Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MINAT BELI PRODUK SUSU OLEH IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PASAR SWALAYAN

KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Oleh

RIADA MARENNY PASARIBU 117032103/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE FACTORS WHICH INFLUENCE THE INTEREST OF MOTHERS WHO HAVE CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD IN BUYING

MILK PRODUCT AT THE SUPERMARKET, PEMATANGSIANTAR, IN 2013

THESIS

BY

RIADA MARENNY PASARIBU 117032107/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MINAT BELI PRODUK SUSU OLEH IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PASAR SWALAYAN

KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIADA MARENNY PASARIBU 117032103/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI MINAT BELI PRODUK SUSU OLEH IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PASAR SWALAYAN KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Riada Marenny Pasaribu

Nomor Induk Mahasiswa : 117032103/IKM

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Ketua

) (Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 28 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M., M.Kes 2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes 3. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si


(6)

PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MINAT BELI PRODUK SUSU OLEH IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PASAR SWALAYAN

KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

Riada Marenny Pasaribu 117032103/IKM


(7)

ABSTRAK

Informasi nilai gizi yang benar pada produk susu balita sangat penting, mengingat kebutuhan balita untuk perkembangan fisik maupun mentalnya. Kurang benarnya infomasi yang disampaikan pada label gizi dalam produk susu balita dapat menjadi masalah bagi kesehatan balita yang mengonsumsinya. Kesalahan dalam pemberian informasi pada label gizi tentunya dapat memengaruhi keputusan ibu dalam membeli produk susu balita.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Jenis penelitian survei analitik. Sampel penelitian adalah seluruh pengunjung Swalayan Ramayana yang membeli produk susu balita yang jumlahnya 100 orang. Data tentang label gizi, pengetahuan, faktor budaya, dan faktor keluarga serta minat beli susu diperoleh dengan melakukan penyebaran angket yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan uji regresi linier berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa label gizi, pengetahuan, dan faktor keluarga berpengaruh terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Sementara faktor budaya tidak berpengaruh terhadap terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi minat beli.

Disarankan bagi pihak produsen susu balita agar memperhatikan label yang didesaign. Rancangan informasi yang tertuang dalam label berupa zat-zat gizi harus memperhatikan faktor pengetahuan dan faktor budaya. Produsen juga sebaiknya tidak memberi informasi kandungan zat gizi yang dapat menyesatkan para konsumen demi tujuan untuk pencapaian penjualan produk yang tinggi.


(8)

ABSTRACT

Correct information on the nutritional value of dairy milk product for children under five years old is very important, given the need for the children under five years old to physical and mental development. Less true that the information presented on the nutrition label within milk product for children under five years old can be a health problem for children under five years old who eat them. Errors in the provision information on nutrition label can certainly affect the mother’s decision to buy milk product for children under five years old.

The objective of the research was to know what factors which influenced the interest of mothers who had children under five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. The type of the research was an analytic survey. The samples consisted of 100 people who visited the supermarket to buy milk product for children under five years old. The data on nutrition label, knowledge, cultural factor, family factor, and interest in buying milk were obtained by distributing questionnaires which had been arranged according to the expected objective of the research. The gathered data were analyzed by using multiple linear regression

analysis at α=0.05.

The result of the research showed that nutrition label, knowledge, and family factor had influence on the interest of mothers who had children under five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. Meanwhile, cultural factor did not have any influence on the interest of mothers who had five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. Knowledge was the most dominant factor which influenced the interest in buying milk.

It is recommended that the producer of milk for children under five years old pay attention to the designed labels. The information design attached on the label, the nutrients, should paid the attention to the factors of knowledge and culture. The producer should also not misinform about nutrients which will mislead consumers only for the sake of the high rate of the sale.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis. M.Kes dan Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran untuk mengarahkan dan memberikan saran perbaikan pada penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Pimpinan PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian di swalayan Ramayana Pematangsiantar dan juga atas kesediaannya memberikan informasi pada saat penelitian.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa buat suamiku Drs. Hotlan Simangunsong, MM beserta anak-anakku Refael Egana Simangunsong, Natasya Tabitha Simangunsong dan Varel Yonathan Simangunsong yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

10. Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2011 Minat studi Administras Kebijakan Gizi Masyarakat.


(11)

Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Riada Marenny Pasaribu 117032103/IKM


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Hipotesis ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Perilaku Konsumen ... 12

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen... 14

2.3. Minat Membeli ... 20

2.4. Label Gizi Produk Makanan Balita ... 23

2.5. Perilaku Konsumen dalam Membaca Label Informasi Nilai Gizi Produk Pangan ... 33

2.6. Produk Makanan Balita ... 37

2.7. Hubungan Label Gizi pada Produk Makanan terhadap Minat Beli Konsumen ... 39

2.8. Teori Health BelieveModel ... 43

2.9. Pasar Swalayan ... 46

2.10. Landasan Teori ... 47

2.11. Kerangka Konsep ... 49

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 51

3.1. Rancangan Penelitian ... 51

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

3.3. Populasi Dan Sampel ... 51

3.3.1. Populasi ... 51

3.3.2. Sampel ... 52


(13)

3.4.1. Metode Pengumpulan ... 53

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 54

3.5. Defenisi Operasional ... 55

3.5.1. Variabel Independen ... 55

3.5.2. Variabel Dependen ... 56

3.6. Metode Pengukuran ... 56

3.7. Metode Pengolahan Data ... 58

3.8. Metode Analisis ... 59

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 60

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 60

4.1.1. Gambaran Lingkungan Pasar Swalayan Ramayana Kota Pematangsiantar ... 60

4.1.2. Produk Susu Balita yang Dijual di Pasar Swalayan Ramayana Kota Pematangsiantar ... 61

4.2. Karakteristik Responden ... 64

4.3. Label Gizi Produk Susu Balita ... 65

4.4. Pengetahuan ... 68

4.5. Faktor Budaya ... 70

4.6. Faktor Keluarga ... 73

4.7. Minat Beli ... 75

4.8. Hubungan Label Gizi dengan Minat Beli ... 77

4.9. Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Minat Beli ... 78

4.10. Hubungan Faktor Budaya dengan Minat Beli ... 78

4.11. Hubungan Keluarga dengan Minat Beli ... 79

4.12. Pengaruh Label Gizi, Faktor Pengetahuan, Faktor Budaya dan Faktor Keluarga terhadap Minat Beli Produk Susu Balita ... 80

BAB 5. PEMBAHASAN ... 82

5.1 Pengaruh Label Gizi, Pengetahuan, Faktor Budaya, dan Faktor Keluarga terhadap Minat Beli Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 82

5.2. Faktor yang Paling Dominan Memengaruhi Minat Beli Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 89

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1. Kesimpulan ... 91

6.2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Model Perilaku Pembeli ... 19 3.1. Skala Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 58 4.1. Daftar Susu Formula, Susu Kedelai dan Susu Sapi Susu Kaleng di Pasar

Swalayan Ramayana Kota Pematangsiantar ... 62 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Pengunjung Pasar Swalayan Kota

Pematangsiantar ... 64 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Label Gizi Produk Susu Balita di

Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 65 4.4. Distribusi Jawaban Responden untuk Setiap Pertanyaan tentang Label

Gizi Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 66 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pengetahuan tentang Label

Gizi dan Nilai Gizi pada Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 68 4.6. Distribusi Jawaban Responden untuk Setiap Pertanyaan tentang Label

Gizi dan Nilai Gizi Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 69 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Budaya dalam Pemilihan

Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 71 4.8. Distribusi Jawaban Responden untuk Setiap Pertanyaan tentang Faktor

Budaya dalam Pemilihan Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 71 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Keluarga dalam Pemilihan

Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 73 4.10. Distribusi Jawaban Responden untuk Setiap Pertanyaan tentang Faktor

Keluarga dalam Pemilihan Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 74


(15)

4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Minat Beli Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 75 4.12. Distribusi Jawaban Responden untuk Setiap Pertanyaan tentang Minat

Beli Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 76 4.13. Hubungan Label Gizi dengan Minat Beli Produk Susu Balita di Pasar

Swalayan Kota Pematangsiantar ... 77 4.14. Hubungan Pengetahuan tentang Label Gizi dan Nilai Gizi dengan Minat

Beli di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 78 4.15. Hubungan Faktor Budaya dengan Minat Beli di Pasar Swalayan Kota

Pematangsiantar ... 79 4.16. Hubungan Faktor Keluarga dengan Minat Beli di Pasar Swalayan Kota

Pematangsiantar ... 80 4.17. Pengaruh Label Gizi, Faktor Pengetahuan, Faktor Budaya dan Faktor

Keluarga terhadap Minat Beli Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 81


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumen ... 14

2.2. Model Proses Pembelian Lima Tahap ... 21

2.3. Contoh Label Pada Produk Pangan ... 31

2.4. Informasi Nilai Gizi pada Label Makanan ... 33

2.5. The Health Believe Model ... 46


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 98

2. Frequencies ... 104

3. Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 121

4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 122


(18)

ABSTRAK

Informasi nilai gizi yang benar pada produk susu balita sangat penting, mengingat kebutuhan balita untuk perkembangan fisik maupun mentalnya. Kurang benarnya infomasi yang disampaikan pada label gizi dalam produk susu balita dapat menjadi masalah bagi kesehatan balita yang mengonsumsinya. Kesalahan dalam pemberian informasi pada label gizi tentunya dapat memengaruhi keputusan ibu dalam membeli produk susu balita.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Jenis penelitian survei analitik. Sampel penelitian adalah seluruh pengunjung Swalayan Ramayana yang membeli produk susu balita yang jumlahnya 100 orang. Data tentang label gizi, pengetahuan, faktor budaya, dan faktor keluarga serta minat beli susu diperoleh dengan melakukan penyebaran angket yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan uji regresi linier berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa label gizi, pengetahuan, dan faktor keluarga berpengaruh terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Sementara faktor budaya tidak berpengaruh terhadap terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi minat beli.

Disarankan bagi pihak produsen susu balita agar memperhatikan label yang didesaign. Rancangan informasi yang tertuang dalam label berupa zat-zat gizi harus memperhatikan faktor pengetahuan dan faktor budaya. Produsen juga sebaiknya tidak memberi informasi kandungan zat gizi yang dapat menyesatkan para konsumen demi tujuan untuk pencapaian penjualan produk yang tinggi.


(19)

ABSTRACT

Correct information on the nutritional value of dairy milk product for children under five years old is very important, given the need for the children under five years old to physical and mental development. Less true that the information presented on the nutrition label within milk product for children under five years old can be a health problem for children under five years old who eat them. Errors in the provision information on nutrition label can certainly affect the mother’s decision to buy milk product for children under five years old.

The objective of the research was to know what factors which influenced the interest of mothers who had children under five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. The type of the research was an analytic survey. The samples consisted of 100 people who visited the supermarket to buy milk product for children under five years old. The data on nutrition label, knowledge, cultural factor, family factor, and interest in buying milk were obtained by distributing questionnaires which had been arranged according to the expected objective of the research. The gathered data were analyzed by using multiple linear regression

analysis at α=0.05.

The result of the research showed that nutrition label, knowledge, and family factor had influence on the interest of mothers who had children under five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. Meanwhile, cultural factor did not have any influence on the interest of mothers who had five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. Knowledge was the most dominant factor which influenced the interest in buying milk.

It is recommended that the producer of milk for children under five years old pay attention to the designed labels. The information design attached on the label, the nutrients, should paid the attention to the factors of knowledge and culture. The producer should also not misinform about nutrients which will mislead consumers only for the sake of the high rate of the sale.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Label merupakan bagian dari kemasan dan mengandung suatu informasi tentang produk yang tercetak pada kemasan. Dalam label, konsumen dapat menemukan informasi mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah yang bersangkutan; tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa, klaim nutrisi terutama untuk produk kesehatan, petunjuk penggunaan, dan keterangan lain untuk kondisi spesial dan cara penggunaan, serta keterangan tentang halal (Abdurrachaman, 2004).

UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menerangkan pengaturan pelabelan produk pangan tidak diatur secara spesifik. Pengaturan secara lebih spesifiknya adalah PP No. 69 Tahun 1999. Sebelum PP tersebut lahir, pengaturan pelabelan secara singkat ada dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan. Didalam pasal 1 (3) dari PP No. 69 Tahun 1999 ditentukan bahwa yang dimaksud dengan label pangan adalah : setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan (Musanto, 2004).

Suatu perusahaan dapat selalu exist apabila produk yang dihasilkan senantiasa mendapat respon yang positif dari konsumen. Dengan kata lain, konsumen tidak


(21)

banyak pertimbangan ketika ia memutuskan untuk melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Untuk menuju ke arah tersebut, perusahaan harus mampu untuk dapat menciptakan produk yang dapat memberikan respon dengan berbagai bentuk kemasan yang dapat dituangkan dalam bentuk label sehingga mendorong konsumen melakukan proses keputusan pembelian.

Penempelan label dalam produk makan sangat beragam diantaranya adalah pelabelan nilai gizi yang menginformasikan tentang pemenuhan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan tersebut yang pada umumnya menjadi pusat perhatian pertama para konsumen. Berdasarkan penelitian Nani (2006) perhatian konsumen yang terbanyak adalah pada informasi yang terkandung dalam label gizi pada produk makanan balita. Hal ini disebutkan karena nilai gizi yang terkandung dalam makanan balita yang dibelinya sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan balita mereka.

Perusahaan susu saat ini semakin banyak yang menawarkan berbagai macam produk susu dengan keunggulan-keunggulan yang berkaitan dengan nilai gizi di setiap masing-masing produk. Persaingan antar produsen susu formula di kelas premium terlihat semakin tinggi. Susu kelas premium merupakan susu untuk kelas atas. Kelas premium yaitu susu yang memiliki komposisi gizi yang lengkap, seperti mengandung AHA, DHA, nukleotida, lutein, dan harga susu kelas premium pun lebih mahal dibandingkan harga susu untuk kelas bawah.

Berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh International Food Information Council (IFIC), umumnya masyarakat Amerika membaca label makanan


(22)

saat akan membeli bahan pangan. Lebih dari 8 diantara 10 konsumen yang melihat komposisi atau informasi zat gizi pada label, dimana 11% selalu melihat, 32% hampir selalu melihat dan 40% terkadang melihat (Borra, 2006). Berdasarkan hasil survei The Food and Drug ( FDA) 2005, 60-80% para konsumen di Amerika membaca label produk pangan sebelum membeli makanan baru, sedangkan 30-40% konsumen mengaku bahwa label produk pangan menjadi salah satu masukan bagi mereka dalam membeli suatu produk pangan (Philipson, 2005).

Borra (2006) menyatakan bahwa pada riset yang dilakukan pada tahun 2003 oleh International Food Information Council (IFIC) menunjukkan bahwa konsumen yang memutuskan membeli makanan balita terlebih dahulu membaca label gizi pada makanan kemasan. Sebanyak 83% dari konsumen mengaku melihat informasi nilai gizi pada label, dengan rincian 11% selalu melihat, 32% hampir selalu, 40% kadang kadang. Hanya 13% yang menyatakan jarang melihat informasi dan 4% tidak pernah. Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa masyarakat saat ini sudah lebih banyak membaca label dan konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali informasi tentang produk yang akan digunakan.

Informasi nilai gizi yang benar pada produk makanan balita sangat penting, mengingat kebutuhan balita yang sangat penting untuk perkembangan fisik maupun mentalnya. Kurang benarnya infomasi yang disampaikan pada label gizi dalam sebuah produk makanan balita dapat menjadi masalah bagi kesehatan balita yang mengkonsumsinya. Kesalahan dalam pemberian informasi pada label gizi tentunya dapat mempengaruhi keputusan ibu yang membeli produk makanan balita tersebut. Sebagai contoh informasi nilai gizi yang tercantum dalam label makanan


(23)

mencatumkan nilai kebutuhan asupan protein, vitamin dan nilai gizi lainnya yang membuat persepsi ibu cukup tinggi untuk memutuskan membeli produk makanan balita itu sendiri, sementara sebenarnya makanan balita tersebut tidak mengandung nilai gizi yang telah dipersyaratkan.

Pencantuman informasi nilai gizi pada produk makanan balita dapat mendominasi pertimbangan ibu dibandingkan dengan rasa produk serta memberikan dampak lebih besar pada konsumen yang mementingkan nilai gizi dan keamanan produk (Guthrie et al,2008). Pencantuman informasi gizi pada produk makanan balita sebenarnya membentuk persepsi yang tinggi pada ibu untuk memutuskan membeli makanan tersebut oleh karena hal ini berkaitan dengan kepedulian akan kesehatan balitanya yang diharapkan akan membantu ibu dalam mempermudah pemenuhan asupan nilai gizi yang dibutuhkan balitanya.

Penelitian Bower, Saadat, & Cathrerine (2003). menyimpulkan bahwa intensitas ibu dalam membeli dan kemauan membayar produk makanan balita lebih tidak lain karena pengaruh label gizi, yang membuat konsumen mempertimbangkan dan memilih untuk membeli karena alasan kesehatan. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Ninda (2010) yang meneliti tentang pengaruh label terhadap minat beli produk susu yang menunjukkan hasil bahwa faktor label gizi berpengaruh positif terhadap faktor minat beli ibu balita.

Hadipranata (2009) menyebutkan bahwa minat beli diartikan sebagai dorongan yang berasal dari dalam diri individu yang mampu membuat individu melakukan tindakan pembelian, minat beli timbul karena adanya kebutuhan pribadi, keinginan, tuntutan masyarakat, pengaruh dari iklan serta pikiran dan perasaan


(24)

terhadap produk tersebut. Kebutuhan pribadi berupa kesehatan inilah yang membuat konsumen menaruh perhatian pada produk dengan berusaha mencari informasi tentang kualitas gizi yang ada pada label gizi. Pada penelitian Augusty (2006 ) menyebutkan bahwa orang yang intensif dalam mencari informasi mengenai suatu produk tentunya akan berpengaruh terhadap minat pelanggan.

Permasalahan tentang nilai gizi yang sering dilontarkan oleh konsumen khususnya konsumen yang membeli produk makanan balita adalah tentang kandungan gizi kuantatif dan tanggal kadaluarsa. Mereka menyebutkan bahwa mereka sering kecewa karena informasi nilai gizi yang terdapat dalam label makanan balita sering menyatakan bahwa produk pangan 'mengandung X', yang artinya memiliki kelebihan nilai gizi yang membuat persepsi ibu segera ingin memutuskan untuk membeli makanan balita tersebut. Namun dalam kenyataan nilai gizi tersebut belum diketahui bermakna atau tidak bermakna dalam pertumbuhan dan perkembangan balita. Hal ini menunjukkan komunikasi yang terjadi dapat menyesatkan dan hal ini berpengaruh pada tujuan perkembangan balita yang kurang diharapkan.

Sebaiknya informasi gizi pada makanan balita sangat perlu diberikan kepada konsumen sehingga konsumen bisa berhitung seberapa besar kontribusi produk pangan balita tersebut pada perkembangan dan pertumbuhan balitanya secara keseluruhan. Informasi gizi perlu diperbandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG), yaitu angka atau dosis keperluan akan zat gizi, terutama karbohidrat, protein, lemak, serat, sodium, dan potassium, vitamin dan mineral esensial.


(25)

Berdasarkan hasil pre survei yang dilakukan pada bulan November 2012 di Ramayana Swalayan di Kota Pematangsiantar diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan pembelian produk makanan balita dari tahun ke tahun. Merek terbanyak yang digunakan adalah produk Nestle, dan Promina. Hal ini disebutkan ibu karena produk tersebut merupakan merek yang dapat memenuhi pertimbangan keuangan namun memiliki nilai gizi yang dianggap cukup baik. Pernyataan yang diisebutkan ibu tersebut menunjukkan persepsi yang sangat kuat terhadap makanan balita tersebut. Namun disisi lain kecenderungan membeli produk tersebut oleh karena kebiasaan yang sudah diyakini pada satu merk yang sudah lama dipergunakan secara turun temurun yang dirasakan memberi manfaat bagi balitanya. Namun demikian pembelian makanan dengan harga yang cukup relatif mahal juga banyak dibeli ibu seperti Milna, Sustagen dan Pediasure. Tingginya pembelian merk ini dengan pertimbangan bahwa semakin mahal sebuah produk maka akan semakin tinggi nilai gizi yang ada di dalamnya. Selain itu konsumen juga tertarik atas nilai-nilai gizi yang tercantum di dalam kandungan nilai gizi yang ditawarkan serta kelebihan-kelebihan nilai gizi yang tertera dalam label.

Keterangan yang diperoleh dari salah seorang karyawan yang ada di pasar swalayan menyebutkan bahwa ada beberapa jenis produk makanan balita yang paling laris dan dipercaya oleh konsumen sehingga penjualannya cukup tinggi. Namun disebutkan juga bahwa ada beberapa produk makanan balita yang kurang digemari bahkan penjualannya sangat rendah. Disebutkan bahwa biasanya produk makanan balita yang kurang diminati tersebut adalah produk makanan balita yang masih baru muncul di pasar. Namun karyawan swalayan juga menyebutkan ada beberapa jenis


(26)

produk makanan yang sudah lama beredar namun kurang diminati mengingat pengalaman banyak ibu bahwa kandungan gizi yang terdapat dalam produk tersebut tidak membuktikan hasil yang dianggap nyata oleh ibu untuk pertumbuhan dan perkembangan anak balitanya. Walaupun banyak penelitian mengenai label gizi dan adanya perkembangan mengenai ketertarikan dan tuntutan atas label makanan, namun hanya terdapat sedikit informasi tentang cara konsumen menggunakan informasi pada label dan bagaimana hal ini mempengaruhi pengetahuan nutrisi konsumen dan pemilihan atas makanan.

Pada umumnya ibu-ibu yang berbelanja produk susu balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar adalah ibu rumah tangga kelas menengah-atas. Pemilihan berbelanja di Pasar Swalayan lebih disukai, karena pengemasan yang lebih baik, sehingga barang yang bersifat mudah rusak dapat tahan lebih lama meski dengan harga sedikit mahal. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada 15 orang ibu yang membeli produk susu balita, 4 orang diantaranya menyebutkan bahwa sebenarnya mereka tidak terlalu percaya terhadap label. Para ibu hanya meyakini sebuah produk susu yang dapat memberikan bukti pada pertumbuhan dan perkembangan balita mereka. Ibu juga menyebutkan jika perkembangan dan pertumbuhan balitanya baik dan berat badan balitanya tersebut meningkat setiap bulannya berarti produk makanan yang dibeli mereka cocok bagi balitanya.

Beberapa ibu juga menyebutkan bahwa jika produk makanan balita tersebut tidak membuat permasalahan kesehatan seperti balita tidak diare, tidak susah buang air besar dan sering membuat balita rewel maka mereka akan tetap terus membeli produk makanan tersebut. Pernyataan ini mungkin sangat tidak baik untuk didengar,


(27)

hal ini sebenarnya dapat disebutkan bahwa informasi nilai gizi yang terkandung dalam makanan balita kurang mampu memberikan kepercayaan yang tinggi pada ibu. Ada persepsi ibu yang muncul bahwa iklan terkadang dapat membohongi konsumen dan akhirnya keputusan pembelian kembali kepada apa yang dirasakan ibu dalam praktek kesehariannya dimana produk makanan balita tersebut dapat membantu ibu dalam memenuhi keseimbangan asupan gizi yang dibutuhkan balitanya.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar pada ibu balita yang saling bertukar pendapat tentang nilai gizi yang terkandung dalam sebuah produk susu menunjukkan bahwa sebenarnya ibu balita sekarang ini sudah sangat peka terhadap nilai gizi yang ada dalam produk makanan tersebut. Kedua ibu yang saling bertukar pendapat terlihat sangat teliti membandingkan nilai gizi satu produk dengan produk susu lainnya. Satu persatu kandungan nilai gizi yang ada diperbandingkan dan akhirnya mereka sepakat untuk memutuskan mengambil sebuah produk yang diyakini mampu membantu ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi balita mereka. Ketika peneliti menanyai mengapa para ibu sangat teliti dalam membandingkan nilai gizi tersebut, para ibu menjawab bahwa mereka sangat perduli pada pertumbuhan dan perkembangan balita mereka. Jika salah memilih makanan tentunya akan berpengaruh pada kesehatan balitanya dan tentunya mereka akan sia-sia mengeluarkan uang untuk membeli produk tersebut. Ibu juga menyebutkan bahwa mereka sering mendengar informasi di masyarakat bahwa semakin tinggi kandungan sebuah zat gizi, maka akan semakin baik untuk pertumbuhan dan perkembagan balita mereka. Oleh karena itu ibu cenderung memilih nilai gizi yang lebih lengkap dan kandungannya lebih tinggi.


(28)

Wawancara yang dilakukan peneliti pada 7 ibu lainnya menyebutkan bahwa mereka percaya pada apa yang tertulis di label karena perusahaan pasti sudah memperhatikan semuanya untuk memastikan keamanan konsumen. Namun, mayoritas responden menyatakan bahwa penting untuk membaca label sebelum membeli dan hanya 4 dari lima belas orang yang menyatakan tidak penting untuk membaca label terlebih dahulu sebelum membeli.

Berdasarkan hasil observasi pada saat survei awal juga diketahui bahwa ibu-ibu sering merasa kesulitan dalam pemilihan produk susu balita yang sesuai dengan kebutuhan gizi balitanya meskipun informasi gizi pada susu tersebut sudah tersedia dalam kemasannya. Berdasarkan hasil survei awal dengan melakukan wawancara diketahui bahwa pada umumnya ibu-ibu merasa keterangan pada label susu balita menjelaskan vitamin dan mineral dalam bahasa ilmiah. Kata-kata tersebut dirasa sulit dimengerti oleh ibu-ibu yang bukan pada bidangnya, padahal ibu-ibu ingin mengetahui informasi jenis gizi yang terkandung di dalamnya dan bahan-bahan apa saja yang disertakan dalam produk susu balita tersebut.

Pengetahuan tentang kandungan gizi lainnya juga dirasakan perlu diketahui agar pemenuhan gizi balita sesuai dengan kebutuhannya, sehingga tidak terjadi obesitas pada balita. Beberapa jenis susu formula memiliki kandungan protein dan lemak yang terlalu tinggi, yang dapat mengganggu metabolisme dalam tubuh bayi dan memicu obesitas. Obesitas pada bayi gemuk ini malahan bisa memicu penyakit jantung dan berbagai gangguan kesehatan lainnya. Oleh sebab itu, penting untuk tidak mengandalkan hanya pada pemberian susu formula dalam tumbuh kembang sang bayi. Susu menjadi sumber protein dan kalsium, yang bisa melengkapi kebutuhan


(29)

asupan nutrisi setiap harinya. Sayangnya, tak semua orang teredukasi dengan baik untuk memilih dan memilah susu dengan tepat. Terutama susu dengan gula tambahan berkadar tinggi, yang menyebabkan kegemukan.

Berdasarkan hasil survei awal juga diketahui bahwa pemilihan terhadap salah satu merk produk susu balita dikarenakan bahwa susu tersebut sudah digunakan sejak beberapa generasi yang manfaatnya sudah mereka rasakan, sehingga hal tersebut membuat mereka lebih fanatik terhadap satu merek susu balita karena mereka merasa bahwa susu tersebut sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan. Menurut Gibson (2004) tingkat kepercayaan atau keyakinan merupakan suatu pemikiran deskriptif yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu, yang didasarkan atas pengetahuan, dan opini yang dipengaruhi oleh rasa emosional atau unsur perasaan. Sikap ini dapat menggambarkan penilaian yang baik maupun tidak baik (evaluasi), perasaan atau kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak sukanya seseorang terhadap objek atau ide (Kotler & Armstrong, 2001).

Hasil survei awal di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar juga diketahui bahwa dengan banyaknya produk susu balita yang beredar saat ini menyebabkan mereka menjadi bingung melakukan pilihan produk susu balita yang tepat. Sehingga ibu-ibu sering meminta pendapat dari keluarga dan teman pada saat membeli suatu produk susu balitanya.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merasa tertarik mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar.


(30)

1.2Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: faktor-faktor apa yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar.

1.3Tujuan Penelitin

Mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar.

1.4Hipotesis

Ada pengaruh label gizi, pengetahuan, faktor budaya, dan faktor keluarga terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi perusahaan, sebagai informasi dalam mengetahui tanggapan konsumen mengenai label gizi yang ada pada produk makanan balita sehingga diketahui penyebab keputusan membeli atau tidak membeli produknya. Hal ini dapat dijadikan perencanaan labelisasi yang akan dibuat pada produknya mendatang. 2. Bagi konsumen, sebagai informasi tentang keputusan membeli produk makanan

balita berdasarkan kecukupan dan pemenuhan kebutuhan gizi yang terkandung dalam produk makanan balitanya.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini (Engel et all, 1994). Sedangkan menurut Basu Swastha dan T. Hani Handoko ( 1997 ) perilaku konsumen adalah kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempengaruhi barang dan jasa, termasuk di dalamnya pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan tersebut.

Dengan adanya konsumen yang sangat beragam dalam usia, pendapatan dan selera, maka sebagai pengusaha harus memahami perilaku konsumen yang beragam agar dapat mengembangkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. (Kotler ; 1994). Banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan akhir yaitu membeli suatu produk, karena pada umumnya manusia sangat rasional dan memanfaatkan secara sistematis informasi yang tersedia untuk mereka (Engel, 1995).

Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan mereka. Proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyelesaian masalah pada keinginan manusia untuk membeli suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Proses pengambilan keputusan untuk membeli bagi semua orang pada dasarnya adalah sama,


(32)

hanya seluruh proses tidak selalu dilaksanakan seluruhnya oleh semua konsumen. Ukuran-ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dan strategi untuk mendapatkan kedudukan perusahaan yang tepat di pasar akan menentukan laba yang dapat diraihnya. Sebuah faktor kunci adalah strategi penempatan kedudukan perusahaan yang tepat di pasar akan membantu perusahaan untuk menarik minat konsumen membeli produk yang ditawarkan. Sebuah organisasi dapat mencapai tujuannya hanya kalau memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dan mampu memenuhinya dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Perusahaan harus memahami betul siapa pasar sasarannya dan bagaimana perilaku mereka.

Perusahaan juga harus mampu melihat bagaimana cara untuk memuaskan berbagai keinginan dan kebutuhan konsumen dari produk yang dipasarkan. Perusahaan juga harus mempertimbangkan berbagai macam faktor seperti: faktor psikologis, faktor sosiologis dan faktor antropologis juga menentukan perilaku seseorang untuk memakai produk tersebut. Sebuah alasan mengapa orang membeli atau memakai produk tertentu ini merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan program pemasarannya.

Anoraga (2004) menyatakan bahwa minat beli konsumen ditunjukkan melalui pencarian, pembelian, penggunaan, pengevaluasian dan penentuan produk atau jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka.


(33)

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen

Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat, sikap dan selera yang berbeda. Menurut Kotler (2005): faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi, psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian konsumen.

49

Gambar 2.1. Fakor–faktor yang Memengaruhi Konsumen Sumber : Kotler, (2005)

Kebudayaan merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari lembaga-lembaga penting lainnya dari konsumen. Faktor kebudayaan memberikan pengaruh

Budaya Budaya Sub Budaya Kelas Sosial Sosial Kelompok Acuan Keluarga Peran dan Status Pribadi

Umur dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, Kepribadian dan Kondep Diri Psikologis Persepsi, Motivasi, Pengetahuan, keyakinan dan sikap Pembeli


(34)

paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen. Berkaitan dengan keberhasilan sebuah produk dalam konsep pemasaran maka pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan dengan melihat beberapa aspek dari budaya seperti: pengetahuan tentang nilai sebuah produk yang dipasarkan, kepercayaan yang ditimbulkan pada konsumen agar iklan yang disampaikan benar-benar dapat memberi citra yang baik pada konsumen, nilai seni dalam mengemas sebuah produk agar terlihat menarik, yang diberlakukan jika informasi yang disampaikan dalam kemasan seperti label yang tertera dalam makanan tidak sesuai dengan apa yang dipaparkan, kebiasaan yang terjadi dalam sekelompok masyarakat akan iklan sebuah produk seperti iklan gizi dan informasi lainnya.

Kaitan faktor budaya dengan sebuah produk adalah bagaimana kemampuan produsen melihat sistem nilai terpisah yang ada dalam masyarakat. Sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang dimaksudkan seperti nasionalitas, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis, masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan tingkah laku yang serupa. Beberapa produk makanan biasanya menjadi sangat diminati oleh konsumen ketika produk makanan tersebut mampu menyentuh nilai-nilai budaya yang ada pada daerah itu.

Selain faktor budaya, faktor kelas sosial juga sangat ditentukan oleh satu faktor tunggal, yang terdapat dalam pribadi setiap konsumen seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain. Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif


(35)

konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. Faktor pribadi lainnya yang mempengaruhi konsumen dalam membeli sebuah produk yaitu karakteristik pribadi, yaitu: 1). Umur dan tahap daur hidup yang membuat orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi sering kali berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya. Pemasar seringkali menentukan sasaran pasar dalam bentuk tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk setiap tahap. 2). Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan tertentu. 3). Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, memposisikan kembali dan mengubah harga produknya. 4). Gaya hidup seseorang akan membentuk pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas (pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan sosial), minat (makanan, mode, keluarga, rekreasi) dan opini yang lebih dari sekedar kelas sosial dan kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara keseluruhan di dunia. 5). Kepribadian dan konsep diri setiap orang jelas mempengaruhi tingkah laku membelinya.


(36)

Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri. Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti sifat-sifat seperti rasa percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan keagresifan. Kepribadian dapat bermanfaat untuk menganalisis tingkah laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu.

Faktor lainnya yang mempengaruhi konsumen dalam membeli sebuah produk makanan adalah faktor psikologis seperti dimana ia tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan pengaruh dimasa lampau atau antisipasinya pada waktu yang akan datang. Pilihan barang yang dibeli seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologi seperti : 1). Motivasi, para peneliti motivasi mengumulkan informasi dari sekelompok konsumen untuk mengetahui motif yang lebih dalam untuk pilihan produk-produk mereka dan telah mendapatkan kesimpulan-kesimpulan yang menarik dan kadang-kadang aneh tentang apakah yang ada dibenak konsumen sehubungan dengan pembelian tertentu. Meskipun kadang-kadang menghasilkan kesimpulan-kesimpulan aneh, riset motivasi tetap bermanfaat sebagai alat bagi para pemasar untuk memahami perilaku konsumen secara lebih dalam. 2). Persepsi atau proses yang dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan dan mengintepretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia. Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang tersebut bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi. Orang dapat membentuk persepsi berbeda dari rangsangan yang sama karena 3 macam proses penerimaan indera, yaitu: a). Perhatian


(37)

Selektif; Kecenderungan bagi manusia untuk menyaring sebagian besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian konsumen. b). Distorsi selektif; menguraikan kecenderungan orang untuk mengintepretasikan informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang telah mereka yakini. c). Ingatan Selektif; Orang cenderung lupa akan sebagian besar hal yang mereka pelajari. Mereka cenderung akan mempertahankan atau mengingat informasi yang mendukung sikap dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif. 3). Pengetahuan; Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman. Pentingnya praktik dari teori pengetahuan bagi pemasar adalah mereka dapat membentuk permintaan akan suatu produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan petunjuk yang membangkitkan motivasi, dan memberikan peranan positif. 4).Keyakinan dan sikap. Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya ini, pada waktunya mempengaruhi tingkah laku membeli. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan didasarkan pada pengetahuan yang sebenarnya, pendapat atau kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi atau mungkin tidak. Pemasaran tertarik pada keyakinan bahwa orang yang merumuskan mengenai produk dan jasa spesifik, karena keyakinan ini menyusun citra produk dan merk yang mempengaruhi tingkah laku membeli. Bila ada sebagian keyakinan yang salah dan menghalangi pembelian, pemasar pasti ingin meluncurkan usaha untuk mengkoreksinya. Sikap menguraikan evaluasi, perasaan dan kecenderungan dari seseorang terhadap suatu obyek atau ide


(38)

yang relatif konsisten. Sikap menempatkan orang dalam suatu kerangka pemikiran mengenai menyukai atau tidak menyukai sesuatu mengenai mendekati atau menjauhinya.

Berdasarkan konsep perilaku konsumen yang diajukan oleh Shiffman dan Kanuk (2000), serta Loudon dan Bitta (1993), menunjukkan bahwa terdapat dua elemen penting perilaku konsumen, yaitu elemen proses pengambilan keputusan dan elemen kegiatan secara fisik. Kedua elemen tersebut melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan serta menggunakan barang dan jasa. Konsumen membeli barang dan jasa adalah untuk mendapatkan manfaat dari barang dan jasa tersebut. Jadi perilaku konsumen tidak hanya mempelajari apa yang dibeli atau dikonsumsi oleh konsumen saja, tetapi juga dimana, bagaimana kebiasaan dan dalam kondisi macam apa produk dan jasa yang dibeli.

Tabel 2.1. Model Perilaku Pembeli

Stimulus Pemasaran Stimulus Lainnya Karakteristik Pembeli Proses Keputusan Pembeli Keputusan Pembeli Produk Harga Distribusi Promosi Ekonomi Teknologi Politik Budaya Budaya Sosial Pribadi Psikologi Pengenalan masalah Pencarian informasi Keputusan pembeli Perilaku Pembeli Pilihan produk Pilihan merek Pilihan pemasok Penentuan saat pembelian Jumlah pembelian

Sumber : Phillip Kotler dan Sweet Hoong Ang, et.all. Manajemen Persfektif Asia. Buku 1. 2002. Hal.222.

Menurut Kotler dan Armstrong (1996) terdapat dua faktor dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial,


(39)

kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.

2.3 Minat Membeli

Keputusan seorang pembeli dipengaruhi oleh multi faktor termasuk ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia, pekerjaan, keadaan ekonomi. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian. Menurut Kotler (2001) ada beberapa tahap dalam mengambil suatu keputusan untuk melakukan pembelian

Pengertian minat beli, menurut Kotler & Armstrong (2001) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.

Tahap-tahap proses keputusan pembelian dapat digambarkan dalam sebuah model di bawah ini (Kotler dan AB. Susanto, 1999;):


(40)

Gambar 2.2 Model Proses Pembelian Lima Tahap

Sumber : Philip Kotler dan AB. Susanto, Pemasaran di Indonesia, (1999: 251)

Model ini mempunyai anggapan bahwa para konsumen melakukan lima tahap dalam melakukan pembelian. Kelima tahap di atas tidak selalu terjadi, khususnya dalam pembelian yang tidak memerlukan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian. Para konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannya tidak sesuai.

a. Pengenalan Masalah

Proses membeli dengan pengenalan masalah atau kebutuhan pembeli menyadari suatu perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dan keadaan yang diinginkanya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Misalnya kebutuhan orang normal adalah haus dan lapar akan meningkat hingga mencapai suatu ambang rangsang dan berubah menjadi suatu dorongan berdasarkan pengalaman yang sudah ada. Seseorang telah belajar bagaimana mengatasi dorongan itu dan dia didorong kearah satu jenis objek yang diketahui akan memuaskan dorongan itu.

b. Pencarian Informasi

Konsumen mungkin tidak berusaha secara aktif dalam mencari informasi sehubungan dengan kebutuhannya. Seberapa jauh orang tersebut mencari informasi tergantung pada kuat lemahnya dorongan kebutuhan, banyaknya informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi, tambahan dan

Pengenalan Kebutuhan

Perilaku setelah pembelian Keputusan

Pembelian Evaluasi

Alternatif Pencarian


(41)

kepuasan yang diperoleh dari kegiatan mencari informasi. Biasanya jumlah kegiatan mencari informasi meningkat tatkala konsumen bergerak dari keputusan situasi pemecahan masalah yang terbatas kepemecahan masalah yang maksimal. c. Evaluasi Alternatif

Informasi yang didapat dari calon pembeli digunakan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai alternatif-alternatif yang dihadapinya serta daya tarik masing-masing alternatif. Produsen harus berusaha memahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya dan sampai pada sikap tertentu mengenai produk merek dan keputusan untuk membeli.

d. Keputusan Pembelian

Produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiri dalam menangani informasi yang diperolehnya dengan membatasi alternatif-alternatif yang harus dipilih atau dievaluasi untuk menentukan produk mana yang akan dibeli.

e. Perilaku setelah Pembelian

Apabila barang yang dibeli tidak memberikan kepuasan yang diharapkan, maka pembeli akan merubah sikapnya terhadap merek barang tersebut menjadi sikap negatif, bahkan mungkin akan menolak dari daftar pilihan. Sebaliknya bila konsumen mendapat kepuasan dari barang yang dibelinya maka keinginan untuk membeli terhadap merek barang tersebut cenderung untuk menjadi lebih kuat. Produsen harus mengurangi perasaan tidak senang atau perasaan negatif terhadap suatu produk dengan cara membantu konsumen menemukan informasi yang membenarkan


(42)

pilihan konsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yang baru saja membeli produknya

2.4 Label Gizi Produk Makanan Balita

Angipora (2002) mendefinisikan bahwa label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau penjualnya. Sementara Gitosudarmo (2004) menyatakan bahwa label adalah bagian dari sebuah produk yang berupa keterangan atau penjelasan mengenai barang tersebut atau penjualnya. Lebih daripada itu Staton dan Lamarto (2004) menyatakan bahwa label merupakan ciri lain dari produk yang perlu diperhatikan..

Berdasarkan beberapa defenisi yang diuraikan di atas label merupakan suatu display dengan tulisan, cetakan ataupun grafik yang menunjukkan kepada isi dari suatu benda yang dijadikan alat informasi kepada para konsumen tentang produk yang dibuatnya. Sementara defenisi label gizi merupakan informasi nilai gizi diharapkan dapat dimanfaatkan konsumen dalam melakukan pemilihan yang bijak terhadap produk pangan, terutama yang berkenaan dengan kandungan zat gizi di dalamnya sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat yang sama pihak produsen berkesempatan untuk menyampaikan informasi zat gizi yang terkandung dalam produknya yang kemungkinan merupakan keunggulan produk tersebut dibanding produk lainnya yang telah ditetapkan.

Dari segi kesehatan label produk pangan sangat bermanfaat dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang


(43)

memerlukan pengendalian asupan zat gizi. Misalnya balita yang kegemukan dapat mengatur jumlah asupan kalori dengan memperhatikan jumlah energi yang tercantum dalam label (BPOM, 2009).

Salah satu manfaat pencantuman informasi yang benar pada label dan iklan maknanan balita adalah untuk memberikan pendidikan kepada konsumen / ibu balita tentang hal yang berkaitan dengan kebutuhan gizi yang dibutuhkan balitanya. Informasi penting yang umum disampaikan melalui label dan iklan tersebut antara lain berupa bagaimana cara menyimpan pangan, cara pengolahan yang tepat, kandungan gizi pada pangan tertentu, fungsi zat gizi tersebut terhadap kesehatan, dan sebagainya (Hariyadi, 2005).

Menurut BPOM (2005) pelabelan pada produk makanan khusunya makanan balita dapat berfungsi melindungi konsumen/ibu dari peredaran dan penggunaan pangan fungsional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi. Ada beberapa panduan penggunaan nutrition claims dalam menjaga mutu yang telah ditetapkan oleh WHO, yaitu : Nutrition claims harus konsisten terhadap kebijakan nutrisi alami dan mendukung kebijakan tersebut.

Klaim yang berhubungan dengan panduan makanan atau makanan kesehatan harus konsisten dengan panduan klaim. Makanan tidak seharusnya disebutkan sebagai “sehat” atau direpresentasikan dalam suatu cara yang menyatakan secara tidak langsung bahwa makanan tersebut akan memberi kesehatan. Makanan apapun dengan nutrition claims harus disertai dengan nutrition label yang sesuai dengan panduan nutrition labeling.


(44)

Informasi nilai gizi diharapkan dapat dimanfaatkan konsumen dalam melakukan pemilihan yang bijak terhadap produk pangan, terutama yang berkenaan dengan kandungan zat gizi di dalamnya sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat yang sama pihak produsen berkesempatan untuk menyampaikan informasi zat gizi yang terkandung dalam produknya yang kemungkinan merupakan keunggulan produk tersebut dibanding produk lainnya yang telah ditetapkan.

Dari segi kesehatan label produk pangan sangat bermanfaat dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang memerlukan pengendalian asupan zat gizi.

Salah satu manfaat pencantuman informasi yang benar pada label adalah untuk memberikan pendidikan kepada konsumen tentang hal yang berkaitan dengan pangan. Informasi penting yang umum disampaikan melalui label tersebut antara lain berupa bagaimana cara menyimpan pangan, cara pengolahan yang tepat, kandungan gizi pada pangan tertentu, fungsi zat gizi tersebut terhadap kesehatan, dan sebagainya (Hariyadi, 2005).

Pedoman pelabelan gizi dimaksudkan sebagai acuan bagi para produsen, aparat pemerintah, konsumen, dan anggota masyarakat lainnya untuk mengetahui dan memahami tentang informasi Nilai Gizi. Pada label produk makanan balita harus dijelaskan tentang nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa serta informasi nilai gizi. Informasi nilai gizi inilah yang berhubungan


(45)

dengan nutrition claims, dimana kandungan gizi dalam suatu produk pangan akan berpengaruh terhadap nutrition claims.

Mengingat label gizi adalah alat penyampai informasi yang berkaitan dengan kandungan nilai gizi dalam sebuah makanan, sudah selayaknya informasi yang termuat pada label adalah sebenar-benarnya dan tidak menyesatkan. Hanya saja, mengingat label juga berfungsi sebagai iklan, disamping sudah menjadi sifat manusia untuk mudah jatuh dalam kekhilafan dengan berbuat “kecurangan” baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, maka perlu dibuat rambu-rambu yang mengatur. Dengan adanya rambu-rambu ini diharapkan fungsi label dalam memberi “rasa aman” pada konsumen dapat tercapai.

Label gizi dalam makanan kemasan harus disertai pernyataan mengandung vitamin, mineral dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan serta pangan yang wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya harus mencantumkan keterangan tentang kandungan gizi pada kemasannya (BPOM, 2007).

Daftar nutrisi yang terdapat dalam label gizi juga harus mencantumkan takaran sajian, gram protein, karbohidrat, dan lemak per sajian, dan persentasinya yang sesuai dengan aturan dari US RDA (Recomended Dietary Allowance) atau Angka Kecukupan Gizi berdasarkan diet 2000 atau 2500 kalori, vitamin A dan C, Thiamin, Riboflavin, Niasin, Kalsium, dan zat besi. Pada tahun 1984, FDA menambahkan natrium ke dalam daftar nutrisi yang harus dicantumkan di label (Nielsen, 2003).


(46)

Selanjutnya pelabelan pangan yang menekankan tentang satu atau lebih bahan-bahan dengan kandungan rendah ataupun tinggi, maka persentase kandungan bahan tersebut harus dinyatakan sesuai dengan ketentuan. Persyaratan label berhubungan dengan aspek produk dan bagaimana produk dapat memenuhi kepuasan konsumen. Syarat ini dapat dipenuhi dengan cara memberikan informasi yang tepat dengan kebutuhan konsumen, dan membuat label sedemikian rupa sehingga jelas dan mudah dibaca (Blanchfield, 2000).

Di Indonesia sendiri ketentuan mengenai klaim untuk produk pangan mengacu kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh Codex. Klaim Nutrisi dan Klaim Kesehatan Produk terbagi menjadi 2 yakni :

1. Klaim nutrisi, artinya segala jenis perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan bahwa sebuah produk pangan memiliki ciri khas nutrisi tertentu tetapi tidak terbatas pada nilai energi dan kandungan protein, lemak dan karbohidrat, begitu juga dengan kandungan vitamin dan mineral. Klaim ini terdiri dari :

a. Klaim kandungan zat gizi, klaim nutrisi yang menjelaskan tingkat keberadaan zat gizi yang dikandung dalam suatu produk pangan Contoh: ‘Sumber Kalsium’, ‘Tinggi serat dan rendah lemak’.

b. Klaim perbandingan zat gizi, klaim yang membandingkan tingkat keberadaan zat gizi dan atau besarnya energi dari dua atau lebih produk pangan. Contoh: “dikurangi”, “kurang dari”, lebih sedikit”.


(47)

2. Klaim kesehatan, artinya segala perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan adanya hubungan antara produk pangan atau kandungan produk pangan tersebut dengan kesehatan. Klaim ini terdiri dari:

a. Klaim fungsi zat gizi, klaim nutrisi yang menggambarkan peran fisiologis zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi normal tubuh. Misalnya, zat gizi X (disebutkan fungsi fisiologis zat gizi X untuk tubuh dalam rangka mempertahankan kesehatan dan membantu pertumbuhan dan perkembangan normal). Produk pangan X adalah sumber atau tinggi akan nutrisi A).

b. Klaim fungsi lainnya, klaim ini fokus kepada efek spesifik yang menguntungkan dari konsumsi bahan pangan atau komponennya, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi pada fungsi normal tubuh atau aktivitas biologis tubuh. Klaim seperti ini berhubungan dengan kontribusi positif untuk kesehatan atau peningkatan dari suatu fungsi tubuh atau untuk menambah atau mempertahankan kesehatan. Contoh: Substansi A (disebutkan efek dari substansi A dalam rangka meningkatkan atau memperbaiki fungsi fisiologis atau aktivitas biologis terkait dengan kesehatan). Pangan Y mengandung x gram substansi A.

c. Klaim pengurangan resiko terhadap suatu penyakit yakni klaim yang berhubungan dengan konsumsi suatu makanan atau unsur dari makanan, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi, untuk mengurangi resiko dari suatu penyakit untuk berkembang atau kondisi yang berhubungan


(48)

dengan kondisi kesehatan. Contoh: Konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang rendah akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D. Makanan X rendah akan nutrisi atau substansi A atau konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang kaya akan substansi B dapat mengurangi resiko penyakit E. Makanan X kaya akan nutrisi atau substansi B.

Klaim yang berhubungan dengan panduan makanan atau makanan kesehatan harus konsisten dengan panduan klaim. Makanan tidak seharusnya disebutkan sebagai “sehat” atau direpresentasikan dalam suatu cara yang menyatakan secara tidak langsung bahwa makanan tersebut akan memberi kesehatan. Makanan apapun dengan nutrition claims harus disertai dengan nutrition label yang sesuai dengan panduan nutrition labeling.

Adapun ketentuan pencantuman informasi nilai gizi adalah sebagai berikut : 1. Informasi yang wajib dicantumkan :

Takaran saji adalah jumlah produk pangan yang biasa dikonsumsi dalam satu kali makan, dinyatakan dalam ukuran rumah tangga yang sesuia untuk produk pangan tersebut. Ukuran rumah tangga meliputi antara lain sendok teh, sendok makan, sendok takar, gelas, botol, kaleng, sachet, keping, buah, biji, potong, iris dan harus diikuti dengan jumlah dalam satuan metric (mg, g, ml). Jumlah saji per kemasan menunjukkan jumlah takaran saji yang terdapat dalam satu kemasan pangan.

Catatan kaki merupakan informasi yang menerangkan bahwa persentase AKG yang ditunjukkan dalam Informasi Nilai Gizi dihitung berdasarkan kebutuhan energy


(49)

2000 kkal. Catatan kaki tidak perlu dicantumkan untuk pangan yang ditujukan bagi anak berusia 6-24 bulan dan pangan yang ditujukan bagi anak berusia 2-5 tahun. 2. Zat gizi yang diwajibkan dicantumkan :

a. Energi total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG. b. Lemak total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG. c. Protein, dinyatakan dalam gram dan presentase

d. Karbohidrat total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG. e. Natrium, dinyatakan dalam mg dan presentase AKG.

3. Zat gizi yang wajib dicantumkan dengan persyaratan tertentu. Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut :

a. Produk pangan mengandung zat gizi tersebut dalam jumlah tertentu, atau b. Zat gizi tersebut dipersyaratkan untuk ditambah atau difortifikasi pada

pangan

c. Pangan yang bersangkutan memuat klaim yang berkenaan dengan zat gizi tersebut. Beberapa zat gizi tersebut antara lain : energi dari lemak, lemak jenuh, kolesterol, serat pangan, gula, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi.

4. Zat gizi lain yang dapat dicantumkan (sukarela). Beberapa zat gizi tidak wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi, namun jika akan dicantumkan, maka harus memenuhi ketentuan antara lain : energi dari lemak jenuh, kalium, serat pangan larut, gula alkohol, karbohidrat lain, vitamin, mineral dan zat gizi lain.


(50)

5. Format Informasi Nilai Gizi pada label pangan meliputi antara lain bentuk, susunan informasi dan cara pencantuman.

(BPOM, 2009).

Perhitungan jumlah zat gizi yang terdapat dalam label gizi dapat memperkirakan jumlah zat gizi yang akan dan telah masuk ke dalam tubuh kita dalam sehari, sehingga kita bisa mengetahui apakah kita kekurangan atau kelebihan suatu zat gizi tertentu. Dan tentu saja, dengan mengetahui jumlah zat gizi yang masuk ke dalam tubuh, kita bisa merencanakan pengaturan makanan terhadap tubuh kita. Misalnya kita ingin mengurangi berat badan, tentu saja kita dapat mengurangi porsi makanan, dan sebaliknya apabila kita ingin menambah berat badan, kita menambah konsumsi makan kita. Intinya energi yang masuk harus sama dengan energi yang keluar. Contoh label pada produk pangan adalah sebagai berikut :


(51)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai gizi yang ada pe 100 gr (3,5oz) terdiri dari 8 komponen pemenuhan gizi. Berdasarkan informasi yang ditampilkan diketahui bahwa energi per satuan nya sebanyak 1,598 Kj. Artinya di dalam produk makanan ini cukup tinggi kalori yang dikandungnya. Disebutkan juga bahwa produk makanan ini sangat baik bagi konsumen yang membutuhkan diet serat yang baik untuk pencernaan.

Jika dibandingkan dengan label gizi pada produk minuman pada gambar di bawah ini menunjukkan perbandingan nilai kalori yang hampir sama antara minuman susu Frisian flag dengan minuman cocacola. Hal ini mendeskripsikan bahwa walaupun produk susu tapi nilai kalorinya lebih rendah. Hal ini memberitahu pada masyarakat bahwa persepsi yang selama ini menyatakan susu dapat menggemukkan dapat terpudarkan. Konsumen juga dapat melihat bahwa fungsi ke dua produk ini dapat dipergunakan pada situasi dan kondisi tertentu dimana mungkin produk minuman susu dapat dipergunakan pada saat beraktifitas tinggi karena kalori yang terkandung di dalammnya cukup tinggi.


(52)

Gambar 2.4. Informasi Nilai Gizi pada Label Makanan

2.5Perilaku Konsumen dalam Membaca Label Informasi Nilai Gizi Produk Pangan

Perilaku membaca label informasi nilai gizi produk makanan balita adalah sebagai langkah untuk menyeimbangkan gizi yang merupakan salah satu dari 13 pesan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang) yang dibuat dalam Kongres Gizi Internasional di Roma pada tahun 1992 untuk menghasilkan kualitas sumberdaya manusia yang andal (G. Sianturi, 2002).

Pembacaan label informasi zat gizi diasumsikan sebagai aktivitas konsumen dalam pencarian informasi seperti yang tertera pada kemasan produk pangan kemasan. Aktivitas ini merupakan suatu proses yang aktif, yang terdiri dari perilaku


(53)

melihat sebagai usaha pencarian informasi, mengevaluasi informasi yang ada untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam membeli produk makanan (Zahara,2009).

Pembacaan label gizi merupakan acuan atau suatu bentuk usaha dalam pencarian untuk mendapatkan informasi mengenai produk makanan yang diharapkan dapat membawa keuntungan bagi si pembaca. Dalam usaha pencarian tersebut, konsumen akhirnya akan membaca label informasi yang tertera pada kemasan makanan untuk kemudian mencerna informasi yang ada.

Dalam membaca label makanan biasanya bagian pertama yang bisa dilihat adalah takaran saji dan jumlah sajian per kemasan. Takaran saji mempengaruhi jumlah asupan kalori dan semua nutrisi yang tercantum pada label. Pada contoh di atas, takaran saji yang tercantum adalah satu sachet. Hal ini berarti nutrisi yang dikonsumsi sesuai dengan yang tercantum. Apabila kita mengkonsumsi dua sachet, maka jumlah nutrisinya dikalikan dua. Hal penting lainnya adalah pembacaan nilai kalori angka yang tertera pada produk makanan tersebut. Kalori adalah jumlah energi yang didapat dengan mengkonsumsi satu takaran saji.

Pembacaan nilai kalori yang tercantum dalam label gizi biasanya adalah tiga nutrisi teratas yang tercantum (lemak, kolesterol dan natrium). Informasi yang dicantumkan untuk memberi informasi kondisi dan dampak jika dikonsumsi terlalu banyak, akan meningkatkan resiko pada kesehatan. Untuk keseimbangan gizi, seperti pada produk makanan balita sedapat mungkin nutrisi ini tetap dilihat angka kebutuhan nilai gizi seimbangnya (lihat persentase Angka Kecukupan Gizi).


(54)

Angka yang ditunjukkan dalam kolom %AKG dapat menjadi acuan seberapa banyak nutrisi yang kita konsumsi dalam sehari. %AKG ini berdasarkan pada diet 2000 kalori per hari. Apa arti dari angka-angka tersebut? Setiap angka berdasarkan pada 100% kebutuhan masing-masing nutrisi dalam satu hari (untuk diet 2000 kalori). Dengan ini, kita dapat mengetahui seberapa banyak nutrisi yang kita konsumsi dalam satu hari. Rentang persentasenya adalah sebagai berikut: 1) Rendah: 5% atau kurang, 2) Tinggi: 20% atau lebih

Kegunaan persentase Angka Kecukupan Gizi dapat digunakan sebagai perbandingan antara satu produk dengan produk lainnya yang masih satu kategori. Apabila takaran saji yang tercantum sama, maka kita dapat dengan mudah mengidentifikasi produk mana yang memiliki nutrisi yang tinggi atau rendah. Selain itu informasi yang terdapat dalam label gizi dapat dijadikan sebagai suatu acuan dalam menghitung alokasi makanan dalam satu hari.

Kesadaran untuk membaca label informasi zat gizi masih rendah dibeberapa negara. Berdasarkan ASD/AMD (Associated Surplus Dealers/Associated Merchandise Dealers), rata-rata hanya 2 dari 10 konsumen di Asia Pasifik, Eropa dan Amerika Utara mengaku selalu membaca label informasi zat gizi pada kemasan makanan. Sementara di Amerika Latin, 3 dari 10 konsumen mengaku selalu membaca label pada makanan kemasan yang akan dibeli. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Drichoutis et al, 11% responden selalu membaca label informasi zat gizi dan 24,7% sering membaca. Selain itu, 11,24% dan 19,1% mengaku kadang-kadang dan jarang membaca. Sementara itu, responden yang tidak pernah membaca memiliki


(55)

persentase paling besar yaitu 34% (Mahgoub, Lesoli, dan Gobotswang, 2007 dalam Zahara 2009).

Menurut Asmaiyar (2004), penelitian mengenai kepatuhan konsumen membaca label produk pangan juga masih jarang. Penelitian Asmaiyar (2004) pada konsumen di Pasar Kebayoran Lama Jakarta Selatan menemukan bahwa tingkat kepatuhan membaca label produk pangan masih cukup rendah yaitu 45% dari 120 konsumen sebagai responden. Para pemasar membutuhkan informasi yang andal mengenai konsumennya dan keterampilan khusus untuk menganalisis dan menginterpretasikan informasi. Kebutuhan ini berkontribusi pada pengembangan perilaku konsumen sebagai bidang studi spesifik dalam pemasaran. Secara sederhana, istilah perilaku konsumen mengacu pada perilaku yang ditunjukkan oleh para individu dalam membeli dan menggunakan barang dan jasa. Pada hakikatnya, lingkup studi perilaku konsumen meliputi sejumlah aspek krusial.

Schiffman dan Kanuk (2000) menyatakan bahwa “perilaku konsumen dalam membaca label gizi pada produk makanan adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan konsumsi produk, jasa, dan gagasan”. Hal ini didukung oleh Setiadi (2003) yang menyatakan bahwa “ perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.”

Kotler dan Amstrong (2002) menyebutkan bahwa perilaku konsumen merupakan perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga,


(56)

yang membeli produk untuk konsumsi personal. Dari beberapa pengertian perilaku konsumen yang diberikan oleh para ahli pemasaran, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan pengamatan pada variabel-variabel seperti nilai-nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana konsumen, mengevaluasi alternatif dan apa yang dirasakan konsumen tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam. Meskipun ada banyak faktor yang mempengaruhi dalam memahami perilaku konsumen, namun bagi perusahaan sudah merupakan keharusan untuk memahami perilaku konsumennya sehingga dengan demikian perusahaan dapat menetapkan kegiatan pemasarannya secara lebih tepat.

2.6 Produk Makanan Balita

Makanan adalah hasil dari proses pengolahan suatu bahan pangan yang dapat diperoleh dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan adanya teknologi (Moertjipto, 2003). Makanan dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang dapat dipergunakan untuk proses di dalam tubuh. Terutama untuk membangun dan memperoleh tenaga bagi kesehatan sel tubuh (Irianto, 2004).

Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan, contoh: susu balita, bubur susu, makanan balita, susu rendah lemak dan lain-lain.


(57)

Penanganan makanan yang tidak tepat dapat menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen. Bahan/senyawa kimia beracun bisa berasal dari makanan itu sendiri maupun dari luar makanan seperti kemasannya. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia zat kimia akan menimbulkan efek yang berbeda-beda, tergantung jenis dan jumlahnya. Penggunaan bahan pengemas makanan yang dilarang dapat menyebabkan penyakit kanker, tumor dan gangguan saraf (Yuliarti, 2007).

Makanan kemasan merupakan suatu bahan makanan yang dikemas untuk mempermudah pengangkutan, pemasaran dan pendistribusian makanan. Makanan kemasan harus memperhatikan fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Kemasan makanan yang paling sering digunakan untuk membungkus makanan adalah kertas, plastik dan styrofoam yang memiliki keunggulan masing-masing. Namun di balik keunggulannya, ternyata tersimpan bahaya terselubung bagi kesehatan, terutama plastik dan styrofoam. Kemasan ini perlu diwaspadai penggunaannya, terlebih dalam bisnis makanan, karena tidak sedikit penjual makanan yang tidak mengetahui penggunaannya secara tepat dan resiko yang ditimbulkan bagi kesehatan (Koswara, 2006).

Mutu dan keamanan makanan yang dikemas sangat tergantung dari mutu kemasan yang digunakan, baik kemasan primer, sekunder maupun tertier. Oleh karena itu diperlukan adanya peraturan-peraturan mengenai kemasan makanan, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Selain itu mutu


(58)

makanan kemasan dapat dilihat dari nilai gizi yang terkandung dalam label gizi yang disajikan pada sampul kemasan makanan. Kebanyakan label gizi pada produk makanan menyajikan kelebihan-kelebihan dan kebutuhan nilai gizi seimbang yang baik untuk dikonsumsi. (Suyitno, 2000).

2.7 Hubungan Label Gizi pada Produk Makanan terhadap Minat Beli Konsumen

Menurut Engel, dkk (2004), proses keputusan konsumen membeli produk seperti produk makanan dapat dipengaruhi oleh label yang terdapat dalam produk tersebut. Contoh saja label gizi yang ada pada kemasan dapat membuat konsumen membeli atau tidak membeli produk makanan tersebut. Bagi konsumen, proses keputusan konsumen merupakan suatu kegiatan yang penting karena dalam proses tersebut memuat berbagai langkah yang terjadi secara berurutan sebelum konsumen mengambil keputusan.

Minat Pembelian menurut Belch dan Belch (2007 ) adalah menyesuaikan motif pembelian dengan atribut dan karakter dari merek (termasuk didalamnya, motivasi, persepsi, pembentukan sikap, dan integrasi. Konsumen memiliki lima sub-keputusan sebelum menentukan pembelian, yaitu brand, dealer, quantitiy, timing, dan cara pembayaran.

Minat beli pada sebuah produk makanan sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan. Konsumen di dalam proses dalam keputusan pembelian sebenarnya dipengaruhi oleh adanya model rangsangan yang ditawarkan dari produk tersebut. Contoh seorang ibu yang ingin membeli produk makanan untuk


(59)

balitanya, maka ia akan mempertimbangkan nilai-nilai gizi yang dibutuhkan oleh balitanya yang dapat diperolehnya dari informasi yang disampaikan pada label gizi. Seorang ibu akan meninggalkan produk makanan balita jika dia merasa bahwa produk yang ditawarkan padanya tidak memberi manfaat dan dianggap merugikan baginya.

Persepsi yang melekat secara positif bagi konsumen yang membeli produk makanan tertentu akan tetap mengingat dan akan memberitahukannya kepada yang lain dan akhirnya dapat juga mempengaruhi keputusan membeli pada konsumen lainnya. Oleh karena itu sebaiknya desain yang ditampilkan dalam kemasan produk makanan memberi kepastian dan keyakinan pada konsumen demi pemuasan pelanggan.

Selanjutnya Kotler (2005) juga menyatatakan bahwa proses pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi oleh karakteristik yang melekat dalam diri individu. Berdasarkan hal ini sebaiknya produsen mampu membaca pengguna produk dipasaran dengan berbagai macam tingkatan dan kebutuhannya. Hal ini perlu karena masing-masing kelompok manusia memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri dan ini berpengaruh pada proses pengenalan produk, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.

Proses pembelian juga dapat berasal dar rangsangan eksternal seperti ketika seseorang melewati sebuah swalayan sering terpikir untuk melihat-lihat produk makanan yang dibutuhkan oleh ibu atau anggota keluarga dan terangsang untuk


(60)

menilai setiap jenis iklan yang terpampang dalam produk tersebut termasuk label gizi yang ada.

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pencarian informasi dapat dibagi ke dalam dua level rangsangan yakni : situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level ini orang akan hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi: mencari bahan bacaan, menelepon teman dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Informasi tersebut bisa bersumber dari pribadi (keluarga, teman, tetangga), sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang perantara, dan lain-lain) dan sumber umum (media massa, organisasi penentu peringkat konsumen), serta sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk).

Dalam memproses informasi tentang pilihan merk untuk membuat keputusan akhir konsumen, tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif, yaitu model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.

Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merk-merk yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga dapat membentuk niat untuk


(1)

c. Rp. 1.000.001-Rp. 2.000.000 g. >Rp. 5.000.000,-

PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini adalah pertanyaan tentang Pengaruh Label gizi pada produk makanan balita terhadap minat beli ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematang Siantar

Bapak/ ibu membaca terlebih dahulu petunjuk di bawah ini.

1. Istilah dengan tanda checklist (√) pada salah satu jawaban yang saudara anggap benar.

2. Jika Ibu ingin mengganti jawaban, coretlah jawaban yang salah dengan memberi tanda (=), kemudian berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang benar.


(2)

Format B LABEL GIZI

Ada 3 alternatif jawaban yang diberikan pada pertanyaan ini yaitu jika : 3 = Selalu (S)

2 = Kadang-Kadang (K) 1 = Tidak Pernah (TP)

KUESIONER

No LABEL GIZI PADA PRODUK SUSU

Kecenderungan Jawaban

S K TP

1. Pada saat membeli susu formula balita, ibu lebih dahulu membaca label gizi yang tertera

2. Ketersediaan nilai-nilai gizi yang tertera pada label harus lengkap

3. Takaran kalori dan jumlah nilai gizi yang tertera dalam label harus tinggi.

4 Ibu sangat memperhatikan setiap point nilai-nilai gizi yang tertera di label kemasan produk susu formula balita

5. Informasi nilai gizi yang terdapat dalam label adalah yang pertama sekali menjadi perhatian ibu sebelum melakukan keputusan membeli makanan tersebut.

6 Ibu membaca dengan seksama informasi nilai gizi yang terdapat dalam label produk susu formula balita tersebut

7 Ibu membandingkan nilai gizi pada produk makanan balita dengan produk makanan balita yang lainya

8 Ketika membaca label gizi pada produk susu formula ada perasaan puas karena apa yang ibu harapkan terpenuhi


(3)

9 Menurut ibu semakin tinggi kandungan nilai gizi pada produk susu formula balita, maka pemenuhan gizi balita yang ibu harapkan semakin terpenuhi.

10 Ibu yakin dengan informasi yang tertera mengenai nilai gizi pada susu formula, maka anak balitanyaakan tumbuh dengan sehat.

11 Ibu membaca kandungan nilai gizi pada label berulang-ulang

12 Ibu membaca kandungan nilai gizi dan kelebihan lainnya dari produk susu formula balita tersebut 13 Ibu yakin kandungan nilai gizi yang terdapat

dalam label produk susu formula adalah benar secara keseluruhan

14 Ibu fanatik dengan produk susu formula tertentu karena kandungan nilai gizinya sudah terbukti bagi perkembangan balitanya.

15 Seandainya di pasar swalayan tersebut produk susu formula balita yang dikonsumsi balita ibu selama ini habis, maka ibu berusaha mencari ke tempat lain yang tersedia.


(4)

Format C. Berikut ini adalah pertanyaan yang menyangkut Pengaruh Label gizi pada produk makanan balita terhadap minat beli ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematang Siantar

I. PENGETAHUAN

1. Apa yang dimaksud dengan label gizi pada produk makanan balita

a. Kotak yang tersedia sebagai tempat meletakkan informasi tentang nilai gizi

b. Angka-angka yang memuat nilai gizi c. Informasi tentang keseimbangan nilai gizi

2. Informasi nilai gizi pada produk makanan balita adalah adalah: a. Pemberitahuan tentang apa yang terkandung pada makanan b. Kandungan zat-zat makanan

c. Jumlah kecukupan nilai giizi yang terdapat dalam sebuah makanan 3. Kandungan nilai gizi pada produk makanan balita adalah seperti

a. Protein, vitamin b. Kilokalori c. Zat tambahan

4. Keseimbangan nilai gizi dalam produk makanan adalah

a. Ketersediaan zat-zat gizi yang terdapat dalam sebuah produk beserta dengan nilai kilokalorinya

b. Kecukupan nilai gizi yang tertera pada produk makanan c. Kelengakapan nilai zat gizi pada produk makanan

5. Jumlah kalori yang tertera dalam label makanan balita yang dimaksud adalah: a. Kecukupan kalori yang tertera pada setiap takaran saji

b. Keseimbangan kalori pada setiap nilai gizi


(5)

II. FAKTOR LINGKUNGAN

No FAKTOR BUDAYA

Kecenderungan Jawaban

S K TP

1. Produk makanan balita yang ibu beli sesuai dengan nilai-nilai agama seperti kehalalalnya

2. Kandungan nilai gizi yang tertera harus aman dari zat yang dianggap tidak aman

3. Pemilihan produk berdasarkan kebiasaan turun temurun yang sudah biasa dikonsumsi karena kandungan gizinya sudah terbukti

4 Pemilihan suatu produk makanan balita karena sudah fanatik dengan merek tersebut dan suda terbukti pada seluruh anggota keluarga sejak mengkonsumsinya

5. Budaya yang ada dalam keluarga tidak membiasakan nilai zat gizi tidak mengndung lemak yang tinggi.

B. FAKTOR KELUARGA

1 Nilai gizi yang terdapat dalam satu produk akan diterima dan menjadi keputusan pembelian jika keluarga sudah menyetujuinya

2 Dalam membeli suatu produk makanan balita saya meminta pendapat dari keluarga dan teman yang saya anggap akurat pendapatnya

3 Pengalaman anggota keluarga yang kurang baik terhadap nilai gizi suatu produk saya jadikan bahan pertimbangan

4 Setiap pembelian produk makanan saya selalu melibatkan anggota keluarga

5 Saya membawa anggota keluarga atau teman ketika membeli produk makanan untuk balita


(6)

KUESIONER D

1. Berikut ini adalah pertanyaan yang menyangkut keputusan membeli produk makanan balita terhadap minat beli ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematang Siantar

2. Ada 3 alternatif jawaban yang diberikan pada pertanyaan ini yaitu jika: a. 1 = Tidak

b. 2 = Ya

3. Lingkarilah salah satu jawaban yang menurut ibu paling benar.

PERTANYAAN MINAT BELI

1. Anda memutuskan membeli produk susu formula balita karena label gizi yang ada di dalamnya

a. Ya b. Tidak

2. Anda tidak akan membeli produk susu formula balita jika kandungan zat gizi yang terdapat di dalam label tersebut dianggap tidak memenuhi kebutuhan gizi balita anda.

a. Ya b. Tidak

3. Ketika saya sudah fanatik pada suatu merk produk susu formula balita berdasarkan kecukupan gizi yang terdapat di dalamnya maka saya tidak akan mengganti dengan produk lain

a. Ya b Tidak

4. Anda tidak akan memperhatikan nilai ekonomis suatu produk selama ibu merasa nilai gizi yang terkandung pada label produk susu formula balita sudah sesuai dengan kebutuhan balita ibu

a. Ya b. Tidak

5. Anda tidak memperdulikan produk susu formula balita yang terkenal selama nilai kandungan gizi yang terdapat di dalam produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi balita ibu