Kecemasan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas Fisik

22 - Faktor yang terkait dengan potensi penerimaan individu yang menerima dukungan sosial. Individu tidak akan mungkin menerima dukungan sosial apabila individu tersebut tidak ramah dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa dirinya membutuhkan suatu pertolongan. Beberapa individu tidak cukup yakin untuk meminta bantuan dari orang lain dan berpikir bahwa mereka harus bersikap independen atau tidak boleh membebani orang lain. - Faktor yang terkait dengan pihak yang memberikan dukungan, misalnya saja bila individu yang menjadi sumber pemberi dukungan sosial tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan, tidak mampu membantu dirinya sendiri, atau tidak peka terhadap kebutuhan orang lain. - Ukuran, komposisi, tingkat keintiman, dan frekuensi individu untuk melakukan kontak dengan lingkungan sosialnya, seperti jumlah orang yang mereka kenal juga turut mempengaruhi besarnya dukungan sosial yang dapat dimiliki individu Cutrona Gardner, 2004; Wills Fegan, 2001 dalam Sarafino, 2008.

C. Kecemasan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas Fisik

1. Pengertian Kecemasan Freud dalam Feist Feist, 2008 mendefinisikan kecemasan sebagai sebuah kondisi yang tidak menyenangkan, bersifat 23 emosional, dan sangat terasa kuatnya, disertai sebuah sensasi fisik yang memperingatkan seseorang terhadap bahaya yang sedang mendekat. Kecemasan seringkali samar – samar, namun selalu dapat dirasakan dan hanya ego yang dapat mendeteksi tiap jenis kecemasan, sedangkan id, super ego, dan dunia eksternal masing – masing terlibat hanya pada satu jenis kecemasan. Begitu pula dengan Rogers dalam Feist Feist, 2008 yang menyatakan bahwa kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman atau tegang tanpa penyebab yang jelas. Kecemasan muncul saat kita tidak terlalu menyadari kontradiksi antara penghayatan organismik dan konsep diri. Gunarsa dalam Nainggolan, 2011 juga mendefinisikan kecemasan sebagai perasaan yang tidak menentu, takut yang tidak jelas, dan tidak terikat pada suatu ancaman bisa menyebabkan individu menjauhkan diri, menghindar dari lingkungan, atau tempat – tempat dan keadaan tertentu. Sedikit berbeda dengan pengertian sebelumnya, Sullivan dalam Feist Feist, 2008 menyatakan bahwa kecemasan adalah tegangan yang mengganggu pemenuhan kebutuhan. May dalam Feist Feist, 2008 mendefinisikan kecemasan sebagai perasaan terancam oleh sesuatu yang belum terjadi. Kecemasan adalah kondisi subjektif individu yang semakin menyadari bahwa eksistensinya tidak bisa dihancurkan, tetapi juga bahwa dia bisa saja jadi „tidak – mengada‟. Kecemasan dapat tumbuh dari kesadaran terhadap ketidakmengadaan 24 atau dari ancaman terhadap sejumlah nilai yang esensial bagi eksistensi dan hadir ketika manusia berkonfrontasi dengan potensi pemenuhan dirinya. Seligman 2001 menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan gelisah secara umum terkait dengan bahaya – bahaya yang tidak jelas atau spesifik. Beberapa ahli teori juga memandang kecemasan sebagai respon terhadap situasi yang mengancam, sedangkan para ahli yang lain menjelaskan kecemasan sebagai dorongan yang mengarah pada respon untuk mengatasi situasi tertentu. Meskipun banyak mekanisme yang berbeda, banyak pihak merasa setuju bahwa tingkat kecemasan yang wajar bertindak sebagai perlindungan untuk menjaga individu agar tidak mengabaikan suatu hal yang membahayakan Sue dkk., 1986. Kecemasan terkadang sering dianggap sama dengan perasaan takut. Kecemasan dan perasaan takut adalah perasaan yang sangat mirip dan ditandai dengan keadaan yang tidak menyenangkan dari suatu ketegangan, ketakutan akan suatu objek atau peristiwa tertentu, dan keinginan untuk menghindari sumber penyebab munculnya perasaan tersebut. Walaupun sangat mirip, kecemasan berbeda dengan perasaan takut. Perasaan takut biasanya mengacu pada sumber tertentu, sedangkan penyebab kecemasan tidak cukup jelas dan lebih bersifat abstrak Byrne Kelley, 1981. 25 Berdasarkan beberapa pengertian kecemasan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu kondisi atau perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan – perasaan subjektif, seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran. Penyebab perasaan cemas berasal dari hal-hal yang bersifat lebih abstrak atau tidak jelas. 2. Jenis Kecemasan Freud dalam Feist Feist, 2008 menyatakan bahwa terdapat 3 jenis kecemasan, yakni: a. Kecemasan neurotis, yakni kekhawatiran mengenai bahaya yang tidak diketahui. Kecemasan neurotis dihasilkan dari ketergantungan ego pada id. b. Kecemasan moral, yang berasal dari konflik antara ego dan superego. c. Kecemasan realistik, yakni perasaan tidak tentu yang tidak menyenangkan terhadap bahaya yang bisa saja terjadi. Kecemasan realistik dihasilkan oleh ketergantungan kepada dunia eksternal yang menghasilkan kecemasan analitis. May dalam Feist Feist, 2008 mengemukakan bahwa kecemasan memiliki 2 sifat, yakni: 26 a. Kecemasan normal adalah suatu hal yang proporsional bagi ancaman, tidak melibatkan represi, dan bisa ditentang secara konstruktif di tingkatan sadar. b. Kecemasan neurotik merupakan reaksi tidak proporsional terhadap ancaman, melibatkan represi, dan bentuk – bentuk konflik intrapsikis lainnya, dan diatur oleh beragam jenis pemblokiran aktivitas dan kesadaran. Spielberger membagi kecemasan menjadi dua tipe, yakni trait anxiety dan state anxiety dalam Byrne Kelley, 1981. Trait anxiety mengacu pada perbedaan tiap individu yang cukup stabil dalam level kecemasan, sedangkan state anxiety mengacu pada suatu kondisi yang terjadi sementara waktu dan bersifat fluktuatif dalam menanggapi suatu situasi tertentu. Spielberger juga memaparkan bahwa state anxiety ditandai dengan perasaan subjektif dari sebuah kekhawatiran dan ketegangan yang ditambah dengan aktivasi sistem saraf otonom, sedangkan trait anxiety lebih mengacu pada sistem motif atau sebuah kecenderungan yang merupakan predisposisi seseorang untuk merespon dengan reaksi state anxiety ke dalam situasi – situasi yang dipersepsikan sebagai sebuah ancaman. 27 3. Gejala Kecemasan Kaplan dan Sadock dalam Nainggolan, 2011 mengatakan bahwa gejala kecemasan dapat dilihat dari 3 tiga aspek, yaitu: a. Kesadaran adanya sensasi fisiologis seperti jantung berdebar – debar dan berkeringat. b. Kesadaran adanya sensasi psikologis kesadaran sedang gugup atau ketakutan. c. Kesadaran adanya sensasi kognitif. Sue dkk. 1986 menjelaskan bahwa kecemasan dapat diwujudkan dalam empat hal, yakni secara kognitif dalam pemikiran seseorang, motorik dalam tindakan seseorang, somatik berupa reaksi fisik atau biologis, dan secara afekif emosi seseorang. Kecemasan yang diwujudkan secara kognitif dapat bervariasi mulai dari kekhawatiran yang ringan hingga yang paling panik. Kecemasan yang cukup berat dapat membawa dampak yang terparah berupa kematian, keterpakuan pada bahaya yang tidak diketahui, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi atau membuat keputusan, dan kesulitan untuk tidur. Perilaku motorik juga akan terpengaruh ketika individu mengalami kecemasan. Individu yang mengalami kecemasan memperlihatkan gerakan – gerakan secara acak mulai dari tubuh yang bergemetar secara halus hingga bergetar dengan lebih parah. Perilaku yang bermacam – macam dapat ditunjukkan oleh individu, seperti kegelisahan secara umum, mondar 28 – mandir, menggeliatkan tubuh, menggigit bibir, menggigit kuku, menggemeretakan ruas jari, dan melompat. Tubuh mempersiapkan untuk merespon ancaman – ancaman yang mungkin muncul pada tiap waktu. Perubahan secara somatik juga mungkin muncul dari cara menarik nafas, mulut yang kering, tangan dan kaki yang terasa dingin, mengalami diare, meningkatnya frekuensi buang air kecil, pingsan, jantung yang berdebar – debar, ketegangan otot terutama di bagian kepala, leher, bahu, dan dada, dan mengalami gangguan pencernaan. Manifestasi kecemasan yang paling banyak dialami berada pada bagian afektif, yakni semacam perasaan ketegangan yang sedikit berdekatan dengan perasaan terteror dalam keadaan kecemasan yang cukup kronis. Individu merasa gelisah dan khawatir terus – menerus akan adanya bahaya yang mungkin terjadi dalam kondisi semacam ini, tanpa mempedulikan seberapa baiknya kondisi lingkungan yang terjadi di sekitarnya. Seligman 2001 juga mengungkapkan bahwa kecemasan memiliki empat komponen yang sama seperti rasa takut, namun memiliki perbedaan utama dalam elemen kognitif. Komponen kognitif dari rasa takut adalah pemikiran bahwa terdapat bahaya yang jelas dan spesifik, sedangkan komponen kognitif dari kecemasan adalah pemikiran terhadap bahaya yang lebih menyebar dan tidak jelas. Komponen somatik dari kecemasan sama dengan perasaan takut, yakni elemen sebagai reaksi terhadap keadaan 29 darurat. Banyak sekali elemen emosional dari kecemasan yang juga terjadi pada perasaan takut, seperti suatu perasaan yang sedikit aneh pada bagian ulu hati atau merasa ketakutan. Individu merasa terdorong untuk melakukan tindakan seperti mematung atau berlari ketika merasa ketakutan, namun individu cenderung merasa tidak pasti untuk bertindak saat mengalami kecemasan. Komponen perilaku antara kecemasan dan ketakutan tidak jauh berbeda yang termasuk dalam reaksi „flight’ kabur atau melarikan diri atau „fight’ menghadapi, namun individu mudah untuk menargetkan diri pada stimulus yang menjadi ancaman dan bereaksi dalam keadaan takut, sedangkan individu akan merasa panik untuk dapat menemukan stimulus yang menjadi ancaman saat mengalami kecemasan dan mengakibatkan individu mengalami kesulitan untuk bereaksi. Individu akan bereaksi dengan cepat saat merasa takut, sedangkan individu harus sedikit waspada terhadap pertanda yang akan membantu dalam mengidentifikasi ancaman yang ada, sekaligus mempersiapkan diri untuk menghadapi atau melarikan diri dari hal tersebut. State anxiety memiliki tiga komponen, yakni ideational item – item yang terkait dengan proses – proses kognitif dan berpikir, motorik item – item yang memiliki keterkaitan utama dengan sistem kerangka otot atau aktivitas motor, dan otonom item – item yang terkait dengan sistem organ yang dipersarafi oleh sistem saraf 30 otonom. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa stressor secara fisik dan psikologis akan meningkatkan ketiga komponen state anxiety, namun Lushene menemukan bahwa stressor fisik akan memproduksi peningkatan lebih besar pada komponen otonom dari pada komponen ideational maupun motorik pada state anxiety. Pendekatan yang mengisolasi pemisahan komponen – komponen state anxiety mendorong beberapa komponen mungkin berinteraksi dengan jenis situasi stressor di lingkungan individu berada London Exner, 1978. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan secara umum memiliki empat komponen. Komponen yang dimaksud meliputi gejala secara kognitif yang terjadi dalam tingkat pemikiran individu, gejala motorik yang nampak pada perilaku individu, gejala somatik yang terjadi dalam reaksi – reaksi secara biologis, dan gejala afektif atau emosi individu. Beberapa komponen mungkin tidak selalu muncul dalam setiap situasi yang memicu timbulnya kecemasan karena gejala yang ditunjukkan oleh individu juga dipengaruhi oleh jenis situasi stressor, maka komponen kecemasan akan kesempatan kerja dalam penelitian ini dibatasi hanya pada komponen kognitif, somatik, dan afektif. 31 4. Dampak Kecemasan Kecemasan cenderung menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya pada ruang dan waktu, tetapi pada orang dan arti peristiwa. Distorsi tersebut dapat mengganggu proses kognitif individu dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat, dan mengganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan hal lain untuk membuat asosiasi. Menambahkan penjelasan tersebut, Sullivan dalam Feist Feist, 2008 menyatakan bahwa kecemasan menghasilkan perilaku – perilaku yang: a. mencegah manusia belajar dari kesalahan – kesalahan mereka, b. mempertahankan agar mereka terus mengejar harapan – harapan kanak – kanak terhadap rasa aman, dan c. umumnya memastikan agar manusia tidak akan pernah bisa belajar dari pengalaman – pengalaman. 5. Kecemasan Kesempatan Kerja pada Penyandang Disabilitas Fisik Kesempatan kerja berasal dari kata sempat dan kerja. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008, kata sempat berarti memiliki peluang dan kata kerja memiliki arti kegiatan melakukan sesuatu atau mengindikasikan sebuah matapencaharian atau pekerjaan. Kesempatan kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008 32 adalah tersedianya lowongan pekerjaan yang ditawarkan oleh pasar kerja, baik oleh pemerintah maupun oleh swasta. Kesempatan kerja adalah tersedianya lapangan kerja bagi angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan Alam, 2007. Kesempatan kerja employment merupakan penggunaan faktor – faktor produksi, khususnya tenaga kerja Gilarso, 1992. Dalam pengkajian ketenaga kerjaan, kesempatan kerja sering dipicu sebagai permintaan tenaga kerja Sumarsono, 2009. Ritonga, dkk 2007 menjelaskan bahwa kegiatan ekonomi dalam masyarakat membutuhkan tenaga kerja dan kebutuhan akan tenaga kerja tersebut dapat disebut sebagai kesempatan kerja demand of labor. Ritonga, dkk 2007 juga menyebutkan bahwa kesempatan kerja juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang menggambarkan tersedianya lapangan kerja pekerjaan untuk diisi oleh para pencari kerja. Sukwiaty, dkk 2009 memiliki pandangan yang sejalan dengan Ritonga, dkk. Sukwiaty, dkk 2009 juga menjelaskan bahwa kesempatan kerja adalah jumlah lapangan kerja yang tersedia bagi masyarakat, baik yang telah ditempati employment maupun lapangan kerja yang masih kosong vacancy. Sukwiaty, dkk menyatakan bahwa kesempatan kerja menggambarkan tersedianya lapangan kerja dalam masyarakat, sehingga sering disebut sebagai besarnya permintaan terhadap tenaga kerja. Kesempatan kerja juga 33 erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan – perusahaan, baik swasta maupun pemerintah dalam berbagai jenis dan ukuran untuk menampung atau menyerap tenaga kerja yang terkait langsung dengan kegiatan produksi. Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa kesempatan kerja merupakan ketersediaan lowongan pekerjaan yang ditawarkan oleh pasar kerja dan dapat menunjukkan besarnya permintaan akan tenaga kerja. Pendefinisian tersebut sekaligus menunjukkan bahwa kecemasan kesempatan kerja pada penyandang disabilitas fisik merupakan perasaan atau kondisi yang tidak menyenangkan pada penyandang disabilitas fisik yang disebabkan oleh pandangan terhadap ketersediaan lowongan pekerjaan yang ditawarkan oleh pasar kerja, baik oleh pemerintah maupun oleh swasta.

D. Penyandang Disabilitas Fisik