Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21

F. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Surat Setoran Pajak Sarana administrasi yang digunakan untuk menyetor pajak adalah Surat Setoran Pajak SSP. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat Setoran Pajak merupakan bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Bentuk formulir Surat Setoran Pajak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER- 38PJ2009 Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak. SSP harus diisi dengan benar dan jelas, baik menyangkut identitas Wajib Pajak atau pemotong pajak. Demikian juga, uraian dari tujuan pembayaran, kode akun pajak dan kode jenis setoran, serta jumlah pembayaran pajaknya, baik dalam penulisan angka maupun kalimat terbilangnya. Kesalahan pengisian SSP mengakibatkan tidak masuknya pembayaran pada akun yang dituju dalam keuangan negara. Apabila demikian halnya, maka Wajib Pajak dapat dianggap belum melakukan pembayaran atas suatu pembayaran pajak yang menjadi kewajibannya. Formulir SSP dibuat dalam rangkap empat, dengan peruntukkan: lembar-1 untuk arsip Wajib Pajak, lembar-2 untuk Kantor Pelayanan Pembendaharaan Pajak KPPN, lembar-3 untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak KPP, dan lembar-4 untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran. Untuk keperluan khusus, SSP dapat dibuat dalam rangkap lima dengan peruntukkan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan. 2. Pembayaran Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh pemotong pajak dalam suatu masa pajak harus segera dibayar atau disetor ke kas negara. Pembayaran atau penyetoran dilakukan dengan menggunakan SSP yang telah diisi dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31PJ2009, pembayaran atau penyetoran dilakukan paling lambat pada tanggal 10 sepuluh bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran bertepatan pada hari libur, termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Menurut Pandiangan, yang dimaksud dengan hari libur nasional, termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan di Kantor Pos atau Bank Persepsi yang telah ditetapkan. 3. Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur mengenai sanksi keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Apabila pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, maka dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 dua persen per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 satu bulan.

G. Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21