Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi

(1)

PADA KONSEP LAJU REAKSI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH:

MARETA DWI SATUTI

106016200617

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011


(2)

the Result of Student Chemistry Study.

This research aim to know are there any influence Model Cooperative Type Jigsaw to the result of student chemistry study. This research has done in Senior

High School Nusa Putra Tangerang, on November 3rd-24th November 2010, on

quasi experimental research methods with 80 students on 11th levels from two different classes as the samples. The first class being on control which has learn with expository method, and the second class being an experimental which has learn with cooperatipe type jigsaw. The instrument is used are multiple choice tests with 5 alternative choices, with 22 questions. The result shows there are the differences of mean experimental class 70,15 and control class 57,87. The result from the calculation of “t” test (α = 0,05 ), obtained that score (4,47) > ttable (1,999). Finally, it can be concluded that cooperative type Jigsaw can give a significant effect to the student in the learning activity of reaction concept than using expository approach.


(3)

Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 3-24 November 2010 di SMA Nusa Putra Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, dengan sampel 80 siswa kelas XI yang diambil dari 2 kelas yang berbeda. Kelas pertama menjadi kelas kontrol yang diberi perlakuan dengan pembelajaran metode ekspositori dan kelas kedua menjadi kelas esperimen yang diberi perlakuan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban sebanyak 22 soal. Hasil penelitian ini didapatkan perbedaan antara mean kelas eksperimen 70,15 dan kelas kontrol 57,87. Dari hasil perhitungan uji “t” (α = 0,05) didapatkan nilai thitung

(4,47) > ttabel (1,999). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan pengaruh yang signifikan bagi siswa dalam mempelajari konsep laju reaksi dibandingkan siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode ekspositori.


(4)

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan keharibaan junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Hasil Belajar Kimia pada Konsep Laju Reaksi” ini merupakan salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terealisasikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil kepada penulis. Untuk itu perkenankanlah pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Nengsih Juanengsih, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dedi Irwandi, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia dan dosen Pembimbing II, terima kasih atas segala bimbangan dan dukungan Bapak selama ini.

5. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd. selaku dosen Pembimbing I, terima kasih atas kesabaran dalam membimbing saya.

6. Kepala Sekolah, dewan guru, staf TU serta siswa-siswi SMA Nusa Putra Tangerang yang telah memberi izin untuk melaksanakan penelitian.


(5)

8. Kakak dan kembaranku (Yoga Prihastomo dan Ananda Dwi Prasetyo) dan keluarga besar, terima kasih atas segala bantuan dan dorongan semangatnya. 9. Adik spiritualku tersayang, Annisaa Taradini (Ja Dini) beserta keluarga

(Bunda Rita, Ayah Yani, Ka Dana, Anindiva) terima kasih atas kasih sayang dan perhatian yang diberikan serta kesediaan menjadi keluarga kedua bagi penulis.

10. Sahabat spiritual FOSMA UIN dan ATS (Racil, Isti, Rianti, Monic, Nina, Nurul, Lulut, Gitcil, Ka Ifa, Ka Gita, Ayyi, Aulia, Amar, Kiki, Uni Emil, Ja Abe, Ja Wildan, Ibnu, Reza, Dion), terima kasih telah mengajariku indahnya mengenal Allah.

11. Teman-teman kost (Syifa, Rilla, Dati, Putri, Thia, Noor, Lia, Seli, Yuli), terima kasih atas kebersamaan, suka duka yang terukir dalam rumah kita. 12. Teman-teman Pendidikan Kimia Angkatan 2006 (Dede dan Novi), terima

kasih atas kebersamaan yang terjalin selama ini, sukses juga untuk kalian. 13. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, terima kasih atas doa

dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan isi skripsi ini. Akhir kata penulis hanya bisa berharap semoga penyusunan ini dapat bermanfaat dan mempunyai nilai guna bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Februari 2011


(6)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Tujuan Penelitian ... 8

BAB II Deskripsi Teoritis, Kerangka Berpikir, Hipotesis Penelitian ... 10

A. Deskripsi Teoritis ... 10

1. Pembelajaran Kooperatif ... 10

2. Beberapa Model Pembelajaran Kooperatif ... 16

3. Model Pembelajaran Jigsaw ... 18

4. Pendekatan Ekspositori ... 24

5. Hakekat Belajar dalam Pembelajaran Kooperatif ... 26

6. Hakekat Hasil Belajar ... 29

7. Laju Reaksi ... 33

8. Penelitian Yang Relevan ... 36

B. Kerangka Berpikir ... 39

C. Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III Metodologi Penelitian ... 41

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 41


(7)

E. Teknik Pengolahan Data ... 44

1. Uji Validitas ... 44

2. Uji Reliabilitas ... 45

3. Taraf Kesukaran ... 46

4. Daya Pembeda Soal ... 47

F. Teknik Analisis Data ... 48

1. Uji Normalitas ... 48

2. Uji Homogenitas ... 49

3. Pengujian Hipotesis ... 50

G. Hipotesis Statistik ... 51

BAB IV Hasil dan Pembahasan ... 52

A. Hasil Penelitian ... 52

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 52

1. Uji Normalitas ... 52

2. Uji Homogenitas ... 53

C. Pengujian Hipotesis ... 54

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 55

BAB V Kesimpulan dan Saran ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(8)

Tabel 2.1 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif ... 14

Tabel 2.2 Perhitungan Skor Perkembangan ... 22

Tabel 2.3 Tingkat Penghargaan kelompok ... 23

Tabel 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 32

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 42

Tabel 4.1 Rekap Skor Hasil Belajar Konsep Laju Reaksi Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 52

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas ... 53


(9)

Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw ... 20 Gambar 2.2 Alur Kerangka Berpikir ... 41


(10)

Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen ... 62

Lampiran 2. Soal Instrumen Penelitian ... 76

Lampiran 3. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian ... 84

Lampiran 4 Perhitungan ANATES ... 85

Lampiran 5. Soal Tes Hasil Belajar ... 98

Lampiran 6. Kunci Jawaban Tes Hasil belajar ... 103

Lampiran 7. RPP Kelas Eksperimen ... 104

Lampiran 8. RPP Kelas Kontrol ... 121

Lampiran 9. Nilai Hasil Belajar Kimia Kelas Eksperimen ... 136

Lampiran 10. Perhitungan Kelas Eksperimen ... 137

Lampiran 11. Normalitas Kelas Eksperimen ... 139

Lampiran 12. Nilai Hasil Belajar Kimia Kelas Kontrol ... 140

Lampiran 13. Perhitungan Kelas Kontrol ... 141

Lampiran 14. Normalitas Kelas Kontrol ... 143

Lampiran 15. Perhitungan Homogenitas ... 144

Lampiran 16. Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 145

Lampiran 17. Perhitungan Skor Kuis Individu ... 146

Lampiran 18. Perhitungan Skor Kelompok ... 150

Lampiran 19. Lampiran Tabel Perhitungan ... 151


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan dan perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.1

Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan pembaharuan dalam segala unsur-unsur yang mendukung pendidikan. Adapun unsur tersebut adalah siswa, guru, alat dan metode, materi dan lingkungan pendidikan. Semua unsur tersebut saling terkait dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan.

Perkembangan dunia pendidikan dari tahun ke tahun mengalami perubahan seiring dengan tantangan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di era global. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa kita adalah masih rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang. Banyak hal yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, sertifikasi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran serta perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. Namun demikian mutu pendidikan yang dicapai belum seperti apa yang diharapkan. Perbaikan

      

1

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009), h. 1.


(12)

yang telah dilakukan pemerintah tidak akan ada artinya jika tanpa dukungan dari guru, orang tua, siswa, dan masyarakat. Berbicara tentang mutu pendidikan tidak akan lepas dengan proses belajar mengajar. Di mana dalam proses belajar mengajar guru harus mampu menjalankan tugas dan peranannya, sehingga akan tercipta suatu kondisi lingkungan belajar yang kondusif.

Belajar merupakan hal yang tidak akan pernah bisa terpisahkan dalam pendidikan. Menurut pakar psikologi jika adanya perubahan perilaku yang positif terhadap individu baru bisa dikatakan belajar. Dalam pandangan Islam pun belajar adalah sebuah kewajiban, bahkan ayat Al-Quran yang pertama kali turun perintah untuk membaca, dan membaca bisa diartikan secara luas dengan belajar. Sesuai dengan firman Allah SWT :

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al-Alaq: 1-5)

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.2 Kegiatan proses pembelajaran merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan pendidikan. Hal ini mengandung

      

2

E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 3, h. 100. 


(13)

arti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses pembelajaran yang dialami peserta didik atau siswa.

Masalah utama dalam pendidikan formal dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini nampak dari rata-rata hasil belajar peserta didik yang rendah. Proses pembelajaran di sekolah pada umumnya belum menampakkan sistem belajar mengajar yang mengajak siswa untuk aktif berfikir dan bertindak melakukan penggalian potensi yang ada padanya. Sikap yang demikian mungkin disebabkan karena metode pembelajaran yang kurang bervariasi, serta materi pelajaran yang relatif lebih sukar. Hal ini secara tidak langsung sangat mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa. Keadaaan ini merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak mengajak siswa untuk bersikap lebih aktif selama proses pembelajaran. Dalam arti susbtansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan kurang memberikan akses bagi peserta didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya.

Pembelajaran IPA tidak hanya mempelajari sekumpulan fakta saja (produk ilmiah) tetapi juga seharusnya menumbuhkan sikap ilmiah melalui proses ilmiah/metode ilmiah. Salah satu cabang dari IPA adalah kimia. Mata pelajaran ini merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh kebanyakan siswa. Konsep-konsep kimia merupakan konsep-konsep yang cukup sulit dipelajari dan dipahami oleh siswa karena bersifat abstrak, banyak rumus dan perhitungannya. Oleh karena itu mata pelajaran kimia termasuk mata pelajaran yang membutuhkan variasi model pembelajaran pada saat penyampaiannya. Rendahnya rata-rata hasil belajar kimia tidak terlepas dari peranan guru dalam proses belajar mengajar. Pada umumnya, dalam mengajarkan konsep-konsep kimia, guru masih menganut teori tabula rasa, yaitu memindahkan pengetahuan dari pikiran guru ke dalam pikiran siswa secara utuh. Pembelajaran yang dilakukan


(14)

oleh guru pada umumnya dengan cara menceramahkan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan hukum-hukum dalam bentuk yang sudah jadi kepada siswa. Guru menganggap pembelajaran dengan cara ini sudah berhasil, namun sesungguhnya siswa belum belajar secara aktif karena dalam pikiran siswa tidak terjadi perkembangan struktur kognitif. Sehingga ada kecenderungan siswa kurang tertarik dengan mata pelajaran kimia.

Seorang guru yang profesional dituntut untuk dapat menampilkan keahliannya sebagai guru di depan kelas. Komponen yang harus dikuasai adalah menggunakan bermacam-macam model pembelajaran yang bervariasi yang dapat menarik minat belajar siswa dan guru tidak hanya cukup dengan memberikan ceramah di depan kelas. Hal ini tidak berarti bahwa metode ceramah tidak baik, melainkan pada suatu saat siswa akan menjadi bosan apabila hanya guru sendiri yang berbicara, sedangkan mereka duduk, diam dan mendengarkan. Kebosanan dalam mendengarkan uraian guru dapat mematikan semangat belajar siswa. Selain itu ada pokok bahasan yang memang kurang tepat untuk disampaikan melalui metode ceramah dan lebih efektif melalui metode lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai berbagai model pembelajaran.

Setiap model pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing-masing. Suatu metode pembelajaran mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, konsep, maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi tidak tepat untuk situasi lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik dalam mempelajari suatu konsep yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain.

Seorang guru perlu menggunakan beberapa metode dalam menyampaikan suatu konsep. Dengan variasi beberapa metode pembelajaran, suasana kelas menjadi lebih hidup dan tidak membosankan. Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan suatu cara penyampaian, dalam arti kesesuaian antara tujuan, konsep dengan metode, situasi dan kondisi siswa maupun sekolah, serta kecakapan guru yang membawakan sehingga


(15)

guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi kegiatan belajar siswa.

Model pembelajaran dapat digunakan untuk mengarahkan kegiatan siswa ke arah tujuan yang akan dicapai. Oleh sebab itu, sebaiknya seorang guru harus menguasai beberapa model pembelajaran untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Teori dan praktek pendidikan modern memperhatikan siswa bukan sebagai penerima yang pasif dan banyak membutuhkan pengawasan, tetapi harus diarahkan sebagai anak yang aktif berpikir dan bertindak melakukan penggalian potensi yang ada pada diri siswa.

Perlu adanya usaha untuk memperbaiki hasil belajar siswa dengan berbagai cara antara lain: perbaikan model pembelajaran, penggunaan model pembelajaran yang bervariasi, peningkatan sarana dan prasarana, memberi motivasi siswa supaya semangat belajar, mengingatkan orang tua siswa agar memberi motivasi belajar di rumah.

Cara untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang membawa kepada siswa aktif, salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Model pembelajaran ini bisa melatih siswa aktif. Model pembelajaran ini berbasis pada gotong royong. Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah.3 Penggunaan secara efektif keterampilan-keterampilan kooperatif menjadi semakin penting untuk mengembangkan sikap saling bekerja sama, mempunyai rasa tanggung jawab dan mampu bersaing secara sehat. Sikap yang demikian akan membentuk pribadi yang berhasil dan

      

3


(16)

menghadapi tantangan pendidikan yang lebih tinggi yang berorientasi pada kelompok.

Menurut Johnson dan Johnson cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.4

Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Slavin menelaah penelitian dan melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan antara tahun 1972 samapi dengan 1986, meyelidiki pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar. Studi ini dilakukan pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi bahasa, geografi, ilmu sosial, sains, matematika bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, membaca, dan menulis. Studi yang ditelaah itu dilaksanakan di sekolah-sekolah kota, pinggiran, dan pedesaan di Amerika Serikat, Israel, Nigeria, dan Jerman. Dari 45 laporan tersebut, 37 di antaranya menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Delapan studi menunjukkan tidak ada perbedaan. Tidak satupun studi menunjukkan bahwa kooperatif memberikan pengaruh negatif.5

Salah satu model pembelajaraan kooperatif adalah tipe Jigsaw. Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Mengajar serta diajar oleh sesama siswa merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Pemilihan anggota dalam setiap kelompok juga harus diperhatikan agar pembelajaran optimal. Keanggotaan kelompok sebaiknya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun

      

4

Isjoni, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 17.

5

Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA-University Press, 2001), h. 15.


(17)

karakteristik lainnya.6 Beberapa alasan lain yang menyebabkan model jigsaw perlu diterapkan sebagai model pembelajaran yaitu tidak adanya persaingan antar siswa atau kelompok. Mereka bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara pikiran yang berbeda. Siswa dalam kelompok bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan padanya lalu mengajarkan bagian tersebut pada anggota yang lain. Siswa juga senantiasa tidak hanya mengharapkan bantuan dari guru serta siswa termotivasi untuk belajar cepat dan akurat seluruh materi. Dengan demikian, jika model pembelajaran ini diterapkan dalam proses pembelajaran, maka akan terjadi pembelajaran student center, bukan

teacher center.

Melalui model pembelajaran jigsaw diharapkan dapat memberikan solusi dan suasana baru yang menarik dalam pengajaran sehingga memberikan pengalamn belajar dengan konsep baru. Pembelajaran jigsaw membawa konsep pemahaman inovatif, dan menekankan keaktifan siswa, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong-royong dan memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai: “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, ada beberapa masalah yang diidentifikasi, sebagai berikut:

1. Rendahnya rata-rata hasil belajar kimia di sekolah.

2. Penerapan model pembelajaran sebagian besar masih teacher center, bukan student center.

      

6


(18)

3. Strategi pembelajaran yang sering digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran yang masih konvensional dan monoton (tidak bervariasi).

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran kimia pada konsep Laju Reaksi.

2. Hasil belajar kimia dibatasi hanya pada aspek kognitif.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka masalah dalam penelitian adalah: “Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep Laju Reaksi?”

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep Laju Reaksi.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:

a. Untuk menambah pemahaman bagi penulis dalam penerapan ilmu pendidikan di dalam dunia nyata, khususnya dalam pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa. b. Bagi guru bidang studi khususnya kimia dapat menjadikan model

pembelajaran kooperatif sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran.


(19)

c. Bagi siswa dapat memberikan motivasi belajar, melatih keterampilan, mengembangkan kemampuan berpikir dan berpendapat positif, dan memberikan bekal untuk dapat bekerja sama dengan orang lain.


(20)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskrispsi Teoritis

1. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori kontruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Ini berarti bahwa pembelajaran kooperatif bisa menumbuhkan sikap saling ketergantungan antara sesama teman dalam kelompoknya.1

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.2

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran yang sangat tepat untuk meningkatkan aktifitas siswa selama proses belajar mengajar. Model pembelajaran ini sangat berbeda dengan ekspositori yang saat ini sangat luas penerapannya di Indonesia. Model pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai aktifitas bersama sejumlah siswa dalam satu kelompok tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara bersama-sama. Dalam belajar secara kooperatif siswa

      

1

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2003), h. 56.

2

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 54-55. 


(21)

diharapkan untuk mendiskusikan materi pelajaran pada teman dalam kelompoknya masing-masing.

Selama belajar kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi dan sebagainya. Di sini terlihat jelas siswa diajak untuk lebih aktif belajar di kelas, tidak hanya menjadi pendengar pasif.3

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal ada lima unsur dasar yang terdapat dalam, yaitu:

a. Saling ketergantungan yang positif, artinya kelompok siswa saling tergantung satu sama lain, yang perlu dipupuk adalah kerjasama.

b. Tanggung jawab perseorangan, artinya kelompok siswa selain bertanggung jawab secara bersama juga bertanggung jawab secara individu, mengembangkan potensi dan ide-ide yang melekat pada dirinya.

c. Tatap muka, artinya karena pembelajaran dilakukan dalam kelompok kecil interaksi dapat terjadi secara langsung satu sama lain.

d. Komunikasi antaranggota, yang merupakan bagian dari berpikir kritis untuk menilai, menginterpretasikan informasi yang diperolehnya, artinya siswa dituntut untuk memiliki kemampuan interaksi seperti mengajukan pendapat, mendengarkan opini teman, menampilkan kepemimpinan, kompromi, klarifikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dan kelompok.

e. Evaluasi proses kelompok, yang terjadi pada saat anggota kelompok mendiskusikan tingkat keberhasilan, dan efektivitas kerjasama yang telah dilakukan dalam hal tingkat pencapaian tujuan kelompok,

      

3

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka , 2007), h. 41-42. 


(22)

bagaimana mereka bekerja sama, bagaimana mereka berlaku positif untuk memungkinkan setiap individu dan kelompok secara keseluruhan berhasil. Dalam hal ini guru perlu melakukan evaluasi pekerjaan siswa baik kerja kelompok maupun individu.4

Lundgren mengelompokkan keterampilan khusus yang didapatkan dari pembelajaran kooperatif atas tiga kelompok besar. Pertama, keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain meliputi (a) bertanggung jawab atas tugas yang diberikan kepada mereka, (b) mengambil giliran dan membagi tugas, (c) menghargai kontribusi (d) menggunakan kesepakatan,

Kedua, keterampilan tingkat menengah antara lain meliputi (a)

mendengarkan dengan aktif, (b) bertanya, menyatakan pendapat yang berbeda dengan baik, (c) menafsirkan, (d) memeriksa ketepatan. Keterampilan ketiga adalah keterampilan tingkat mahir meliputi (a) mengelaborasi atau memperluas konsep, (b) membuat kesimpulan, (c) menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.5

Ada beberapa alasan pentingnya menggunakan model kooperatif dalam pembelajaran di kelas. Satu diantaranya untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk memperbaiki hubungan dalam satu grup, mengatasi rintangan sekelas secara akademik dan meningkatkan harga diri. Alasan lainnya adalah menumbuhkan kesadaran bahwa siswa perlu belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan. Tujuan paling penting pembelajaran kooperatif adalah memberikan pengetahuan, konsep, keterampilan dan pemahaman yang diperlukan siswa dan setiap siswa merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada anggota-anggota dalam kelompoknya. Tujuan lain dari model pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat kelak pada saat mereka dewasa.

      

4

Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 31-35. 

5


(23)

Setelah melihat beberapa penjelasan tentang pembelajaran kooperatif, maka dapat disimpulkan lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran kooperatif harus:6

a. Memberikan kesempatan terjadinya belajar berdemokrasi. b. Meningkatkan penghargaan peserta didik.

c. Mempersiapkan peserta didik belajar mengenai kolaborasi dan berbagai keterampilan sosial.

d. Memberikan peluang terjadinya proses partisipasi aktif peserta didik. e. Menciptakan iklim sosio emosional yang positif.

f. Memfasilitasi terjadinya learning to live together.

g. Menumbuhkan produktivitas dalam kelompok.

h. Mengubah peran guru dari center stage performance menjadi koreografer kegiatan kelompok.

i. Menumbuhkan kesadaran pada peserta didik arti penting aspek sosial dalam individunya.

Jika melihat proses pembelajaran kooperatif yang tercipta, maka memang model pembelajaran kooperatif sangat baik digunakan di sekolah. Siswa akan merasa senang selama proses pembelajaran, berbeda dengan penerapan model konvensional yang selama ini cenderung monoton. Siswa tidak diajak aktif untuk mengerahkan seluruh kemampuannya. Mereka cenderung pasif, karena langsung menerima informasi dari guru.

Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Selanjutnyaa siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja sama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dalam pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir tugas kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta

      

6


(24)

memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Keenam fase tersebut dapat dirangkum sebagai berikut.

Tabel 2.1 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif7

Fase ke- Indikator Tingkat Laku Guru

1 Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

2 Menyajikan informasi

Guru menyajiakan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

3 Mengorganisasikan kedalam kelompok-kelompok belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membentuk setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar

tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun berkelompok

Setelah kita melihat proses pembelajaran koopertif, maka dapat kita simpulkan bahwa ada empat macam peran guru dalam model pembelajaran ini, yaitu: pertama, sebagai manajer seperti, membantu siswa mengorganisasi diri, mengatur tempat duduk. Kedua, sebagai pengamat (observer), guru mengamati dinamika yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung, ketiga sebagai pemberi saran (advisor), dan keempat sebagai penilai (evaluator).

Menurut Jarolimek dan Parker ada beberapa keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif:8

      

7


(25)

a. Saling ketergantung positif

b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu c. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas d. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan

e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru

f. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan

Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif, yaitu:9 a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping

itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.

b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.

c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Setidaknya ada tiga tujuan penting pembelajaran kooperatif, yaitu:10

a. Hasil Belajar Akademik

Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai tujuan sosial, pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. b. Penerimaan terhadap Keragaman

       

8

Isjoni, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 24.

9

Isjoni, Cooperative Learning…, h. 25 

10

Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA-University Press, 2001), h. 6-8.


(26)

Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan.

c. Pengembangan keterampilam sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan dimana masyarakat secara budaya semakin beragam.

2. Beberapa Model Pembelajaran Kooperatif

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut, setidaknya terdapat enam pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif, yaitu STAD, TGT, TPS, NHT, TAI, dan CIRC.

1. Student Teams Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperkenankan untuk saling membantu.11 2. Teams Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini dikembangkan secara asli oleh David De Vries dan Keath Edward. Pada model ini siswa memainkan permaianan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. TGT sangat cocok

      

11


(27)

untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar.12

3. Think Pairs Share (TPS)

Strategi TPS atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Stratergi TPS ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends, menyatakan bahwa TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.13

4. Numbered Head Together (NHT)

Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.14

5. Team Accelerated Instruction (TAI)

Teknik ini menggabungkan metode belajar kelompok dengan belajar secara individual. Tiap nggota kelompok akan diberi soal-soal bertahap yang harus mereka kerjakan sendiri-sendiri dalam kelompoknya. Setelah itu hasil pekerjaan mereka diperiksa oleh anggota tim yang lain, jika seorang siswa telah mampu mengerjakan soal dalam satu tahap, maka ia diperbolehkan untuk mengerjakan soal selanjutnya dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Namun jika ia belum mampu menjawab suatu

      

12

Trianto, M.Pd, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif…, h. 83.

13

Trianto, M.Pd, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif...,h. 81. 

14


(28)

soal, maka ia harus kembali mengerjakan kembali soal yang tingkat kesulitannya sama sebelum ia melanjutkan ke soal yang lebih sulit.15

6. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Teknik ini sejenis denga TAI, namun hanya ditekankkan pada pengajaran membaca, menulis, dan tata bahasa. Aktivitas CIRC terdiri dari siswa mengikuti urutan instruksi guru, latihan tim, asesmen awal tim dan kuis.16

3. Model Pembelajaran Jigsaw

Jigsaw telah dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins.17 Menurut Aronson dalam Yueh-Min Huang, setiap pelajar dalam kelompok Jigsaw dianggap sebagai ahli dalam aspek tertentu dari topik-topik yang diteliti, dan diharapkan untuk berkontribusi dalam memberikan pengetahuan yang tidak dimengerti anggota kelompok lainnya.18 Jigsaw dikatakan dapat meningkatkan belajar siswa karena a) siswa tidak tertekan dalam belajar, b) meningkatkan jumlah partisipasi siswa dalam kelas, c) mengurangi kebutuhan daya saing dan d) mengurangi dominasi guru dalam kelas.19

Dalam penerapan model Jigsaw, antara lain anak diberi kesempatan untuk bertanggung jawab secara penuh, bertanggung jawab terhadap kelompoknya, maupun bertanggung jawab dalam penguasaan dan penyampaian informasi kepada anggota kelompok. Karena pemikiran dasar dari teknik Jigsaw ini adalah memberi kesempatan siswa untuk berbagi dengan yang lain, mengajar serta diajar oleh sesama siswa

      

15

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 138.

16

Zulfiani, dkk., StrategiPembelajaran…, h. 138.

17

Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif…, h. 20. 

18

Yueh-Min Huang and Tieng-Chi Huang, “Using Annotation Services in Ubiquitous Jigsaw Cooperative Learning Environment”, from Educational Technology and Society, 11(2), 3-15, 2008, p. 4.

19

Qiao Mengduo and Jing Xiaoling, “Jigsaw Strategy as a Cooperative Learning Technique: Focusing on the Language Learners”, from Chinese Journal of Applied Linguistics (Bimonthly), Vol 33, No. 4, August 2010, p. 114.


(29)

merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar. Mula-mula siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari empat atau lima orang siswa. Masing-masing anggota mengerjakan salah satu bagian yang berbeda dengan yang dikerjakan oleh anggota lainnya. Kemudian mereka memencar ke kelompok-kelompok lain, tiap anggota membentuk kelompok baru yang memilki tugas yang sama, dan saling berdiskusi dalam kelompok tersebut. Cara ini membuat masing-masing anggota menjadi ahli sebelum kembali ke kelompok asalnya untuk mengerjakan tugas utama. Sehingga strategi ini memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk bertindak sebagai seorang pengajar terhadap siswa lainnya. Setelah proses ini, guru bisa mengevaluasi pemahaman siswa mengenai keseluruhan tugas. Jadi siswa akan bergantung kepada rekan-rekan dalam kelompoknya. Jika model ini diaplikasikan secara teratur dan berkelanjutan dapat menumbuhkan kreativitas siswa yang sudah cukup lama terpasung.

Menurut Aronson dalam Ali Gocer, dalam pembelajaran model Jigsaw siswa dibagi dalam kelompok 5 - 6 siswa per masing-masing kelompok. Setiap kelompok diberikan subjek dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sama dengan jumlah anggotanya sehingga setiap siswa diberi bagian. Setelah siswa belajar bagian mereka sendiri, mereka menyusun kembali, dan setiap anggota mengajarkannya bagian dia ke anggota kelompok lainnya. Mereka bertukaran pertanyaan dan pastikan bahwa materi harus dipahami sepenuhnya oleh setiap anggota kelompok. Integritas dicapai dengan memiliki semua anggota kelompok membuat presentasi mereka, sehingga membawa semua potongan bersama-sama.20

Jing Meng dalam jurnalnya menjelaskan bahwa setiap siswa dalam satu tim diberi bagian tertentu dari suatu konsep. Setelah membaca, para siswa di masing-masing kelompok yang mempelajari bagian yang sama membentuk kelompok ahli untuk membahas dan menguasai informasi.

      

20

Ali Gocer, “A Comparative Research on The Effectivity of Cooperative Learning Methode and Jigsaw Technique on Teaching Literary Genres”, from Educational Research and Reviews Vol.5 (8), August, 2010, p. 442.


(30)

Selanjutnya, mereka kembali untuk tim asli mereka dan mengajarkan bagian mereka untuk rekan tim. Akhirnya, semua anggota tim diuji dalam keseluruhan materi.21

Untuk lebih jelasnya hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut:

(tiap kelompok ahli memiliki satu anggota dari tim asal) Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw22 Keterangan:

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok semula (asal) dan berusaha mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan dikelompok ahli. Selanjutnya diakhir pembelajaran yang mencakup topik materi yang telah dibahas.

Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw:23

a. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang)

      

21

Jing Meng, “Jigsaw Cooperative Learning in English Reading”, from Journal of Language Teaching and Research, Vol. 1, No. 4, July, p. 502. 

22

Durmus Kilic, “The Effect of Jigsaw Technique on Learning the Concept of the Principles and Methods of Teaching”, from World Applied Sciences Journal 4(Suple 1): 109-114, 2008, p. 111.

23

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik…, h. 56-57.

# & @ %

# & @ %

# & @ %

# & @ %

# #

# #

& & & &

@ @

@ @ 

% % % %


(31)

b. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.

c. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.

d. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.

e. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.

f. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.

Dalam penelitian ini pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, disusun langkah-langkah pokok sebagai berikut:

I. Tahap Pendahuluan

a. Review, apersepsi, motivasi

b. Menjelaskan pada siswa tentang model pembelajaran yang dipakai dan menjelaskan manfaatnya.

c. Pembentukan kelompok.

d. Setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang heterogen.

e. Pembagian materi/soal pada setiap anggota kelompok. II. Tahap Penguasaan

a. Siswa dengan materi/soal sama bergabung dalam kelompok ahli dan berusaha manguasai materi sesuai dengan soal yang diterima. b. Guru memberikan bantuan sepenuhnya.

III. Tahap Penularan

a. Setiap siswa kembali ke kelompok asalnya.

b. Tiap siswa dalam kelompok saling menularkan dan menerima materi dari siswa lain.


(32)

d. Dari diskusi, siswa memperoleh jawaban soal. IV. Penutup

a. Guru bersama siswa membahas soal b. Kuis/Evaluasi

Pada akhir pembelajaran guru memberikan penghargaan atas keberhasilan kelompok dengan melakukan tahapan-tahapan berikut:24

a. Menghitung skor individu

Menurut Slavin untuk memberikan skor perkembangan individu dihitung seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Perhitungan Skor Perkembangan

Nilai Tes Skor Perkembangan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal…. 10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor awal….

Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal….

Lebih dari 10 poin di atas skor awal…. Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor awal)….

0 poin

10 poin

20 poin 30 poin

30 poin

b. Menghitung skor kelompok

Skor kelompok ini dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlah semua skor perkembangan yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel berikut:

      

24


(33)

Tabel 2.3 Tingkat Penghargaan Kelompok Rata-Rata Tim Predikat

0 ≤ x ≤ 5 5 ≤ x ≤ 15 15 ≤ x ≤ 25 25 ≤ x ≤ 30

-

Tim baik Tim hebat Tim super

Berdasarkan penjelasan teori-teori di atas dan melihat proses pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, maka dapat disimpulkan beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya.

Kelebihan:

1) Siswa tidak perlu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan belajar dengan siswa lain.

2) Mengembangkan kemampuan menggunakan ide atau gagasan dengan kata-kata atau verbal dan membandingkan dengan ide orang lain. 3) Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan

segala keterbatasannya serta meneriman segala perbedaan.

4) Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5) Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, serta motivasi dan memberikan rangsangan berpikir.

Kekurangan:

1) Dalam memahami dan mengerti filosofi pembelajaran kooperatif memang membutuhkan waktu untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok.

2) Jika tanpa peer teaching yang efektif maka pemahaman tidak akan pernah dicapai oleh siswa.


(34)

3) Guru perlu menyadari hasil atau prestasi yang diharapkan pada setiap individu siswa.

4) Kemampuan aktifitas dalam kehidupan hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual.

5) Upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang.

4. Pendekatan Ekspositori

Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar. Hakekat mengajar menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan guru. Biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah, kuliah, ceramah, dan lecture. Dalam pendekatan ini siswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang telah diberikan oleh guru serta mengungkapkan kembali apa yang dimiliki melalui respon siswa yang diberikan saat guru melontarkan pertanyaan.

Pada pendekatan ekspositori, tidak terus menerus memberi informasi tanpa peduli apakah siswa memahami informasi itu atau tidak. Guru hanya memberi informasi pada saat tertentu jika diperlukan, misalnya pada permulaan pelajaran, memberi contoh soal, menjawab pertanyaan siswa dan sebagainya. Syamsudin Makmun mengemukakan bahwa guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik dan lengkap sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib.25

Secara garis besar prosedur pengajaran dengan pendekatan ekspositori adalah sebagai berikut:26

      

25

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.79.

26

Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 21.


(35)

a. Preparasi/Persiapan

Guru mempersiapkan bahan selengkapnya secara sistematis dan rapi. b. Apersepsi

Guru memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada materi yang akan diajarkan.

c. Presentasi

Guru menyajikan bahan pengajaran dengan cara memberikan ceramah, menyuruh siswa membaca bahan yang sudah siap diajarkan dari buku teks tertentu atau ditulis sendiri oleh guru.

d. Resitasi

Guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau siswa disuruh untuk menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri. Resitasi tentang pokok-pokok yang dipelajari, baik secara lisan maupun tulisan.

Adapun keunggulan dan kelemahan Pendekatan Ekspositori27 Kelebihan:

1) Dengan pendekatan ekspositori, guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran.

2) Dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa sangat luas, sementara waktu yang disediakan cukup terbatas. 3) Selain siswa dapat mendengar melalui penuturan, siswa juga bisa

melihat atau mengobservasi.

4) Bisa digunakan untuk jumlah dan ukuran kelas yang besar.

Kelemahan

1) Hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

      

27

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 188-189.


(36)

2) Tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat dan bakat serta perbedaan gaya belajar.

3) Karena lebih banyak disampaikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam sosialisasi, serta kemampuan berpikir kritis.

4) Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada persiapan guru, baik persiapan, pengetahuan, semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan yang lain.

5) Karena lebih banyak satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan terbatas pula.

5. Hakekat Belajar dalam Pembelajaran Kooperatif

Manusia belajar karena ingin tahu dan ingin mengembangkan tingkah laku yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Hal ini berarti bahwa dengan belajar, seseorang dapat merubah tingkah lakunya. Dengan belajar seseorang memperoleh kecakapan, pengertian, keterampilan, kegemaran, sikap, dan kepuasan.

Menurut Gagne belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya akibat pengalaman.28 Dengan demikian bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan dalam bentuk kecakapan. Kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan minat, peyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang

Hinzman dalam Muhibbin Syah berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisma, manusia atau hewan disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku

      

28


(37)

organisma tersebut. Jadi dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.29

Johan B. Carrol mengemukakan sejumlah faktor yang mempunyai hubungan fungsional dengan tingkat belajar. Faktor tersebut adalah:30 a. Waktu yang disediakan

b. Usaha dari masing-masing individu c. Bakat yang dimiliki

d. Kemampuan untuk menangkap pelajaran e. Kualitas pelajaran yang diterima

Pembelajaran kooperatif berpedoman pada pendekatan kontruktivisme. Kontruktivisme adalah satu pandangan bahwa siswa membina pengetahuannya sendiri atau konsep secara aktif berdasarkan dan pengalaman yang ada. Dalam proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru. Dalam teori kontruktivisme, penekanan diberikan kepada siswa lebih daripada guru. Ini disebabkan siswalah yang berinterksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh pemahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Oleh karena itu siswa membina sendiri konsep dan membuat penyelesaian terhadap suatu masalah. Pembelajaran secara kontruktivisme menerusi pembelajaran kooperatif yang membina sendiri pengetahuan, konsep dan ide secara aktif akan menjadikan siswa lebih paham, lebih yakin dan lebih bersemangat.

Driver dan Bell mengemukakan prinsip-prinsip kontruktivisme dalam pembelajaran, yaitu:

a. Hasil pembelajaran tidak hanya tergantung dari pengalaman pembelajaran di ruang kelas, tetapi tergantung pula pada pengetahuan pelajar sebelumnya.

      

29

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004), h. 64.

30

Mulyati Arifin, Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia, (Surabaya: Airlangga University Press, 1995), h. 205.


(38)

b. Pembelajaran adalah mengkonstruksi konsep-konsep.

c. Mengkonstruksi konsep adalah adalah proses aktif dalam diri pelajar. d. Konsep-konsep yang telah dikonstruksi akan dievaluasi.

e. Siswalah yang paling bertanggung jawab terhadap cara dan hasil pembelajaran mereka.

f. Adanya semacam pola terhadap konsep-konsep yang dikonstruksi pelajar dalam struktur kognitifnya.31

Setidaknya terdapat tiga teori belajar dalam memahami pembelajaran kooperatif. Tiga diantaranya sebagaimana disebutkan berikut:32

a. Teori Ausubel

Menurut Ausubel bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna (meaning full). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi. Dikaitkan dengan pembelajaran kooperatif konsep yang dipelajari tidak hanya dihafal dan diingat, melainkan ada sesuatu yang dapat dipraktekkan dan dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam pemecahan masalah.

b. Teori Piaget

Jika dihubungkan dalam pembelajaran, teori ini mengacu kepada kegiatan pembelajaran yang harus melibatkan partisipasi peserta didik. Sehingga menurut teori ini pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan secara verbal tetapi harus dikonstruksi dan direkonstruksi peserta didik. Sebagai realisasi teori ini, maka dalam kegiatan pembelajaran peserta didik haruslah bersifat aktif.

      

31

Isjoni, Cooperative Learning…, h. 33-34.

32


(39)

Pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran aktif dan partisipatif.

Menurut teori ini proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan peringkat perkembangan kognitif siswa. Siswa hendaknya diberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada pelajar agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif mencari dan menemukan berbagai hal dan lingkungan.

c. Teori Vygotsky

Vygotsky mengemukakan pembelajaran merupakan suatu perkembangan pengertian. Ia membedakan adanya dua pengertian yang spontan dan ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapatkan dan pengalaman anak sehari-hari. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari ruang kelas, atau yang diperoleh dan pelajaran di sekolah. Menurut teori ini pembelajaran terjadi pada saat anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal. Yang dimaksud zona perkembangan proksimal adalah jarak antara tingkat perkembangan sesunggguhnya dengan tingkat perkembangan potensial.

Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah secara mandiri sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan teman sebaya yang lebih mampu. Dengan demikian, tingkat perkembangan potensial dapat disalurkan melalui model pembelajaran kooperatif.

6. Hakekat Hasil Belajar

Hasil belajar terdiri dua kata, yaitu hasil dan belajar. Secara umum, hasil belajar didefinisikan sebagai suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan tingkah laku seseorang yang dinyatakan dengan cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Tingkah laku


(40)

yang baru itu misalnya dari titak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian-pengertian baru, perubahan sikap dan kebiasaan-kebisaan serta keterampilan, kesanggupan menghargai, perkembangan sifat-sifat sosial, emosional dan pertumbuhan jasmaniah.

Hasil belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini hanya pada aspek kognitif, oleh karena itu untuk mengukurnya perlu dibuat tes hasil belajar. Tes hasil belajar dibuat mengacu pada kompetensi dasar yang ingin dicapai, dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar dan disusun berdasarkan kisi-kisi penulisan butir soal lengkap dengan kunci jawabannya.33

Menurut Gagne, ada lima kemampuan sebagai hasil belajar, yaitu: (1) keterampilan intelektual (suatu kemampuan seseorang menjadi komponen suatu subjek sehingga ia dapat mengklasifikasikan, mengidentifikasi, mendemonstrasikan, dan mengeneralisasikan suatu gejala), (2) strategi kognitif (kemampuan seseorang untuk bisa mengontrol aktifitas intelektualnyadalam mengatasi masalah yang dihadapi), (3) informasi verbal (kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa lisan maupun tulisan dalam mengungkapkan suatu masalah), (4) keterampilan motorik yaitu kemampuan seseorang untuk mengkoordinasikan semua gerak otot secara teratur dan lancar dalam dalam keadaan sadar), dan (5) sikap (kecenderungan dalam menerima dan menolak suatu objek sikap). Menurut Bugelski, pada sistem pembelajaran biasanya hasil belajar dipengaruhi oleh kualitas guru dan kondisi sekolah, seperti ketersediaan alat-alat dalam belajar.

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah:34 a. Faktor Internal yang meliputi dua sapek, yakni aspek fisiologis dan

aspek psikologis, yang terdiri dari lima faktor, yaitu:

      

33

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 76. 

34


(41)

1. Intelegensi Siswa, yaitu kemampuan psiko-fisik untuk mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.

2. Sikap Siswa, yaitu sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tepat terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.

3. Bakat Siswa, yaitu kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

4. Minat Siswa, yaitu kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

5. Motivasi Siswa, yaitu keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.

b. Faktor Eksternal terdiri atas dua macam, yakni:

1. Lingkungan Sosial, seperti para guru, para staf administratif dan teman-teman sekelas.

2. Lingkungan Nonsosial (sarana dan prasarana), termasuk di dalamnya media pembelajaran.

c. Faktor Pendekatan Belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat mempengaruhi hasil belajar kimia di sekolah. Selain itu satu sisi juga akan dilihat bagaimana penggunaan pendekatan ekspositori dalam mempengaruhi hasil belajar kimia siswa, apakah lebih baik ataukah tidak. Keseluruhan faktor di atas secara ringkas dapat dijelaskan dalam tabel berikut:35

      

35


(42)

Tabel 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Ragam Faktor dan Unsur-Unsurnya

Internal Siswa Eksternal Siswa Pendekatan

1. Aspek Fisiologis: - tonus jasmani - mata dan telinga

2. Aspek Psikologis: - intelegensi - sikap - minat - bakat - motivasi

1.Lingkungan Sosial: - keluarga

- guru dan staf - masyarakat - teman

2. Lingkungan Nonsosial: - rumah - sekolah - peralatan - alam 1. Pendekatan Tinggi - speculative - achieving 2. Pendekatan Menengah - Analytical - Deep 3. Pendekatan Rendah - reproductive - surface

Sedangkan menurut Kenneth Dunn ada beberapa faktor yang mempengaruhi cara beberapa belajar seseorang, yaitu:36

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan belajar yang ideal berbeda menurut setiap orang. Beberapa orang senang bekerja dalam kondisi udara yang hangat, cat ruangan yang terang, desain meja yang bagus, dan sebagainya.

b. Faktor Emosi

Ada kelompok siswa yang dalam melaksanakan tugas dapat bekerja dengan baik dari permulaan sampai selesai, tetapi banyak siswa yang dalam melaksanakan tugas setiap tahap memerlukan dorongan untuk menyelesikan.

c. Faktor Sosial

Ada kelompok siswa yang tidak berminat belajar seseuatu dari kelompoknya. Ada yang lebih senang belajar dari didri sendiri, ada juga kelompok orang yang mau belajar dari orang lebih tua karena faktor tradisi.

d. Faktor Personal

      

36


(43)

Ada sekelompok siswa yang senang belajar jika melihat sesuatu, ada yang lebih senang belajar jika mendengar sesuatu misalnya radio. Ada yang senang belajar duduk di depan meja tulis, ada yang sambil jalan sekeliling ruangan. Ada yang melakukan tugas senang pagi, sebagian lagi senang siang atau malam.

Faktor-faktor tersebut di atas sangat mempengaruhi hasil belajar siswa, karena dalam proses pembelajaran siswalah yang menentukan terjadi atau tidaknya suatu proses belajar. Untuk belajar siswa masalah-masalah baik internal maupun eksternal. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalah tersebut, maka dia tidak belajar dengan baik.

Selain beberapa faktor di atas ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan diantaranya adalah konsentrasi belajar. Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar. Selain konsentrasi belajar, kebiasaan belajar juga dapat memepngaruhi hasil belajar. Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan tersebut antara lain, belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar dan lain-lain.

Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat dijumpai di berbagai sekolah yang ada, baik di kota besar, kota kecil ataupun di pelosik desa. Kemungkinan yang menjadi penyebab kebiasaan yang kurang baik ini, karena ketidakmengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri.

7. Laju Reaksi

a. Pengertian Laju Reaksi37

Adalah perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi tiap satuan waktu. Reaksi kimia berlangsung dalam kecepatan yang

      

37


(44)

berbeda-beda. Misalnya peristiwa meledaknya bom atom berlangsung dengan cepat. Sedangkan perkaratan besi berlangsung dengan lambat. Setiap reaksi kimia mempunyai laju reaksi tertentu. Logam-logam yang bereaksi dengan air memiliki laju yang berbeda-beda. Kalium, logam yang sangat reaktif, bereaksi sangat cepat dengan air dingin. Magnesium bereaksi lambat dengan air dingin.

Pada reaksi P Q, setiap saat konsentrasi P berkurang, sedangkan konsentrasi Q bertambah. Dengan demikian reaksi dapat diartikan sebagai:

- Berkurangnya konsentrasi pereaksi (P) tiap satuan waktu - Bertambahnya konsentrasi hasil reaksi (Q) tiap satuan waktu

Keadaan ini dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi dengan waktu sebagai berikut:

[ ] Kecepatan reaksi dapat dirumuskan:

P

atau

Q

0

b. Teori Tumbukan dan Energi Aktivasi38

Reaksi kimia terjadi karena tumbukan antara partikel-partikel zat yang bereaksi. Namun tidak semua tumbukan antarmolekul pereaksi akan menghasilkan zat hasil reaksi. Hanya tumbukan efektif yang akan menghasilkan zat hasil reaksi. Keefektifan suatu tumbukan bergantung pada posisi molekul dan energi kinetik yang dimilikinya.

Dalam reaksi kimia dikenal istilah energi aktivasi (energi pengaktifan) yaitu energi kinetik minimum yang harus dimiliki

      

38

Sandri Justiana dan Muchtaridi, Chemistry For Senior High School, (Jakarta: Yudhistira, 2009), h. 108-130.


(45)

molekul-molekul pereaksi agar tumbukan antarmolekul menghasilkan zat hasil reaksi.

Teori tumbukan dan energi aktivasi berguna untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Laju suatu reaksi kimia dapat dipercepat dengan cara memperbesar harga energi kinetik molekul atau menurunkan harga energi aktivasi.

1) Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi

Semakin besar konsentrasi semakin cepat reaksi berlangsung (kecepatan reaksi makin besar). Hal ini disebabkan semakin besar konsentrasi berarti jarak antarmolekul rapat/padat, sehingga semakin banyak/mudah terjadi tumbukan yang menghasilkan reaksi, akibatnya menjadi lebih cepat.

2) Pengaruh luas permukaan

Makin luas permukaan sentuhan semakin banyak kemungkinan terjadinya tumbukan antarpartikel pereaksi sehingga makin cepat reaksinya. Zat padat bentuk serbuk memiliki luas permukaan lebih besar daripada bentuk kepingan, sehingga zat padat bentuk serbuk bereaksi lebih cepat daripada bentuk kepingan.

3) Pengaruh suhu

Pada umumnya reaksi makin cepat bila suhu dinaikkan, makin tinggi cepat gerak partikel-partikel pereaksi dan makin besar pula energi kinetiknya. Sehingga banyak partikel-partikel pereaksi yang memiliki energi yang mencapai energi pengaktifan akibatnya reaksi makin cepat.

4)Pengaruh katalis

Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi di mana pada akhir reaksi terbentuk kembali dengan jumlah yang tetap. Katalis mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan energi aktivasi yaitu energi minimum yang harus dimiliki agar reaksi dapat berlangsung.


(46)

A. Reaksi tanpa katalis A + B → AB

B. Reaksi dengan katalis (sebagai katalis C) I. A + C → AC (cepat)

II. AC + B→ AB + C (cepat) _______________________ + A + B → AB (cepat)

c. Orde Reaksi dan Persamaan Laju Reaksi39

Orde suatu reaksi ialah jumlah semua eksponen (dari) konsentrasi dalam persamaan laju. Jika perubahan konsentrasi tidak mempengaruhi laju reaksi, maka disebut orde nol. Jika laju reaksi berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi dari hanya satu pereaksi maka reaksi tersebut diakatakn sebagai reaksi orde pertama. Laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi zat-zat yang bereaksi dipangkatkan orde reaksi (tingkat reaksi). Sedangkan laju reaksi orde dua merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi.

Secara umum pada reaksi Aa + bB → cC + dD. Laju reaksi dirumuskan dengan:

v = k[A]m[B]n Ket:

v = laju reaksi m = orde reaksi terhadap A [A] = konsentrasi A (M) n = orde reaksi terhadap B [B] = konsentrasi B (M) m + n = orde reaksi

K = ketetapan laju reaksi

8. Penelitian Yang Relevan

Di bawah ini penulis menyajikan beberapa hasil penelitian yang berkenaan dengan judul, penelitian penulis diantaranya:

Saila Mahdina Basya, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang berjudul “Perbandingan Hasil

      

39


(47)

belajar Kimia antara yang Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pembelajaran Konvensional”. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa hasil belajar kimia siswa yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik dibandingkan yang menggunakan metode konvensional yaitu 68,18 berbanding 54,77.40

Diana Supriyatin, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Metode Jigsaw dan Ekspositori pada Konsep Elektrolit dan Nonelektrolit Terintegrasi Nilai”. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa penggunaan metode jigsaw lebih baik dibandingkan metode ekspositori.41

Qiao Mengduo dan Jing Xiaoling dalam Jurnal Jigsaw Strategy as a Cooperative Learning Technique: Focusing on the Language Learners. Sebuah kesimpulan ditarik bahwa teknik jigsaw merupakan cara yang efektif untuk mempromosikan partisipasi dan antusiasme siswa serta teknik yang berguna untuk pembelajar bahasa menyelesaikan tugas belajar di kelas EFL.42

Ali Gocer dalam jurnal A Comparative Research on The Effectivity of Cooperative Learning Methode and Jigsaw Technique on Teaching

Literary Genres, menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif teknik

jigsaw ditemukan lebih efektif daripada metode pembelajaran konvensional.43

      

40

Saila Mahdina Basya, “Perbandingan Hasil Belajar Kimia Siswa antara yang Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pembelajaran Konvensional”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2009), h. 57, t.d. 

41

Diana Supriyatin,  “Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan metode Jigsaw dan Ekspositori Pada Konsep Elektrolit dan Nonelektrolit Terintegrasi Nilai”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2009), h. 81, t.d.

42

Qiao Mengduo and Jing Xiaoling, “Jigsaw Strategy as a Cooperative Learning Technique: Focusing on the Language Learners”, from Chinese Journal of Applied Linguistics (Bimonthly), Vol 33, No. 4, August 2010)

43

Ali Gocer, “A Comparative Research on The Effectivity of Cooperative Learning Methode and Jigsaw Technique on Teaching Literary Genres”, from Educational Research and Reviews Vol.5 (8), August, 2010)


(48)

Jing Meng dalam jurnal Jigsaw Cooperatif Learning in English

Reading”, menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

mendorong minat belajar bahasa Inggris siswa, membangkitkan motivasi, dan meningkatkan kemampuan membaca mereka. Pembelajaran kooperatif jigsaw adalah salah satu cara mengajar yang paing efektif untuk belajar bahasa Inggris di perguruan tinggi.44

Durmus Kilic dalam jurnal “The Effect of Jigsaw Technique on

Learning the Concept of the Principles and Methods of Teaching”,

menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan pengaruh positif terhadap proses pembelajaran dibandingkan dengan metode konvensional.45

Leen Kiat-Soh dalam jurnal “Implementing the Jigsaw Model in

CS1 Close Labs” menyatakan bahwa teknik Jigsaw meningkatkan kinerja

siswa dan konsisten kinerja siswa dalam proses pembelajaran.46

Yurni Suasti, dalam jurnal “Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP Melalui Modifikasi Cooperative Learning

Model Jigsaw. Hasil penelitian menujukkan bahwa terdapat pengaruh yang baik dalam peningkatan kreatifitas, walaupun tidak signifikan.47

F.A. Suprapto Mukti Nugroho, dalam jurnal “Remedial Teaching

dengan Teknik Jigsaw sebagai Pendukung Kurikulum 2004”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan remedial teaching

menggunakan pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw ini cukup efektif untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa sehingga pada

      

44

Jing Meng, “Jigsaw Cooperatif Learning in English Reading”, from Journal of Language Teaching and Research, Vol. 1, No. 4, pp 501-504, July 2010, p. 503.

45

Durmus Kilic, “The Effect of Jigsaw Technique on Learning the Concept of the Principles and Methods of Teaching”, from World Applied Sciences Journal 4(Suple 1): 109-114, 2008, p. 113

46

Leen Kiat-Soh, “Implementing the Jigsaw Model in CS1 Close Labs” (ITi CSE, June 26-28, Bologna, Italy, 2006) 

47

Yurni Suasti, Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP Melalui Modifikasi Cooperatve Learning Model Jigsaw, dalam Jurnal Pembelajaran, No.4 Tahun 26, Desember 2003.


(49)

akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya dalam, menyongsong diberlakukannya kurikulum 2004.48

H. M. Sirih dan Muhammad Ali, dalam jurnal “Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw dengan Tongkat Estafet untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di SMPN 2 Kendari”. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan aktivitas dan tanggungjawab siswa serta mengefektifkan penggunaan waktu dan pola pergerakan siswa.49

B. Kerangka Berpikir

Pembelajaran kimia di sekolah merupakan hal yang penting. Mata pelajaran kimia merupakan mata pelajaran yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Ilmu kimia yang bersifat abstrak dan banyak konsep yang sulit untuk dipelajari, membuat pelajaran ini semakin tidak disukai oleh para siswa.

Pembelajaran sekolah saat ini juga pada umumnya masih berpusat pada guru (teacher center), bukan berpusat pada siswa. Metode yang digunakan juga masih monoton. Oleh karena itu perlu dibentuk suatu pembelajaran yang lebih bermakna selama proses pembelajaran. Pembelajaran akan lebih bermakna bila guru mampu menciptakan kondisi belajar yang tidak membosankan, untuk itu diperlukan kreativitas seorang guru dalam menggunakan metode-metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar di kelas.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan hasil belajar rendah, salah satunya karena tidak tepatnya metode yang digunakan dalam proses pembelajaran, seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya. Cara penyampaian materi yang monoton semakin membuat siswa jenuh dalam

      

48

F.A. Suprapto Mukti Nugroho,“Remedial Teaching dengan Teknik Jigsaw Sebagai Pendukung Kurikulum 2004, dalam Jurnal Widya Tama, Vol. 2 No. 3, September 2005. 

49

Sirih dan Muhammad Ali, “Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw dengan Tongkat Estafet untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di SMPN 2 Kendari”, dalam Jurnal MIPMIPA, Vol.6, No.1, Februari 2007.


(50)

kelas. Hal ini yang juga menyebabkan siswa sulit untuk mengaplikasikan mata pelajaran kimia dalam kehidupan sehari-hari, karena kurangnya penguasaan konsep. Salah satu pendekatan yang sering digunakan dalam pembelajaran di kelas yaitu pendekatan ekspositori, yang mengarah kepada teacher center. Hal ini yang bisa membuat pelajaran kimia semakin jenuh dan siswa sulit untuk memahami.

Semenjak 2004 kurikulum yang berlaku di Indonesia sudah berubah mulai dari KBK dan KTSP. Sehingga proses pembelajaran di kelas harus diupayakan menuntun siswa untuk dapat berpikir kreatif, mengadakan analisis, membentuk sikap positif, memecahakan masalah, merangsang dan memungkinkan bagi siswa untuk mengorganisasikan belajarnya sendiri berpikir secara mandiri serta bekerja secara kooperatif untuk mengembangkan kemampuannya, sehingga siswa dapat memahami konsep-konsep kimia secara benar dan utuh.

Kurikulum saat ini menuntut suatu proses pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berbagai kemampuan siswa. Hal tersebut dapat dibantu dengan peer learning yakni proses belajar bersama dengan teman sebaya dan guru berperan sebagai fasilitator sekaligus moderator dan pembimbing, melalui penerapan model pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pemikirannya tanpa dihambat, mengembangkan bersama dengan teman-temannya untuk dapat saling belajar berkelanjutan, saling bekerja sama dalam proses pembelajaran.

Melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa diberi kesempatan bukan hanya sekedar belajar tetapi juga saling mengajarkan satu sama lain sehingga diharapkan siswa mampu tidak hanya berpikir sendiri dan mempertanggungjawabkannya, namun juga saling berbagi dalam proses transfer pengetahuan. Selanjutnya melalui proses kebersamaan tersebut akan melatih siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menghargai perbedaan, meningkatkan partisipasi, motivasi, sikap positif, mengurangi kecemasan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


(51)

Dengan demikian diduga ada pengaruh penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa.

Gambar 2.2. Alur Kerangka Berpikir

C. Hipotesis Penelitian

Dari kajian teori dan penyusunan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat pengaruh hasil belajar kimia siswa antara yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan yang menggunakan pendekatan ekspositori. Ha : Terdapat pengaruh hasil belajar kimia siswa antara yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan yang menggunakan pendekatan ekspositori.

-Hasil Belajar Rendah - Tabula Rasa -Siswa Pasif -Teacher Center

-Kimia bersifat abstrak - Konsep Sulit dipelajari

Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif

Jigsaw

-Siswa Aktif -Menerima Perbedaan -Kerjasama

Hasil Belajar Siswa

-KBK -KTSP


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011, yaitu pada tanggal 3-24 November 2010.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Nusa Putra Tangerang yang beralamat di Jl. Teuku Umar No. 12 Kel. Nusa Jaya, Karawaci Tangerang.

B. Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode quasi eksperimen (eksperimen semu), yaitu metode penelitian yang tidak mencukupi semua syarat-syarat dari suatu eksperimen.1 Metode quasi eksperimen dilakukan terhadap kelompok-kelompok yang homogen, dengan membagi kelompok yang diteliti menjadi dua kelompok pengamatan. Penelitian ini memiliki karakteristik, yakni dengan membandingkan dua kelompok perlakuan yang memiliki subjek setara, sehingga perbedaan hasil variabel terikat dari dua kelompok itu bukan disebabkan oleh perbedaan subjek, melainkan akibat dari perlakuan yang dikenakan kepada variabel bebas kelompok tersebut. Kelompok pertama adalah kelompok dengan perlakukan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan kelompok kedua adalah kelompok dengan perlakuan konvensional dengan metode ekspositori. Adapun rancangan penelitian sebagai berikut:

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Only Posttest Control Group Design.

      

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 84. 


(53)

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

E XE T

K XK T

Keterangan:

E : Kelompok eksperimen K : Kelompok kontrol

XE : Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen, yaitu dengan

kooperatif Jigsaw.

XK : Perlakuan yang diberikan pada kelompok kontrol, yaitu dengan metode

Ekspositori.

T : Tes akhir yang sama pada kedua kelompok

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.2 Tujuan diadakannya populasi ialah agar kita dapat menentukan besarnya anggota sampel yang diambil dari anggota populasi dan membatasi berlakunya daerah generalisasi.3 Populasi dalam penelitain dibedakan dalam dua jenis, yaitu: populasi target dan populasi terjangkau. Adapun populasi target pada penelitian ini yaitu seluruh siswa-siswi kelas XI SMA Nusa Putra Tangerang yang terdaftar pada tahun pelajaran 2010/2011. Sedangkan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA Nusa Putra Tangerang.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.4 Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu mengambil sampel pada kelas yang tersedia tanpa melakukan simple random

sampling. Jumlah sampel sebanyak 80 siswa yang dikelompokkan menjadi

      

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu…, h. 130.

3

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Pengantar Statistika, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 181.

4


(54)

dua kelas, yaitu kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPA 2 sebagai eksperimen.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.5 Selain itu tes juga dapat diartikan sebagai cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas, atau perintah-perintah yang harus dikerjakan, sehingga dapat dihasilkan nilai.6

Instrumen tes untuk mengukur aspek kognitif hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi dibuat tes pilihan ganda (PG) sebanyak 22 soal dengan lima alternatif pilihan jawaban. (lampiran 1)

E. Teknik Pengolahan Data

Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tes ini terlebih dahulu diujicobakan kepada responden di luar kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui validitas, realibilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda soal.

1. Uji Validitas

Validasi berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap Dengan kata lain validitas berhubungan dengan sejauh mana suatu alat penilaian mampu mengukur apa yang seharusnya diukur.

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang

      

5

Daryanto, Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 35.

6


(1)

146   


(2)

 

PERHITUNGAN SKOR KUIS INDIVIDU

Skor perkembangan individu pertemuan pertama kelas eksperimen

KELOMPOK SKOR DASAR KUIS POIN

I

Achmad Badarudin Deni Sugiawan Fitri Kurniawan Nina Ayu S.

35 40 40 30 70 75 70 65 30 30 30 30 II Derry Purnama Falah Ali Kartini Bobyka Ria Kurniati 30 35 30 40 65 70 75 80 30 30 30 30 III Dery Murtado Jamal Adi Saputra Afriana Fadillah Dewi Saridah 25 35 45 30 60 70 80 75 30 30 30 30 IV

Dwi Septa Putra Juliando Sipahutar Citra Tri Yuliana Nita Anggraini 40 25 30 35 80 75 65 70 30 30 30 30 V Lukman Hakim M. Reza Supriatna Putri Septiana Ruth Victoria 20 35 40 30 60 75 85 70 30 30 30 30 VI Reza Handika

Imam Dwi Wicaksoo Hilda Rumondang Rahel Ivana 35 40 25 30 65 70 60 75 30 30 30 30 VII Dian Muhammad Resa Hapsari Agista Tri Aswoyo Desima Yolanda 25 30 30 40 65 70 70 80 30 30 30 30 VIII

M. Imam Hudaya Citra Tri Yuliana Faradita Arum Sari Deby Patmawati 25 40 35 35 60 85 75 70 30 30 30 30 IX


(3)

147  

M. Rizki Rifai Apriani Sulistiawati Faradita Arum Sari Winda Ayu Ariani

30 35 30 30 70 75 70 75 30 30 30 30 X Lukman Nulhakim Rahmania Ririn Yuliana Vicky Claudia 35 30 40 25 80 70 75 65 30 30 30 30

Skor perkembangan individu pertemuan kedua kelas eksperimen

KELOMPOK SKOR DASAR KUIS POIN

I

Achmad Badarudin Deni Sugiawan Fitri Kurniawan Nina Ayu S.

70 75 70 65 65 70 75 75 10 10 20 20 II Derry Purnama Falah Ali Kartini Bobyka Ria Kurniati 65 70 75 80 70 80 70 80 20 20 10 20 III Dery Murtado Jamal Adi Saputra Afriana Fadillah Dewi Saridah 60 70 80 75 70 75 80 60 20 20 20 0 IV

Dwi Septa Putra Juliando Sipahutar Citra Tri Yuliana Nita Anggraini 80 75 65 70 70 60 70 65 20 0 20 10 V Lukman Hakim M. Reza Supriatna Putri Septiana Ruth Victoria 60 75 85 70 80 80 75 70 30 20 20 20 VI Reza Handika

Imam Dwi Wicaksoo Hilda Rumondang Rahel Ivana 65 70 60 75 80 75 65 90 30 20 20 30 VII


(4)

Resa Hapsari Agista Tri Aswoyo Desima Yolanda 70 70 80 65 75 80 10 20 20 VIII

M. Imam Hudaya Citra Tri Yuliana Faradita Arum Sari Deby Patmawati 60 85 75 70 60 80 75 65 20 10 10 10 IX

M. Rizki Rifai Apriani Sulistiawati Faradita Arum Sari Winda Ayu Ariani

70 75 70 75 55 60 55 60 0 0 0 0 X Lukman Nulhakim Rahmania Ririn Yuliana Vicky Claudia 80 70 75 65 95 85 90 80 30 30 30 30  

Skor perkembangan individu pertemuan ketiga kelas eksperimen

KELOMPOK KUIS AWAL KUIS AKHIR POIN

I

Achmad Badarudin Deni Sugiawan Fitri Kurniawan Nina Ayu S.

65 70 75 75 70 85 70 80 20 30 10 20 II Derry Purnama Falah Ali Kartini Bobyka Ria Kurniati 70 80 70 80 70 75 70 65 20 10 20 0 III Dery Murtado Jamal Adi Saputra Afriana Fadillah Dewi Saridah 70 75 80 60 55 60 65 45 0 0 0 0 IV

Dwi Septa Putra Juliando Sipahutar Citra Tri Yuliana Nita Anggraini 70 60 70 65 85 70 80 75 30 20 20 20 V Lukman Hakim M. Reza Supriatna

80 80 65 75 0 10


(5)

149  

Putri Septiana Ruth Victoria

75 70

75 85

20 30

VI

Reza Handika

Imam Dwi Wicaksoo Hilda Rumondang Rahel Ivana

80 75 65 90

90 85 75 90

20 20 20 20

VII

Dian Muhammad Resa Hapsari Agista Tri Aswoyo Desima Yolanda

50 65 75 80

65 70 75 85

30 20 20 20

VIII

M. Imam Hudaya Citra Tri Yuliana Faradita Arum Sari Deby Patmawati

60 80 75 65

75 65 70 70

30 0 10 20

IX

M. Rizki Rifai Apriani Sulistiawati Faradita Arum Sari Winda Ayu Ariani

55 60 55 60

50 55 60 70

10 10 20 20

X

Lukman Nulhakim Rahmania

Ririn Yuliana Vicky Claudia

95 85 90 80

95 85 90 80

20 20 20 20  

                 


(6)

PERHITUNGAN SKOR KELOMPOK

     

     

     

   

Penghargaan Kelompok

Tim Super = Kelompok IV dan X

Tim Hebat = Kelompok I, II, IV, V, VII, VIII Tim Baik = III, IX


Dokumen yang terkait

Pengaruh model problem based learning (PBL) terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi

14 69 177

Pengaruh pendekatan konsep terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi

1 6 198

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

3 10 173

Pengaruh model guided inquiry (INKUIRI TERBIMBING) terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi (Quisi eksperiment di kelas XI IPA SMAN I Leuwiliang)

7 40 196

PENGERUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA PADA KONSEP CAHAYA (KUASI EKSPERIMEN DI SDN CIRENDEU III, TANGERANG SELATAN)

1 5 177

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar siswa pada konsep rangka dan panca indera manusia: penelitian kuasi eksperimen di Kelas IV MI Al-Washliyah Jakarta

0 5 172

Upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas II dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di Mi Al-Amanah Joglo Kembangan

0 6 103

Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Konsep Protista

0 18 233

Pengaruh Penggunaan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Menggunakan Strategi Peta Konsep (Concept MAP) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa

0 25 295

1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI LAJU REAKSI

0 2 9