Hubungan Antara Self-Esteem Dan Dukungan Sosial Dengan

42

F. Hubungan Antara Self-Esteem Dan Dukungan Sosial Dengan

Kecemasan Kesempatan Kerja Pada Penyandang Disabilitas Fisik Kehidupan individu banyak dipengaruhi oleh banyak hal, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri individu. Salah satu faktor dari dalam diri individu yang memiliki peran penting dalam kehidupan individu adalah self esteem, sedangkan salah satu faktor dari luar diri individu adalah dukungan sosial. Self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal – hal yang berkaitan dengan dirinya, yang diekspresikan melalui suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat individu dalam meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga Coopersmith, 1967; dalam Fitria, Brouwer, Khan, Almigo, 2013. Self-esteem merupakan salah satu faktor internal yang memiliki peran penting dalam mempengaruhi kinerja dan perilaku seseorang dalam menjalankan kegiatan sehari – hari. Seseorang dengan self-esteem yang relatif tinggi akan memiliki pandangan positif terhadap dirinya dan memiliki kepercayaan bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan dalam kehidupannya. Seseorang dengan self-esteem yang relatif rendah akan memandang dirinya dengan penuh ketidakberdayaan dan merasa tidak aman terhadap keberadaan dirinya, sehingga ia merasa tidak mampu menghadapi persoalan dalam kehidupannya. 43 Dukungan sosial adalah perasaan menjadi bagian, diterima, dicintai, dan dipedulikan oleh keluarga, teman, rekan kerja, dan orang lain yang dapat memberikan hal – hal tersebut Peterson, 2007; dalam Farzaee, 2012. Dukungan sosial membentuk perasaan aman dalam berelasi, yakni perasaan cinta dan kedekatan yang menjadi aspek utama dalam relasi tersebut. Seseorang yang mendapatkan dukungan sosial akan lebih memiliki perasaan aman dan tenteram bila dibandingkan dengan individu yang tidak memperoleh dukungan sosial, maka dukungan sosial merupakan salah satu faktor dari luar diri manusia yang berperan penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku, dan kecenderungan kepribadian seseorang. Besarnya dukungan sosial yang dimiliki individu juga akan meningkatkan performansi akan suatu penyelesaian masalah coping performance, sehingga dapat mengurangi efek dari sebuah stressor Lakey dan Cohen, 2000. Menjadi seorang difabel memang bukanlah hal yang mudah. Damayanti dan Rostiana 2003 memaparkan bahwa individu tunadaksa seringkali menghadapi berbagai masalah, baik dari segi emosi, sosial, dan bekerja dikarenakan kecacatan yang dimilikinya dalam Machdan Hartini, 2012. Hal ini membuat difabel lebih rentan untuk memiliki self esteem yang rendah karena sulit menerima keadaan dan kurang memberikan pandangan yang positif pada dirinya, serta memandang dukungan sosial yang didapatkan secara negatif. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa disabilitas fisik mempengaruhi aspek – aspek 44 self esteem, baik dalam kompetensi atletik, sosial, maupun penampilan fisik. Penyandang disabilitas fisik tidak hanya merasa kurang mampu dalam kemampuan secara fisik, namun juga pada penampilan fisik dan kehidupan sosialnya Miyahara Piek, 2006. Penelitian Forouzan dkk juga menunjukkan bahwa penyadang disabilitas fisik tidak memiliki keadaan yang menyenangkan sehubungan dengan dukungan sosialnya yang diterima dari lingkungan sosialnya. Padahal dukungan sosial merupakan salah satu faktor sosial yang menentukan kesehatan, serta memiliki peran dalam meningkatkan keadaan psikologis individu Forouzan dkk, 2013. Penyandang disabilitas fisik yang memiliki self esteem rendah cenderung akan mengevaluasi dirinya secara lebih negatif, sehingga mereka akan memandang dirinya dengan penuh ketidakberdayaan. Penyandang disabilitas fisik yang kurang mendapat dukungan sosial dari lingkungannya juga akan memiliki performansi akan suatu penyelesaian masalah coping performance yang buruk. Hal ini membuat penyandang disabilitas mudah terkena efek stressor. Padahal coping performance yang buruk memiliki kaitan yang erat dengan perasaan ketidakberdayaan dan keduanya berkaitan dengan perasaan kecemasan. Mikulincer 1994 menggambarkan kecemasan sebagai ekspresi emosional dari perasaan ketidakberdayaan yang dirasakan dua kali lipat, yakni dari perasaan ketidakberdayaan untuk mengubah lingkungan yang mengancam dan ketidakberdayaan untuk menampung perasaan terancam 45 tersebut. Perasaan ketidakberdayaan tersebut muncul dari adanya penilaian yang menyertai bahwa coping yang tersedia tidak mampu menyelesaikan suatu permasalahan maupun tidak mampu digunakan untuk menghindari konfrontasi dengan suatu ancaman Mikulincer, 1994. Di era modern ini, penyandang disabilitas seringkali mengalami kesulitan dalam mendapatkan sebuah pekerjaan. Selain karena banyak pihak menganggap keterampilan yang dimiliki penyandang disabilitas fisik kurang memadai atau kurang dibutuhkan oleh pasar kerja, hal ini juga disebabkan oleh peraturan Undang – Undang no. 4 tahun 1997 pasal 14 tentang peluang kerja penyandang disabilitas yang belum berjalan sebagaimana mestinya di dalam kehidupan sehari – hari. Penyandang disabilitas fisik yang memiliki self esteem rendah, serta kurang mendapat dukungan sosial dari lingkungannya akan mengalami kesulitan dalam menghadapi realitas terkait peluang kerja yang tersedia bagi penyandang disabilitas. Hal ini membuat para penyandang disabilitas fisik rentan untuk mengalami kecemasan kesempatan kerja yang tinggi dikarenakan tidak mampu menghadapi stressor yang dalam hal ini adalah pandangan terkait realitas peluang kerja yang tersedia bagi penyandang disabilitas. Hal ini akan berlaku sebaliknya apabila penyandang disabilitas fisik memiliki self esteem yang tinggi, serta mendapat dukungan sosial yang besar dari lingkungannya. 46 Skema 1 Kaitan antar Variabel

G. Hipotesis