Gambar 4.4 Grafik hasil angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran kelas kontrol
4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Karangtengah Demak. Populasi penelitian kelas XI IPA yang terdiri dari empat kelas yaitu XI IPA 1, XI IPA 2, XI
IPA 3 dan XI IPA 4. Sebelum dilakukan pengambilan sampel, peneliti melakukan tahap analisis awal data dari populasi dianalisis terlebih dahulu dengan uji
homogenitas dan normalitas. Berdasarkan hasil analisis data populasi nilai ujian kimia semester I yaitu uji normalitas diperoleh bahwa data berdistribusi normal
karena pada seluruh data diperoleh χ
2 hitung
χ
2 tabel
dengan dk = 3 dan α = 5. Pada uji homogenitas diperoleh
χ
2 hitung
0,5054 χ
2 tabel
7,81 dengan dk = 3 dan
α = 5 yang berarti populasi mempunyai varians yang sama homogen. Selanjutnya pemilihan sampel dilakukan dengan mengambil 2 dari 4 kelas secara
acak menggunakan teknik cluster random sampling. Setelah diambil secara acak
diperoleh kelas XI IPA 4 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol.
Pada kelas yang terpilih sebagai kelas eksperimen diberi pembelajaran kimia dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
pendekatan SCL. Pada kelas kontrol pembelajaran kimia diberikan dengan metode konvensional. Setelah diberikan pembelajaran dengan perlakuan yang berbeda,
diperoleh rata-rata hasil belajar kimia aspek kognitif kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan SCL adalah
79,19 sedangkan kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran konvensional adalah 71,92. Pada analisis data akhir menggunakan uji normalitas, uji kesamaan
dua varians, uji hipotesis satu pihak kanan dan uji ketuntasan belajar. Data yang digunakan pada analisis tahap akhir adalah nilai post test.
Hasil uji normalitas diperoleh data post test berdistribusi normal karena diperoleh
χ
2 hitung
χ
2 tabel
dengan dk = 3 dan α = 5. Oleh karena itu uji selanjutnya menggunakan statistik parametrik. Hasil uji kesamaan varians
diperoleh F
hitung
1,11 F
tabel
1,73 dengan dk pembilang 35 dan dk penyebut 38, yang berarti bahwa kedua kelas memiliki varians hasil belajar yang sama.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa kelas yang diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan SCL
hasil belajarnya lebih baik dibandingkan kelas yang pembelajarannya menggunakan metode konvensional. Berdasarkan hasil uji perbedaan rata- rata
uji satu pihak yang menunjukan bahwa t
hitung
4,92 t
tabel
1,67 dengan dk = 73 dan α = 5 yang berarti kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol,
sehingga dapat pula disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan SCL lebih baik daripada metode
konvensional. Pada pembelajaran kooperatif tipe CIRC, pembagian kelompok secara
heterogen, ketua kelompok dipilih atas kemampuan akademiknya. Setiap ketua kelompok bertanggungjawab atas kesulitan setiap anggota kelompoknya dan
memastikan bahwa setiap anggota kelompok memahami tugas yang diberikan. Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa didorong untuk mengajukan
pertanyaan, mencari informasi dan mengungkapkan pendapatnya, dalam hal ini guru bertindak sebagai pembimbing yang menyediakan bantuan, namun siswa
berusaha untuk bekerja secara kelompok dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Selanjutnya di akhir pelajaran, siswa didorong untuk menyatakan
ide-idenya secara terbuka dan bebas sebagai refleksi dari proses pembelajaran yang tadi dilakukan.
Dalam penelitian ini tidak hanya aspek kognitif saja yang diukur, tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotorik. Penilaian aspek afektif diperoleh dari
hasil observasi terhadap siswa pada saat proses pembelajaran oleh guru, sedangkan penilaian aspek psikomotorik siswa diperoleh dari hasil observasi
terhadap siswa pada saat proses pembelajaran yaitu pada saat melakukan praktikum oleh observer. Nilai afektif dan psikomotorik diperoleh dari jumlah
skor tiap aspek dibagi dengan skor total kemudian dikalikan seratus persen. Kategori tiap aspek afektif dan psikomotorik yang digunakan untuk
menilai siswa meliputi sangat tinggi 3,4 –4,0, tinggi 2,8–3,4, cukup 2,2–2,8,
rendah 1,6 –2,2 dan sangat rendah 1-1,6. Jumlah aspek dan kategori yang
diobservasi untuk kelas eksperimen sama dengan kelas Kontrol. Indikator penilaian afektif antara lain, aspek kehadiran siswa di kelas,
perhatian saat mengikuti pelajaran, keseriusan dan ketepatan waktu mengerjakan tugas, kecakapan berkomunikasi lisan dalam menyampaikan pendapat informasi,
keaktifan siswa dalam mengajukan pertanyaan, keberanian siswa dalam mengerjakan tugas di depan kelas, kelengkapan buku catatan, sikap tingkah laku
terhadap guru, kejujuran dalam mengerjakan tes, kemampuan memecahkan soa. Rata-rata nilai afektif siswa kelas eksperimen sebesar 79,79 yang
termasuk dalam kategori baik sedangkan pada kelas kontrol sebesar 76,73 yang termasuk dalam kategori baik. Rata-rata nilai afektif siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol sudah mencapai kriteria ”baik”, namun antara keduanya memiliki perbedaan kuantitatif, yaitu besarnya rata-rata nilai afektif kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan rata-rata nilai afektif kelas kontrol. Hal ini menunjukkan hasil belajar afektif pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
Kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan SCL masing- masing siswanya sibuk dengan tugas yang telah
diberikan. Mereka lebih terfokus pada tugasnya masing- masing, sehingga mereka harus bekerjasama dalam berpikir, aktif dan kreatif untuk memecahkan suatu
permasalahan. Pada pembelajaran kelas eksperimen guru berfungsi sebagai motivator dan
fasilitator. Dalam pembelajaran ini keaktifan siswa lebih ditekankan sehingga akan menumbuhkan motivasi belajar pada siswa sehingga akan berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional yang monoton membuat siswa menjadi kurang tertarik, bosan,
kurang terfokus perhatiannya dan kurang termotivasi untuk belajar. Hasil observasi penilaian aspek afektif menunjukan bahwa perhatian siswa kelas kontrol
dalam mengikuti pelajaran sebesar 3,31 dengan kategori tinggi. Nilai ini lebih kecil bila dibandingkan dengan kelas eksperimen yaitu sebesar 3,39 dengan
kategori tinggi. Siswa kelas kontrol kurang banyak mengajukan pertanyaan pada saat
proses pembelajaran berlangsung, hal ini karena siswa kelas kontrol kurang tertarik pada materi yang disampaikan oleh guru yang hanya menggunakan
metode konvensional. Selain itu karena metode konvensional yang digunakan oleh guru dapat membuat siswa menjadi bosan akibatnya konsentrasi siswa dapat
terpecah sehingga hanya sedikit siswa yang berkonsentrasi pada pelajaran dan mencatat penjelasan guru dengan lengkap. Berdasarkan penilaian afektif, aspek
kelengkapan buku catatan kelas kontrol sebesar 2,95 dengan kategori tinggi sedangkan kelas eksperimen sebesar 3,00 dengan kategori tinggi.
Penilaian aspek psikomotorik siswa diperoleh dari hasil observasi terhadap siswa pada saat proses pembelajaran yaitu pada saat melakukan praktikum. Ada
tujuh aspek yang diobservasi pada penilaian psikomotorik yaitu persiapan praktikum, dinamika kelompok, keterampilan mengenal alat dan bahan,
keterampilan menggunakan alat, keterampilan melakukan, pengamatan, kerjasama dalam kelompok dan laporan.
Rata-rata nilai psikomotorik siswa pada kelas eksperimen sebesar 81,20 yang termasuk dalam kategori baik sedangkan pada kelas kontrol sebesar 77,43
yang termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan hasil analisis dapat dikatakan bahwa kelas eksperimen mempunyai 6 aspek awal yang tinggi yaitu kemampuan
siswa dalam mempersiapkan praktikum, kemampuan siswa dalam dinamika kelompok, keterampilan siswa dalam menggunakan alat, kemampuan siswa dalam
melakukan pengamatan, kemampuan siswa dalam kerjasama dalam kelompok dan alat dan kemampuan siswa dalam membuat laporan, sedangkan kemampuan siswa
dalam menyiapkan alat dan bahan sangat tinggi. Kelas kontrol memiliki 7 aspek dengan kriteria tinggi.
Aspek kemampuan kerjasama antar kelompok pada kelas eksperimen termasuk dalam kriteria tinggi yaitu sebesar 3,28 sedangkan kelas kontrol
termasuk dalam kriteria tinggi sebesar 3,19. Hasil belajar psikomotorik siswa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol karena pada kelas eksperimen
kerjasama antar kelompok terjalin sangat baik karena mereka telah terbiasa dengan kelompok mereka masing-masing sedangkan pada kelas kontrol kerjasama
kelompok kurang karena pada kelas kontrol tidak diterapkan suatu pembelajaran kooperatif yang mengajarkan kepada siswa untuk pandai dalam kerjasama
kelompok. Penyebaran angket dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana penerimaan siswa terhadap proses pembelajaran kimia. Ketertarikan siswa terhadap pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil
belajar siswa yaitu kelas eksperimen sebanyak 80 pada pilihan setuju dan 6
pada pilihan tidak setuju yang menyatakan bahwa mereka memperhatikan pelajaran saat proses pembelajaran berlangsung sedangkan kelas kontrol sebanyak
70 siswa pada pilihan setuju, 22 pada pilihan tidak setuju. Pembelajaran kimia kelas eksperimen lebih menyenangkan, dan dapat membuat siswa lebih
mudah memahami materi, hal ini dapat dilihat bahwa siswa eksperimen lebih aktif dalam mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran dan mereka lebih
termotivasi untuk giat belajar. Kelas eksperimen yang menyatakan bahwa siswa menjadi aktif bertanya dalam proses pembelajaran yaitu sebanyak 69 setuju dan
17 tidak setuju, sedangkan pada kelas kontrol 51 setuju dan 46 tidak setuju. Berdasarkan angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran kimia, siswa kelas
eksperimen lebih memberikan respon positif terhadap pembelajaran kimia
dibandingkan kelas kontrol.
Hasil belajar kognitif kelas eksperimen dengan pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan SCL lebih baik dibandingan kelas kontrol dengan
metode konvensional. Hal ini didukung dengan hasil belajar afektif dan psikomotorik yang dapat dilihat dari rata- rata hasil belajar kelas eksperimen lebih
baik dari kelas kontrol, serta angket tanggapan siswa kelas eksperimen yang lebih memberikan respon positif terhadap pembelajaran kimia. Ketuntasan hasil belajar
kognitif diperoleh dari hasil post test pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelartutan kedua kelas telah mencapai ketuntasan belajar. Hal ini karena proses
pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan telah berhasil dengan baik dan rata- rata nilai post test lebih dari 65. Hasil analisis ketuntasan belajar
diperoleh persentase ketuntasan belajar klasikal untuk kelas eksperimen sebesar
94,44 dan rata-rata hasil belajar sebesar 79,19 sedangkan kelas kontrol persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 87,18 dan rata- rata hasil belajar
sebesar 71,92. Kedua kelas sudah mencapai ketuntasan belajar karena persentase ketuntasan belajar klasikal lebih dari 85 dari jumlah siswa yang ada
di kelas tersebut yang telah mencapai ketuntasan individu . Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan SCL dalam pembelajaran kimia memberikan pengaruh positif terhadap hasil pembelajaran siswa baik
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut sesuai dengan Soedjoko 2010:69, yaitu : 1 dengan
dibentuk kelompok-kelompok kecil, memberi kesempatan pada siswa untuk dapat berdiskusi dan berpendapat dengan teman-teman lainya dalam situasi yang
terbuka dan dapat memicu siswa untuk meningkatkan ketrampilan komunikasi. 2 Dalam proses pembelajaran kooperatif CIRC, tugas siswa adalah membaca
soal, membuat prediksi penyelesaian dan menyelesaikan soal secara teoritis dan urut. Setiap siswa dalam kelompok bekerjasama dan saling merevisi pengerjaan
tugas kelompok. Setiap ketua kelompok membantu anggota kelompoknya yang mengalami kesulitan, sehingga kesulitan siswa dalam memahami soal dapat
terkurangi. Untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan SCL terhadap hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan harus ditentukan
terlebih dahulu besarnya koefisien korelasi biserial rb hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh harga koefisien korelasi biserial rb sebesar 0,62 maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC dengan pendekatan SCL ada hubungan yang kuat terhadap hasil belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Kemudian dari harga
koefisien korelasi biserial rb ini dihitung harga koefisien determinasi KD yang diperoleh dari rb
2
x 100. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga koefisien determinasi KD hasil belajar 38,62 yang berarti bahwa pengaruh penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan SCL terhadap hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan
sebesar 38,62.
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC dengan pendekatan student centered learning berpengaruh positif terhadap hasil belajar kimia siswa SMA Negeri 1 Karangtengah Demak tahun
2010 2011. 2.
Besarnya pengaruh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan student centered learning terhadap
hasil belajar kimia siswa SMA Negeri 1 Karangtengah Demak tahun 2010 2011 adalah 38,62 .
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diberikan beberapa saran antara lain sebagai berikut:
1. Guru kimia hendaknya menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas agar dapat mengasah keaktifan siswa.
61