lokasi yang terbatas, yaitu H. spinulosa tercatat di lima lokasi yaitu Kepulauan Riau, Anyer Pulau Jawa, Baluran Utara Besuki, Lombok, dan Irian Jaya, serta
H. decipiens tercatat di empat lokasi, yaitu Teluk Jakarta, Sulawesi Selatan, Teluk
Moti-Moti Sumbawa, dan Kepulauan Aru Hutomo et al. 1993; Kiswara 1999a. Kekayaan jenis dan sebaran lamun di perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2
berikut ini.
Tabel 2 Kekayaan jenis dan sebaran lamun di perairan Indonesia dimodifikasi oleh Hutomo 1985 dari Den Hartog 1970, diacu dalam Hutomo et al. 1993
Sebaran Suku Jenis
1 2 3 4 5 Enhalus acoroides
+ + + + + Halophila decipiens
─ + ─ ─
─ Halophila ovalis
+ + + + + Halophila minor
+ + + + + Halophila spinulosa
+ + ─
─ + Halophila beccarii
? ? ? ? ? Hydrocharitaceae
Thalassia hemprichii + + + + +
Cymodocea rotundata + + + + +
Cymodocea serrulata + +
─ ─ +
Halodule pinifolia + + + + +
Halodule uninervis + + + + +
Syringodium isoetifolium + + + + +
Cymodoceaceae Thalassodendron ciliatum
─ ─ + + +
Keterangan: + = ditemukan
2 = Jawa dan Bali - = tidak ditemukan
3 = Sulawesi ? = diduga dijunpai, tetapi belum tercatat
4 = Maluku dan Nusa Tenggara 1 = Sumatera
5 = Irian Jaya
2.1.4 Fungsi dan Manfaat Padang Lamun
Secara ekologis, padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pulau-pulau kecil yaitu sebagai produsen bagi detritus dan penyedia unsur
hara; mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang; sebagai tempat berlindung, mencari
makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini, serta sebagai tudung pelindung yang
melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari. Di samping itu, padang lamun juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan budidaya
berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram, tempat rekreasi dan sumber pupuk hijau.
Produsen Primer
Lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki jaring makanan Gambar 3 melalui pemangsaan langsung oleh herbivora.
Sumber karbon organik lainnya adalah detritus yang terakumulasi pada permukaan sedimen pada padang lamun Yamamuro et al. 1993 dan selanjutnya dimanfaatkan
oleh hewan avertebrata seperti Gastropoda dan Bivalvia Rhoads 1974, diacu dalam Pollard Kogure 1993. Oleh karena itu, ekosistem lamun sering digambarkan
sebagai jaring-jaring makanan dengan dasar detritus, dengan material tumbuhan yang mati menyediakan karbon organik untuk dekomposisi.
Gambar 3 Jaring makanan dari suatu ekosistem lamun di Filipina Fortes 1990
Habitat bagi Biota
Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan yang epifit pada bagian daun. Organisme yang
epifit pada lamun khususnya adalah kelompok alga Harlin 1980, diacu dalam Azkab 2000 dan beberapa kelompok fauna avertebrata seperti Gastropoda
23 jenis, Amphipoda 23 jenis, Isopoda 4 jenis, dan Polychaeta 18 jenis Marsh 1973, diacu dalam Azkab 2000.
Selain itu padang lamun juga sebagai daerah asuhan dan mencari makan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang Kikuchi Peres 1977 serta
beberapa jenis biota laut yang terancam punah yaitu Dugong dugong dan Chelonia mydas
. Beberapa jenis udang yang bernilai ekonomis Penaeus esculatus, P
. semisulcatus, dan Metapenaeus ensis juga sangat tergantung dengan keberadaan komunitas lamun untuk makanan dan perlindungan, terutama pada tahap-tahap awal
siklus hidupnya Stapples et al. 1985, diacu dalam Hendrarto et al. 2000 Gambar 4. Hasil penelitian Hendrarto et al. 2000 menunjukkan bahwa ada hubungan di antara
tutupan lamun yang rendah 44,90 di Teluk Kartini dan yang tinggi 94,49 di Pulau Panjang terhadap kelimpahan udang Penaeidae.
Gambar 4 Siklus hidup dari beberapa udang Penaeidae yang tergantung pada padang lamun untuk stadia post larva dan juvenil Dimodifikasi dari
Dall et al
. 1990, diacu dalam Tomascik et al. 1997.
Perangkap dan Penstabil Dasar Perairan
Pertumbuhan daun yang lebat dan sistem perakaran yang padat menjadikan vegetasi lamun dapat memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan
ombak serta menyebabkan perairan di sekitarnya tenang Philips Menez 1988; Heiss et al. 2000. Hasil penelitian Heiss et al. 2000 menunjukkan bahwa
kecepatan arus akan menurun pada bagian dasar bidang lamun Zostera novazelandica
dibandingkan pada bagian atas 3,7 kali lebih besar maupun di luar bidang lamun ini 2,5 kali lebih besar Gambar 5. Penurunan kecepatan arus
menyebabkan partikel-partikel berbutir halus yang tersuspensi akan mengendap, dan mereka kemudian distabilkan oleh sistem akar dan rhizoma dari lamun
Ginsburg Lowenstam 1958, diacu dalam Heiss et al. 2000.
Gambar 5 A Rata-rata kecepatan arus pasang pada satu siklus pasang; dan B perbandingan kecepatan di dalam suatu bidang lamun Zostera
novazelandica dengan di luar dan di atasnya pada lokasi Harwood,
South Island, Selandia Baru Heiss et al. 2000.
Pendaur Zat Hara
Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara di lingkungan perairan pesisir, khususnya yang dibutuhkan oleh alga epifit.
McRoy dan Bersdate 1970, diacu dalam Azkab 2000 menunjukkan bahwa akar Zostera
dapat mengambil fosfat dari daun yang telah membusuk pada celah-celah sedimen. Selanjutnya Harlin 1975, diacu dalam Azkab 2000 menunjukkan
bahwa fosfat dari daun-daun Phyllospadix dan Zostera dapat bergerak sepanjang helai daun dan masuk ke dalam alga epifitik. Beberapa jenis alga biru hijau yang
bersifat epifitik pada Thalassia, memfiksasi nitrogen dan menyebabkan nitrat yang terlarut mendapatkan jalan masuk ke inangnya Goering Parker 1972,
diacu dalam Azkab 2000.
2.2 Parameter Kualitas Perairan