Tabel 4. Hasil swab pada berbagai area usar
Swab area
ke- Jumlah
Koloni Kapang
Total Koloni Kapangcm
2
CFUcm
2
Jumlah Sporacm
2
1 16 5x10
2
10
3
24 2 22
5,4x 10
2
9,5x10
2
21 3 29 9x10
2
10
3
43 4 38
9,6x10
2
1,5x10
3
39 Rata-rata
7,2x10
2
1,1x10
3
Laru usar sendiri biasanya dipasarkan dalam keadaan terbuka tanpa dikemas sehingga laru jenis ini dapat dengan mudah diserang serangga serta
memiliki daya awet relatif singkat Syarief et al., 1999. Menurut Sarwono 2006, usar biasanya digunakan untuk produksi tempe dalam jumlah kecil,
dengan bahan baku kedelai kering sebanyak 1-5 kg. Hasil penghitungan rata- rata jumlah koloni kapang menunjukkan hasil bahwa terdapat 7,2x10
2
koloni kapang dalam setiap cm
2
luas permukaan usar. Namun, jumlah koloni kapang awal pada usar kemungkinan akan memiliki jumlah yang lebih banyak
mengingat dapat terjadinya perubahan selama penyimpanan usar itu sendiri. Selain itu hasil perhitungan rata-rata jumlah spora kapang adalah sebesar
1,1x10
3
spora per cm
2
luas permukaan usar. Perbedaan jumlah koloni kapang dan spora kapang pada permukaan usar dapat disebabkan oleh menurunnya
kemampuan spora untuk bergerminasi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan perubahan kemampuan spora kapang bergerminasi antara lain disebabkan oleh
kondisi lingkungan yang tidak sesuai Frazier dan Westhoff, 1981.
B. PEMILIHAN SUBSTRAT TERBAIK
Substrat merupakan media pertumbuhan mikroorganisme yang menyediakan zat-zat penting seperti karbon, nitrogen, ion organik, energi, serta air
untuk pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Menurut Walker 1999, substrat
yang digunakan hendaknya dapat memenuhi kebutuhan minimum pertumbuhan, kelangsungan hidup, serta tidak terkontaminasi faktor penghambat.
Selama proses fermentasi, mikroorganisme menggunakan komponen- komponen kimia di dalam substrat. Namun, komponen tersebut terlebih dahulu
dipecah menjadi fraksi-fraksi sederhana yang mudah dicerna oleh mikroorganisme tersebut. Aktifitas enzimatik mikroba mampu memecah
komponen-komponen tersebut menjadi fraksi yang sederhana Frazier et al., 1956.
Pada penelitian ini, digunakan beras, onggok, serta campuran keduanya sebagai substrat untuk mengetahui kualitas laru yang dihasilkan. Onggok
merupakan limbah pembuatan tepung tapioka. Meskipun demikian, kandungan pati onggok mencapai 60 -70 berat keringnya, sehingga potensial digunakan
sebagai sumber karbon dalam pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, onggok pun mudah diperoleh dalam jumlah besar di sekitar Bogor. Memurut Frazier et al.
1956, enzim amilase yang dihasilkan mikroorganisme dapat memecah pati menjadi fraksi maltosa. Selain itu, Moat 1979 mengungkapkan adanya aktivitas
amilolitik pada Rhizopus , terutama Rhizopus oryzae. Penguraian lebih lanjut pati menjadi gula pada fermentasi kedelai akan menghasilkan alkohol dan asam-asam
organik. Gambar 10 menunjukkan bentuk fisik laru pasar, laru penelitian setelah
proses pengeringan dilakukan, dan laru penelitian setelah digiling menjadi serbuk, sedangkan Gambar 11 menunjukkan laru yang dibuat dari substrat beras, onggok,
serta campuran beras dan onggok.
a b c
Gambar 10. Laru tempe
a laru pasar, b laru penelitian setelah proses pengeringan, c laru penelitian setelah proses penggilingan
a b c d e f g
Gambar 11. Laru tempe penelitian dari berbagai substrat.
a 100 beras, b 100 onggok, c beras:onggok = 1:1, d beras: onggok = 1:2, e beras:onggok = 2:1, f beras:onggok = 1:3,dan g beras:onggok = 3:1
Dari beberapa perbandingan beras:onggok yang digunakan, maka dipilihlah formula dengan perbandingan beras:onggok = 1:3. Pemilihan ini
didasarkan kepada hasil analisis yang meliputi analisis total kapang, total plate count
TPC dan pengujian organoleptik. Hasil analisis total kapang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Total mikroba dan total kapang berbagai substrat laru tempe
No Substrat
TPC CFUgr Total Kapang CFUgr
1 100 Beras
1,5 x 10
5
1,4 x 10
6
2 Beras: Onggok = 1:1
3,3 x 10
6
4,9 x 10
6
3 Beras: Onggok = 1:2
1,3 x 10
6
2,7 x 10
6
4 Beras: Onggok = 2:1
2,5 x 10
5
2,8 x 10
5
5 Beras: Onggok = 1:3
5,3 x 10
6
5,5 x 10
6
6 Beras: Onggok = 3:1
1,9 x 10
5
4,9 x 10
6
7 100 Onggok
10
4
10
4
Dari data Tabel 5 diketahui bahwa laru yang diproduksi dengan 100 beras sebagai substrat memiliki total kapang sebesar 1,1 x 10
6
CFUgram. Nilai tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan total kapang pada laru dengan
substrat beras:onggok = 1:3, yakni sebesar 5,5 x 10
6
CFUgram. Beras merupakan substrat yang telah banyak digunakan sebagai substrat
dalam pembuatan laru tempe. Penelitian yang dilakukan oleh Sudiarso 1993 menyatakan bahwa spora kapang dari laru yang diproduksi dengan substrat beras
memiliki nilai total kapang, yakni sebesar 10
6
spora per gram laru. Penelitian
lainnya menyatakan bahwa selain beras, beberapa media lainnya yang dapat digunakan sebagai substrat adalah ampas tahu dan ampas tapioka Rahardjo,
2004. Lebih lanjutnya, Sudiarso 1993 menyatakan bahwa viabilitas kapang
pada substrat onggok sangat rendah bila dibandingkan dengan beras, yakni hanya mencapai 10
4
CFUgram. Penyebab rendahnya pertumbuhan kapang pada substrat onggok dapat terjadi karena kurang berimbangnya komposisi karbohidrat
dan protein yang terdapat di dalamnya. Meskipun memiliki kandungan pati yang cukup tinggi, tetapi menurut Lahoni 2003, onggok memiliki kandungan protein
sebesar 2,21 persen berat kering. Hal ini kemungkinan menjadi salah satu penyebab kurangnya sumber nitrogen untuk pertumbuhan kapang sehingga
kapang tidak dapat tumbuh optimal pada substrat onggok. Dengan demikian dapat diduga bahwa substrat campuran beras dan onggok memiliki komposisi yang
lebih baik dalam menunjang pertumbuhan kapang. Selanjutnya, setiap jenis laru tersebut digunakan untuk memproduksi
tempe. Tempe mentah yang diproduksi kemudian diujikan kualitasnya secara organoleptik uji hedonik. Parameter yang diujikan adalah aroma, kekompakan
hifa, serta overall parameter. Rekapitulasi data, pengolahan data statistik, serta uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 2,3, dan 4. Hasil perhitungan skor rata-
rata kesukaan panelis terhadap parameter kekompakan hifa dapat dilihat pada Gambar 12.
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5 4
U sar
10 B
er as
Ber as
:onggo k =
3: 1
Be ra
s: onggo
k = 2:
1
Be ras
:ongg ok =
1 :1
Be ras:
ongg ok
= 1 :2
B er
as: ong
go k
= 1 :3
Jenis laru sk
o r r
a ta
-r a
ta
Gambar 12. Grafik rata-rata kesukaan panelis terhadap kekompakan hifa
tempe mentah = hasil tidak berbeda nyata pada p = 0,05
Gambar 12 yang ditandai asterik menujukkan bahwa tempe yang dibuat dengan menggunakan laru bersubstrat beras:onggok = 1:1, beras:onggok =
1:2, dan beras:onggok = 1:3 memiliki skor rata-rata penerimaan panelis lebih tinggi dibandingkan tempe yang dibuat dengan menggunakan laru dari substrat
lainnya 100 beras, beras: onggok = 2:1, dan beras:onggok = 3:1. Hasil pengolahan data lebih lanjut dengan software SPSS menunjukkan bahwa ketiga
jenis tempe dari ketiga substrat tersebut ternyata memiliki tingkat penerimaan yang tidak berbeda nyata dalam parameter kekompakan hifa. Hal ini dapat
dihubungkan dengan jumlah kapang yang terdapat pada masing-masing jenis laru. Laru dengan substrat beras:onggok = 1:1 memiliki total kapang 4,9 x 10
6
CFUgram, laru dengan substrat beras:onggok = 1:2 memiliki total kapang 2,7 x 10
6
, dan laru dari substrat beras:onggok = 1:3 memiliki total kapang 5,5 x 10
6
. Jumlah total kapang ketiga jenis laru tersebut merupakan jumlah total kapang
tertinggi diantara jenis substrat lainnya. Hal ini menunjukkan hubungan bahwa dengan semakin tingginya total kapang pada laru, maka miselia yang terbentuk
pada tempe pun akan semakin lebat dan merata, sehingga akan terbentuk tempe yang memiliki hifa yang kompak.
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5 4
Us ar
10 B
era s
B er
as: on
gg ok =
3: 1
B era
s: ong
go k =
2 :1
Be ra
s: on
gg ok
= 1:1
Be ras
:o ng
go k
= 1 :2
B er
as: on
gg ok =
1: 3
Jenis Laru S
k o
r r
a ta
-r a
ta
Gambar 13.
Grafik rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma tempe mentah = hasil tidak berbeda nyata pada p = 0,05
Gambar 13 menunjukan skor rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter aroma tempe. Skor penerimaan yang lebih tinggi dimiliki tempe yang
dibuat dari laru bersubstrat beras:onggok = 1:1, beras:onggok = 1:2, dan beras:onggok = 1:3 dibandingkan dengan tempe yang dibuat dari laru lainnya.
Pengolahan data lebih lanjut dengan software SPSS menunjukkan bahwa ketiga jenis tempe dengan penerimaan tertinggi tidak berbeda nyata pada p = 0,05
dalam hal penerimaan konsumen terhadap parameter aroma tempe. Rekapitulasi data, pengolahan data statistik, serta uji lanjut Duncan dapat dilihat pada
Lampiran 5,6, dan 7. Aroma khas pada tempe tersebut merupakan hasil dari aktivitas enzimatik
yang dihasilkan oleh kapang itu sendiri. Dari galur Rhizopus sendiri, biasanya memproduksi beberapa jenis enzim, diantaranya amilase, protease, dan lipase.
Aktivitas enzim-enzim inilah yang akan memecah komponen organik menjadi komponen sederhana yang berperan menentukan aroma tempe Hesseltine et al.,
1963. Haytowitz et al. 1981 pun mengemukakan bahwa penguraian protein dapat meningkatkan cita rasa produk, demikian pula penguraian terhadap
kandungan lemak. Hal ini dapat dihubungkan dengan jumlah kapang yang terdapat pada
masing-masing jenis laru. Laru dengan substrat beras:onggok = 1:1 memiliki total kapang 4,9 x 10
6
CFUgram, laru dengan substrat beras:onggok = 1:2 memiliki total kapang 2,7 x 10
6
, dan laru dari substrat beras:onggok = 1:3 memiliki total kapang 5,5 x 10
6
. Jumlah total kapang ketiga jenis laru tersebut merupakan jumlah total kapang tertinggi diantara jenis substrat lainnya. Hal ini menunjukkan
hubungan bahwa dengan semakin tingginya total kapang pada laru, maka aroma yang dihasilkan pada tempe akan semakin dapat diterima dengan baik oleh
konsumen. Dengan tingginya total kapang yang terdapat pada laru, maka diduga akan semakin banyak pula enzim-enzim yang dihasilkan sehingga akan
membentuk aroma yang khas dan disukai konsumen.
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5 4
Us ar
10 0 B
er as
Be ra
s: ongg
ok =
3: 1
Be ra
s: ongg
ok = 2
:1
Ber as
:o ngg
ok =
1: 1
Ber as
:o ngg
ok =
1: 2
Be ra
s: ongg
ok = 1
:3
Jenis laru s
k o
r r a
ta -r
a ta
Gambar 14.
Grafik rata-rata kesukaan panelis terhadap overall parameter tempe mentah = hasil tidak berbeda nyata
Gambar 14 diatas merupakan grafik rata-rata kesukaan panelis terhadap keseluruhan tempe yang dibuat dari berbagai jenis laru. Penerimaan tempe
berdasarkan overall parameter sama dengan hasil yang diperoleh dari parameter kekompakan hifa dan aroma. Skor penerimaan yang lebih tinggi dimiliki tempe
yang dibuat dari laru bersubstrat beras:onggok = 1:1, beras:onggok = 1:2, dan beras:onggok = 1:3 dibandingkan dengan tempe yang dibuat dari laru lainnya.
Pengolahan data lebih lanjut dengan software SPSS menunjukkan bahwa ketiga jenis tempe dengan penerimaan tertinggi tidak berbeda nyata dalam hal
penerimaan konsumen terhadap overall parameter tempe. Rekapitulasi data, pengolahan data statistik, serta uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 8,9,
dan 10. Dari ketiga grafik hasil pengujian organoleptik menunjukkan adanya
perbedaan penerimaan panelis terhadap parameter aroma, kekompakan hifa, serta overall parameter
dari tempe mentah yang dibuat dari formula laru yang berbeda. Substrat yang memberikan penerimaan tidak berbeda nyata ditandai dengan
asterik . Hasil pengolahan data lebih lanjut dengan menggunakan software SPSS melalui Uji Duncan menunjukkan terdapatnya hasil yang tidak berbeda
nyata pada setiap parameter untuk beberapa substrat. Berikut ini adalah Tabel 6
yang menunjukkan jenis substrat yang memiliki penerimaan tertinggi untuk tiap parameternya;
Tabel 6. Substrat laru tempe dengan penerimaan yang tidak berbeda nyata
Parameter Aroma Kekompakan
Hifa Overall Beras:onggok = 1:1
Beras:onggok = 1:2 Beras:onggok = 1:3
Beras:onggok = 1:1 Beras:onggok = 1:2
Beras:onggok = 1:3 Beras:onggok = 1:1
Beras:onggok = 1:2 Beras:onggok = 1:3
Dalam ketiga parameter uji, panelis tidak melihat adanya perbedaan kualitas diantara tempe yang diproduksi dengan menggunakan substrat laru yang
berbeda, yakni formula ragi dengan perbandingan beras:onggok = 1:1, 1:2, dan 1:3. Kemudian, dari penggabungan hasil pengujian TPC dan total kapang serta uji
organoleptik, maka dipilihlah substrat dengan perbandingan beras:onggok = 1:3. Selain memiliki penerimaan yang baik oleh panelis dan nilai total kapang tertinggi
diantara formula lainnya, laru dari substrat ini pun memberikan keuntungan dari segi ekonomis. Dengan penggunaan 3 bagian onggok dan 1 bagian beras , maka
secara finansial substrat laru ini memiliki keunggulan dari segi biaya produksi karena harga onggok jauh lebih murah dibandingkan dengan harga beras.
C. PENGARUH JUMLAH SPORA AWAL TERHADAP LARU