2. Upaya Standardisasi
Selama ini tempe yang diproduksi memiliki perbedaan kualitas dari satu produksi ke produksi berikutnya. Hal ini dapat disebabkan oleh
adanya perbedaan jenis kapang yang terdapat pada laru itu sendiri sehingga dengan karakteristik yang berbeda akan menghasilkan tempe
yang berbeda pula. Penelitian Yusuf 1985 menggunakan dua jenis kapang, yaitu
Rhizopus oligosporus L
26
dan campuran Rhizopus oligosporus L
26
dan Rhizopus oryzae
L
16
untuk memproduksi laru, kemudian disimpan pada suhu ruang dan diamati pola aktifitas inokulum selam 8 minggu. Selama
penyimpanan, laru dikemas dengan dua jenis pengemas, yaitu polietilen dan alumunium foil berlapis polietilen.
Aktifitas laru tersebut mengalami penurunan selama penyimpanan yang ditunjukkan dengan menurunnya viabilitas spora kapang. Penurunan
pada dua minggu awal penyimpanan mencapai 36-42 kemampuan spora untuk bergerminasi.
Penggunaan pengemas alumunium foil berlapis polietilen ternyata mampu mempertahankan jumlah spora lebih baik daripada pengemas
polietilen saja. Hal ini diduga disebabkan karena alumunium foil merupakan bahan pengemas yang paling baik untuk melindungi bahan
terhadap uap air dan oksigen. Dengan kata lain permeabilitas alumunium foil terhadap oksigen dan uap air lebih rendah daripada polietilen Hanlon,
1971. Penelitian Sudiarso 1993 menunjukkan bahwa viabilitas spora
kapang tertinggi terdapat pada substrat beras. Laru dengan inokulum Rhizopus oligosporus
memiliki viabilitas spora kapang 10
6
CFU gram laru. Begitu pula dengan laru inokulum Rhizopus oryzae, sedangkan laru
dengan inokulum campuran Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae viabilitasnya hanya mencapai 9 x 10
5
CFU gram laru. Selain itu disebutkan pula bahwa dengan menggunakan substrat onggok, viabilitas
kapang hanya mencapai angka 10
4
CFUgr.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, maka dapat diketahui beberapa hal yang mempengaruhi viabilitas spora pada laru termasuk
selama masa penyimpanan, diantaranya adalah jenis kapang, substrat, dan bahan pengemas laru. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya
standardisasi dalam pembuatan laru tempe. Dengan adanya upaya standardisari, diharapkan dapat dihasilkan laru tempe dengan kualitas yang
baik.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi laru daun waru usar yang diperoleh dari daerah Bantul, laru pasar yang diperoleh dari
daerah sekitar kampus IPB, kacang kedelai, daun pisang, plastik pembungkus, PDA Potatoe Dextrose Agar, PCA Plate Count Agar akuades, gliserol,
asam tartarat, kertas saring, NaCl, beras, onggok, dan lainnya. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi mikroskop,
cawan petri, ose, bunsen, object glass, cover glass, tabung reaksi bertutup, autoklaf, inkubator, oven, pipet mohr, mikropipet, refrigerator, batang gelas U,
vortex, erlenmeyer, swab cotton buds, dan lainnya.
B. METODE PENELITIAN 1. Isolasi dan Identifikasi Kapang
a. Isolasi dan Identifikasi Kapang
Isolasi kultur kapang yang berada di permukan daun waru dilakukan dengan metode oles swab Rahayu et al., 2004 permukaan
usar dengan luasan area tertentu, kemudian dilarutkan dalam larutan pengencer, kemudian divortex. Satu mililiter larutan tersebut kemudian
diinokulasikan ke dalam cawan petri berisi PDA lalu diinkubasikan pada 30ºC selama 3 hari lalu diamati pertumbuhannya. Dari beberapa koloni
berbeda yang diperoleh, masing-masing koloni yang berbeda tersebut digoreskan ke agar cawan PDA yang berbeda satu cawan untuk satu
jenis koloni, lalu kembali diinkubasikan pada 30ºC selam 3 hari. Setelah 3 hari, kemudian diamati kembali koloni yang tumbuh dan kembali
dilakukan penggoresan hingga diperoleh satu jenis kapang saja koloni murni.
Identifikasi kapang dilakukan dengan menggunakan metoda slide culture
Harrigan, 1998 yaitu dengan mengambil sedikit bagian kultur murni dan menggoreskannya pada permukaan objek glass yang telah
ditetesi PDA, kemudian ditutup menggunakan cover glass. Preparat ini