18
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak etanol 70 daun jarong S. indica L. Vahl. terhadap aktivitas ALT-AST pada
tikus jantang galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis dalam
pemberian jangka pendek ekstrak etanol 70 daun jarong S. indica L. Vahl.. b.
Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalah nilai aktivitas ALT-AST tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida
setelah pemberian ekstrak etanol 70 daun jarong S. indica L. Vahl..
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus
jantan galur Wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 g, cara pemberian ekstrak secara per oral, frekuensi waktu pemberian ekstrak, dan tempat
tumbuh daun jarong S. indica L. Vahl.. b.
Variabel pengacau tak terkendal. Kondisi patologis dan fisiologis dari tikus jantan galur Wistar.
3. Definisi operasional
a. Daun S. indica L. Vahl. Daun S. indica L. Vahl. yang diambil dari
tanaman S. indica L. Vahl. adalah daun yang berwarna hijau, segar, dan sudah memiliki bunga.
b. Ekstrak etanol 70 daun S. indica L. Vahl. Ekstrak etanol 70 daun
S. indica L. Vahl. didapatkan dengan cara merendam memaserasi simplisia kering daun jarong ke dalam etanol dengan konsentrasi 70 kemudian dipekatkan
dengan menggunakan vaccum rotary evaporator dan diuapkan dengan water bath hingga bobot tetap.
c. Efek hepatoprotektif. Efek hepatoprotektif merupakan kemampuan
ekstrak etanol 70 S. indica L. Vahl. dengan dosis tertentu yang diberikan dapat melindungi hati yang ditunjukkan dengan penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus
jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. d.
Dosis efektif. Didefinisikan sebagai sejumlah miligram per kilogram berat badan mgKgBB ekstrak etanol S. indica L. Vahl. yang memiliki
hepatoprotektif dari aktivitas ALT dan AST paling mendekati 100 proteksi hati di antara dosis uji, yaitu 100, 200, dan 400 mgKgBB.
e. ALT-AST.
Alanin aminotransferase
ALT -
Aspartat aminotransferase AST adalah enzim yang ditemukan di dalam serum. Enzim akan
terjadi kenaikan kadar yang mengindikasikan adanya kerusakan fungsi hati. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus
jantan galur Wistar yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 g yang diperoleh dari daerah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan telah memenuhi
kelaiakan etik Lampiran 9. b.
Bahan uji. Bahan uji yang digunakan, yaitu serbuk daun S. indica L. Vahl. yang diperoleh dari kebun obat Kampus III Universitas Sanata Dharma,
Paingan, Maguwoharjo.
2. Bahan kimia
a. Hepatotoksin
Karbon tetraklorida Merck
®
yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin
Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin yang digunakan adalah minyak zaitun olive oil Caesar
®
yang diperoleh dari PT. Prambanan Kencana. c.
Pelarut ekstrak Pelarut ekstrak yang digunakan adalah etanol 70 yang didapat dari
pengenceran etanol 96 dari toko Progo Mulyo, Yogyakarta dan aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Pelarut ekstrak ketika digunakan
Pelarut ekstrak yang digunakan adalah CMC-Na 1. Bahan CMC-Na diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta.
e. Reagen ALT
Reagen ALT yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys. komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut:
Tabel I. Tabel komposisi dan konsentrasi reagen ALT Komposisi
pH Konsentrasi
R1: TRIS 7,15
140 mmolL L-Alanine
700 mmolL LDH Lactate dehydrogenase
≥2300 UL R2: 2-Oxoglutarate
85 mmolL NADH
1 mmolL Pyridoxal-5 phospate FS:
God’s buffer Pyridoxal-5-phospate
9,6 100 mmolL
13 mmolL
f. Reagen AST
Reagen AST yang digunakan adalah reagen AST DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut:
Tabel II. Tabel komposisi dan konsentrasi dari reagen AST Komposisi
pH Konsentrasi
R1:TRIS 7,65
110 mmolL L-Aspartate
320 mmolL MDH Malate dehydrogenase
≥800 UL LDH Lactate dehydrogenase
≥1200 UL R2: 2-Oxyglutarate
65 mmolL NADH
1 mmolL Pyridoxal-5 phospate FS:
God’s buffer Pyridoxal-5-phospate
9,6 100 mmolL
13 mmolL PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Alat Penelitian
1. Alat pembuatan serbuk daun S. indica
Alat yang digunakan antara lain oven, mesin penyerbuk, dan ayakan. 2.
Alat ekstraksi daun S. indica Alat-alat yang digunakan antara lain beaker glass, Erlenmeyer, gelas ukur,
labu ukur, cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk, shaker, dan timbangan analitik.
3. Alat uji penetapan kadar air
Moisture balance, sendok. 4.
Alat pengujian hepatoprotektif Alat-alat yang dibutuhkan adalah gelas Beaker, gelas ukur, tabung reaksi,
labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass
®
, timbangan analitik Mettler Toledo
®
, vortex Genie Wilten
®
, spuit injeksi per oral untuk tikus, spuit injeksi intraperitonial, pipa kapiler, micropipet, tabung Eppendorf, sentrifuge,
microvitalab 200 Merck
®
, blue tip, dan yellow tip.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman jarong S. indica L. Vahl.
Tanaman jarong yang diperoleh dari kebun obat kampus III Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo. Tanaman jarong dideterminasi dengan
mencocokkan morfologi tanaman jarong dengan buku acuan van Steenis, 1992. Determinasi dilakukan dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji dipetik dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Daun dipilih yang ideal, yaitu dipetik dengan batas tiga daun dari bawah
maupun dari atas dan dilakukan pada bulan Juli-Agustus saat pagi hari. Daun yang telah didapat disortasi dan dicuci bersih dengan air mengalir. Setelah bersih, daun
diangin-anginkan dengan ditutup kain hitam hingga tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 40
o
C selama 48 jam. Penetapan suhu berdasarkan aturan Direktorat Jenderal Obat dan Makanan
Republik Indonesia 1985 dimana disebutkan bahwa pengeringan dilakukan pada suhu antara 30-90
o
C.
3. Pembuatan serbuk
Daun yang telah benar-benar kering mudah dihancurkan dengan cara diremas, daun kering diserbuk dan diayak menggunakan ayakan nomor mesh 40
supaya kandungan fitokimia dalam daun S. indica L. Vahl. lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.
4. Penetapan kadar air serbuk daun S. indica
Serbuk daun S. indica L. Vahl. dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak 5 gram, lalu diratakan. Bobot serbuk tersebut ditetapkan sebagai
bobot sebelum pemanasan, setelah itu dipanaskan pada suhu 105
o
C selama 15 menit. Serbuk yang telah dipanaskan ditimbang kembali lalu dihitung sebagai bobot
setelah pemanasan. Kadar air serbuk simplisia yang baik tidak adalah 10. Perhitungan kadar air serbuk diperoleh menggunakan rumus:
� � � �
� − �
� � � ℎ � �
� � � �
� PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Uji tabung kandungan polifenol serbuk daun jarong
Uji kandugan polifenol dilakukan dengan menambahkan 10 mL aquadest pada sebuah tabung berisi 2 g serbuk daun jarong dan 10 mL etanol 70 pada
tabung lain yang juga berisi 2 g serbuk daun jarong. Kedua tabung didihkan di atas penangan air, kemudian dilakukan penyaringan. Setelah dingin, filtrat diteteskan
FeCl
3
sebanyak 3 tetes. Hasil positif adanya polifenol ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau-biru Wulandari dan Hartini, 2015.
6. Pembuatan pelarut etanol 70
Etanol 96 diencerkan dengan menggunakan rumus V1.C1 = V2.C2, dimana etanol 96 diencerkan dengan menggunakan aquadest hingga
konsentrasinya menjadi 70
7. Pembuatan ekstrak kental daun S. indica
Serbuk daun jarong sebanyak 30 g diekstraksi dengan etanol 70 sebanyak 300 mL dengan metode maserasi menggunakan shaker selama 24 jam Gunawan,
Soegihardjo, Mulyani, Wahyuningsih, dan Sudarto, 1993. Kemudian dilakukan remaserasi satu kali dengan perlakuan sama dengan maserasi awal. Ekstrak cair
yang diperoleh dari maserasi dan remaserasi diuapkan pelarutnya dengan vacuum rotary evaporator. Hasil evaporasi yang didapat kemudian dituangkan dalam
cawan porselin yang telah ditibang terlebih dahulu beratnya untuk menghitung rendemen ekstrak kental kemudian diuapkan dengan waterbath sampai menjadi
ekstrak kental dan bobot tetap. Menurut Farmakope Herbal Indonesia, ekstrak kental dicapai ketika tercapai bobot tetap, yakni apabila perbedaan dua kali
penimbangan berturut-turut setelah dikeringkan selama 1 jam tidak melebihi 0,5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mg pada penimbangan dengan timbangan analitik. Rendemen ekstrak kental didapat dari persamaan berikut:
� �
� �
� � ×
8. Pembuatan CMC-Na 1
CMC-Na ditimbang kurang lebih 1,0 g. Kemudian dilarutkan dengan cara disebarkan didalam erlenmeyer yang berisi aquadest 40 mL selanjutnya
ditambhakan lagi 60 mL aquadest.
9. Penetapan dosis ekstrak etanol 70 daun S. indica L. Vahl.
Penentuan dosis ekstrak etanol 70 mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Joshi et al. 2010 yang menyebutkan bahwa dosis efektif ekstrak
etanol daun jarong adalah 200 mgkgBB. Dosis ini dijadikan sebagai dosis tengah. Penelitian ini menggunakan tiga peringkat dosis dengan faktor kelipatan 2
sehingga dosis rendah sebesar 100 mgkgBB, dosis tengah sebesar 200 mgkgBB, dan dosis tinggi 400 mgkgBB.
10. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatoksin
Penetapan dosis hepatotoksin dilakukan melalui studi literatur yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie 2002 yang menyebutkan bahwa dosis
hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hati tikus jantan galur Wistar adalah 2 mLkgBB dimana volume CCl
4
sama dengan volume minyak zaitun 1:1. Pemilihan dosis hepatoksin ini karena pada dosis
tersebut, terjadi kerusakan sel-sel hati dari tikus jantan galur Wistar yang terdeksi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dari kenaikan serum ALT dan AST, namun tidak sampai menyebabkan kematian pada tikus jantan sebagai subjek penelitian tersebut Janakat Al-Merie, 2002.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Waktu pencuplikan darah diperoleh dengan cara melakukan orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yakni pada waktu ke- 0, 24, dan 48 jam.
Kemudian diukur kenaikan aktivitas AST-ALT. Penelitian terdapat sebelumnya yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie 2002 telah menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan aktivitas ALT pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan 1:1, yakni dengan dosis 2
mLkgBB. Peningkatan aktivitas maksimal terjadi pada jam ke-18 dan jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida secara injeksi dan kemudian berangsur
menurun pada jam ke-48 dan terjadi perbaikan sel hati setelah 3 hari pemberian hepatotoksin Janakat, Al- Merie, 2002.
11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Tikus jantan galur Wistar yang diperlukan sebagai hewan uji adalah sebanyak 36 ekor yang kemudian akan dibagi kedalam 6 kelompok secara acak
sama banyak. Kelompok I kelompok kontrol negatif diberi minyak zaitun dosis 2 mLkgBB secara i.p., kemudian setelah 24 jam dilakukan pengambilan darah.
Kelompok II kelompok kontrol hepatotoksin diberi larutan karbon tetraklorida dalam minyak zaitun 1:1 dengan dosis 2 mLkgBB secara intraperitonium i.p.,
setelah 24 jam dilakukan pengambilan darah. Kelompok III kelompok kontrol ekstrak yakni diberi ekstrak etanol daun Stachytarpheta indica L. Vahl. dengan
dosis tertinggi 400 mgkg BB secara peroral, kemudian setelah enam jam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilakukan pengambilan darah. Kelompok V-VI kelompok perlakuan uji yang diberikan ekstrak etanol daun Stachytarpheta indica L. Vahl. dengan dosis
bertingkat yakni 100 mgKgBB; 200 mgKgBB; dan 400 mgKgBB kemudian
enam jam setelah pemberian ekstrak etanol 70 daun jarong dilakukan induksi dengan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal
Alkreathy, Khan, Khan, Sahreen, 2014. Dilakukan pengambilan darah pada daerah sinus orbitalis mata sebanyak 1 mL untuk penetapan aktivitas ALT dan AST
pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida.
12. Pembuatan serum
Darah yang diambil melalui sinus orbitalis mata menggunakan pipa kapiler ditampung dalam tabung Eppendorf sebanyak 1 mL Office of Animal Care
and Use, 2015. Kemudian darah yang diambil didiamkan selama 15 menit, selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit
Egbung, Atangwho, Itam, Essien, 2012.
13. Pengukuran aktivitas ALT-AST
Pengukuran aktivitas serum ALT-AST dilakukan menggunakan Microlab- 200 Merck® di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Aktivitas serum ALT-AST diukur pada panjang gelombang 340 nm, dan dinyatakan dengan satuan UL. Kisaran nilai ALT
serum kontrol DiaSys Trulab N series yakni 29,8-77,0 UL. Tahap analisis ALT dilakukan dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000
µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik.
Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II DiaSys, 2012.
Tahap analisis ALT dilakukan dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000 µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran
didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit
berselang dari pemberian reagen II. Tahap analisis AST dilakukan dengan cara yang sama, yakni dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000
µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik.
Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II DiaSys, 2012.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas dari ALT dan AST serum diperoleh, selanjutnya dianalisis dengan Saphiro Wilk karena sampel di bawah 50 untuk mengetahui apakah
distribusi normal atau tidak, kemudian dilakukan uji Levene’s Test untuk mengetahui homogenitas varian data antar kelompok sebagai syarat parametrik.
Jika diperoleh distribusi normal, kemudian dilanjutkan dengan analisis pola searah One Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95 untuk mengetahui perbedaan
dari masing-masing kelompok. Post-Hoc test Tukey selanjutnya dilakukan untuk melihat kebermaknaan perbedaan data antara masing-masing kelompok untuk data
berdistribusi normal dan variansi homogen. Post-Hoc test Games Howell selanjutnya dilakukan guna melihat kebermaknaan perbedaan data antara masing-
masing kelompok untuk data berdistribusi normal dan variansi tidak homogen. Perbedaan dikatakan bermakna signifikan bila memiliki nilai p0.05, sedangkan
tidak bermakna tidak signifikan bila p0,05. Bila data aktivitas ALT dan AST yang diperoleh tidak normal, maka
dilakukan uji Kruskall-Wallis. Selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney untuk melihat kebermaknaan perbedaan data antar kelompok. Perbedaan dikatakan
bermakna signifikan bila memiliki nilai p0,05, sedangkan tidak bermakna tidak signifikan bila p0,05.
Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
ALT = − purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif
purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif x AST = −
purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif x
Wakchaure, Jain, Singhai, dan Somani, 2013. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 70 daun jarong Stachytarpheta indica L. Vahl terhadap aktivitas
ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida CCl
4
serta mengetahui dosis efektif pemberian ekstrak etanol 70 daun jarong. Penelitian ini melihat pengaruh hepatoprotektif ekstrak etanol 70 daun jarong dari
penuruan kadar ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida CCl
4
. A.
Penyiapan Bahan 1.
Determinasi tanaman
Penelitian ini menggunakan bagian daun dari tanaman jarong Stachytarpheta indica L. Vahl. Banyaknya tanaman yang berpotensi sebagai
obat menjadikan pemastian tanaman yang akan digunakan dalam penelitian sangat penting Epidemiological and Statistical Methodology Unit, 1986. Pemastian
tanaman dilakukan dengan melakukan determinasi tanaman. Tanaman yang digunakan diambil dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Determinasi dilakukan dengan mengacu pada tulisan van Steenis 1992.
Pengamatan untuk determinasi dilakukan dari keseluruhan tanaman mulai daun, bunga, batang, hingga akar. Hasil dari determinasi didapat bahwa tanaman yang