III METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada lima lokasi yang terletak di perairan pesisir Kabupaten Manokwari. Kelima lokasi tersebut adalah Pantai Andai, Pantai
Rendani, Pantai Wosi, Pantai Briosi, dan Tanjung Mangewa Gambar 6. Pelaksanaan penelitian di lapangan dan analisis di laboratorium berlangsung dari
bulan Juli sampai Oktober 2007. Analisis kandungan amoniak, nitrat dan fosfat air, kandungan N total, C oganik, P tersedia di dalam sedimen dan fraksi sedimen
dilakukan di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, sedangkan identifikasi dan analisis lamun dilakukan di
Laboratorium Biologi FMIPA Unipa Manokwari.
Sumber: Dimodifikasi dari Bakorsurtanal 2006
Gambar 6 Peta lokasi penelitian.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Parameter Satuan Alatbahan Keterangan
Fisika-Kimia
- Suhu
o
C Termometer In situ - Kecepatan arus
mdet. Current meter In situ
- Salinitas
o oo
Hand refractometer In situ
- Gas oksigen terlarut mgl
DO meter In situ
- pH pH meter
In situ - Kekeruhan
NTU Turbidimeter
Laboratorium - Nitrat air
mgl Botol sampel
Laboratorium - Amoniak air
mgl Botol sampel,
Laboratorium - Fosfat air
mgl Botol sampel
Laboratorium - C organik sedimen
Pipa paralon, Laboratorium
- Total N sedimen Pipa paralon
Laboratorium - P tersedia sedimen
ppm Pipa paralon
Laboratorium - Fraksi sedimen
Pipa paralon Laboratorium
Biologi
- Komposisi jenis Kuadrat
In situ - Kepadatan
tegakan m
2
Kuadrat In situ
- Penutupan Kuadrat
In situ - Biomassa
gbkm
2
Kuadrat, skop, air, oven, timbangan
In situ Laboratorium
Posisi lokasi sampling koordinat
Derajat
o
Geographic Position System GPS
In situ
3.3 Metode Pengambilan Data 3.3.1 Pengambilan Contoh Lamun
Pengambilan contoh lamun menggunakan metode garis transek dan kuadrat. Untuk memudahkan, pengambilan contoh lamun dilakukan pada saat surut
terendah. Sebelum pengambilan data, dilakukan pengamatan terhadap kondisi penyebaran lamun untuk menentukan penempatan garis transek. Selanjutnya pada
setiap lokasi diletakkan 3 garis transek yang masing-masing tegak lurus garis pantai menuju ke arah tubir. Panjang setiap garis transek 50 m. Jarak antar
transek pada lokasi Briosi dan Tj. Mangewa adalah 25 m dan pada lokasi Andai,
rendani dan Wosi adalah 50 m. Posisi geografis garis transek dapat dilihat pada
Tabel 4 dan letak garis transek dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 4 Posisi geografis garis transek pada lima lokasi penelitian
No. Lokasi Transek LS
BT I 00
o
5552,8 134
o
0118,1 II 00
o
5553,3 134
o
0116,5 1. Andai
III 00
o
5554,1 134
o
0116,5 I 00
o
5346,8 134
o
0307,1 II 00
o
5349,2 134
o
0308,9 2. Rendani
III 00
o
5348,3 134
o
0305,7 I 00
o
5221,0 134
o
0300,0 II 00
o
5221,8 134
o
0259,2 3. Wosi
III 00
o
5222,9 134
o
0259,0 I 00
o
5227,7 134
o
0408,4 II 00
o
5516,9 134
o
0406,9 4. Briosi
III 00
o
5224,0 134
o
0406,3 I 00
o
5516,1 134
o
0632,7 II 00
o
5516,9 134
o
0633,2 5 Tanjung
Mangewa III 00
o
5516,8 134
o
0633,4 Pada setiap garis transek diletakkan 11 kuadrat, masing-masing berukuran
50 x 50 cm dengan jarak antar kuadrat 5 m. Setiap kuadrat dibagi lagi menjadi 25 sub kuadrat, masing-masing berukuran 10 x 10 cm. Pengamatan komposisi
jenis lamun dan luas penutupan dilakukan pada setiap kuadrat. Identifikasi jenis lamun mengacu pada Phillips dan Menez 1988; Fortes 1990. Selanjutnya
sampel lamun yang terdapat di setiap kuadrat diambil, dibersihkan dan dimasukkan ke dalam plastik sampel dan diberi label kemudian dibawa
ke laboratorium. Di laboratorium, sampel dicuci kembali untuk menghilangkan substrat dan biota penempel, kemudian lamun yang sudah bersih dipisahkan
menurut jenisnya lalu dihitung jumlah tegakannya. Setelah itu sampel lamun dipisahkan lagi menurut bagian tumbuhannya, yaitu bagian di atas substrat BA
terdiri dari helaian dan pelepah daun dan bagian bawah di bawah substrat BB terdiri dari rhizoma dan akar. Bagian-bagian tumbuhan ini selanjutnya dibungkus
aluminium foil yang sebelumnya telah diberi label dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60
o
C selama 24 jam Kiswara 1999b, kemudian ditimbang berat keringnya. Selain menggunakan metode garis transek dan kuadrat juga digunakan
metode survei jelajah untuk mengumpulkan jenis lain yang kemungkinan ditemukan berada di luar kuadrat.
3.3.2 Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisika-kimia air dan sedimen dilakukan seperti tertera pada Tabel 3. Pengukuran beberapa parameter seperti suhu; kedalaman;
salinitas; pH air; kecepatan arus; dan gas oksigen terlarut DO langsung dilakukan di lapangan in situ, sedangkan penentuan kandungan amoniak, nitrat,
fosfat air, C, N, P sedimen dan fraksi sedimen dilakukan di laboratorium. Pengambilan contoh air kolom menggunakan botol sampel yang dilakukan
secara acak pada setiap garis transek, masing-masing satu kali pengambilan. Botol sampel dipisahkan atas botol untuk analisis kandungan amoniak dan nitrat
setiap botol berisi 125 ml contoh air laut ditambah 0,1 ml larutan H
2
SO
4
pekat dan untuk analisis kandungan fosfat setiap botol berisi 100 ml contoh air laut
ditambah 0,05 ml larutan HgCl. Pengambilan contoh sedimen menggunakan pipa paralon berdiameter 2,5 inchi. Contoh sedimen diambil secara acak pada
setiap garis transek, masing-masing satu kali pengambilan sampai kedalaman 15 cm, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik. Selanjutnya contoh air
laut dan sedimen dikirim ke Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk dianalisis. Untuk menentukan
tipe tekstur tanah digunakan segitiga tekstur tanah Brower et al. 1990 dengan membandingkan persentase fraksi sedimen pasir, debu dan liat.
3.4 Analisa Data
Untuk mendapatkan gambaran mengenai struktur komunitas lamun pada kelima lokasi penelitian, maka dilakukan analisis data yang meliputi:
3.4.1 Frekuensi dan Frekuensi Relatif
Frekuensi jenis Fi lamun menggambarkan peluang ditemukannya jenis lamun pada semua kuadrat pengamatan. Perhitungan frekuensi jenis mengacu
pada Cox 2002, sebagai berikut: Frekuensi jenis =
kuadrat total
Jumlah i
ke jenis
ya ditemukann
kuadrat Jumlah
−
Frekuensi relatif FR adalah perbandingan antara frekuensi jenis lamun ke-i dengan frekuensi seluruh jenis Cox 2002, sebagai berikut:
Frekuensi relatif =
100 x
jenis seluruh
Frekuensi i
ke jenis
Frekuensi −
3.4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif
Kepadatan jenis Ki lamun adalah perbandingan antara jumlah tegakan dengan luas wilayah contoh. Kepadatan setiap jenis lamun dihitung dengan
menggunakan formula Cox 2002, sebagai berikut: Kepadatan jenis =
m contoh
wilayah Luas
jenis tiap
tegakan Jumlah
2
Kepadatan relatif KR adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis lamun ke-i dan jumlah total tegakan seluruh jenis lamun Cox 2002, sebagai berikut:
Kepadatan relatif =
100 x
jenis seluruh
tegakan Jumlah
jenis tiap
tegakan Jumlah
3.4.3 Penutupan dan Penutupan Relatif Penutupan lamun menyatakan luasan area yang tertutupi oleh lamun.
Persentase penutupan Pi lamun dihitung menggunakan metode Saito and Atobe English et al. 1970, diacu dalam Kepmen Negara LH No. 200 Thn. 2004,
dengan menggunakan rumus:
∑ ∑
= f
fi x
Mi C
Dimana: C = penutupan jenis lamun i , M
i
= nilai tengah kelas ke-i, F
= frekuensi
jumlah sub kuadrat yang memiliki nilai tengah yang sama.
Penutupan relatif PR adalah perbandingan di antara penutupan individu jenis ke-i ni dengan jumlah total penutupan seluruh jenis n Brower et al. 1990.
Nilai tengah kelas untuk menghitung persen penutupan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kriteria kelas penutupan lamun berdasarkan dominasi penutupan
Kelas Luas area
penutupan area nilai tengah M
5 12 - penuh
50 - 100 75
4 14 - 12
25 - 50 37,5
3 18 - 14
12,5 - 25 18,75
2 116 -18
6,25 - 12,5 9,38
1 116 6,25
3,13 0 Kosong
Sumber: Kepmen Negara LH No. 200 Tahun 2004
3.4.4 Indeks Nilai Penting INP
Indeks nilai penting INP digunakan untuk mengetahui peranan individu jenis lamun terhadap komunitasnya. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis terhadap
jenis lainnya maka semakin tinggi pula peranan jenis tersebut terhadap komunitasnya. INP dihitung dengan menggunakan rumus:
PR FR
KR INP
+ +
=
Dimana: KR = kepadatan relatif FR = frekuensi relatif
PR = penutupan relatif
3.4.5 Pola Penyebaran
Pola penyebaran ditentukan berdasarkan perbandingan keragaman dengan nilai rata-rata hitung individu jenis ke-i Elliott 1973; Ludwig Reynolds 1988
sebagai berikut:
n x
Σ x
i
=
1 n
x x
Σ S
2 i
2
− −
= x
S ID
2
= Dimana:
x = rata-rata hitung individu jenis ke-i,
i
x
= jumlah individu jenis ke-i dalam setiap kuadrat, S
2
= keragaman, n
= jumlah
kuadrat, ID
= indeks
penyebaran. Jika: ID
1 berarti pola penyebaran teratur atau merata, ID = 1 berarti pola penyebaran acak, dan
ID 1 berarti pola penyebaran mengelompok.
Karena nilai ID sering menyimpang dari 1 maka untuk mengujinya dipakai uji-t:
1 n
2 1
x S
t
hitung
− −
=
Dengan kriteria keputusan : t
hitung
≤ t
0,05 n – 1
= berarti terima hasil ID = 1, dan t
hitung
t
0,05 n – 1
= berarti tolak hasil ID = 1.
3.4.6 Indeks Keanekaragaman dan Dominasi Jenis
Penentuan indeks keanekaragaman jenis pada penelitian ini menggunakan Indeks Shannon-Wiener berpedoman pada Cox 2002, dengan formula sebagai berikut:
∑
− =
pi log
pi H
Dimana: H’ = indeks keanekaragaman jenis, pi = niN,
ni = jumlah individu jenis ke-i, N = jumlah total individu seluruh jenis.
Agar nilai Indeks Keanekaragaman Jenis H’ dapat ditafsirkan maknanya maka digunakan kriteria sebagai berikut:
Jika H’ 1: keanekeragaman jenis rendah, Jika 1
≤ H’ 3: keanekaragaman jenis sedang, Jika H’ 3: keanekaragaman jenis tinggi.
Sedang untuk mengetahui dominasi suatu jenis lamun dalam komunitasnya menggunakan indeks dominasi mengacu pada Cox 2002, sebagai berikut:
1 N
N 1
ni ni
Cd −
− =
∑
Dimana: C
d
= indeks dominasi, ni = jumlah individu jenis ke-i,
N = jumlah total individu seluruh jenis. Nilai indeks dominasi berkisar 0 - 1. Jika indeks dominasi 0 berarti hampir
tidak ada jenis lamun yang mendominasi dan apabila nilai indeks dominasi mendekati 1 berarti ada salah satu jenis yang mendominasi di komunitas tersebut.
3.4.7 Indeks Kesamaan Komunitas
Indeks kesamaan komunitas bertujuan untuk mengetahui tingkat kesamaan komunitas lamun pada semua lokasi penelitian. Penentuan indeks kesamaan
komunitas S menggunakan pedoman Cox 2002, sebagai berikut: 100
x B
A w
2 S
+ =
Dimana: A = jumlah INP jenis lamun yang ditemukan pada lokasi A, B = jumlah INP jenis lamun yang ditemukan pada lokasi B,
w = jumlah INP terkecil setiap jenis lamun di antara kedua lokasi.
3.4.8 Parameter Kualitas Perairan
Kualitas air merupakan refleksi dari perubahan lingkungan di sekitarnya pada waktu tertentu sehingga akan memengaruhi kondisi fisik, kimia dan biologi
perairan tersebut. Untuk menilai suatu ekosistem perairan apakah sudah tercemar atau kondisinya masih baik sesuai peruntukannya, tidak dapat didasarkan hanya
kepada satu parameter, tetapi ditentukan oleh banyak parameter. Hal ini dikarenakan kompleksnya ekosistem perairan itu sendiri dan responnya terhadap
perubahan lingkungan serta adanya hubungan antara satu parameter dengan parameter lainnya Kamal 2006.
Untuk mengetahui kondisi perairan di lokasi penelitian maka dilakukan penghitungan indeks kualitas air dengan menggunakan metode STORET
Storage and Retrieval of Water Quality Data System. Metode STORET merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum
digunakan. Secara prinsip metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air sesuai peruntukkannya. Data terdiri atas
parameter-parameter fisika dan kimia yang diambil secara spasial, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membuat tabel hasil pengukuran dan analisa parameter fisika dan kimia yang mencakup nilai maksimum, nilai minimum dan nilai rerata.
2. Pada tabel yang sama mencantumkan nilai baku mutu parameter fisika dan kimia untuk biota laut berdasarkan Kepmen Negara LH No. 51 Tahun 2004.
3. Membandingkan masing-masing nilai nilai maksimum, nilai minimum dan nilai rata-rata dengan nilai baku mutu.
4. Memberikan skor terhadap masing-masing parameter tersebut sebagai berikut: a. Skor 0, jika nilai-nilai parameter hasil pengukuran minimum, maksimum
dan rata-rata memenuhi baku mutu atau masih di bawah nilai baku mutu. b.
Skor -1sd-9, jika nilai-nilai parameter hasil pengukuran minimum, maksimum dan rata-rata telah melebihi nilai baku yang telah ditetapkan dan
jumlah contoh air yang diukur kurang dari 10. c. Skor -2sd-18, jika nilai-nilai parameter hasil pengukuran minimum
maksimum, dan rata-rata telah melebihi nilai baku yang telah ditetapkan dan jumlah contoh air yang diukur lebih dari atau sama dengan 10.
Tabel 6 Nilai yang diberikan untuk setiap parameter yang tidak memenuhi nilai baku mutu
Parameter Jumlah Contoh
Nilai Fisika Kimia Biologi
10 Minimum Maksimum
Rata-rata -1
-1 -3
-2 -2
-6 -3
-3 -9
≥ 10 Minimum
Maksimum Rata-rata
-2 -2
-6 -4
-4 -12
-6 -6
-18
Sumber: Canter 1977, diacu dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003
d. Setelah masing-masing parameter diberi skor, nilai skor dari seluruh parameter fisika dan kimia dijumlahkan dan dibandingkan dengan nilai berdasarkan EPA
Environmental Protection Agency“ seperti tercantum pada Tabel 7. Tabel 7 Klasifikasi mutu air berdasarkan EPA Environmental Protection
Agency Kelas
Jumlah Total Skor Mutu Air
A Memenuhi baku mutu
B -1 sd -10
Tercemar ringan C
-11 sd – 30 Tercemar sedang
D ≥ -31
Tercemar berat
Sumber: Canter 1977, diacu dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003
3.4.9 Sebaran Spasial Parameter Fisika-Kimia Perairan
Untuk mengetahui hubungan antara lokasi penelitian dengan parameter fisika-kimia perairan digunakan analisis komponen utama dengan program
Statistika 6.0.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Andai merupakan pantai landai dekat dengan muara Sungai Andai Lampiran 1a dan 2. Walau relatif jauh dari pemukiman yang padat,
namun kondisi perairan ini keruh dengan tipe sedimen terrigenous berasal dari daratan. Kondisi ini diduga berkaitan dengan masukan partikel tersuspensi dan
aktivitas penambangan pasir dan kerikil di Sungai Andai. Padang lamun di lokasi Rendani ditemukan pada daerah rataan terumbu yang
landai dan cukup luas, juga terdapat ekosistem mangrove dan terumbu karang. Substrat sebagian besar tersusun dari sedimen karbonat yang terdiri dari pasir dan
pecahan karang. Lokasi ini relatif jauh dari pemukiman yang padat dan kondisi perairannya relatif jernih. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1b dan 2.
Lokasi Wosi merupakan pantai landai yang cukup luas dan terletak dalam teluk kecil, sehingga relatif terlindung Lampiran 1c dan 2. Lokasi ini dekat dengan
pemukiman penduduk yang padat dan pasar. Padang lamun ditemukan dekat muara Sungai Wosi dengan tipe sedimen terrigenous. Kondisi perairannya keruh dan
diduga banyak mendapat masukan dari limbah antropogenik. Lokasi Briosi seperti halnya Rendani merupakan daerah rataan terumbu tetapi
relatif lebih sempit dengan tipe substrat karbonat. Di bagian ke arah laut terdapat ekosistem terumbu karang yang tidak terlalu luas. Lokasi ini relatif dekat dengan
pemukiman penduduk, PLN Manokwari dan jalur transportasi laut. Kondisi lokasi ini relatif keruh dan mengandung minyak, hal ini sangat mungkin berkaitan dengan
masukkan limbah antropogenik dari beberapa sungai kecil, limbah minyak dari PLN dan kapal. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1d dan 2.
Lokasi Tanjung Mangewa terletak di ujung timur Pulau Mansinam, sehingga relatif jauh dari pemukiman penduduk dan aksesibilitas yang relatif sulit. Padang
lamun di daerah ini ditemukan pada daerah rataan terumbu yang sempit di bagian dalam teluk kecil, sehingga relatif terlindung Lampiran 1e dan 2. Tipe sedimen
pada padang lamun ini adalah karbonat pasir dan pecahan karang. Selain ekosistem lamun, juga ditemukan ekosistem terumbu karang di bagian ke arah laut.
4.2 Struktur Komunitas Lamun 4.2.1 Jenis dan sebaran lamun