Pembatasan Masalah Perumusan Masalah

7

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembinaan Akhlak dalam Pendidikan Islam

1. Pengertian Pembinaan Akhlak

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pembinaan didefinisikan sebagai kegiatan membangun, mendirikan, mengusahakan supaya menjadi lebih baik.Secara etimologi pembinaan berarti proses dan cara; penyempurnaan, pembaharuan, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efesien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. 1 Sedangkan secara terminologi pembinaan diartikan sebagai upayakegiatan yang terus menerus untuk memperbaiki, meningkatkan, menyempurnakan dan mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar mampu menghayati dan mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan sosial masyarakat. 2 Dari pengertian di atas dapat dirangkum pengertian pembinaan merupakan usaha sungguh-sungguh yang dilaksanakan secara sadar, sistematis dan terencana dalam membentuk kepribadian sesuai dengan potensi dan tujuan yang diharapkan. Sedangkan akhlak berasal dari kata arab, yang kemudian diserap menjadi bahasa Indonesia. Kalau ditinjau menurut bahasa akhlak adalah bentuk jamak dari kata khuluq khuluqun, padanan kata tersebut dalam dalam bahasa Indonesia adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi‟at.Secara sederhana, akhlak 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, Edisi 3, h. 152 2 BP4 Pusat, Pembinaan Keluarga Bahagia Sejahtera, Jakarta: TT, 1984, h. 3. bisa didefinisikan sebagai sikap yang melahirkan perbuatan perilaku, tingkah laku, mungkin baik mungkin buruk. ” 3 Pada dasarnya, banyak pendapat para ahli mencoba merangkum pengertian akhlak dalam sebuah definisi sesuai perspektifnya. Seperti yang dilakukan oleh Abdul Hamid Yunus yang membuat definisi akhlak sebagai berikut: ّب أْا اسْناْا ا ِّ ىه قاْخأا 4 “Sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan.” Selain Abdul Hamid Yunus, ada pula pengertian yang ditulis oleh Ibrahim Anis dalam al- Mu’jam al-Wasith sebagai berikut: ىلا جاح ّْغ ْ م ش ْ ا ّْخ ْ م ّاعْفاْا ر ْصت ا ْع سار سْ لل ّاح ل ْلا يْؤر ْكف 5 [Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan]. Tidak jauh berbeda dengan pengertian yang didefinisikan oleh dua tokoh sebelumnya, Imam al-Ghazali mengartikan akhlak sebagai berikut: ْ م ْسي لْ سب ّاع ْناْار ْصت ا ْع سار سْ لا ىف ّْه ْ ع را ع ل ْلا يْؤر ْكف ىلا جاح ّْغ 6 [Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah dengan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan]. Walaupun masing-masing ahli mendefinisikan akhlak dengan beragam redaksi namun semuanya masih diikat dalam satu kesamaan paradigma dalam memandang akhlak.Ketiga ahli ini masih menekan pengertian akhlak dalam pada usaha reflektif atau sudah menjadi kebiasaan dalam bertingkah laku.Semuanya dipandang sebagai kebiasaan yang sering dilakukan sehingga untuk melakukannya tidak perlu pertimbangan akal.Semuanya dilakukan dengan sistematis tanpa perintah dari akal. 3 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 346 4 Abd. Hamid Yunus, Da’irah al-Ma’arif, II, Cairo: Asy‟syab, t.t, h. 436. 5 Ibrahim Anis, Al- Mu’jam al-Wasith, Mesir: Darul Ma‟arif, 1972, h. 202. 6 Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, Darur Riyan, 1987, Jilid. III, h. 58.