5. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk
dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi
pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi,
pengukuran, dan penarikan kesimpulan. Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Sikap
merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar.
2.1.6 Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Tujuan pembelajaran IPA di SD telah dirumuskan dalam kurikulum yang
sekarang ini berlaku di Indonesia. Kurikulum yang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Dalam kurikulum KTSP, selain
dirumuskan tentang tujuan pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah
pengembangan pembelajaran IPA untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga
setiap kegiatan pendidikan formal di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut.
Selanjutnya, pembelajaran IPA di SD harus disesuaikan dengan teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget. Piaget dalam Suprijono,
2012: 23 menjelaskan bahwa perkembangan kognitif diklasifikasikan menjadi empat tahapan berpikir sesuai dengan tingkatan umurnya. Tahapan-tahapan
tersebut adalah: 1.
Tahap sensorimotorik 0 - 2 tahun
Pembentukan konsep dari obyek yang bersifat tetap dan kemajuan perilaku secara reflektif ke perilaku yang terarah bertujuan.
2. Tahap Praoprasional 2 – 7 tahun.
Perkembangan kemampuan menggunakan simbol dalam menyatakan obyek di sekitarnya, dengan ciri berpikir yang bersifat egosentrik dan terpusat
centered. 3.
Tahap Operasional Konkret 7 – 11 tahun Perbaikan kemampuan berpikir logis dan melakukan sesuatu secara bolak-
balik, dengan ciri berpikir yang tidak terpusat decentered, mulai kurang egosentrik, dan tidak dapat berpikir abstrak.
4. Tahap Operasi Formal 11 sampai dewasa
Kemampuan berpikir abstrak dan simbolik, serta mampu memecahkan masalah melalui percobaan yang sistematik.
Berdasarkan teori kognitif yang diungkapkan oleh Piaget di atas, dapat diketahui bahwa siswa usia SD berada pada tahap operasional konkret 7-11
tahun, oleh karena itu dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan menggunakan benda-benda konkret media dalam pembelajaran.
Menurut Samatowa 2010: 6-7, aplikasi teori perkembangan kognitif pada pembelajaran IPA adalah sebagai berikut:
1. Konsep IPA dapat berkembang dengan baik, hanya bila pengalaman langsung
mendahului pengenalan generalisasi-generalisasi abstrak. Metode seperti ini berlawananan dengan metode tradisional, di mana konsep IPA diperkenalkan
secara verbal saja. 2.
Daur belajar yang mendorong perkembangan konsep IPA sebagai berikut: a.
Eksplorasi, yaitu kegiatan di mana siswa mengalami atau mengindra objek secara langsung. Pada langkah ini siswa memperoleh informasi baru yang
adakalanya bertentangan dengan konsep yang telah dimilikinya. b.
Generalisasi, yaitu menarik kesimpulan dari beberapa informasi pengalaman yang tampaknya bertentangan dengan yang telah dimiliki
siswa. c.
Deduksi, yaitu mengaplikasikan konsep baru generalisasi itu pada situasi dan kondisi baru.
Proses berpikir berkembang melalui tahap-tahap daur belajar ini mendorong perkembangan berpikir sietiko-dedukatif, yakni siswa dapat
menganalisis objek IPA dari pemahaman umum hingga pemahaman khusus. Perlu dipahami bahwa struktur kognitif siswa berbeda dari struktur ilmuan,
sehingga keterampilan proses IPA perlu dimodifikasi sesuai tahap kognitifnya. Salah satu keterampilan proses yang dijelaskan oleh Cain dan Sund 1994 yaitu
mengamati. Dalam tahap ini, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah mengamati media Visual yang ditampilkan oleh guru.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA seharusnya menekankan pada
kegiatan-kegiatan yang
membuat siswa
dapat mengkonstruksi
pengetahuanya sendiri, dimana guru hanya berperan sebagai pembimbing bagi siswa untuk membangun pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang
masuk dengan informasi yang telah ia simpan sebelumnya hingga mereka mampu memahami konsep dari materi yang dipelajari. Di tingkat SDMI diharapkan
pembelajaran IPA ada penekanan pembelajaran Salingtemas Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk
merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja secara ilmiah. Pembelajaran IPA di SD disesuaikan dengan
perkembangan kognitif, menerapkan keterampilan proses, dan mencakup komponen IPA.
2.1.7 Teori Belajar yang Mendukung