinsip kerjasama Grice dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W.

2. Banyaknya penggunaan maksim cara yang melanggar prinsip kerjasama ditemukan dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat.

3. Kurangnya pengetahuan siswa terhadap keterampilan berbicara yang baik.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada penggunaan maksim cara yang sesuai dan melanggar prinsip kerja sama yang


(18)

dikemukakan oleh Grice di dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat cetakan ke Sembilan: September 2009 karya Mira W. Novel ini ditulis oleh Mira W, berjumlah 237 halaman dan diterbitkan pada tahun 1982 oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Aspek yang akan dianalisis dari novel tersebut adalah penggunaan maksim cara yang sesuai dan yang melanggar prinsip kerjasama Grice di dalam dialog tokoh yang ada di novel.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, yaitu

1. Bagaimanakah penggunaan maksim cara Grice yang digunakan pengarang dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W?

2. Bagaimanakah implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada aspek keterampilan berbicara?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana penggunaan maksim cara Grice dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira.

2. Mengetahui bagaimana implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada aspek keterampilan berbicara.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan berguna untuk berbagai pihak, baik secara teoretis maupun secara praktis, di antaranya sebagai berikut:

1. Manfaat teoretis

Secara teoretis melalui penelitian “Penggunaan Maksim Cara Menurut Prinsip Kerjasama Grice di dalam Novel Masih Ada Kereta yang


(19)

Akan Lewat karya Mira W dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia di SMA. Diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam upaya meningkatkan pembelajaran berbahasa khususnya kemampuan berbicara yang lebih kreatif dan memberikan sumbangan pemikiran sebagai perkembangan dunia bahasa Indonesia khususnya pada tataran pembelajaran berbahasa.

2. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini dapat memberikan sumbangan kepada: a) Peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan untuk tolok ukur oleh peneliti sendiri dalam kajian penelitian berikutnya. Peneliti juga dapat mengetahui sejauh mana penggunaan maksim cara yang bisa dipelajari oleh siswa SMA dalam berbahasa Indonesia, khususnya keterampilan berbicara.

b) Guru

Guru dapat mengoptimalkan fungsi dari media pembelajaran dan mengaplikasikannya dalam kegiatan belajar mengajar. Guru juga diharapkan bisa lebih kreatif dalam membuat media pembelajaran baik secara manual maupun elektronik, sehingga proses belajar jadi lebih menyenangkan. Semoga penelitian ini juga dapat menjadi sumber referensi ataupun acuan bagi guru untuk menerapkan dan mengembangkan media serta teknik yang telah digunakan oleh peneliti. Agar keterampilan berbicara siswa dapat lebih baik lagi.

c) Siswa

Siswa dapat berpikir lebih kreatif dan kritis, serta mampu berkoordinasi dan bekerjasama dengan siswa lainnya. Selain itu, siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan individualnya


(20)

untuk berbahasa khususnya kemampuan berbicara siswa agar dapat lebih baik lagi.

d) Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar atau acuan untuk melakukan penelitian sejenis dengan teknik dan sumber yang berbeda.


(21)

9

BAB II

LANDASAN TEORETIS

Pada bagian ini disajikan teori-teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Dalam rangka memperoleh kerangka berpikir akan dibahas mengenai pragmatik, prinsip kerjasama Grice, hakikat maksim cara, penyimpangan maksim cara, hakikat novel, dan penelitian yang relevan

A. Pragmatik

Subroto menyatakan “Pragmatik mengkaji arti yang disebut the speaker’s meaning atau arti menurut tafsiran penutur yang disebut maksud”.1

Dalam hal ini dimaksudkan bahwa pragmatik mempelajari maksud dari apa yang disampaikan penutur. Maksud dari penutur dapat dipengaruhi oleh konteks tuturan yang dapat berupa situasi waktu dan tempat.

Selain itu, Leech di dalam Wijana menyatakan pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang semakin dikenal pada masa sekarang ini walaupun pada kira-kira dua dekade yang silam ilmu ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para linguis. Hal ini dilandasi oleh semakin sadarnya para linguis bahwa upaya menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi.2

Jadi, penggunaan bahasa merupakan hal yang penting saat berkomunikasi. Apa yang manusia pikirkan dan inginkan, dapat disampaikan melalui bahasa yang dituturkan. Saat bertutur, pemahaman terhadap pragmatik mampu mempengaruhi hasil pembicaraan, sehingga pragmatik merupakan ilmu yang penting untuk dipelajari agar hakikat bahasa dalam berkomunikasi dapat dipelajari dengan baik.

Purwo menyatakan “Pragmatik dapat dibedakan atas dua hal, yaitu: 1. pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan dan 2. pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar. Butir nomor 1 masih dapat dibedakan lagi atas dua hal : a.

1

Edi subroto, Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik, (Surakarta: Cakrawala Media, 2011), h.8.

2

I Dewa Putu Wijana, Kartun: Studi Tentang Permainan Bahasa, (Jogjakarta: Ombak, 2003), h.39.


(22)

pragmatik sebagai bidang kajian linguistik, b. pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa”.3

Dalam hal ini dimaksudkan bahwa penggunaan pragmatik dapat disesuaikan dengan konteks ujaran dan tujuan penuturnya. Pragmatik dapat digunakan sebagai sesuatu yang diajarkan dan juga dapat digunakan sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar. Hal ini berarti penggunaan pragmatik dapat disesuaikan dengan kebutuhan orang yang menggunakannya. Seorang dosen dapat mengajarkan kembali pragmatik sebagai bidang kajian linguistik pada mahasiswanya. Tetapi saat mengajar, dosen juga dapat menggunakan pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai kegiatan belajar mengajarnya. Sehingga materi yang dosen ajarkan dapat diterima mahasiswa dengan baik.

Fasold menyatakan “Pragmatics is fundamentally about how to context of use contributes to meaning both semantic meaning and speaker’s meaning”.4 Artinya: Pragmatik pada dasarnya merupakan tentang penggunaan konteks yang berkontribusi pada kedua makna baik makna dari semantik dan makna penutur.

Jadi, penggunaan konteks pada pragmatik mampu mempengaruhi makna dari semantik dan makna pembicaranya. Tujuan dan maksud dari penggunaan konteks mampu mempengaruhi makna yang akan diterima lawan tutur sehingga kesesuaian konteks haruslah dipertimbangkan dengan baik.

Green di dalam Cummings menyatakan Pragmatik linguistik… berada di persimpangan antara sejumlah bidang di dalam dan di luar ilmu pengetahuan kognitif: bukan hanya ilmu linguistik, psikologi kognitif, antropologi kultural, dan filsafat (logika, semantik, teori tindakan), tetapi juga sosiologi (dinamika interpersonal dan konvensi sosial) dan retorika memberikan kontribusi terhadap bidang kajian ini.5

Dalam hal ini dimaksudkan bahwa terdapat banyak bidang ilmu lain yang berkontribusi di dalam pragmatik. Hal ini dikarenakan makna yang diterima lawan

3

Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa; Menyibak Kurikulum 1984, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h.1-2.

4

Ralph W. Fasold, an introduction to language and linguistics, (New York: Cambridge University Press, 2006), h. 163.

5

Luoise Cummings, Pragmatik Sebuah PerspektifMultidispliner, Terj. Dari Pragmatics a Multidisciplinary Perspective oleh Eti Setiawati, dkk., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.1.


(23)

tutur tidak hanya dipengaruhi oleh ilmu linguistik saja, tetapi juga ilmu lainnya seperti psikologi, sosiologi, dan retorika yang saling berkaitan.

Hindun menyatakan “Pragmatik adalah telaah umum tentang cara kita menafsirkan kalimat dalam suatu konteks”.6

Jadi, pragmatik merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan konteks (unsur waktu dan tempat sangat mempengaruhi ujaran). Berarti, menafsirkan suatu ujaran dalam pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteksnya agar tak terjadi kesalahpahaman.

Huang menyatakan “Pragmatics is a rapidly growing field in contemporary linguistics. In recent years, it has not only become a centre of interest in linguistics and the philosophy of language, it has also attracted a considerable amount of attention from anthropologists, and semioticians”.7

Artinya: Pragmatik adalah bidang yang berkembang pesat dalam linguistik kontemporer. Dalam beberapa tahun terakhir, hal itu tidak hanya menjadi pusat perhatian dalam linguistik dan filsafat bahasa, juga telah menarik cukup banyak perhatian dari antropolog, dan ahli semiotik.

Dalam hal ini menyatakan bahwa pragmatik telah menjadi magnet yang mampu menarik banyak perhatian para ahli bahasa. Pragmatik menarik untuk dipelajari para ahli bahasa, karena pragmatik berada di persimpangan banyak bidang ilmu lainnya seperti antropologi dan sosiologi.

Raad menyatakan “The pragmatic meaning of an utterance cannot simply be understood from its content. The utterance can only be understood contextually, through a recourse to the relation between the content of the utterance and the intentions of the communicators”.8

6

Hindun, PRAGMATIK untuk Perguruan Tinggi, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2012), h.3. 7

Yan Huang, Pragmatics, (UK: Oxford University Press, 2007), h.1.

8

Boele De Raad, Person-Talk In Everyday Life: Pragmatics Of Utterances About Personality, (tt.p.: rijksuniversiteit te Groningen, 1985), h.3


(24)

Artinya, Makna dari pragmatik adalah sebuah ucapan yang tidak bisa hanya dipahami dari isinya. Namun, ucapan itu juga harus dipahami secara kontekstual, melalui hubungan antara isi ucapan dan maksud dari penutur.

Jadi, pragmatik berhubungan dengan konteks ujaran. Isi ucapan dan maksud dari penutur dapat dilihat berdasarkan konteksnya, yaitu unsur tempat dan waktunya. Bila lawan tutur tidak memperhatikan konteks pembicaraan, maka maksud dari penutur akan sulit ditangkap oleh lawan tuturnya sehingga terjadilah kesalahpahaman makna.

Gazdar di dalam Nadar menyatakan “Topik pragmatik adalah beberapa aspek yang tidak dapat dijelaskan dengan acuan langsung pada kondisi sebenarnya dari kalimat yang dituturkan”.9

Jadi pemahaman makna yang dituturkan sangat berkaitan dengan konteks, baik situasi waktu maupun tempatnya. Bila lawan tutur hanya memahami isi dari kalimat yang dituturkan, maka maksud dari penutur tidak akan tersampaikan.

Levinson di dalam Surastina menyatakan “Pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian”.10

Dalam hal ini menyatakan bahwa peserta tutur seharusnya mamahami konteks tuturan bila ingin mengerti maksud dan tujuan dari tuturan. Karena pemahaman makna tidak hanya didapatkan hanya dari bahasa saja, tetapi juga dipengaruhi konteks tuturan yang ada.

Cruse di dalam Fatimah menyatakan Pragmatik dapat dikaji dari empat konsentrasi, yakni: (1) kajian linguistik, dipahami sebagai kajian dalam memadukan komponen tanda bunyi dan makna serta subsistemnya (fonologi, gramatika morfologi – sintaksis, dan leksikon); (2) kajian pragmatik ujaran (Tema-Rema), tema adalah bagian ujaran yang memberi informasi tentang apa yang sedang dibicarakan, rema yang memberi informasi tentang tema; atau fokus-latar, fokus memberi informasi tentang unsur yang dianggap paling penting, dan latar yang memberi informasi dari mana ujaran dilihat; atau fokus-kontras (memberi informasi unsur positif-negatif); (3) kajian pragmatik wacana melalui pemahaman wacana

9

F.X. Nadar, Pragmatik dan penelitian pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 5.

10


(25)

(konteks wacana) sebagai satuan terlengkap; (4) kajian kesantunan dan kearifan.11

Jadi, terdapat empat konsentrasi kajian dalam pragmatik. Setiap kajian memiliki bagian terpenting dalam mengkaji pragmatik. Salah satunya kajian pragmatik wacana, kajian ini berdasarkan pemahaman wacana (konteks wacana) dengan memperhatikan konteks wacana, maka pragmatik akan lebih mudah untuk dikaji karena pragmatik berkaitan dengan konteks wacana tersebut.

Dengan demikian, pragmatik merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan konteks (unsur waktu dan tempat sangat mempengaruhi ujaran). Bila lawan tutur tidak memperhatikan konteks pembicaraan, maka maksud dari penutur akan sulit ditangkap oleh lawan tuturnya sehingga terjadilah kesalahpahaman makna. penggunaan pragmatik dapat disesuaikan dengan konteks ujaran dan tujuan penuturnya. Penggunaan konteks pada pragmatik mampu mempengaruhi makna dari semantik dan makna pembicaranya. Tujuan dan maksud dari penggunaan konteks mampu mempengaruhi makna yang akan diterima lawan tutur sehingga kesesuaian konteks haruslah dipertimbangkan dengan baik. Terdapat banyak bidang ilmu lain yang berkontribusi di dalam pragmatik. Hal ini dikarenakan makna yang diterima lawan tutur tidak hanya dipengaruhi oleh ilmu linguistik saja, tetapi juga ilmu lainnya seperti psikologi, sosiologi, dan retorika yang saling berkaitan. Terdapat empat konsentrasi kajian dalam pragmatik. Salah satunya kajian pragmatik wacana, kajian ini berdasarkan pemahaman wacana (konteks wacana) dengan memperhatikan konteks wacana, maka pragmatik akan lebih mudah untuk dikaji karena pragmatik berkaitan dengan konteks wacana tersebut.

B. Prinsip Kerjasama Grice

Grice di dalam Wijana menyatakan “Bahwa suatu percakapan biasanya membutuhkan kerja sama antara penutur dan mitra tutur untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Prinsip yang mengatur kerja sama antara penutur dan mitra tutur dalam suatu percakapan dinamakan prinsip kerja sama (cooperativeprinciple). Di dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama, setiap penutur harus menaati empat maksim percakapan (conversational maxim), yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity),

11


(26)

maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of manner). Selain itu, Grice di dalam Wijana juga menyatakan wacana yang wajar terbentuk karena kepatuhan terhadap prinsip kerja sama komunikasi (cooperative principles)”.12

Jadi, prinsip kerjasama yang dikemukakan oleh Grice adalah prinsip yang mengatur kerjasama antar penutur dan lawan tutur dalam sebuah percakapan. Di dalam percakapan, kerjasama penutur dan lawan tutur hasruslah bersifat timbal balik agar maksud dan tujuan dari penutur dapat tercapai. Sebuah ujaran mampu dimengerti dan dipahami bila prinsip kerja sama dalam komunikasi dapat dipatuhi. Penutur dan lawan tutur harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan atau maksim cara.

Tarigan menyatakan “Dalam prinsip kerja sama termasuk pula empat kategori maksim yang berbeda yaitu: 1. Maksim kuantitas: berilah jumlah informasi yang tepat 2. Maksim kualitas: cobalah membuat sumbangan atau kontribusi anda merupakan suatu yang benar. 3. Maksim relasi: Jagalah kerelevansian 4. Maksim cara: tajamkan pikiran”.13

Dalam hal ini menyatakan bahwa terdapat empat maksim di dalam prinsip kerjasama. Salah satunya adalah maksim cara: tajamkan pikiran. Maksud dari tajamkan pikiran pada maksim cara adalah penutur dan lawan tutur harus mengetahui maksud dan tujuan dari arah percakapan dengan memperhatikan konteks pembicaraan.

Grice di dalam Tagor menyatakan “Berkomunikasi itu ibarat suatu proses kerjasama antara penyapa dan pesapa melalui wahana bahasa untuk mencapai negosiasi makna. Berkomunikasi berarti bernegosiasi”.14

Jadi, saat berkomunikasi dibutuhkan kerjasama penutur dan lawan tutur agar maksud dan tujuan pembicaraan dapat tercapai. Makna tujuan dapat tercapai

12

Wijana, op. cit., h. 9.

13

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 1990), h.38-39.

14


(27)

bila penutur dan lawan tutur memperhatikan situasi waktu dan tempat dari pembicaraan.

Grice di dalam Cummings menyatakan “Prinsip kerjasama merupakan prinsip yang mengatur rasionalitas pada umumnya dan rasionalitas percakapan pada khususnya. Kerjasama membentuk struktur kontribusi-kontribusi kita sendiri terhadap percakapan dan bagaimana kita mulai menginterpretasikan kontribusi- kontribusi orang lain“.15

Jadi, prinsip kerjasama merupakan suatu prinsip yang mengatur sebuah percakapan agar maksud dan tujuan dari percakapan dapat dipahami dengan baik. Penutur maupun lawan tutur akan mulai menafsirkan maksud dan tujuan pembicaraan berdasarkan konteks pembicaraannya.

Dengan demikian, prinsip kerjasama yang dikemukakan oleh Grice adalah prinsip yang mengatur kerjasama antar penutur dan lawan tutur di dalam sebuah percakapan. Penutur dan lawan tutur harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan atau maksim cara. Maksim cara: tajamkan pikiran, maksud dari tajamkan pikiran pada maksim cara adalah penutur dan lawan tutur harus mengetahui maksud dan tujuan dari arah percakapan dengan memperhatikan konteks pembicaraan. Penutur maupun lawan tutur akan menafsirkan maksud dan tujuan pembicaraan berdasarkan konteks pembicaraannya yang dapat berupa situasi waktu dan situasi tempat pembicaraan.

C. Hakikat Maksim Cara

Grice di dalam Leech menyatakan “Cara: Usahakan agar mudah dimengerti yaitu: 1. Hindarilah pernyataan-pernyataan yang samar 2. Hindarilah ketaksaan 3. Usahakan agar ringkas 4. Usahakan agar anda berbicara dengan teratur”.16

15

Cummings, op. cit., h.10.

16

Geoffrey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik, Terj. Dari The Principles of Pragmatics oleh Oka, (Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia,1993), h.11-12.


(28)

Jadi maksim cara merupakan salah satu maksim dalam prinsip kerjasama Grice yang menegaskan penutur dan lawan tuturnya untuk berbahasa dan berbicara yang ringkas, padat, dan jelas agar maksud dan tujuan tuturan dapat dengan mudah dimengerti oleh setiap peserta tutur sehingga kesalahpahaman dalam memahami maksud tuturan tidak terjadi.

Kushartanti, dkk menyatakan Berdasarkan maksim cara, setiap peserta percakapan harus berbicara langsung dan lugas serta tidak berlebihan. Di dalam maksim ini, seorang penutur juga harus menafsirkan kata-kata yang dipergunakan oleh mitra tuturnya berdasarkan konteks pemakaiannya. Marilah bandingkan penggalan percakapan (9) (10)

(9) A: Mau yang mana, komedi atau horor?

B: Yang komedi saja. Gambarnya juga lebih bagus. (10)C: Mau yang mana, komedi atau horor?

D: Sebetulnya yang drama bagus sekali. Apalagi pemainnya aku suka semua. Tapi ceritanya tidak jelas arahnya. Action oke juga, tapi ceritanya aku tidak mengerti.

C: Jadi kamu pilih yang mana?

Di dalam kedua penggalan percakapan di atas kita dapat melihat bahwa jawaban B adalah jawaban yang lugas dan tidak berlebihan. Pelanggaran terhadap maksim cara dapat dilihat dari jawaban D.

Untuk memenuhi maksim cara, adakalanya kelugasan tidak selalu bermanfaat di dalam interaksi verbal (hal ini dapat kita lihat pula pada bagian yang membicarakan interaksi dan sopan santun). Sebagai pembatas dari maksim cara, pembicara dapat menyatakan ungkapan seperti bagaimana kalau..., menurut saya..., dan sebagainya.”17

Jadi, maksim cara menekankan pada peserta tutur untuk berbahasa dan berbicara yang lugas, langsung serta tidak berlebihan. Percakapan penutur dan mitra tutur juga harus disesuaikan dengan konteks tuturannya, karena lawan tutur akan menafsirkan maksud dan tujuan dari pembicaraan berdasarkan konteks pembicaraannya yang dapat berupa situasi waktu dan situasi tempat dari pembicaraan.

Grice di dalam Huang menyatakan “Manner: be perspicuous

(i) Avoid obscurity of expression (ii) Avoid ambiguity

17

Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: PT Gramedia, 2005), h. 108.


(29)

(iii) Be brief (avoid unnecessary prolixity) (iv) Be orderly”.18

Artinya, Maksim cara: mudah dipahami (i) Hindari ketidakjelasan ekspresi (ii) Hindari ambiguitas

(iii)Jadilah singkat (menghindari hal yang tidak perlu) (iv)Berjalan teratur

Dalam hal ini menyatakan bahwa maksim cara haruslah mudah dipahami. Maksud dari mudah dipahami, maksim cara menekankan peserta tutur agar dalam percakapan hindari ketidakjelasan ekspresi, hindari ambiguitas, tidak berbelit-belit atau jadilah singkat, dan berjalan teratur.

Grice di dalam wijana menyatakan “Dalam maksim pelaksanaan, hal yang ditekankan bukan mengenai apa yang dikatakan, tetapi bagaimana cara mengungkapkan. Sebagai aturan utama, Grice menyebutkan Be perspicacious atau Anda harus berbicara jelas. Selanjutnya Grice menguraikan aturan utama di atas menjadi empat aturankhusus, yaitu : a. Avoid obscurity of expression

b. Avoid ambiguity

c. Be brief (avoid unnecessary prolixity) d. Be orderly

Dalam maksim pelaksanaan, peserta tutur harus bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Orang yang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal di atas dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan.19

Jadi, agar maksim pelaksanaan atau cara dapat terjadi maka peserta tutur harus bertutur dengan memperhatikan kejelasan ekspresi, tidak meggunakan bahasa atau kata yang ambigu, langsung atau singkat, dan berjalan teratur. Bila peserta tutur tidak menerapakan aturan maksim cara ini di dalam percakapannya, berarti telah melanggar prinsip kerjasama Grice.

Selain itu, Wijana menyatakan “Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak

18

Huang, op. cit., h. 11.

19


(30)

berlebih-lebihan, serta runtut. Dengan maksim ini seorang pembicara juga diharuskan menafsirkan kata-kata yang digunakan oleh lawan bicaranya secara tidak taksa berdasarkan konteks-konteks pemakaiannya.”20

Jadi, maksim cara menekankan pada peserta tutur untuk berbahasa dan berbicara langsung, tidak ambigu, jelas, tidak berlebihan, dan teratur agar maksud dan tujuan dari pembicaraan dapat tercapai dengan baik. penutur juga harus memperhatikan apa yang dituturkan oleh lawan tutur agar mampu menafsirkan maksud dan tujuan pembicaraan berdasarkan konteks tuturannya yang dapat berupa situasi waktu dan situasi tempat pembicaraan.

Dengan demikian, maksim cara merupakan maksim yang menekankan penutur dan lawan tuturnya untuk berbahasa dan berbicara yang ringkas, padat, dan jelas agar maksud dan tujuan tuturan dapat dengan mudah dimengerti oleh setiap peserta tutur. Maksim cara haruslah mudah dipahami. Maksud dari mudah dipahami, maksim cara menekankan peserta tutur agar dalam percakapan hindari ketidakjelasan ekspresi, hindari ambiguitas, tidak berbelit-belit atau jadilah singkat, dan berjalan teratur. Bila peserta tutur tidak menerapakan aturan maksim cara ini di dalam percakapannya, berarti telah melanggar prinsip kerjasama Grice.Penutur juga harus memperhatikan apa yang dituturkan oleh lawan tutur agar mampu menafsirkan maksud dan tujuan pembicaraan. Percakapan penutur dan mitra tutur juga harus disesuaikan dengan konteks tuturannya, karena lawan tutur akan menafsirkan maksud dan tujuan dari pembicaraan berdasarkan konteks pembicaraannya yang dapat berupa situasi waktu dan situasi tempat dari pembicaraan.

1. Penyimpangan maksim cara

Berkenaan dengan maksim cara, Rahardi menyatakan dengan memberikan contoh sebagai berikut :

(10) A : “Ayo, cepat dibuka!” B : “Sebentar dulu, masih dingin.”

Wacana (10) di atas memiliki kadar kejelasan yang rendah, karena berkadar kejelasan rendah dengan sendirinya kadar kekaburannya tinggi. Tuturan (A) sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang

20


(31)

sebenarnya diminta oleh si mitra tutur. Dapat dikatakan demikian karena tuturan itu dimungkinkan untuk ditafsirkan bermacam-macam. Demikian pula tuturan yang disampaikan (B) mengandung kadar ketaksaan yang cukup tinggi. Tuturan-tuturan demikian dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan dalam prinsip kerjasama Grice.21

Jadi, tuturan yang mematuhi maksim pelaksanaan atau cara merupakan tuturan yang jelas, langsung, tepat dan tidak berlebihan. Pelanggaran maksim cara dapat terjadi bila peserta tutur tidak menerapkan aturan utama mengenai maksim cara, yaitu mudah dipahami. Bila di dalam tuturan, ketaksaan masih tinggi, maka maksud dan tujuan dari tuturan sulit untuk dipahami. Sehingga, terjadilah pelanggaran maksim cara, karena maksud dari tuturan tidak tercapai.

Kushartanti, dkk menyatakan “Untuk memenuhi maksim cara, adakalanya kelugasan tidak selalu bermanfaat di dalam interaksi verbal (hal ini dapat kita lihat pula pada bagian yang membicarakan interaksi dan sopan santun)”.22

Jadi, pelanggaran maksim cara dapat terjadi karena berbagai hal, salah satunya kesopansantunan. Pelanggaran maksim cara ini dapat terjadi karena banyak masyarakat Indonesia khususnya masyarakat suku-suku tertentu yang masih mengutamakan kesopansantunan berbahasa pada orang yang lebih tua. Kesopansantunan di sini bernilai sangat penting karena telah menjadi kebiasaan dan adab dalam kebudayaan mereka. Contohnya, orang Jawa banyak yang melakukan penyimpangan maksim cara ini karena orang Jawa banyak yang masih mengutamakan kesopansantunan. Sehingga, penutur seringkali mengungkapkan ujarannya secara tidak langsung, berbelit-belit dan terkadang bersifat ambiguitas untuk orang yang tak mengerti maksud dari ujarannya.

Parker di dalam Wijana “Menyatakan contoh (10) sebagai tuturan yang menyimpangkan maksim pelaksanaan atau yang dikenal dengan maksim cara ini.

(10) + Let’s stop and get something to eat

21

Kunjana Rahardi, Pragmatik; Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta:Erlangga,2005), h. 57-58.

22


(32)

- Okay, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S.

Dalam wacana (10) tokoh (-) menjawab ajakan (+) secara tidak langsung, yakni dengan mengeja satu persatu kata McDonalds. Penyimpangan ini dilakukan secara sengaja bukan untuk tujuan berhumor, tetapi karena ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui maksudnya. Anak-anak kecil dalam batas-batas umur tertentu memang akan kesulitan atau tidak mampu menangkap makna kata dieja hurufnya satu persatu. Cara ini sering dilakukan kalau anaknya meminta barang-barang atau mainan yang mahal bila berbelanja di toko atau pasar swalayan. Contoh lain:

(11) +17 tahun penjara tidak boleh ditawar-tawar. -kalau sales modelnya begitu mana ada yang mau beli.

Tokoh (+) adalah seorang hakim, sedangkan (-) adalah seorang terdakwa. Bila (-) seorang peserta percakapan yang kooperatif, maka ia harus menyadari dirinya sebagai seorang terdakwa, dan lawan bicaranya adalah seorang hakim. Sehubungan dengan ini tidak pada tempatnya ia memperluas makna kata ditawar-tawar. Kata ditawar-tawar diucapkan oleh seorang hakim tidak sama degan yang diucapkan oleh pedagang, atau sales. Bagi seorang hakim, ketegasan putusan merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan.23

Jadi, penyimpangan maksim cara dapat terjadi dengan disengaja. Hal ini dapat terjadi, karena penutur memiliki tujuan tertentu. penyimpangan juga dapat terjadi bila antar peserta percakapan yaitu penutur dan lawan tuturnya tidak saling berkerjasama dalam percakapan mereka. Sehingga, maksud dan tujuan dari pembicaraan tidak tercapai.

Dengan demikian, tuturan yang mematuhi maksim pelaksanaan atau cara merupakan tuturan yang jelas, langsung, tepat dan tidak berlebihan. Pelanggaran maksim cara dapat terjadi bila peserta tutur tidak menerapkan aturan utama mengenai maksim cara, yaitu mudah dipahami. Bila di dalam tuturan, ketaksaan masih tinggi, maka maksud dan tujuan dari tuturan sulit untuk dipahami. Sehingga, terjadilah pelanggran maksim cara, karena maksud dari tuturan tidak tercapai. Pelanggaran maksim cara dapat terjadi karena berbagai hal, salah satunya kesopansantunan. Pelanggaran maksim cara ini dapat terjadi karena

23


(33)

banyak masyarakat Indonesia khususnya masyarakat suku-suku tertentu yang masih mengutamakan kesopansantunan berbahasa pada orang yang lebih tua. Kesopansantunan di sini bernilai sangat penting karena telah menjadi kebiasaan dan adab dalam kebudayaan mereka. Contohnya, orang Jawa banyak yang melakukan penyimpangan maksim cara ini karena orang Jawa banyak yang masih mengutamakan kesopansantunan. Sehingga, penutur seringkali mengungkapkan ujarannya secara tidak langsung, berbelit-belit dan terkadang bersifat ambiguitas untuk orang yang tak mengerti maksud dari ujarannya. Hal ini dapat terjadi, karena penutur memiliki tujuan tertentu. Penyimpangan juga dapat terjadi bila antar peserta percakapan yaitu penutur dan lawan tuturnya tidak saling berkerjasama dalam percakapan mereka.

D. Hakikat Novel

Zulfahnur, dkk menyatakan “Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novellus yang diturunkan dari kata noveus yang berarti baru. dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lainnya, jenis ini muncul kemudian.”24

Dalam hal ini menyatakan bahwa novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novellus yang diturunkan dari kata noveus yang berarti baru. Novel adalah sesuatu yang baru di dunia sastra dibandingkan dengan karya sastra lainnya, seperti puisi, cerpen, drama, dan sebagainya. Novel hadir di ranah sastra dan melengkapi keberagaman karya yang ada sebelumnya.

Kosasih menyatakan “Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.”25

Jadi, cerita yang ada di dalam novel berkisah tentang kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. Sebuah novel tidak mungkin mengisahkan suatu hal yang di luar kehidupan manusia. Karena penulis sendiri hidup bersama masyarakat. Maka, hubungan sosial yang terjalin di antar penulis dan masyarakat

24

Zulfahnur Z.F., dkk., Teori Sastra, (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2007), h. 6.9.

25


(34)

itulah yang pada akhirnya dapat menjadi inspirasi untuk penulis menciptakan sebuah karya.

Reeve di dalam Wellek & Warren menyatakan “Novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis. Romansa, yang ditulis dalam bahasa yang agung dan diperindah. Menggambarkan apa yang tidak pernah terjadi dan tidak mungkin terjadi.”26

Jadi, novel adalah sebuah karya sastra agung yang berasal dari kehidupan. Novel tidak akan lepas dari kehidupan manusia dan zamannya. Ideologi, karir, kisah percintaan, keinginan, dan kehidupan penulis mampu mempengaruhi karya yang dibuatnya.

Priyatni menyatakan “Pada hakikatnya, novel adalah cerita, karena fungsi novel adalah bercerita. Aspek terpenting novel adalah menyampaikan cerita.”27

Dalam hal ini menyatakan bahwa novel di dalam sastra adalah sarana untuk menyampaikan cerita. Segala sesuatu yang ditulis oleh penulis di dalam karyanya merupakan suatu cerita yang ingin dibagikan penulis kepada pembaca novelnya. Melalui novel itulah penulis bercerita kepada para pembacanya, sehingga pembaca dapat mengerti maksud cerita yang disampaikan oleh penulis walau tidak bertemu langsung dan memetik pelajaran yang ada melalui sarana novel yang dibuat oleh penulis.

Suroto menyatakan “Novel hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib.”28

Jadi, penulis hanya akan menceritakan suatu kisah yang memang layak untuk ditulis dalam novelnya. Penulis juga menjadikan satu tokoh sebagai pusat cerita dan yang nantinya mengendalikan alur cerita. Cerita dari tokoh inilah yang

26

Rene Wellek dan Austin Warren, Teori kesusastraan, Terj. Dari Theory of Literature oleh Melani Budianta, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.282.

27

Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.125.

28


(35)

nantinya menjadi kisah yang menarik untuk dibaca sehingga dapat mempengaruhi pembaca untuk memahami maksud penulis.

Dengan demikian, novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novellus yang diturunkan dari kata noveus yang berarti baru. Novel adalah sesuatu yang baru di dunia sastra dibandingkan dengan karya sastra lainnya, seperti puisi, cerpen, drama, dan sebagainya. Novel hadir di ranah sastra dan melengkapi keberagaman karya yang ada sebelumnya Sebuah novel tidak mungkin mengisahkan suatu hal yang di luar kehidupan manusia. Karena penulis sendiri hidup bersama masyarakat. Maka, hubungan sosial yang terjalin di anatar penulis dan masyarakat itulah yang pada akhirnya dapat menjadi inspirasi untuk penulis menciptakan sebuah karya. Novel adalah sebuah karya sastra agung yang berasal dari kehidupan. Novel tidak akan lepas dari kehidupan manusia dan zamannya. Ideologi, karir, kisah percintaan, keinginan, dan kehidupan penulis mampu mempengaruhi karya yang dibuatnya. Novel di dalam sastra adalah sarana untuk menyampaikan cerita. Segala sesuatu yang ditulis oleh penulis di dalam karyanya merupakan suatu cerita yang ingin dibagikan penulis kepada pembaca novelnya. Melalui novel itulah penulis bercerita kepada para pembacanya, Sehingga pembaca dapat mengerti maksud cerita yang disampaikan oleh penulis walau tidak bertemu langsung dan memetik pelajaran yang ada melalui sarana novel yang dibuat oleh penulis.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang Penggunaan Maksim Cara Menurut Prinsip Kerjasama Grice di dalam Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Karya Mira W, belum pernah dilakukan. Penulis melakukan penelusuran di berbagai perpustakaan universitas yang ada di Indonesia, serta berbagai jurnal yang ada. penulis mendapatkan penelitian yang relevan dengan penelitian ini berdasarkan maksim cara dan novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W.


(36)

Novie susantie (2010) melakukan penelitian dnegan judul “Analysis on the Violation of Maxim of Manner in Conversational Implicature Appearing in Stephenie Meyer Twilight” merupakan suatu kajian pragmatik yang menitikberatkan pada analisis pelanggaran maksim cara beserta simpulan yang dapat diambil dari suatu implikatur percakapan yang terdapat dalam novel Twilight karya Stephenie Meyer. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pelanggaran maksim cara dalam implikatur percakapan beserta simpulan yang tersirat dalam percakapan tersebut. Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif untuk menjabarkan dan menjelaskan fenomena pelanggaran maksim cara dalam implikatur percakapan.Dalam penelitian ini, penulis menemukan tiga puluh satu data mengenai pelanggaran maksim cara di dalam novel Twilight karya Stephenie Meyer. Pelanggaran terhadap maksim cara meliputi beberapa tipe, yaitu pelanggaran tehadap ketidakjelasan, keambiguan, kesingkatan, dan keteraturan. Berdasarkan hasil diskusi dalam penelitian ini diketahui bahwa seringkali seseorang melakukan pelanggaran maksim cara dengan berbagai alasan tertentu. Untuk bisa mengetahui maksud atau simpulan dari suatu implikatur percakapan yang mengalami pelanggaran maksim cara, hendaknya percakapan ini dianalisis berdasarkan konteks situasi dan praanggapan. Persamaan dari hasil penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu analisis sama-sama menitikberatkan pada maksim cara. Sedangkan perbedaannya, terdapat pada objek penelitiannya. Novie menjadikan novel Twilight karya Stephenie Meyer sebagai sumber data penelitiannya. Sedangkan peneliti menjadikan novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W sebagai sumber data penelitian.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Riska Widiastuti (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Konflik Tokoh Arini dalam Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Karya Mira W dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”. Penelitian ini membahas tentang analisis konflik pada tokoh utama yaitu Arini dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA. Tujuan penelitian ini


(37)

adalah mendeskripsikan konflik konflik tokoh Arini dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA. Dan hasil penelitiannya terdapat empat aspek pada konflik internal dan dua aspek konflik eksternal pada tokoh. Konflik tersebut meliputi, (1) Konflik Internal dengan persentase 71,79%, yaitu: (a) Konflik mendekat-mendekat 20,5%, (b) Konflik mendekat-menghindar 30,7%, (c) Konflik menghindar-menghindar 7,6%, (d) Konflik mendekat-menghindar ganda 12,8%, dan (2) Konflik Eksternal dengan persentase 28,2%, yaitu: (a) Konflik fisik, dan (b) Konflik sosial 28,2%. Persamaan hasil penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Sumber data dari penelitian ini sama. Yaitu sama-sama meneliti berdasarkan novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Karya Mira W. Perbedaan terlihat pada penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Penelitian di atas lebih bedasarkan sastranya. Yaitu tentang analisis konflik tokoh utama di dalam novel. Sedangkan penelitian yang akan ditulis penulis berdasarkan konteks pragmatiknya. Yaitu penggunaan maksim cara menurut perinsip kerjasama Grice di dalam novel.

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Anggreani Cahya Tia Ningrum (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Citra Perempuan dalam Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Karya Mira W serta Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”. Berdasarkan hasil penelitian dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Karya Mira W, terdapat empat Citra Perempuan yang dapat dijabarkan. Dari keempat Citra Perempuan tersebut, secara keseluruhan diperoleh 33 kutipan dengan presentase 100%, dengan rincian sebagai berikut: (1) Citra Perempuan dalam Aspek Fisis ada 11 kutipan dengan presentase 45,45%; (2) Citra Perempuan dalam Aspek Psikis ada 7 kutipan dengan presentase 15,15%; (3) Citra Perempuan dalam Aspek Sosial ada 5 kutipan dengan presentase 12,12%; (4) Citra Diri dan Citra Orang Lain ada 7 kitipan dengan presentase 27,27%. Persamaan dari dua hasil penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Sumber data dari penelitian ini sama. Yaitu sama-sama meneliti berdasarkan novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat Karya Mira W. Perbedaan terlihat pada penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Penelitian di


(38)

atas lebih bedasarkan sastranya. Yaitu tentang analisis citra perempuan di dalam novel. Sedangkan penelitian yang akan ditulis penulis berdasarkan konteks pragmatikny, yaitu penggunaan makism cara menurut perinsip kerjasama Grice di dalam novel.

Penulis hendak meneliti secara khusus penggunaan maksim cara dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMA. Penelitian ini disebut dengan penelitian teks sastra deskripsi kualitatif.


(39)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian

Penelitian mengenai penggunaan maksim cara Grice dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W dilaksanakan mulai tanggal 19 Januari 2014 sampai dengan 15 Juli 2014.

Tabel Jadwal Perencanaan Kegiatan Penelitian No Rencana

Kegiatan

Tahun 2013 Tahun 2014

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep 1. Uji

Komprehensif 2. Pengajuan

Judul Proposal √

3 Proposal √

4 Seminar Proposal

√ 5 Perbaikan

Proposal

6 Pembimbing √

7 Skripsi √

8 Mencari Buku Sumber

9 Observasi √

10 Tahap Menulis Pendahuluan


(40)

pembahasan 12 Tahap Mehulis

akhir dan pengeditan

16 Paraf

Pembimbing

√ 17 Menyelesaikan

Administrasi

18 Sidang Skripsi √

19 Perbaikan Skripsi

B. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan teknik analisis isi dengan cara menganalisis penggunaan maksim cara dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W dari sudut prinsip kerjasama Grice dan maksud penggunaannya. Metode penelitian kualitatif menurut Lincoln dan Guba di dalam pedoman penulisan skripsi FITK disebut sebagai Naturalistik Inquiry. Penggunaan pendekatan ini dikarenakan cara pengamatan dan pengumpulan data dilakukan dalam latar atau setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subjek yang diteliti.1

Ali menyatakan “data lunak yang bersifat kualitatif diperoleh melalui riset yang menggunakan pendekatan kualitatif, atau riset kualitatif. Data lunak atau data kualitatif ini sebagaimana dijelaskan di atas berbentuk kata-kata, yang diperoleh dari dokumen, wawancara dan atau observasi, yang biasanya dituangkan dalam catatan lapangan. Catatan lapangan adalah catatan atau rekaman kata-kata, kalimat, atau paragraf. Untuk

1

Kadir dkk., Pedoman Penulisan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 61.


(41)

memperoleh arti dari data semacam ini melalui interpretasi data digunakan teknik analisis data kualitatif.”2

Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan berusaha menemukan penggunaan maksim cara yang sesuai dan yang melanggar prinsip kerjasama Grice serta maksud penggunaannya di dalam dialog antartokoh pada novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W. Hal ini dilakukan agar keterampilan berbicara siswa di sekolah dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.

C. Sumber Data

Novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W. novel ini terbit di Jakarta, September 1982. Novel yang digunakan penulis adalah cetakan kesembilan, September 2009 yang diterbitkan PT Gramedia, Jakarta.

D. Fokus Penelitian

Penelitian berfokus untuk meneliti penggunaan maksim cara yang ada di dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W. Dialog tokoh yang ada di dalam novel menjadi titik fokus karena sumber analisis penggunaan maksim cara yang sesuai dan yang melanggar prinsip kerjasama Grice didapatkan dari novel tersebut.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:

1. Observasi

Melihat data awal, memilih novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat yang akan dipakai dalam penelitian

2. Membaca novel secara intensif, membaca secara berulang-ulang novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W. Membaca secara kritis, menemukan bagian-bagian dalam dialog antar tokoh yang

2

Mohammad Ali, Metodologi dan Aplikasi Riset Penelitian, (Bandung: Penerbit Pustaka Cendekia Utama, 2010), h. 322.


(42)

menunjukkan penggunaan maksim cara yang sesuai dan yang melanggar prinsip kerjasama Grice.

3. Pengamatan (si peneliti menganalisis teks) analisis teks.

4. Menentukan dialog tokoh yang terdapat maksim cara yang sesuai dan yang melanggar prinsip kerjasama Grice serta maksud penggunaan maksim cara yang ada di dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat.

5. Membuat tabel analisis kerja.

F. Instrumen Penelitian

Alatnya peneliti itu sendiri, dikarenakan penelitian ini merupakan

penelitian deskripsi kualitatif maka alatnya adalah peneliti itu sendiri. Peneliti

yang mencari, menemukan, dan menganalisis penggunaan maksim cara yang

sesuai dan yang melanggar prinsip kerjasama Grice di dalam novel Masih Ada

Kereta yang Akan Lewat karya Mira sebagai subjek penelitian. Peneliti juga

dibantu dengan beberapa data yang ada pada tabel sebagai berikut.

Tabel Data Penggunaan Maksim Cara dalam Novel Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat

No Kutipan dialog Bab dalam novel

Nomor halaman

Maksim Cara

PMC PYMC PMC PYMC

KETERANGAN :

PMC : Penggunaan Maksim Cara PYMC : Penyimpangan Maksim Cara


(43)

G. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses pengaturan urutan data mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik deskripsi kualitatif karena peneliti terlebih dahulu membaca dan mendeskripsikan (memaparkan atau menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci) Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W. lalu menganalisis ujaran di dalam novel yang mengandung maksim cara.

Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut.

(1) Membaca secara berulang novel yang ada.

(2) Mencari dialog-dialog yang terdapat dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat.

(3) Menandai kalimat atau dialog yang mengandung maksim cara

(4) Mencatat kalimat yang mengandung maksim cara dalam dialog tokoh pada novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat.

(5) Mengisi tabel analisis kerja dengan data hasil temuan penggunaan maksim cara yang terdapat di dalam novel.

(6) Menganalisis penggunaan maksim cara yang terdapat dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat.

(7) Menginterpretasi penggunaan maksim cara yang terdapat dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat.

(8)Menulis rekapitulasi data penggunaan maksim cara dalam novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W.

(9) Menulis hasil pembahasan berdasarkan penyajian data, analisis data, dan interpretasi hasil data yang ada.


(44)

32

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian, yaitu biografi penulis, penyajian data penggunaan maksim cara dalam novel, analisis penggunaan maksim cara dalam novel, interpretasi hasil analisis, pembahasan, implikasi terhadap pembelajaran bahasa Indonesia, dan keterbatasan penelitian.

A. Biografi Penulis

Dilahirkan dua puluh tujuh tahun yang lalu, pendidikan Doktoral satu pada sebuah Fakultas Kedokteran, Dra. Med. Mira Wijaya mengaku mulai menulis sejak tahun 1974, karya-karya yang berwujud cerpen banyak dimuat di majalah-majalah wanita seperti Femina, Dewi, Gadis, dan juga sejumlah majalah-majalah hiburan lainnya. Agaknya, Mira W (yang dalam kemunculanya pertama-tama menulis di bawah nama M. Wijaya) mulai dinobatkan sebagai salah seorang penulis pop yang digemari pembaca, sejak novelnya yang berjudul “Sepolos Cinta Dini” dimuat di harian Kompas.

Gaya bahasanya yang lancar dan lincah, dialog-dialognya yang segar, tema yang digarap sekitar kehidupan remaja dengan segala pernik-pernik percintaan mereka, merupakan kekuatan dari novel pop penulis dari calon dokter ini, dan pembaca akan menjumpai kesemuanya itu dalam novel “Cinta Tak Pernah

Berhutang” yang merupakan novel pertamanya yang dibukukan.1

B. Sinopsis novel Masih Ada Kereta yang Akan Lewat karya Mira W

Delapan tahun yang lalu karena takut ketinggalan kereta, Arini telah menumpang kereta yang salah. Kereta api yang menjerumuskannya ke jurang penderitaan. Tetapi penderitaan yang berat dan menyakitkan tidak menjerumuskan perempuan sederhana yang polos dan bodoh seperti Arini ke lembah kenistaan. Dia tidak membiarkan dirinya jatuh ke dalam pelukan laki-laki atau terkapar menangisi nasibnya di tempat tidur. Dengan sisa-sisa kekuatannya sendiri, Arini

1


(45)

berjuang untuk memperbaiki nasibnya. Bertekad menjadi seorang wanita terhormat, agar tidak seorang pun berani menghinanya lagi. Dia menempa dirinya menjadi seorang wanita karier yang sukses, meskipun untuk itu dia terpaksa mulai dari tempat yang paling bawah sekali. Di ujung suksesnya, ia mengira tak ada lagi kereta yang akan melintasi hidupnya. Tetapi dalam sebuah kereta api cepat di daratan Eropa, kereta api terakhir yang menuju Stuttgart, Arini berjumpa dengan Nick. Dan di dalam diri laki-laki yang lebih muda ini, Arini menyadari, masih ada kereta api yang akan lewat.

Kereta yang membawanya ke Jakarta. Mempertemukannya kembali dengan Helmi, laki-laki yang pernah menjadikannya seorang istri pulasan, demi menutupi skandal cintanya dengan Ira, teman Arini yang telah menikah. Dendam yang membara di hati Arini nyaris menemukan pelampiasannya ketika ia melihat apa yang telah dilakukan Helmi terhadap anak perempuan mereka selama ini. Dan di dalam diri anaknya yang telah ditinggalkannya begitu saja selama tujuh tahun, yang lebih memilih ibunya daripada Arini, dia kembali dihadapkan pada suatu dilema. Namun, pada akhirnya Arini berhasil bebas dari belenggu hidupnya dan kembali menjalani hidupnya.

C. Penyajian Data Penggunaan Maksim Cara dalam Novel

Penyajian data penggunaan maksim cara dalam novel Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat. Data diperoleh setelah peneliti membaca novel secara intensif, melakukan pengamatan dialog tokoh di dalam novel, dan menentukan dialog tokoh yang terdapat maksim cara dan penyimpangan maksim cara terhadap seluruh bab, dimulai dari bab awal sampai bab akhir yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Data maksim cara tersebut selanjutnya ditentukan penggunaannya, terjadi penyimpangan maksim cara atau tidak.

Jumlah halaman novel 237 halaman, yang terdiri dari 21 bab. Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat 61 penggunaan maksim cara. Keseluruhan akan dirinci dalam tabel sebagai berikut.


(46)

Tabel 4.1

Data Penggunaan Maksim Cara dalam Novel Masih Ada Kereta yang Akan

Lewat dari Keseluruhan Bab

No Kutipan Dialog Bab

dalam novel

Nomor halaman Maksim Cara

PMC PPMC PMC PYMC

1 Nick : Anda turun di mana?

Arini : Stuttgart (Mira : 2009 h. 9)

Nick: Jam berapa? Arini: Apanya? h. 9

Nick: Kenapa dia balik lagi?

Arini: Tanya saja sendiri! h. 11

Bab 1 7 sampai 12 1 2

2 Arini:Berapa umurnya?

Ira: Seumur kita. Dua lima. h. 14

Arini:Kamu betul-betul

mengenalnya? Ira: Kalau tidak masa

kuperkenalkan padamu? h. 14

Bab 2 13 sampai 18 1 1

3 Nick:Sedang berlibur?

Arini: Studi. h. 21 Arini: Pernah ke sana?

Nick: Dua kali! Pulau yang indah! Pulau para dewa! h.20

Nick: Boleh tahu alamatnya? Arini: Buat apa? h. 22

Bab 3 19 sampai 25 2 1

4 _

Ira: Bagaimana? Helmi: Bagaimana apanya? h. 26


(47)

5 Arini:Sudah berapa anakmu? Ira: Tiga. h. 32 Arini:dan kamu ingin menolong mencarikan suami untuk sahabatmu? Ira: aku punya calon untukmu. h. 33

Nick:dimana tuan Utomo?

Arini:sudah meinggal. h.40

Nick: Kamu belum tua. Berapa usiamu?

Arini: Pasti seumur ibumu. Sudahlah, saya sudah capek. Selamat malam. h. 42

Nick: saya boleh masuk?

Arini: Bilang dulu mau apa kamu kemari? h.35 Arini:orangtuamu pasti kaya.

Nick:saya mau cari duit sendiri. h.42

Bab 5 31 sampai 43 3 3

6 Hadi: Kenapa dia harus menulis sms padamu?

Ira: Sms ini bukan untukku. h. 46 Helmi:lho kok kamu jadi nyinyir begini?

Ira:aku cemburu! h.56

Ira: Jadi kamu juga nggak keberatan? Helmi: Lho, kok kamu jadi nyinyir begini? h. 56 Arini:tas ini norak nggak sih di mata Helmi?

Ira: lain kamu sekarang! h.55

Bab 6 44 sampai 58 2 2

7 Helmi: Dia masih curiga?

Ira: Makin curiga jika kamu tidak jadi mengawini Arini! h. 68

Hadi: Aku kurang apalagi, Ira? Ira: Mas ngomong apa sih? h. 59 Hadi:jangan pura-pura! Aku tahu hubunganmu dengan playboy itu!


(48)

Ira:playboy mana? Kapan aku main-main dengan segala macam playboy? h. 61

Ira:kamu mau kawin dengan dia? Arini: dengan siapa? h. 63 8 Arini: Tidur di

mana tadi malam? Nick: Dekat stasiun. h.75 Arini:seperti pacarmu. Nick:saya belum punya pacar. h.76 Nick:kamu nggak suka? Arini:tentu saja suka. h.77 Arini: Sudah makan?

Nick: Ini undangan minum kopi? h. 75 Nick:boleh saya bantu?

Arini:masih disini? h. 72

Bab 8 69 sampai 79 3 2

9

_

Ira: Kamu harus pergi!

Helmi: Kamu yang bikin aku bingung, kan? Jadi

bagaimana maumu? h. 94 Nick:menyerah? Arini:kepadamu? h. 82

Bab 9 80 sampai 94 - 2

10 Nick: Kenapa masih sendirian? Arini: Aku janda.

Nick: Ingat masa lalu?

Arini: Sudah


(49)

h. 107

Nick:cepat! Kamu basah kuyup! Arini:aku tidak apa-apa. kamu yang basah! h.103

hampir gelap. h. 96.

Nick:kamu menyimpan obeng di dapaur? Arini: di mana lagi? Itu pun sudah hampir jadi barang antik. h.105 Nick:berapa umurmu? Arini: buat apa tanya-tanya umur segala? h.107

11 Arini: Mama ada di sana?

Arman: Ada. h. 116

_

Bab 11 109 sampai 118 1 -

12

_

Arini: Kenapa aku yang kamu pilih? Ira: Kamu salah mengerti! h. 124 Arini:jangan anggap sebagai balas budi!

Nick:balas budi? h.133

Bab 12 119 sampai 136 - 2

13 Nick: Kaget? Arini: Tentu. h. 146

Arini: Kamu mau minum apa, Nick? Nick: Apa saja asal manis. h. 148 Arini:kehabisan duit lagi?

Nick:memang aneh tuh. Duit nggak pernah betah di


(50)

dompetku. h. 146. Helmi:tidak dapatkah kita berbicara baik-baik? Arini:masih ada yang perlu dibicarakan? h. 153.

14 Arini: Kamu pernah jatuh cinta? Nick: Sekali. Kepadamu. h. 164 Arini:ke mana? Nick: aku ingin mengajakmu makan malam. h. 159

Nick: Sampai jam berapa?

Arini: Bukan Urusanmu. h. 159

Bab 14 155 sampai 171 2 1

15

_

Helmi: Bagaimana kalau ginjal saya, Dok?

Dokter: kalau anak bapak tidak punya saudara kembar, memang organ dari orangtua kandung yang paling diharapkan. h. 179

Bab 15 172 sampai 179 - 1

16 Nick: Begitu penting gelar untukmu? Arini: Bukan untukku, Nick. Untukmu. h. 185

Arini: kamu ceritakan hubungan kita kepada mereka? Nick: Memang kenapa? h. 180


(51)

Arini:jangan peralat diriku untuk membalas dendam kepada orangtuamu, Nick! Nick: tidak mungkin aku memperalat wanita yang kucintai. h.181

Nick:pasti karena takut.

Arini:aku memang takut. h. 184 17

_

Helmi: Kamu masih benci padaku?

Arini: sampai aku lihat apa yang telah kamu lakukan untuk Ella. h. 197 Helmi:artinya kamu sudah memaafkan aku? Arini:Ella tidak bersalah. Dia tidak pantas dijauhi hanya karena aku benci ayahnya. h. 197

Bab 17 195 sampai 199 - 2

18 Arini: Sudah ada janji?

Sekretaris: Belum bu. h. 202 Arini:siapa namanya? Sekretaris: Ibu

_


(52)

Handoko. h.202 Arini:kalian bertengkar? Helmi:sedikit. h.207

19 Arini: Ella kenapa?

Helmi: Tidak apa-apa. tapi dokter Syarif baru datang. Katanya hasil tesmu sudah keluar. Kamu bisa jadi donor Ella! h. 217

Arini: Kenapa kamu begitu optimis, Nick? Nick: Karena kamu selalu pesimis, Arini. Dan untuk itulah aku diciptakanTuhan. Untuk

mendampingimu. h. 220

Bu Handoko: ada pesan?

Arini:lebih baik tidak melalui anda. h.215

Bab 19 214 sampai 220 1 2

20 Helmi: Lantas apa maumu?

Ira: Aku minta cerai. h. 226 Helmi:megapa dia tidak kemari? Arini:dia di London. Sedang melanjutkan studinya. h.225 _

Bab 20 221 sampai 233 2 -

21

_

Arini: Bukan Cuma cowok yang boleh membawanya kan?


(53)

Nick: aku juga membawa sesuatu untukmu. h. 235

Jumlah 28 33

Jumlah Keseluruhan 61

KETERANGAN :

PMC : Penggunaan Maksim Cara PYMC : Penyimpangan Maksim Cara

D. Analisis Penggunaan Maksim Cara dalam Novel

Bab 1

1. Penggunaan Maksim Cara yang Sesuai dengan Prinsip Kerjasama Grice. Bukti kutipan:

Nick : Anda turun di mana? Arini : Stuttgart (Mira : 2009 h. 9)

Analisis: percakapan tokoh Nick dan Arini di atas merupakan salah satu contoh penggunaan maksim cara yang sesuai dengan prinsip kerjasama Grice di dalam novel Mira. Penggunaan maksim cara yang sesuai dengan prinsip kerjasama Grice dalam percakapan tentu saja memiliki tujuan tersendiri. Konteks percakapan saat itu terjadi di dalam kereta, ketika Nick dan Arini baru pertama kali bertemu. Saat ditanya oleh seorang yang tidak dikenal, tentu saja penutur akan memberikan jawaban yang lugas, langsung, dan jelas sehingga percakapan mengikuti ketentuan maksim cara yang sesuai dengan prinsip kerjasama Grice. Hal ini dapat terjadi dikarenakan, kadar kepercayaan pada orang asing tidaklah banyak, selain itu berbicara yang lugas dan langsung merupakan salah satu budaya masyarakat di Jerman yang terkenal akan kedisiplinannya.


(1)

UJI

REFERENSI

Nama : Herlina Wahyu

K

NIM

:1110013000031

Fakultas

: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul

Skripsi

: Penggunaan Maksim Cara dalam Novel Masih Ada Kereta

yang Akan Lewat

Karya

Mira

W

dan

Implikasinya

Terhadap Pernbelajaran Keterampilan Berbicara

di SMA

Dosen

Pembimbing

: Dr. Nuryani, S.pd,

M.A.

"lt t

No

REFERENSI PARAF

I

Ali,

Mohammad.

Metodologi

dan

Aplikasi

Riset

Penelitian. Bandung: Penerbit Pustaka Cendekia Utama,

2010.

&

2

Cummings,

Luoise.

Pragmatik

Sebuah

Perspel*if

Multidispliner,

Te4.

Dai

Pragmatics a

Multidisciplirwry

Perspective

oleh

Eti

Setiawati, dkk.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

J

Djajasudarma,

T.

Fatimah.

Wacana

dan

Pragmatik.

Bandung: Refika Aditama, 2012.

4

Fasold,

Ralph

W.

An

Introduction

to

Language

and

Linguistics.

New York:

Cambridge

University

Press, 2006.

5

Hindun. PRAGMATIK

untuk

Perguruan Tinggi.

Depok:


(2)

6

Huang,

Yan.

Pragmatics.

UK:Oxford

UniversityPress, 2007.

7

Kadir, dkk.,

Pedoman Penulisan Fakultas

Ilmu

Tarbiyah

dan

Keguruan. Fakultas

Ilmu

Tarbiyah

dan

Keguruan

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

8

Kushartanti,

dkk.,

Pesona

Bahasa: Langkah

Awal

Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia, 2005.

9 Kosasih- D as ar-das

ar

Keterampilan B ers aslra. Bandung:

Yrama Widya, 2012.

4

t0

Leech,

Geofftey. Prinsip-prinsip Pragmatik.

Tefi.

Dari,

The Principles

of

Pragmatics

oleh

Oka.

Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia, I 993.

tl

Nadar,

F.X.

Pragmatik

dan

penelitian

pragmatik

Yogyakarta: Graha llmu, 2009.

t2

Pangaribuan,

Tagor.

Paradigma Bahasa.

Yogyakarta:

Graha

Ilmu,2008.

d

13 Priyatni, Endah

Tri.

Membaca Sastra dengan Ancangan

Literasi

Kritis-Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

t4

Purwo, Bambang Kaswanti.

Pragmatik

dan Pengajaran

Bahasa;

Menyibak Kurilailum

1984.

Yogyakarta:

Kanisius, 1990.

t5

Raad,

Boele

De.

Person-Talk

In

Everyday

Lfe:

Pragmatics

Of

Utterances

Abottt

Personality.

T.tp.:


(3)

F-'Irl

L

1'

16

Rahardi, Kunjana. Pragmatik;

Kesantunan

Imperatif

Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2005.

t"t Subroto,

Edi.

Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik.

Surakarta: Cakrawala Media, 2011.

18

Surastina,

Pengantar

Semantik

dan

Pragmatik.

Yogyakarta: Penerbit New Elmatera, t.t.

4

l9

Suroto.

Apresiasi

Sastra Indonesia. Jakarta:

Penerbit Erlangga, 1989.

20 Tari gan, -Henry Guntu r. P engaj ar an P r agma tik. B andung:

Angkasa,1990.

27

W, Mira.

Masih Ada

Kereta

Yang Akan

Lewat,9"'

ed.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.

22

Wellek,

Rene., dan

Austin\Varren.

Teori Kesusastraan.

Penerjemah

Melani

Budianta, 3th

ed.

Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.

23 Wijana,

I

Dewa Putu.

Kartun:

Studi Tentang Permainan

Bahasa.Yogjakarta:

Ombak, 2003.

24

2.F.,

Zulfahnur,

dkk.,

Teori

Sastra. Jakarta:

Penerbit Universitas Terbuka,

iOOl.

25 Ningrum, Anggreani Cahya Tia.

"Citra

Perempuan dalam

Novel Masih Ada

Kereta yang

Akan

Lewat

Karya

Mira

W

Serta lmplikasinya

dalam

Pembelajaran

Sastra

di


(4)

SMA."

Skripsi

Sl

Penidikan Bahasa

dan

Sastra

Indonesia,

UPS

Tegal, 2013,

http://www.perpus.

upste gal. ac.id, diunduh pada tan gg al 24 J uni 20 | 4 .

d

26 Setiawati, Ubudiyah. Analysis on the

Violation

of

Maxim

of Manner

in

conversational

Implicature

Appearing

in

StephenieMeyerTwilight. Skripsi

51

Sastra lnggrs.

Unikom Bandung, 20 I 0, http://elib.unikom.ac.id, diunduh pada tanggal 24 Jlurcri 2014.

27

Widiastuti,

Riska.

"Analisis

Konflik

Tokoh

Arini

dalam Novel Masih Ada

Kereta

yang Akan Lewat

Karya Mira

W.

dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra

di

SMA."

Skripsi

Sl

Pendidikan

Bahasa

dan

Sastra

Indonesiq

Universitas

Pancasakti

Tegal,

2013, http://www.perpus.upstegal.ac.id,

diunduh pada tanggil

24 Juni 2014.


(5)

KEMENTERIAN AGAMA UIN JAKARTA

FITK

-,'. i i-1-'-i..ii:a:-:, :j-. ---.

No Dokumen FITK-FR Al'lD, Csr

Nonror . Un.0liF. Iil(N,l.0l.ir'... ....,'10Il Larnp. '.

-Hal

: Bimbingan Sl<ripsi

Nama

NIM

Jurusan Semester JuCu! Skripsi

Tenrbusan:

l.

Dekan FITK

2.

Mahasisrva ybs.

FORM (FR)

fgi

Terbit 1 i,,4ar!-t 20 I C

No. Revisi

1t1

SURAT

BIMBINGAN SKRIPSI

lakarta.

l8

Deserlber

l0li

Herlina Wahyu K

I I r00r300003r

Pendidikan

Bah;

dan Sastra Indonesia

7 (tujuh)

2'Penggunatx mnksim Cara dolont Novel Masih

Adt

Kereta .t,urtg lV tl a n I mp lik as iny a le r had ap P e m b el aj ar a n Ket e r o n tp il an B e r b ic u r r t

Hal

Kepada Yth.

Nuryani, M.A. Pernbimbing Skripsi

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Flidayatullah

Jakarta.

As s al amu' al aikum wr.w b.

Dengan

ini

diharapkan kesediaan Saudara

untuk

menjadi

pembimbing I

/ll

(materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa:

Akan Lewal Karya

Mira

di

SMA'

Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal

l5

Desember 20 1 3.

abstraksi/ozrtline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebur.

Apabila perubahan substansial dianggap perlu; mohon pembimbing menghubungi Jlrusarr terlebih dahulu.

Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjarrg

selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.

Atas perhatian dan

lY a s s al amu' alai kum w r. w b.

kerja sarna Saudara, kami ucapkart terima kasih.


(6)

Profil Penulis

Herlina Wahyu K, lahir di Kota Pontianak pada

tanggal 10 Jauari 1993. Biasanya dipanggil Her,

anak kedua dari tiga saudara. Ia memulai

pendidikannya di SDN Bojong Rawalumbu XIII

Kota Bekasi. Kemudian melanjutkan ke SMP Bani

Saleh 2 Kota Bekasi. Setelah itu ia melanjutkan

pendidikannya ke SMAN 8 Kota Bekasi, dengan

jurusan IPA. Setelah lulus SMA pada tahun 2010,

melalui jalur SNMPTN ia melanjutkan pendidikannya di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia.

Penulis menyukai dunia seni dan menulis. Penulis pernah aktif

sebagai anggota dan pegurus di Forum Ligkar Pena Ciputat dan

Lingkar Sastra Tarbiyah. Banyak coretan pena yang telah ia

masyarakatkan. Di antara coretan pena itu, penulis sangat menyukai

puisi yang ia terbitkan dengan teman PBSI A yang juga aktif

mempelajari dunia kepenulisan di Komunitas Tinta Perak dengan

judul antologi puisi “Gemuruh Cinta Untuk Dunia”.

“Sejatinya sumber kewarasan

manusia itu adalah kegilaan

yang tak berbatas. Penanda yang memisahkannya hanyalah