Gambar 2.4. Informasi Nilai Gizi pada Label Makanan
2.5 Perilaku Konsumen dalam Membaca Label Informasi Nilai Gizi Produk Pangan
Perilaku membaca label informasi nilai gizi produk makanan balita adalah sebagai langkah untuk menyeimbangkan gizi yang merupakan salah satu dari 13
pesan PUGS Pedoman Umum Gizi Seimbang yang dibuat dalam Kongres Gizi Internasional di Roma pada tahun 1992 untuk menghasilkan kualitas sumberdaya
manusia yang andal G. Sianturi, 2002. Pembacaan label informasi zat gizi diasumsikan sebagai aktivitas konsumen
dalam pencarian informasi seperti yang tertera pada kemasan produk pangan kemasan. Aktivitas ini merupakan suatu proses yang aktif, yang terdiri dari perilaku
Universitas Sumatera Utara
melihat sebagai usaha pencarian informasi, mengevaluasi informasi yang ada untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam
membeli produk makanan Zahara,2009. Pembacaan label gizi merupakan acuan atau suatu bentuk usaha dalam
pencarian untuk mendapatkan informasi mengenai produk makanan yang diharapkan dapat membawa keuntungan bagi si pembaca. Dalam usaha pencarian tersebut,
konsumen akhirnya akan membaca label informasi yang tertera pada kemasan makanan untuk kemudian mencerna informasi yang ada.
Dalam membaca label makanan biasanya bagian pertama yang bisa dilihat adalah takaran saji dan jumlah sajian per kemasan. Takaran saji mempengaruhi
jumlah asupan kalori dan semua nutrisi yang tercantum pada label. Pada contoh di atas, takaran saji yang tercantum adalah satu sachet. Hal ini berarti nutrisi yang
dikonsumsi sesuai dengan yang tercantum. Apabila kita mengkonsumsi dua sachet, maka jumlah nutrisinya dikalikan dua. Hal penting lainnya adalah pembacaan nilai
kalori angka yang tertera pada produk makanan tersebut. Kalori adalah jumlah energi yang didapat dengan mengkonsumsi satu takaran saji.
Pembacaan nilai kalori yang tercantum dalam label gizi biasanya adalah tiga nutrisi teratas yang tercantum lemak, kolesterol dan natrium. Informasi yang
dicantumkan untuk memberi informasi kondisi dan dampak jika dikonsumsi terlalu banyak, akan meningkatkan resiko pada kesehatan. Untuk keseimbangan gizi, seperti
pada produk makanan balita sedapat mungkin nutrisi ini tetap dilihat angka kebutuhan nilai gizi seimbangnya lihat persentase Angka Kecukupan Gizi.
Universitas Sumatera Utara
Angka yang ditunjukkan dalam kolom AKG dapat menjadi acuan seberapa banyak nutrisi yang kita konsumsi dalam sehari. AKG ini berdasarkan pada diet
2000 kalori per hari. Apa arti dari angka-angka tersebut? Setiap angka berdasarkan pada 100 kebutuhan masing-masing nutrisi dalam satu hari untuk diet 2000 kalori.
Dengan ini, kita dapat mengetahui seberapa banyak nutrisi yang kita konsumsi dalam satu hari. Rentang persentasenya adalah sebagai berikut: 1 Rendah: 5 atau kurang,
2 Tinggi: 20 atau lebih Kegunaan persentase Angka Kecukupan Gizi dapat digunakan sebagai
perbandingan antara satu produk dengan produk lainnya yang masih satu kategori. Apabila takaran saji yang tercantum sama, maka kita dapat dengan mudah
mengidentifikasi produk mana yang memiliki nutrisi yang tinggi atau rendah. Selain itu informasi yang terdapat dalam label gizi dapat dijadikan sebagai suatu acuan
dalam menghitung alokasi makanan dalam satu hari. Kesadaran untuk membaca label informasi zat gizi masih rendah dibeberapa
negara. Berdasarkan ASDAMD Associated Surplus DealersAssociated Merchandise Dealers, rata-rata hanya 2 dari 10 konsumen di Asia Pasifik, Eropa dan
Amerika Utara mengaku selalu membaca label informasi zat gizi pada kemasan makanan. Sementara di Amerika Latin, 3 dari 10 konsumen mengaku selalu membaca
label pada makanan kemasan yang akan dibeli. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Drichoutis et al, 11 responden selalu membaca label informasi zat gizi
dan 24,7 sering membaca. Selain itu, 11,24 dan 19,1 mengaku kadang-kadang dan jarang membaca. Sementara itu, responden yang tidak pernah membaca memiliki
Universitas Sumatera Utara
persentase paling besar yaitu 34 Mahgoub, Lesoli, dan Gobotswang, 2007 dalam Zahara 2009.
Menurut Asmaiyar 2004, penelitian mengenai kepatuhan konsumen membaca label produk pangan juga masih jarang. Penelitian Asmaiyar 2004 pada
konsumen di Pasar Kebayoran Lama Jakarta Selatan menemukan bahwa tingkat kepatuhan membaca label produk pangan masih cukup rendah yaitu 45 dari 120
konsumen sebagai responden. Para pemasar membutuhkan informasi yang andal mengenai konsumennya dan keterampilan khusus untuk menganalisis dan
menginterpretasikan informasi. Kebutuhan ini berkontribusi pada pengembangan perilaku konsumen sebagai bidang studi spesifik dalam pemasaran. Secara sederhana,
istilah perilaku konsumen mengacu pada perilaku yang ditunjukkan oleh para individu dalam membeli dan menggunakan barang dan jasa. Pada hakikatnya, lingkup
studi perilaku konsumen meliputi sejumlah aspek krusial. Schiffman dan Kanuk 2000 menyatakan bahwa “perilaku konsumen dalam
membaca label gizi pada produk makanan adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan
konsumsi produk, jasa, dan gagasan”. Hal ini didukung oleh Setiadi 2003 yang menyatakan bahwa “ perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat
dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.”
Kotler dan Amstrong 2002 menyebutkan bahwa perilaku konsumen merupakan perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga,
Universitas Sumatera Utara
yang membeli produk untuk konsumsi personal. Dari beberapa pengertian perilaku konsumen yang diberikan oleh para ahli pemasaran, maka dapat disimpulkan bahwa
perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk
dan pengamatan pada variabel-variabel seperti nilai-nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana konsumen, mengevaluasi alternatif dan apa
yang dirasakan konsumen tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam. Meskipun ada banyak faktor yang mempengaruhi dalam
memahami perilaku konsumen, namun bagi perusahaan sudah merupakan keharusan untuk memahami perilaku konsumennya sehingga dengan demikian perusahaan dapat
menetapkan kegiatan pemasarannya secara lebih tepat.
2.6 Produk Makanan Balita