Gambar 11 Dendogram tingkat kesamaan komunitas lamun antara lokasi.
4.3 Parame ter Fisika-Kimia Media
Parameter fisika-kimia perairan memiliki peran sangat penting dalam kehidupan seluruh biota yang ada di lingkungan laut, tak terkecuali tumbuhan
lamun. Nilai-nilai parameter fisika-kimia perairan yang meliputi kolom air dan sedimen pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6.
4.3.1 Air Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses metabolisme dan penyebaran organisme. Proses metabolisme hanya akan
berfungsi di dalam kisaran suhu yang relatif sempit, biasanya dari 0
o
C sampai 40
o
C, tetapi ada juga organisme yang mampu mentolerir suhu sedikit di atas dan
sedikit di bawah batas tersebut, misalnya ganggang hijau-biru yang hidup pada suhu 85
o
C di sumber air panas. Kebanyakan organisme laut mengalami adaptasi untuk hidup dan berkembang biak dalam kisaran suhu yang lebih sempit daripada
kisaran total 0-40
o
C Nybakken 1988. Suhu permukaan perairan pada lima lokasi penelitian berfluktuasi tidak
terlalu besar yakni dari 29,9
o
C sampai 31,3
o
C, dengan suhu terendah di lokasi Andai dan Rendani dan suhu tertinggi di Tanjung Mangewa Lampiran 6.
Bila dibandingkan dengan nilai pada baku mutu maka nilai suhu tertinggi telah melebihi baku mutu 30
o
C, namun dari hasil beberapa penelitian dilaporkan bahwa suhu dari 25
o
C sampai 35
o
C merupakan kisaran suhu yang optimum untuk fotosintesis lamun Berwick 1983, diacu dalam Erina 2006; Bulthuis 1987.
Jadi suhu perairan di lima lokasi selama penelitian berada pada kisaran yang optimum bagi kehidupan lamun.
Kecepatan arus
Padang lamun umumnya ditemukan pada perairan dangkal sepanjang pesisir pantai dan estuari yang memiliki dinamika secara fisik dan terkena arus
pasang surut dan gelombang Koch Gust 1999. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus pada semua lokasi penelitian relatif sama Lampiran 6 dan termasuk
dalam kategori sangat lambat sampai sedang 0,10-0,50 mdet. Macon 1974, diacu dalam Welch 1980. Kondisi arus yang demikian mengindikasikan bahwa
padang lamun ini berada pada lokasi yang relatif terlindung. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan jenis memerlukan kondisi yang relatif
terlindung untuk tumbuh dengan subur, misalnya di bagian antara pantai dan terumbu karang Fonseca 1996, diacu dalam Koch et al. 2006; Fonseca Bell
1998. Koch 2001 mengemukakan bahwa untuk mendukung pertumbuhan dan
distribusi padang lamun yang sehat diperlukan kecepatan arus yang sedang di antara 0,05 dan 1,00 mdet.. Walau demikian, pergerakan air akan
diperlukan untuk kelangsungan pertumbuhan lamun, diantaranya berkaitan dalam peningkatan laju pengambilan amonium dan nitrat Thomas Cornelisen
2003; Cornelisen Thomas 2006 dan transpor karbon serta nutrien dari kolom air ke permukaan daun Koch 1994, diacu dalam Koch Gust 1999.
Jika kecepatan arus berada di atas atau di bawah kisaran kristis ini, mekanisme timbal balik menjadi tidak seimbang dan bisa membawa pada penurunan atau
bahkan kehilangan secara keseluruhan vegetasi ini. Pada kondisi arus dan gelombang yang terlalu lemah bisa mengganggu keberadaan lamun, karena akan
mengakibatkan penumpukan bahan organik Roblee et al. 1991 dan peningkatan konsentrasi sulfida dalam sedimen Koch 1999, diacu dalam Koch
2001. Konsentrasi bahan organik dan sulfida yang terlalu berlebihan dalam sedimen akan meningkatkan kebutuhan oksigen oleh akar karena kondisi
sedimen yang anoksik, dan apabila tidak tercukupi karena ketersediaan cahaya yang rendah, maka akan menyebabkan kematian tumbuhan Roblee et al. 1991.
Sebaliknya, pada daerah dengan arus dan gelombang kuat, akan mengakibatkan kerusakan yang disebabkan transpor sedimen yang berlebihan sehingga tidak
memungkinkan anakan untuk tumbuh atau menutupi tegakan padang lamun Koch 2001. Sebagai akibatnya, daerah yang terkena arus atau gelombang yang
kuat akan cenderung memiliki bidang lamun yang kecil atau tanpa vegetasi Fonseca Bell 1998; Hovel et al. 2002; Krause-Jensen et al. 2003.
Kekeruhan
Nilai kekeruhan di lokasi penelitian berkisar 0,00-24,63 NTU Lampiran 6. Nilai kekeruhan yang tinggi ditemukan pada lokasi Andai, Wosi dan Briosi,
sedangkan dua lokasi lainnya Rendani dan Tanjung Mangewa relatif lebih jernih. Tingginya nilai kekeruhan di beberapa lokasi penelitian, diduga perairan
tersebut banyak menerima masukan bahan tersuspensi yang berasal dari sedimentasi dan limbah antropogenik. Jika dibandingkan dengan baku mutu,
maka nilai kekeruhan di semua lokasi masih berada di bawah nilai baku mutu ≤ 30 NTU. Namun demikian kekeruhan yang tinggi dapat mengurangi
ketersediaan cahaya matahari yang masuk ke dalam kolom air Vermaat et al. 1997, diacu dalam Bach et al. 1998 sehingga akan menurunkan
efisiensi fotosintesis oleh lamun Gacia et al. 2005, meningkatkan penutupan vegetasi oleh sedimentasi Duarte et al. 1997 dan juga mungkin mengubah
kondisi sedimen Terrados et al. 1997.
Nilai pH
Nilai pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena akan mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Nilai pH merupakan suatu
ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen H
+
di dalam air. Variasi pH umumnya bisa disebabkan oleh proses-proses kimia dan biologis yang dapat menghasilkan senyawa-
senyawa yang bersifat asam maupun alkalis. Selain itu, variasi pH juga bisa disebabkan masukkan limbah yang bersifat asam atau alkalis dari daratan.
Nilai pH yang diperoleh dari semua lokasi penelitian berkisar 5,61-8,78 Lampiran 6. Kepmen Negara LH No. 51 Tahun 2004 menetapkan nilai ambang
batas pH 7-8,5 ± 0,2 untuk biota laut dan terlihat bahwa lokasi Wosi dan Briosi berada di luar kisaran ini. Di antara kelima lokasi penelitian, nilai pH yang rendah ditemukan
pada lokasi Wosi dan Briosi Transek 1. Kondisi ini diduga sangat terkait dengan masukan bahan organik dari luar. Keberadaan bahan organik yang tinggi akan
meningkatkan aktivitas mikrobiologi dalam penguraiannya, sehingga selanjutnya bisa mengakibatkan kondisi kolom air yang anoksik. Selain itu juga, pada beberapa lokasi
lainnya menunjukkan nilai pH yang lebih tinggi. Kondisi pH yang tinggi diduga terkait dengan proses fotosintesis. Phillips dan Meñez 1988 menyatakan bahwa nilai
pH di perairan tropis bisa meningkat hingga 9,4 selama proses fotosintesis berlangsung. Sedang tiga lokasi lainnya cenderung memiliki kisaran nilai pH yang
normal.
Salinitas
Distribusi salinitas di perairan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain penguapan, curah hujan, pola sirkulasi air, dan kandungan air tawar yang masuk
ke perairan laut. Air tawar yang masuk ke perairan laut dapat berasal dari curah hujan atau aliran permukaan dan aliran sungai Officer 1976, diacu dalam Erina
2006. Dalam penelitian ini, nilai salinitas pada semua lokasi penelitian relatif sama Lampiran 6, kecuali di Rendani yang lebih rendah. Kondisi salinitas yang lebih
rendah di Rendani berkaitan dengan terjadinya hujan pada waktu pengambilan sampel. Pada lokasi Andai dan Wosi, walau keduanya relatif dekat dengan muara
sungai, namun salinitasnya relatif sama dengan lokasi lainnya yang jauh dari sumber air tawar. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan pola aliran air tawar dari sungai
tidak mengarah ke lokasi pengambilan sampel atau kondisi debit air sungai relatif
rendah karena curah hujan rendah serta hari hujan sedikit 26-121 mm dan 7-19 hari, BMG Manokwari sehingga masukkan air tawar tidak menjangkau lokasi ini.
Sebagian besar jenis lamun dapat mentoleransi kisaran salinitas yang lebar. Dahuri 2003 mengemukakan bahwa lamun hidup pada kisaran salinitas di antara 10
dan 40
o oo
, Thalassia ditemukan hidup pada salinitas antara 3,5 dan 60
o oo
walau dengan waktu toleransi yang singkat Zieman 1986, sedangkan jenis Halodule
mampu hidup pada salinitas di atas 72
o oo
Phillips Meñez 1988. Walau demikian, vegetasi ini memiliki kondisi optimum untuk pertumbuhannya, yaitu 35
o oo
Dahuri 2003 dan pada kelompok Thalassia dilaporkan dari salinitas 24 sampai 35
o oo
Zieman 1986. Apabila berada di luar batas toleransinya, pertumbuhan lamun akan menurun dan bila melebihi 45
o oo
bisa terjadi mortalitas Quammen Onuf 1993.
Gas oksigen terlarut
Gas oksigen terlarut dalam air laut dapat berasal dari hasil difusi dari udara proses aerasi dan hasil proses fotosintesis di siang hari Hutagalung Rozak
1997a. Nilai kandungan gas oksigen terlarut dari lima lokasi penelitian berkisar 4,69-8,95 mgl Lampiran 6. Secara umum kisaran nilai tersebut berada di atas
baku mutu untuk biota laut, yaitu 5 mgl. Berfluktuasinya kandungan gas oksigen terlarut di perairan lokasi penelitian diduga disebabkan pemakaian oleh
lamun untuk respirasi akar dan rhizoma, respirasi biota air lainnya dan pemakaian oleh bakteri nitrifikasi dalam proses siklus nitrogen di padang lamun. Selain itu
faktor-faktor yang dapat menurunkan kandungan oksigen dalam air laut adalah kenaikan suhu, adanya lapisan minyak di atas permukaan laut, dan masuknya
limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut Hutagalung Rozak 1997a.
Amoniak, Nitrat dan Fosfat
Hasil analisis kandungan amoniak dalam kolom air di semua lokasi penelitian menunjukkan konsentrasi yang rendah, yaitu berkisar 0,003-0,266 mgl
Lampiran 6. Konsentrasi ini masih lebih rendah dari baku mutu untuk biota laut yang telah ditetapkan oleh Kepmen Negara LH No. 51 Tahun 2004 yaitu sebesar
0,3 mgl. Namun demikian, pada lokasi Andai, Wosi dan Briosi ditemukan kandungan amoniak dalam kolom air lebih tinggi dibandingkan dua lokasi
lainnya. Kandungan amoniak yang tinggi pada ketiga lokasi ini diduga merupakan hasil degradasi bahan organik, karena banyak mendapat pengaruh
antropogenik dan masukan melalui aliran sungai. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hutagalung dan Rozak 1997b, bahwa peningkatan
kandungan amoniak di laut berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah diurai. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa selain berasal dari hasil
degradasi bahan organik, senyawa ini merupakan hasil reduksi nitrat atau nitrit oleh mikroorganisme.
Kandungan nitrat kolom air pada semua lokasi antara 0,000 dan 0,401 mgl Lampiran 6. Pada lokasi Rendani dan Tj. Mangewa menunjukkan
kandungan nitrat yang lebih rendah, namun demikian konsentrasi senyawa ini telah melewati baku mutu untuk biota laut 0,008 mgl
Kepmen Negara LH No. 51 Tahun 2004 pada semua lokasi penelitian. Edward 1996, mengemukakan bahwa sumber utama nitrat di alam berasal dari
dekomposisi senyawa-senyawa organik. Konsentrasi fosfat pada semua lokasi relatif sama, yaitu antara 0,103 dan
0,354 mgl Lampiran 6, namun kondisi ini sudah melampaui baku mutu untuk biota laut 0,015 mgl Kepmen Negara LH No. 51 Tahun 2004. Keberadaan
fosfat yang tinggi, selain berasal dari masukan limbah antropogenik dan ekosistem di sekitarnya misalnya mangrove, juga terkait dengan pelepasan
senyawa ini dari matrik karbonat karena kandungan bahan organik yang tinggi dalam sedimen Morse et al. 1985, diacu dalam Ferdie Fourqurean 2004.
Kondisi ini terlihat pada lokasi Rendani dan Tj. Mangewa dengan konsentrasi fosfat kolom air yang relatif lebih tinggi.
Walau pada lingkungan laut terdapat berbagai tingkat konsentrasi amoniak, nitrat dan fosfat dalam kolom air maupun dalam air pori sedimen
Hemminga Duarte 2000, namun Hemminga 1998, diacu dalam Hemminga dan Duarte 2000, mengemukakan bahwa konsentrasi rata-rata
amonium, nitrat, dan fosfat pada kolom air di padang lamun berturut-turut yaitu 3,1 µM 0,056 mgl, 2,7 µM 0,167 mgl, dan 0,35 µM 0,033 mgl.
Berdasarkan konsentrasi amoniak, nitrat dan fosfat, diduga telah terjadi eutrofikasi, terutama pada lokasi Wosi dan Briosi.
4.3.2 Sedimen