8. Penentuan Suhu dan pH Awal Terbaik pada Proses Fermentasi

Selain suhu fermentasi, faktor lain yang berpengaruh pada kondisi fermentasi adalah pH awal medium fermentasi. pH medium merupakan salah satu parameter penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan produk. Sebagian besar bakteri memiliki kisaran optimum pada pH 5-8, kapang dan aktinomisetes pada kisaran pH 3-8, yeast pada kisaran pH 3-6, dan kelompok eukariotik tingkat tinggi pada kisaran pH 6,5-7,5 Wang et al. 1979. Dalam penelitian ini ditentukan pH optimum fermentasi dari interval pH 4 sampai dengan pH 8. Rentang pH yang telah diuji menunjukkan pH 6,5; 7 ; 7,5 menghasilkan konsentrasi antibiotik paling optimum Gambar 19. Hasil analisis ragam Lampiran 12 menunjukkan bahwa perlakuan pH awal medium fermentasi berpengaruh nyata terhadap konsentrasi antibiotik yang dihasilkannya. Hasil Uji Duncan dengan taraf nyata α 0,05 menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik yang dihasilkan dengan perlakuan pH awal fermentasi 6,5; 7, dan 7,5 paling optimum. Dari ketiga variabel tersebut menunjukkan konsentrasi antibiotik tidak berbeda nyata. Dengan demikian rentang pH 6,5 sampai dengan 7,5 menunjukkan pH optimum proses fermentasi Streptomyces sp. A11. Seperti halnya pengaruh suhu fermentasi, pH awal medium fermentasi memiliki pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi antibiotik yang dihasilkan. pH awal medium fermentasi berkaitan dengan proses metabolisme sel, kinerja membran sel, dan tekanan osmotik sel. Enzim yang terlibat dalam proses metabolisme memerlukan kondisi pH yang optimum. Beberapa genus Streptomyces memiliki pH optimum pada rentang pH 6,5 sampai dengan 7,5. Barun et al.1998 ; James dan Edwards 1997. 5 10 15 20 25 30 35 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 pH K o n s en tr as i s ik lo t ir o s il- p ro lil m g .L -1 Gambar 19 Pengaruh pH awal fermentasi terhadap konsentrasi siklotirosil-prolil

IV. 9. Penentuan Sumber Karbon Terbaik pada Proses Fermentasi

Pemilihan substrat yang akan dijadikan medium fermentasi sangat menentukan struktur metabolit primer dan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroba. Oleh karena itu pemilihan sumber karbon sebagai penyusun utama dalam medium fermentasi harus disesuaikan dengan kebutuhan mikroba untuk pembentukan metabolit primer atau metabolit sekunder yang diharapkan Crueger dan Crueger 1984. Menurut Stanbury dan Whitaker 1984 laju metabolisme sumber karbon berpengaruh terhadap pembentukan biomassa dan produk metabolit yang dihasilkan. Dengan demikian pemilihan sumber karbon merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk mendapatkan metabolit yang diharapkan. Sebelum dilakukan optimasi medium fermentasi secara simultan menggunakan Response Surface Methodology RSM, terlebih dahulu dilakukan percobaan pendahuluan untuk menentukan variabel terbaik sumber karbon, sumber nitrogen dan mineral. Sumber karbon yang digunakan dalam penelitian ini meliputi glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa, dekstrin, dan molase. Pemilihan sumber karbon glukosa, maltosa, sukrosa, dan laktosa didasarkan pada lintasan awal metabolisme diantara maltosa, sukrosa dan laktosa yang berbeda. Glukosa merupakan senyawa monosakarida yang umumnya bersifat paling mudah dimetabolisme oleh mikroba dibanding gula lainnya, sehingga disebut sebagai substrat primer Wang et al. 1978. Lintasan metabolisme glukosa sebagian besar mengikuti lintasan Embden-Meyerhof. Glukosa dikonversi menjadi glukosa-6- fosfat yang selanjutnya dalam beberapa tahapan dikonversi menjadi asam piruvat. Senyawa ini merupakan sumber karbon dan energi utama bagi sebagian besar mikroba serta menjadi titik awal sebagian besar lintasan metabolisme mikroba. Penggunaan substrat maltosa membutuhkan enzim maltose-glukoamilase yang akan memecah maltosa menjadi glukosa, dan enzim maltose-fosforilase yang akan maltosa menjadi glukosa-1-fosfat. Selanjutnya glukosa-1-fosfat diisomerisasi menjadi glukosa-6-fosfat, sehingga lintasan menjadi sama dengan glukosa Moat et al . 2002. Menurut Hoque et al 2003 beberapa isolat Streptomyces yang diisolasi dari tanah mampu menghasilkan enzim maltase. Selanjutnya lintasan metabolisme sukrosa diawali dengan konversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa menggunakan enzim invertase yang berlanjut menjadi fruktosa-6-fosfat oleh enzim fruktokinase sampai terbentuknya asam piruvat. Lintasan metabolisme laktosa diawali dengan hidrolisis laktosa oleh enzim β-galaktosidase menjadi galaktosa dan glukosa. Glukosa hasil hidrolisis masuk dalam lintasan Embden-Meyerhof, sedangkan galaktosa dikonversi mejadi galaktosa-1-fosfat oleh galaktokinase dan berlanjut menjadi glukosa-1-fosfat oleh enzim fosfogalaktoseuridiltansferase Moat et al. 2002. Menurut Dan dan Szabo 1973 Streptomyces griseus mampu menghasilkan enzim β-galaktosidase melalui induksi menggunakan substrat galaktosa. Dekstrin merupakan produk antara hasil hidrolisis pati menjadi maltosa dan glukosa yang memiliki rantai 6-10 glukosa. Lintasan metabolisme dekstrin mirip dengan lintasan metabolisme maltosa dan glukosa yang diawali dengan hidrolisis dekstrin menjadi maltosa dan glukosa. Dekstrin memiliki keunggulan lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan pati. Beberapa enzim α- amilase dan glukoamilase mampu menghidrolisis dekstrin menjadi glukosa atau maltosa. Lintasan metabolisme glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa, dan dekstrin dapat digambarkan pada Gambar 20. Pada proses glikolisis, setiap molekul glukosa akan dikonversi menjadi 2 molekul asam piruvat. Asam piruvat merupakan senyawa antara untuk pembentukan berbagai asam amino dan asam lemak yang merupakan komponen pembentukan metabolit primer dan metabolit sekunder. Glukosa-6-P Glukosa-1-P Sukrosa D-Glukosa Maltosa Fruktosa Fruktosa-6-P Dektrin Laktosa Galaktosa Galaktosa-1-P Fruktosa-1,6-difosfat 1,6 difosfogliserat 3-fosfogliserat 2-fosfogliserat fosfoenolpiruvat Asam piruvat Gambar 20 Lintasan metabolisme glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa sampai menjadi asam piruvat Moat et al. 2002. Pemilihan molase gula tebu sebagai sumber karbon didasarkan pada komposisi molase yang komplek dan kaya akan sumber gula seperti sukrosa sekitar 33,4 , gula invert 21,2 , beberapa mineral seperti Cu, Fe, Mn, Zn,Co, Mg, K, Na, dan asam amino seperti riboflavin, tiamin, niasin, dan kolin Crueger dan Crueger 1984. Namun demikian komposisi gula, kandungan mineral, dan asam amino di dalam molase bervariasi tergantung dari proses produksi gula yang digunakan. Molase yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari industri gula Madukismo yang berlokasi di Yogyakarta. Hasil percobaan diperoleh informasi bahwa sumber karbon terbaik untuk produksi senyawa aktif siklotirosil-prolil dihasilkan oleh dekstrin dan maltosa Gambar 21. 5 10 15 20 25 30 laktosa glukosa molase sukrosa dekstrin maltosa sumber karbon k o n s e n tr a s i s ik lo t ir o s il -p ro lil mg L -1 Gambar 21 Pengaruh sumber karbon terhadap konsentrasi siklotirosil- prolil Hasil analisis ragam Lampiran 13a menunjukkan bahwa perlakuan terhadap beberapa sumber karbon berpengaruh nyata terhadap konsentrasi antibiotik yang dihasilkannya. Dari Gambar 21 terlihat bahwa sumber karbon dekstrin menghasilkan konsentrasi antibiotik sebesar 28,41 mg L -1 dan diikuti dengan maltosa dengan konsentrasi sebesat 25,29 mg L -1 . Hasil Uji Duncan dengan taraf nyata α 0,05 menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik yang dihasilkan oleh kedua sumber karbon dekstrin dan maltosa tidak berbeda nyata. Apabila dilihat dari konsentrasi antibiotik dan rasio konsentrasi antibiotik terhadap konsumsi sumber karbon Tabel 10 terlihat bahwa dektrin menunjukkan sumber karbon yang terbaik. Konsumsi dekstrin terlihat lebih sedikit dibandingkan dengan glukosa maupun maltosa, namun demikian konsentrasi antibiotik yang dihasilkan lebih besar, artinya bahwa konversi sumber karbon menjadi metabolit sekunder adalah lebih besar Tabel 10. Hal yang sama ditunjukkan pada rasio konsentrasi siklotirosil-prolil yang dihasilkan terhadap total konsumsi sumber karbon, terlihat dekstrin menunjukkan rasio yang paling tinggi. Berbeda halnya dengan