Strategi dan Alat Pendidikan dalam Pembinaan Akhlak
Riyadhah juga bisa diartikan upaya melatih dirinya berbuat baik dengan cara berusaha memahami perbuatan yang dilakukannya, berbuat dengan sikap yang ikhlas,
tidak tercampur dengan sikap riya’ dan memperbanyak melakukan kebenaran dalam pergaulan, baik terhadap Allah, terhadap sesama manusia maupun terhadap
lingkungan hidupnya. Riyadhah juga bisa dipahami dengan selalu tetap berkonsentrasi terhadap Allah ketika melaksanakan suatu perkataan baik, sehingga
tidak dipengaruhi lagi oleh lingkungan. Penglihatan dan pendengarannya tidak dipengaruhi oleh sesuatu di sekelilingnya kecuali bertindak sesuai dengan tuntunan
hati. Akhlak seperti dalam pengertian awal merupakan hasil dari pembiasaan yang
terus menerus dilakukan oleh siswa. Latihan-latihan adalah langkah setelah siswa sudah mempunyai standar pengetahuan tentang nilai-nilai yang harus menjadi
panduan mereka dalam bertingkah laku. Langkah selanjutnya adalah mengaktualisasikan diri dengan mengatur segala tindakan melalui aturan-aturan yang
disepakati bersama siswa. Aturan itu kemudian dijalankan dengan kontinu sehingga sampai pada sikap yang kita beri nama akhlak.
Tahapan Riyadhah ini akan memacu intensitas pengamalan nilai-nilai yan telah diajarkan sehingga membentuk akhlak mulia. Perilaku tanpa pertimbangan untuk
melakukannya, seperti yang dijelaskan Abuddin Nata adalah akhlak. Dan sekolah HBS melakukan pembiasaan tersebut dengan mengembangkannya menjadi rutinitas
sehingga bisa teraplikasi dengan baik dalam sikap keseharian. Anjuran utama melalui riyadah yang tampak cukup jelas di HBS adalah qiyamul lail, puasa senin-kamis,
bahkan ada yang melakukan puasa daud. Dari pembiasaan-pembiasaan seperti inilah kemudian terpatri dalam sikap keseharian yang tidak memerluka pikiran dan
prtimbangan untuk melakukaknya lagi. Pada titik inilah yang pembiasaan itu sudah menjadi akhlak baik bagi siswa.
Metode riyadhah ini memberikan penghayatan mendalam dalam ritual keagamaan. Latihan dengan menggunakan langkah pembiasaan sangat membantu
siswa melaksanakan tingkah laku sesuai anjuran. Hasil dari pembiasaan itu sangat
dirasakan oleh siswa. Shalat malam, pada awalnya dikerjakan dengan sangat susah tetapi dengan sendirinya membentuk akhlak siswa tanpa sadar. Hanya saja
dibutuhkan waktu yang cukup lama dalam upaya pembiasaan tersebut disamping bimbingan yang intens oleh pihak sekolah.
Terkait dengan pembiasaan yang disebutkan di atas, sekolah melatih sikap itu melalui shalat berjamaah. Model pembiasaan ini dalam islam akan mengikat secara
batiniyah sehingga ketika meninggalkan atau bersikap berlawanan dengan nilai yang di lingkungannya maka mereka akan merasa teralienasi dari diri dan lingkungannya.
Argumentasi yang lebih mendalam juga pernah diungkapkan Al-Ghazali bahwa akhlak mulia itu terbentuk melalui pembiasaan sehingga itu menjadi tabiat dan
termanifestasi ke dalam perilaku baik lainnya. Berikut ini kutipannya : Demikian pula bagi orang yang menginginkan dirinya berhasil berbudi
pekerti tawadhu’ tidak congkak dan ia telah dikuasai oleh sikap takabur. Maka jalannya adalah dia harus membiasakan melakukan perbuatan-
perbuatan orang tawadhu’ dalam waktu yang lama. Ia harus memaksakan dirinya pada yang demikian dan membebaninya sehingga yang demikian
menjadi budi pekerti dan tabiat baginya. Kemudian mudahlah melakukan baginya.
17
Ketiga tahapan tersebut di atas dalam praktiknya sangat membantu untuk melakukan pembinaan akhlak siswa. Tahapan ketiga membentuk satu kesatuan yang
komplementer membentuk akhlak siswa karena seperti dijelaskan pada bagian awal bahwa ketiganya punya kecenderungan yang saling menguatkan. Tahapan awal
sebagai pengenalan nilai melalui materi pelajaran sehingga mempunyai kecakapan dalam mengenal ―baik-buruk‖ sesuai ukuran islam. Tanpa pengenalan awal pada
tahap penyadaran tentu tidak akan mungkin masuk ke tahap selanjutnya. Karena tahapan kedua dan ketiga adalah realisasi dari pemahaman tentang nilai pada tahapan
awal.
17
Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin, terjemahan Semarang: As-syifa, 1994 cetakan I,
Juz V.
Tahapan-tahapan ini menurut Ansori Jayadi berhasil membentuk kepribadian siswa di Al-Hidayah Boarding School. Keberhasilan ini dapat diamati melalui
perubahan-perubahan siswa yang sudah pernah menetap di sekolah. Sebelum melakukan tindakan seorang harus mengenal nilai baik dan
buruk, lalu bisa menentukan dan melaksanakan nilai tersebut dalam kesehariannya. Tahapan-tahapan pembinaan akhlak seperti ini sangat
membantu membentuk peribadi siswa. Dan kita bisa menyaksikan perubahan sikap siswa bagaimana mereka menerapkan nilai-nilai tersebut
dengan baik.
18
Aspek lain yang bisa dirasakan secara langsung adalah tingkah lakunya sesama teman. Saling menolong kalau dalam kesusahan, dan sifat seperti ini tidak tumbuh
begitu saja dalam pribadi siswa tetapi melalui proses yang disebut dengan kesadaran dan riyadhah. Latihan-latihan inilah yang kemudian mengental memebentuk pribadi
yang baik dan diterima dalam lingkungan sosial.
19
Selain itu, keberhasilan dalam membentuk akhlak siswa juga bisa dilihat dari tingkah lakunya terhadap kedua orang tua, guru atau orang yang lebih tua.
Penghormatan siswa HBS dibanding siswa lain tentu akan berbeda. Siswa dalam praktiknya yang dapat dilihat misalnya degan mencium tangan orang yang lebih tua
ketika bersalaman sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang lebih tua. Melaksanakan shalat secara berjamaah meskipun tanpa disuruh dan dipantau oleh
pembimbing. Artinya, penerapan pengetahuannya tentang agama sudah masuk dalam kategori akhlak karena sudah mampu melakukannya tanpa memerlukan
pertimbangan dan perintah. Hal semacam ini meskipun sulit diukur dalam bentuk angka-angka tetapi sudah menjadi tradisi dalam sekolah HBS dan bisa dilat melalui
observasi. Inilah yang membedakan dengan sekolah-sekolah umum biasa yang tidak
18
Wawancara dengan Anshari Jayadi M.A. adalah direktur Al-Hidayah Boarding School, Depok, Senin, 4 Februari 2013.
19
Wawancara dengan Anshari Jayadi M.A. adalah direktur Al-Hidayah Boarding School, Depok, Senin, 4 Februari 2013.
memakai sistem berasrama karena tidak terlatih dan terbiasa dengan kegiatan- kegiatan seperti ini.
Pada sisi akhlak sosial siswa HBS juga lebih menonjol dibanding yang lain. Pembekalan kecakapan psikomotorik mampu membuat mereka lebih mandiri dan
bertanggungjawab kepada diri sendiri.
20
Kemandirian itu terbukti dengan beberapa alumninya yang menekuni dunia usaha seperti menjahit, dan lain-lain. Dalam bahasa
sederhana pembentukan akhalak baik itu secara hubungan dengan manusia maupun hubungan dengan Tuhan yang diterapkan di sekolah Hidayah Boarding School dapat
digolong berhasil. Dapat dimengerti bahwa cara-cara pembinaan yang ditempuh oleh sekolah Al-
Hidayah Boarding School mengadopsi dari cara yang dianjurkan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya
Minhajul ‘abidin. Menurut penulis, ada kesamaan langkah apa yang diterapkan di sekolah dengan apa yang ditulis oleh Al-Ghazali di dalam bukunya
21
. Misalnya,
‘uqbatu ilmi mempunyai kesamaan dengan jalan penyadaran akan nilai baik dan buruk, begitu pula pada tahapan selanjutanya seperti anjuran penyucian jiwa
untuk meningkatkan intensitas perilaku baik. 4.
Pantauan Setelah melalui tahapan-tahapan awal tadi yang penting juga adalah pantauan
dari guru, pembina asrama atau pengasuh sekolah. Sekolah boarding school melakukan kontrolnya melalui mekanisme pentapan aturan-aturan untuk menilai
sejauhmana perkembangan pembinaan akhlak efektif dijalankan. Langkah yang dilakukan pihak sekolah selain mengukur capaian melalui
aturan-aturan juga memberikan nasehat secara kontinu agar siswa selalu konsisten dengan komitmennya untuk menjalankan nilai-nilai yang harus dilakukan oleh siswa.
Pemberian nasehat oleh pengasuh disampaikan setiap selesai melakukan shalat.
20
Wawancara dengan Anshari Jayadi M.A. adalah direktur Al-Hidayah Boarding School, Depok, Senin, 4 Februari 2013.
21
Dalam buku ini, Imam Ghazali menganjurkan untuk mengetahui tentang nilai-nilai serta instrument lain yang harus dimiliki. Dalam arti lain adalah menganjurkan penguasaan ilmu seperti
perihal yang berkaitan dengan kwajiban syariat. Lihat Imam Al-Ghazali, M inhajjul ‘Abidin, Thoha
Putra: Semarang h. 6.
Peran guru dan pengasuh untuk memonitoring perilaku siswa adalah tugas mutlak karena kontrol secara langsung akan membantu guru untuk memetakan
persoalan yang terdapat pada siswa dan membaca kecenderungan siswanya. Guru sebagai pemegang otoritas tertinggi juga tidak berhenti pada pengawasan saja tetapi
menjalankan sanksi-sanksi yang disepakati dengan siswa jika terdapat pelanggaran. Sanksi yang terdapat pada sekolah HBS juga sangat beragam diukur sesuai
dengan tingkat kesalahan yang dilanggar. Bagi siswa yang kabur dari asrama tanpa izin dari pengasuh akan dicukur licin botak. Jika tidak mencapai target hapalan
quran dengan surat-surat yang lain. Selain itu siswa tidak diizinkan pulang pada saat libur seperti libur puasa.
Pada dasarnya sanksi yang ada di sekolah HBS menekan kesadaran siswa untuk berperilaku sesuai keinginan sekolah, melatih kedisiplinan. Hal ini tergambar pada
poin-poin sanksi yang dicantum, di mana sanksi mental untuk melatih kesadaran lebih diutamakan dibanding sanksi fisik yang cenderung tidak efektif melatih
kesadaran siswa.