Pola Penyebaran Indeks Keanekaragaman dan Dominasi

jaringan di dalam substrat 69 . Proporsi biomassa T. hemprichii yang dialokasikan pada bagian bawah menurun secara nyata sebagai respon terhadap penambahan nutrien kolom air Agawin 1995, diacu dalam Agawin et al. 1996. Hasil percobaan Agawin et al. 1996 melalui fertilisasi pada kolom air terhadap jenis E. acoroides, T. hemprichii dan C. rotundata di Cape Bolinao Filipina Barat Laut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan biomassa daun secara nyata.

4.2.4 Pola Penyebaran

Hasil perhitungan diperoleh nilai indeks penyebaran untuk semua jenis lamun 1Lampiran 5. Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa pola penyebaran dari setiap jenis lamun adalah mengelompok. Bentuk penyebaran yang demikian sangat terkait erat dengan bentuk pertumbuhan vegetatifnya yaitu melalui rhizoma. Odum 1993, menyatakan bahwa tipe penyebaran berkelompok pada tumbuhan dapat terjadi melalui beberapa kemungkinan yakni respon individu terhadap kondisi lokal, perubahan- perubahan cuaca harian atau musiman, dan proses reproduksi. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa pola penyebaran ini akan meningkatkan kompetisi di antara individu untuk memeroleh nutrien dan ruang, namun mempunyai mortalitas yang rendah selama kondisi lingkungan yang memburuk atau adanya predasi.

4.2.5 Indeks Keanekaragaman dan Dominasi

Indeks keanekaragaman suatu komunitas dapat menggambarkan tingkat kestabilannya. Nilai indeks ini dipengaruhi oleh jumlah individu setiap jenis dan jumlah total individu seluruh jenis. Indeks keanekaragaman pada lima lokasi penelitian termasuk kategori rendah, yaitu kurang dari 1 Tabel 14. Walau demikian, di antara lima lokasi, Rendani memiliki nilai yang lebih tinggi, sedangkan Wosi dan Andai paling rendah. Tabel 14 Indeks keanekaragaman dan dominasi Lokasi Indeks Keanekaragaman H Indeks Dominasi Cd Andai 0,015 0,989 Rendani 0,644 0,262 Wosi 0,109 0,889 Briosi 0,490 0,338 Tanjung Mangewa 0,499 0,421 Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman komunitas lamun umumnya rendah. Nilai indeks ini berkisar di antara 0,708 dan 1,2 Pantai Bama Jawa Timur, Wimbaningrum et al. 2003, namun bisa mencapai 1,56 di wilayah Indo-Pasifik, Duarte 2000, diacu dalam Hemminga Duarte, 2000. Walau indeks keanekaragaman akan meningkat dengan jumlah jenis dalam komunitas Krebs 1989, namun karena ketidakmerataan kontribusi jenis lamun terhadap komunitas, maka nilainya akan rendah Hemminga Duarte 2000, sekalipun pada padang lamun di daerah tropis yang umumnya banyak jenis. Nilai indeks keanekaragaman yang lebih tinggi pada lokasi Rendani, mengindikasikan lokasi ini relatif stabil dan keberadaan jenis lamun lebih berimbang dalam komunitasnya dibandingkan lokasi yang lain. Pada lokasi Wosi dan Andai menunjukkan kondisi kebalikan, menandakan keanekaragaman jenis yang rendah, kurang meratanya individu setiap jenis lamun penyusun komunitas dan juga suatu tanda adanya jenis yang dominan. Keadaan ini dapat dilihat dari tingginya nilai indeks dominasi pada lokasi Andai dan Wosi. Hal ini diduga berkaitan dengan keberadaan kedua lokasi ini dalam kondisi yang terganggu, sehingga hanya beberapa jenis saja yang mampu hidup dan berkembang dengan baik yaitu H. pinifolia. Phillips dan MeƱez 1988 mengemukakan bahwa jenis H. pinifolia bersifat eurybiontic dan merupakan jenis pioner pada susbstrat yang baru terbentuk atau tergganggu. Berdasarkan komposisi jenis, penutupan, kepadatan, biomassa, INP, indeks keanekaragaman, dan indeks dominasi mengindikasikan bahwa lokasi Andai, Wosi dan Briosi banyak mengalami tekanan yang diduga diakibatkan oleh masukan antropogenik dan padatan tersuspensi. Masukan partikel tersuspensi dan penyuburan yang berlebihan eutrofikasi akan menyebabkan perubahan yang drastis dari kondisi pertumbuhan lamun, penurunan komposisi jenis dan luas penutupan padang lamun Orth Moore 1983; Cambridge McComb 1984; Onuf 1994. Selain itu juga, kondisi ini bisa mengakibatkan perubahan komposisi lamun menjadi jenis pioner yang mampu hidup pada kondisi yang terganggu, dan juga penurunan pada kepadatan, persentase penutupan dan biomassanya.Hal yang sama juga telah dilaporkan pada beberapa penelitian sebelumnya di Chesapeake Bay Stevenson et al. 1993. Mekanisme penurunan kondisi vegetasi lamun melalui mekanisme eutrofikasi ditunjukkan pada Gambar 10. Masukkan nutrien yang berlebihan selanjutnya akan meningkatkan kelimpahan plankton dan alga epifit, sehingga mengakibatkan peningkatan naungan yang menghambat proses fotosintesis dan kondisi yang anoksik bagi lamun. Beberapa penelitian sebelumnya, di Denmark Borum 1985, Australia Silberstein et al. 1986, Meksiko Flores-Verdugo et al. 1988, Chesapeake Bay, USA Kemp et al. 1983, dan Texas, USA Dunton 1990 mengindikasikan bahwa peningkatan ketersediaan nutrien kolom air secara khusus mengakibatkan tingkatan epifit yang lebih tinggi pada daun lamun. Peningkatan pada epifit akan menurunkan jumlah cahaya yang diterima jaringan daun lamun Sand-Jensen 1977; Twilley et al. 1995; Silberstein et al. 1986 dan selanjutnya menyebabkan penurunan densitas tegakan, indeks luas daun, dan biomassa Tomasko Lapointe 1991. Gambar 10 Pengaruh eutrofikasi yang berasal dari peningkatan masukan nutrien pada ekosistem lamun Tanda positif dan negatif menunjukkan pengaruhnya Duarte 2002.

4.2.6 Indeks Kesamaan Komunitas