Tingkat Dasar Budaya Organisasi

Menurut Rivai 2004, budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi, yaitu : 1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. 2. Budaya memberikan identitas bagi anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas pada kepentingan individu. 4. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan. Dari keterangan di atas, maka disimpulkan bahwa budaya bernilai untuk organisasi atau karyawan, budaya meningkatkan komitmen organisasi dan konsisten serta perilaku karyawan.

2.2.2 Tingkat Dasar Budaya Organisasi

Menurut Schein dalam Lako 2004, budaya organisasi berada pada tiga tingkat, yaitu : 1. Artifact Pada tingkat artifact, budaya organisasi memiliki ciri yaitu semua struktur dan proses organisasional dapat kelihatan. Dijelaskan bahwa seorang anggota baru memasuki suatu organisasi yang telah memiliki proses dan struktur organisasi Mangarisan Sinaga : Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Reward Terhadap Kinerja Karyawan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008 yang visible dan menghadpi suatu kelompok baru dengan suatu budaya baru yang asing baginya. Oleh karen itu, pendatang baru perlu belajar memberikan perhatian yang khusus kepada budaya organisasi tersebut. 2. Espoused values Pada tingkat kedua, yaitu espoused values, para anggota organisasi mempertanyakan “apa yang seharusnya dapat mereka berikan untuk organisasi”. Pada tingkat ini, baik organisasi maupun anggota organisasi membutuhkan tuntunan strategi, tujuan, dan filosofi dari pemimpin organisasi untuk bertindak. Menurut Schein, kebanyakan budaya organisasi dapat menelusuri kembali espoused values mereka ke para pembentuk budaya organisasi terdahulu founders of the cultures . Pendatang baru dapat belajar dari espoused values ini, dan mempelajari maknanya dalam konteks organisasi. 3. Basic underlying assumptions Pada tingkat basic underlying assumptions, berisi sejumlah kepercayaan atau keyakinan beliefs bahwa anggota organisasi mendapat jaminan taken for granted bahwa mereka diterima secara baik untuk melakukan sesuatu secara efisien dan efektif. Asumsi-asumsi dasar ini mempengaruhi perasaan, pemikiran, persepsi, kepercayaan dan pikiran bawah sadar anggota organisasi. Mangarisan Sinaga : Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Reward Terhadap Kinerja Karyawan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008 Artifacts Espoused Values Basic Underlying Assumptions Sumber : Schein dalam Lako 2004 Gambar 2.1 Level Budaya Menurut Schein 2.2.3 Membangun Budaya Organisasi Yang Efektif Pertanyaan yang sering muncul di kalangan usahawan adalah : Budaya organisasi macam apakah yang sebaiknya dibangun untuk menciptakan iklim organisasi yang harmonis untuk mendorong kesuksesan kinerja bisnis berkelanjutan sustainable business? Dan bagaimanakah membangun budaya organisasi seperti itu? Jawaban yang pasti atas dua pertanyaan tersebut memang tidak mudah. Dari sejumlah literatur yang membahas budaya organisasi, tidak ada kesamaan pandangan dan bahkan tidak ada satu penulis pun yang secara komprehensif mengungkapkan suatu model budaya organisasi yang cocok bagi suatu organisasi. Pada umumnya, hanya dikatakan bahwa model dan strategi untuk membangun suatu budaya Mangarisan Sinaga : Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Reward Terhadap Kinerja Karyawan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008 organisasi sangat situasional dan tergantung pada keinginan dan komitmen pelaku organisasi pemilik, manajemen dan karyawan yang mengelola perusahaan. Menurut Schein dalam Lako 2004, inisiatif dan dorongan untuk membentuk atau membangun suatu budaya organisasi seharusnya berasal dari pemimpin leaders karena mereka memiliki potensi terbesar untuk melekatkan dan memperkuat aspek- aspek budaya melalui lima mekanisme utama, yaitu : 1. Attention, yaitu pemimpin dapat mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai dan fokus perhatian mereka melalui pilihan terhadap sesuatu yang dapat ditanyakan, diukur, dikomentari, dipuji dan dikritik. Kebanyakan komunikasi tersebut terjadi selama aktivitas monitoring dan perencanaan. 2. Reaction to crisis, dimana krisis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku organisasi karena emosinalitas terhadap krisis tersebut dapat meningkatkan potensi untuk belajar tentang nilai-nilai dan asumsi-asumsi dasar organisasi. 3. Role modeling, di mana pemimpin dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan melalui tindakan-tindakan mereka sendiri. 4. Allocation of rewards, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan rewards, seperti kenaikan pembayaran atau promosi tentang apa yang dinilai oleh pemimpin dan organisasi. 5. Criteria for selection and dismissal, di mana pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang-orang yang memiliki values, skills, atau sifat-sifat tertentu, atau mempromosikannya ke posisi-posisi yang memiliki autoritas. Mangarisan Sinaga : Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Reward Terhadap Kinerja Karyawan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008 Sedangkan menurut Lako 2004, model budaya organisasi yang ideal untuk suatu organisasi adalah yang memiliki paling sedikit dua sifat, yaitu : 1. Kuat strong, artinya budaya organisasi yang dibangun atau dikembangkan harus mampu mengikat dan mempengaruhi perilaku para individu pelaku organisasi pemilik, manajemen dan karyawan untuk menyelaraskan goals congruence antara tujuan individu dan tujuan kelompok mereka dengan tujuan organisasi. 2. Dinamis dan adaptif dynamic and adaptive, artinya budaya organisasi yang dibangun harus fleksibel dan responsif terhadap dinamika lingkungan internal dan eksternal organisasi seperti, tuntutan dari stakeholders eksternal dan perubahan dalam lingkungan hukum, ekonomi, politik, sosial, teknologi informasi, dan lain- lain. 2.3 Teori Tentang Reward 2.3.1 Pengertian dan Bentuk-bentuk Reward