Evaluasi pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 untuk pegawai tetap.

(1)

ABSTRAK

EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TETAP

Studi Kasus di CV. Adicita Prayoga Klaten

Iskandar Widitya Yoga NIM : 092114049 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

Tujuan penelitian ini untuk menilai pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap di CV. Adicita Prayoga sudah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009.

Jenis penelitian adalah studi kasus. Data diperoleh dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif analisis. Data dianalisis dengan mendeskripsikan komponen dan penghitungan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh CV. Adicita Prayoga; penghitungan ulang PPh Pasal 21 berdasarkan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009 dan membandingkannya dengan komponen dan penghitungan pemotongan yang dilakukan oleh perusahaan. Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dianalisis dengan cara membandingkan media yang digunakan, tata cara pengisian, tempat dan waktu penyampaian yang dilakukan perusahaan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CV. Adicita Prayoga belum sepenuhnya melakukan penghitungan pemotongan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009, bagian yang belum sesuai adalah penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang dipindahtugaskan dan penentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk pegawai baru. CV. Adicita Prayoga sudah melakukan penyetoran sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009. CV. Adicita Prayoga belum sepenuhnya melakukan pelaporan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009, bagian yang belum sesuai adalah kesalahan dalam penulisan angka dan kelengkapan lampiran dalam pelaporan, yaitu Formulir 1721-I dan Formulir 1721-II.


(2)

ABSTRACT

AN EVALUATION OF CUTTING, PAYMENT AND REPORTING OF ARTICLE 21-INCOME TAX FOR PERMANENT EMPLOYEES

A Case Study on CV. Adicita Prayoga Klaten

Iskandar Widitya Yoga NIM : 092114049 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2013

The purpose of this research is to evaluate whether cutting, payment, and reporting of Income Tax Article 21 for permanent employees at CV. Adicita Prayoga is in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009.

This type of research is a case study. Data obtained by conducting interviews and documentation. The data analysis technique is descriptive analysis. Data were analysed by describing the components and calculation of cutting, payment, and reporting Income Tax Article 21 conducted by CV. Adicita Prayoga; recalculating of Income Tax Article 21 based on the Regulation of the Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009 and comparing it with the components and calculation of the Income Tax Article 21 conducted by the company. The payment and reporting of Income Tax Article 21 were analyzed by comparing the media used, procedures for filling, place and time of payment and reporting conducted by the company in accordance with the Regulation of Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009.

The results showed that the CV. Adicita Prayoga did not fully cut the Income Tax Article 21 in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009, especially for reassigned employees and determination of Non Taxable Income (PTKP) for new employees. CV. Adicita Prayoga has fully did the tax payment in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009. CV. Adicita Prayoga did not fully perform the tax reporting in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009, especially in wrongly writing numbers and incompleteness in reporting attachments, namely Form 1721-I and Form 1721-II.


(3)

EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TETAP

Studi Kasus di CV. Adicita Prayoga Klaten

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

ISKANDAR WIDITYA YOGA NIM : 092114049

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TETAP

Studi Kasus di CV. Adicita Prayoga Klaten

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

ISKANDAR WIDITYA YOGA NIM : 092114049

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa memberkati,

melindungi dan membimbingku selama ini.

Keluargaku tercinta (Bapak Wiji Rahayu, Ibu Wiwik Setyowati, Mas

Robertus Iskandar Setyo Raharjo, dan Adikku Elisabeth Isyana

Rahayu) terima kasih atas segala bimbingan, perhatian, doa, dan

dukungan semangat kepada penulis.

My Lovely Fransisca Ajeng Lestari, terima kasih atas doa, cinta,

semangat dan dukungannya hingga karya ini selesai.

Teman-teman seperjuanganku (Anin, Yuyud, Iponk, Yonas, Tara,

Jojo, Mita, Leo, dan Hoho) yang selalu mendukung penulis.


(8)

v

UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTASI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: Evaluasi Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap Studi Kasus di CV. Adicita Prayoga dan dimajukan untuk diuji pada tanggal 1 Juli 2013 adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta, 27 September 2013 Yang membuat pernyataan,


(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Iskandar Widitya Yoga

Nomor Mahasiswa : 092114049

Demi ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas

Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Evaluasi Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap Studi Kasus di CV. Adicita Prayoga Klaten”.

Saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma, hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta,

Pada Tanggal 27 September 2013

Yang menyatakan


(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

a. Dr. Ir. P. Wiryono P. S.J selaku Romo Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.

b. M. Trisnawati Rahayu, S.E.,M.Si.,Akt.,QIA selaku Pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

c. Lisia Apriani, S.E., M.Si., Akt., QIA selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan di Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

d. Segenap Pegawai CV. Adicita Prayoga Klaten, terutama Ibu Sulistyowati yang banyak membantu untuk mengumpulkan data, dan memberikan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini bisa selesai.

e. Wiji Rahayu, papiku dan Wiwik Setyowati, ibuku, atas doa, nasehat, dan kesabaran dalam memberikan semangat dan dukungan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

f. Robert, kakakku dan Lisa, adikku, atas doa dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

g. Fransisca Ajeng Lestari, kekasihku, atas doa dan dukungan yang tulus terhadap penulis dalam penyusunan skripsi.

h. Teman-teman Akuntansi 2009 : Tara, Suyut, Ipong, Yonas, Hoho, Yuyud, Leo, Anin, Mita, Jojo, Yanuar, Dakocan, Gomex, Topan, Angga, Petrick, dan lain-lain.


(11)

viii

i. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 27 September 2013 Penulis,


(12)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ...xiii

ABSTRAK ...xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C.Batasan Masalah ... 3

D.Tujuan Penelitian ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 4

F. Sistematika Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Pajak ... 6

B. Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 15

C.Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 24

D.Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 26

E. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap ... 29


(13)

x

G.Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

C.Subyek dan Obyek Penelitian ... 44

D.Data Penelitian... 44

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

F. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A.Sejarah Perusahaan ... 51

B. Tujuan Perusahaan... 56

C.Sumber Daya Manusia ... 56

D.Produksi ... 57

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Data ... 63

B. Analisis Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 ... 83

C.Analisis Penyetoran PPh Pasal 21 ...103

D.Analisis Pelaporan PPh Pasal 21 ...106

E. Pembahasan ...111

BAB VI PENUTUP A.Kesimpulan ...128

B. Keterbatasan Penelitian ...131

C.Saran ...131

DAFTAR PUSTAKA ...133


(14)

xi

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1. Penghasilan Tidak Kena Pajak ... 22

2. Penghasilan Tidak Kena Pajak baru ... 23

3. Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi ... 24

4. Tarif Pajak untuk Penerima Pensiun Sekaligus ... 25

5. Formula Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur ... 31

6. Formula Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur ... 33

7. Formula Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Dipindahtugasakan dalam Tahun Berjalan ... 34

8. Formula Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap Baru yang Mulai Bekerja pada Tahun Berjalan ... 35

9. Jumlah Karyawan CV. Adicita Prayoga ... 57

10.Data Diri Pegawai Tetap Bulan Oktober Tahun 2012 ... 64

11.Data Diri Pegawai Tetap Bulan November Tahun 2012 ... 65

12.Data Diri Pegawai Tetap Bulan Desember Tahun 2012 ... 66

13.Data Diri Sampel Pegawai Tetap ... 70

14.Data Hasil Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Masa Pajak Oktober, November, dan Desember Tahun 2012 oleh CV. Adicita Prayoga ... 74

15.Data Hasil Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai yang Mulai Bekerja pada Masa Pajak Oktober Tahun 2012 oleh CV. Adicita Prayoga ... 75

16.Data Hasil Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai yang Mulai Bekerja pada Masa Pajak November Tahun 2012 oleh CV. Adicita Prayoga ... 77

17.Data Hasil Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai yang Mulai Bekerja pada Masa Pajak Desember Tahun 2012 oleh CV. Adicita Prayoga ... 78


(15)

xii

19.Waktu dan Tempat Pelaporan PPh Pasal 21 ... 83

20.Data Hasil Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Masa Pajak Oktober, November, dan Desember Tahun 2012 oleh penulis ... 96

21.Data Hasil Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai yang Mulai Bekerja pada Masa Pajak Oktober Tahun 2012 oleh penulis ... 97

22.Data Hasil Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai yang Mulai Bekerja pada Masa Pajak November Tahun 2012 oleh penulis ... 99

23.Data Hasil Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai yang Mulai Bekerja pada Masa Pajak Desember Tahun 2012 oleh penulis ...100

24.Tata Cara Pengisian Formulir Surat Setoran Pajak ...103

25.Tata Cara Pengisian SSP oleh CV. Adicita Prayoga ...105

26.Tata Cara Pengisian Surat Pemberitahuan Masa ...106

27.Tata Cara Pengisian SPT Masa oleh CV. Adicita Prayoga ...109

28.Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 oleh CV. Adicita Prayoga dan oleh penulis berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 ...115

29.Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 antara Praktik di CV. Adicita Prayoga dan Peraturan Perpajakan yang berlaku untuk Penghasilan Teratur ...118

30.Perbandingan Penyetoran yang dilakukan CV. Adicita Prayoga dengan Penyetoran Berdasarkan Peraturan Perpajakan ...122

31.Perbandingan Pelaporan yang dilakukan CV. Adicita Prayoga dengan Pelaporan Berdasarkan Peraturan Perpajakan ...126


(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

1. Struktur Organisasi CV. Adicita Prayoga ... 52 2. Skema Proses Produksi ... 57


(17)

xiv

ABSTRAK

EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TETAP

Studi Kasus di CV. Adicita Prayoga Klaten

Iskandar Widitya Yoga NIM : 092114049 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

Tujuan penelitian ini untuk menilai pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap di CV. Adicita Prayoga sudah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009.

Jenis penelitian adalah studi kasus. Data diperoleh dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif analisis. Data dianalisis dengan mendeskripsikan komponen dan penghitungan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh CV. Adicita Prayoga; penghitungan ulang PPh Pasal 21 berdasarkan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009 dan membandingkannya dengan komponen dan penghitungan pemotongan yang dilakukan oleh perusahaan. Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dianalisis dengan cara membandingkan media yang digunakan, tata cara pengisian, tempat dan waktu penyampaian yang dilakukan perusahaan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CV. Adicita Prayoga belum sepenuhnya melakukan penghitungan pemotongan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009, bagian yang belum sesuai adalah penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang dipindahtugaskan dan penentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk pegawai baru. CV. Adicita Prayoga sudah melakukan penyetoran sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009. CV. Adicita Prayoga belum sepenuhnya melakukan pelaporan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009, bagian yang belum sesuai adalah kesalahan dalam penulisan angka dan kelengkapan lampiran dalam pelaporan, yaitu Formulir 1721-I dan Formulir 1721-II.


(18)

xv

ABSTRACT

AN EVALUATION OF CUTTING, PAYMENT AND REPORTING OF ARTICLE 21-INCOME TAX FOR PERMANENT EMPLOYEES

A Case Study on CV. Adicita Prayoga Klaten

Iskandar Widitya Yoga NIM : 092114049 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2013

The purpose of this research is to evaluate whether cutting, payment, and reporting of Income Tax Article 21 for permanent employees at CV. Adicita Prayoga is in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009.

This type of research is a case study. Data obtained by conducting interviews and documentation. The data analysis technique is descriptive analysis. Data were analysed by describing the components and calculation of cutting, payment, and reporting Income Tax Article 21 conducted by CV. Adicita Prayoga; recalculating of Income Tax Article 21 based on the Regulation of the Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009 and comparing it with the components and calculation of the Income Tax Article 21 conducted by the company. The payment and reporting of Income Tax Article 21 were analyzed by comparing the media used, procedures for filling, place and time of payment and reporting conducted by the company in accordance with the Regulation of Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009.

The results showed that the CV. Adicita Prayoga did not fully cut the Income Tax Article 21 in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009, especially for reassigned employees and determination of Non Taxable Income (PTKP) for new employees. CV. Adicita Prayoga has fully did the tax payment in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009. CV. Adicita Prayoga did not fully perform the tax reporting in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation Number: PER-31/PJ/2009, especially in wrongly writing numbers and incompleteness in reporting attachments, namely Form 1721-I and Form 1721-II.


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan populasi dunia usaha di Indonesia yang pesat merupakan

indikator peningkatan potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan.

Pajak mempunyai kontribusi yang cukup tinggi dalam penerimaan negara

non-migas. Pada beberapa tahun terakhir, penerimaan dari sektor fiskal

mencapai lebih dari 70% dari total penerimaan dalam APBN (Resmi 2011:v).

Untuk itu pemerintah perlu memaksimalkan penerimaan negara dari sektor

perpajakan dan disertai kesadaran dari masyarakat untuk membayar pajak.

PPh yang merupakan singkatan dari pajak penghasilan adalah salah satu jenis

pajak yang ada di Indonesia dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak.

PPh Pasal 21 merupakan salah satu jenis pajak atas penghasilan yang

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib

pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri. Pelaksanaan PPh Pasal 21

diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009

tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan

Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan

dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. Peraturan Direktur

Jenderal Pajak ini mengalami beberapa kali perubahan, sehingga dapat

mengikuti perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan


(20)

Direktur Jenderal Pajak mempertahankan self assessment system dalam

sistem pemungutan pajak. Self assessment system merupakan pemungutan

pajak dengan memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada

wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya

pajak yang harus dibayar (Casavera 2009:5). Sesuai dengan self assessment

system, wajib pajak diharapkan dapat menghitung dan membayar serta

melaporkan secara benar sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang

berlaku. Dalam pemberlakuan sistem ini kepatuhan wajib pajak diharapkan

dapat meningkat, yang ditandai dengan pelaksanaan kewajiban perpajakan

oleh Wajib Pajak secara sukarela.

CV. Adicita Prayoga merupakan salah satu perusahaan yang bergerak

di bidang konveksi yang memotong PPh Pasal 21 untuk pegawai. Pemotong

pajak sebagai pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai dan

melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Pajak penghasilan yang dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh pemotong

pajak harus berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu,

dibutuhkan pemahaman terhadap undang-undang perpajakan dan

peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku. Penghitungan yang belum mengacu pada

peraturan perpajakan yang berlaku akan menyebabkan kesalahan dalam

penghitungan pajak terutang, sehingga menyebabkan kesalahan juga dalam

memasukkan data penghitungan ke dalam Surat Setoran Pajak dan Surat


(21)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis ingin mengevaluasi

pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk

pegawai tetap di CV. Adicita Prayoga Klaten sudah sesuai dengan peraturan

perpajakan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah

yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah :

Apakah pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan

Pasal 21 untuk pegawai tetap atas penghasilan teratur di CV. Adicita Prayoga

Klaten sudah sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini berhubungan dengan pemotongan, penyetoran, dan

pelaporan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap atas penghasilan teratur di CV.

Adicita Prayoga Klaten. Dalam penelitian ini akan dibatasi pada

permasalahan yaitu penghitungan yang berkaitan dengan pemotongan,

penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap masa pajak

Oktober, November dan Desember tahun 2012.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menilai pemotongan, penyetoran, dan

pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap di CV. Adicita


(22)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain :

1. Bagi penulis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

penulis dalam bidang perpajakan serta dapat menerapakan ilmu yang

diperoleh selama kuliah dan mempraktikkannya dalam kondisi yang

sesungguhnya.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi pustaka bagi

Universitas Sanata Dharma yang dapat digunakan untuk menambah

pengetahuan bagi mahasiswa dan sebagai perbandingan untuk penelitian

mendatang.

3. Bagi perusahaan terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi

pelengkap atau masukan sekaligus pertimbangan dalam meningkatkan

kualitas kemajuan perusahaan.

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika


(23)

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan masalah

yang dibahas penulis dan akan digunakan sebagai dasar untuk

mendukung pengolahan data yang diperoleh.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini berisi uraian mengenai jenis penelitian, tempat dan

waktu penelitian, subyek dan obyek penelitian, data penelitian,

teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV Gambaran Umum Perusahaan

Bab ini berisi uraian mengenai uraian singkat obyek yang

diteliti.

Bab V Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini berisi deskripsi data, analisis data, dan pembahasannya.

Bab VI Penutup

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisis data, keterbatasan


(24)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Definisi Pajak

Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum”.

Menurut Djajadinigrat dalam Resmi (2011:1) “Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang

disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan

kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan

yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa

timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara

kesejahteraan secara umum”.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

dalam Resmi (2011:18) “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya


(25)

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

karateristik yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut

ini :

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,

yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan

untuk membiayai public investment.

e. Secara khusus, undang-undang menambahkan bahwa penggunaan

iuran pajak adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

(pemerataan kesejahteraan).

2. Fungsi Pajak

Menurut Waluyo (2006), terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi

budgeteir (fungsi penerimaan) dan fungsi reguler (mengatur).

a. Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak berfungsi sebagai

sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan

pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya


(26)

b. Pajak mempunyai fungsi reguler, artinya pajak berfungsi sebagai

alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial

dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih

tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula

terhadap barang mewah.

3. Jenis Pajak

Menurut Resmi (2011), terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. Menurut golongan, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1) Pajak langsung: pajak yang harus dipikul atau ditanggung

sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau

dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh: Pajak

Penghasilan (PPh).

2) Pajak tidak langsung: pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak

ketiga. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

b. Menurut sifat, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1) Pajak subjektif: pajak yang pengenaannya memerhatikan

keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang

memerhatikan keadaan subjek. Contoh: Pajak Penghasilan


(27)

2) Pajak objektif: pajak yang pengenaannya memerhatikan

objeknya baik berupa benda, kekayaan, perbuatan, atau

peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar

pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi Subyek Pajak

(Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: PPN, PPnBM,

dan PBB.

c. Menurut lembaga pemungut, pajak dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:

1) Pajak negara (Pajak pusat): pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah

tangga negara pada umumnya. Contoh: PPh, PPN dan PPnBM,

PBB, BPHTB.

2) Pajak daerah: pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II

(pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah

tangga daerah masing-masing. Contoh: Pajak Kendaraan

Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan

Bakar Kendaraan, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak Parkir, dan

lain-lain.

4. Tata Cara Pemungutan Pajak

Tata cara pemungutan pajak menurut Resmi (2011) terdiri atas


(28)

a. Stelsel Pajak

1) Stelsel Nyata (Riil)

Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan

pada obyek yang sesungguhnya terjadi (untuk PPh maka

obyeknya adalah penghasilan). Kebaikan stelsel ini adalah

pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya

adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah

penghasilan riil diketahui).

2) Stelsel Anggapan (Fiktif)

Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan

pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.

Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun

berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan

kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan

pada keadaan sesungguhnya.

3) Stelsel Campuran

Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan

pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada

awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu

anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak

disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya


(29)

anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya,

jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

b. Asas Pemungutan Pajak

1) Asas Domisili

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak

atau seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal

di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam

maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam

negeri.

2) Asas Sumber

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak

atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa

memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

3) Asas Kebangsaan

Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan

dengan kebangsaan suatu negara.

c. Sistem Pemungutan Pajak

1) Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur

perpajakan (fiskus) untuk menentukan sendiri jumlah pajak

yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan


(30)

Ciri-cirinya :

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada

pada fiskus.

b) Wajib Pajak bersifat pasif.

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan

pajak oleh fiskus.

2) Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib

Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang

setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perudang-undangan

perpajakan yang berlaku.

Ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada

pada Wajib Pajak sendiri.

b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang.

c) Fiskus tidak ikut campur tangan dan hanya mengawasi.

3) With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan


(31)

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang

terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib

Pajak.

d. Syarat Pemungutan Pajak

1) Syarat Keadilan

Pemungutan pajak dilaksanakan secara adil baik dalam

peraturan maupun realisasi pelaksanaannya.

2) Syarat Yuridis

Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang yang

ditujukan untuk menjamin adanya hukum yang menyatakan

keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk

warganya.

3) Syarat Ekonomis

Pemungutan pajak tidak boleh menghambat ekonomi rakyat,

artinya pajak tidak boleh dipungut apabila justru menimbulkan

kelesuan perekonomian masyarakat.

4) Syarat Finansial

Pemungutan pajak dilaksanakan dengan pedoman bahwa biaya

pemungutan tidak boleh melebihi hasil pemungutannya.

5) Syarat Sederhana

Sistem pemungutan pajak harus dirancang sesederhana

mungkin untuk memudahkan pelaksanaan hak dan kewajiban


(32)

5. Tarif Pajak

Menurut Waluyo (2006), struktur tarif pajak yang berhubungan

dengan pola presentase tarif pajak dikenal 4 (empat) macam tarif:

a. Tarif Pajak Proporsional (Sebanding), adalah tarif pajak berupa

persentase tetap terhadap jumlah berapa pun yang menjadi dasar

pengenaan pajaknya. Contoh dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

10% atas penyerahan Barang Kena Pajak.

b. Tarif Pajak Progesif, adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi

lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya

semakin besar. Sebagai contoh Pajak Penghasilan.

Memerhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dapat dibagi

menjadi:

1) Tarif Progresif Progresif: dalam hal ini kenaikan persentase

pajaknya semakin besar.

2) Tarif Progresif Tetap: kenaikan persentasenya tetap.

3) Tarif Progresif Degresif: kenaikan persentasenya semakin

menurun.

c. Tarif Pajak Degresif, adalah persentase tarif pajak yang semakin

menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak

menjadi semakin besar.

d. Tarif Pajak Tetap, adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama


(33)

pengenaan pajak. Oleh karena itu, besarnya pajak yang terutang

tetap. Sebagai contoh Tarif Bea Materai.

B. Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Definisi Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap

Subyek Pajak (orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap) atas

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak

(Resmi, 2011).

Peraturan perundangan yang mengatur Pajak Penghasilan di

Indonesia adalah UU No. 7 tahun 1983 yang telah disempurnakan

dengan UU No. 7 Tahun 1991, UU No. 10 Tahun 1994, UU No. 17

Tahun 2000, UU No. 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah,

Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan

Direktur Jenderal Pajak maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.

2. Definisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan

berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan

nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau

jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang


(34)

3. Dasar Hukum PPh Pasal 21

Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

adalah :

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009

tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan.

c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang

Pedoman Teknik Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan

Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan

Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang

Pribadi.

d. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang

Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

PER-31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknik Tata Cara Pemotongan,

Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau

Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa,

dan Kegiatan Orang Pribadi.

4. Subyek PPh Pasal 21

Subyek Pajak PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak Orang Pribadi


(35)

kegiatan. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

PER-31/PJ/2009, penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah

orang pribadi yang merupakan :

a. Pegawai, adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja,

baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja

lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara

tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan

dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan

yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian

pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja,

termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan

negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik

daerah. Pegawai dibedakan menjadi dua yaitu pegawai tetap dan

pegawai tidak tetap. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima

atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur,

termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas

yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan

perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja

berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang

pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam

pekerjaan tersebut. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah

pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang


(36)

hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis

pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,

tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;

c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain

meliputi:

1) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari

pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai,

dan aktuaris;

2) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang

film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto

model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat,

pelukis, dan seniman lainnya;

3) olahragawan;

4) penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan

moderator;

5) pengarang, peneliti, dan penerjemah;

6) pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer

dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi,

ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu

kepanitiaan;


(37)

8) pengawas atau pengelola proyek;

9) pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang

menjadi perantara;

10) petugas penjaja barang dagangan;

11) petugas dinas luar asuransi;

12) distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling

dan kegiatan sejenis lainnya;

d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan

sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara

lain meliputi:

1) peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain

perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan,

teknologi dan perlombaan lainnya;

2) peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan

kerja;

3) peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai

penyelenggara kegiatan tertentu;

4) peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;


(38)

5. Obyek Pajak PPh Pasal 21

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

PER-31/PJ/2009, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

a. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik

berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;

b. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara

teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan

penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara

sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan

hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;

d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa

upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau

upah yang dibayarkan secara bulanan;

e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,

komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam

bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan,

jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku,

uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau

penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan


(39)

g. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau pph pasal 26

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula penerimaan

dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama

dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:

1) bukan Wajib Pajak;

2) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat

final; atau

3) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan

norma penghitungan khusus (deemed profit).

6. Penghasilan Neto

Dalam menentukan Penghasilan Neto pegawai tetap, ada

beberapa hal yang menjadi faktor pengurang dari penghasilan bruto.

a. Biaya Jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan

bruto. Jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah

Rp6.000.000 (enam juta rupiah) dalam satu tahun atau Rp500.000

(lima ratus ribu rupiah) dalam satu bulan.

b. Biaya pensiun bagi penerima pensiun, yaitu biaya untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun sebesar 5%

(lima persen) dari penghasilan bruto. Jumlah maksimum yang

diperkenankan sejumlah Rp2.400.000 (dua juta empat ratus ribu

rupiah) dalam satu tahun atau Rp200.000 (dua ratus ribu rupiah)


(40)

c. Iuran yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang

pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan

penyelenggara yang dipersamakan dengan dana pensiun yang

pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

7. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang

Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

Pajak Penghasilan Pasal 7 Ayat (1), besarnya Penghasilan Kena Pajak

(PKP) dihitung berdasarkan penghasilan neto dikurangi dengan PTKP

sebagai berikut ini:

Tabel 1. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Uraian PTKP Setahun PTKP Sebulan Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi Rp 15.840.000 Rp 1.320.000 Tambahan untuk Wajib Pajak yang

kawin Rp 1.320.000 Rp 110.000 Tambahan untuk seorang istri yang

penghasilannya digabung dengan penghasilan suami

Rp 15.840.000 Rp 1.320.000

Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 orang

Rp 1.320.000 Rp 110.000


(41)

Pada tanggal 22 Oktober 2012, Menteri Keuangan melakukan

penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan

mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor

162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak

Kena Pajak. Peraturan ini mulai diberlakukan mulai pada tanggal 1

Januari 2013.

Berikut adalah jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

terbaru :

Tabel 2. Penghasilan Tidak Kena Pajak Terbaru

Uraian PTKP Setahun PTKP Sebulan Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi Rp 24.300.000 Rp 2.025.000 Tambahan untuk Wajib Pajak yang

kawin Rp 2.025.000 Rp 168.750 Tambahan untuk seorang istri yang

penghasilannya digabung dengan penghasilan suami

Rp 24.300.000 Rp 2.025.000

Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 orang

Rp 2.025.000 Rp 168.750


(42)

C. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Tarif Pajak Pasal 17 UU PPh

Dalam menghitung PPh 21 terutang, secara umum, tarif pajak

yang berlaku adalah tarif pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 17. Tarif ini berlaku untuk

menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi

dalam negeri yang merupakan pegawai tetap/pensiun yang menerima

penghasilan secara rutin, dan Wajib Pajak Orang Pribadi bukan

pegawai yang melakukan pekerjaan bebas.

Tabel 3. Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp50.000.000 5 % Di atas Rp50.000.000-Rp250.000.000 15 % Di atas Rp250.000.000-Rp500.000.000 25 % Di atas Rp500.000.000 30 % Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008

2. Tarif 15%

Tarif 15% digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 bagi Wajib

Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang merupakan kelompok tenaga

ahli (pengacara, akuntan, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris):

PPh 21 terutang = 15% x Perkiraan Penghasilan Neto, atau


(43)

3. Tarif 5%

Tarif 5% digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 bagi Wajib

Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang merupakan pegawai tidak tetap

yang menerima upah harian, satuan atau borongan. Batasan penghasilan

yang tidak kena pajak adalah Rp150.000 sehari atau Rp1.320.000

sebulan.

4. Tarif Khusus untuk Menghitung PPh Pasal 21 atas Uang Tebusan

Pensiun

Lapisan tarif khusus untuk penghasilan yang berasal dari uang

tebusan pensiun yang diterima sekaligus.

Tabel 4. Tarif Pajak untuk Penerima Pensiun Sekaligus

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp25.000.000 0% Di atas Rp25.000.000-Rp50.000.000 5% Di atas Rp50.000.000-Rp100.000.000 10% Di atas Rp100.000.000-Rp200.000.000 15% Di atas Rp200.000.000 25%

Sumber: Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak karangan Purwono, hal 124 5. Tarif Bagi Penerima Penghasilan yang Tidak Memiliki NPWP

Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang

tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan

tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib

Pajak yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh Pasal 21 yang harus

dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang


(44)

Pemotongan PPh Pasal 21 seperti ini hanya berlaku untuk pemotongan

PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final (Mardiasmo, 2011).

D. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Pemotong PPh Pasal 21

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

PER-31/PJ/2009, Pemotong PPh Pasal 21, meliputi:

a. pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik

merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang

membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain

dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh

pegawai atau bukan pegawai;

b. bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau

pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi

TNI/POLRI, pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah,

lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik

Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah,

honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan

dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,


(45)

c. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja,

dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan

hari tua atau jaminan hari tua;

d. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

serta badan yang membayar:

1) honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan

dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang

pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk

jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak

untuk dan atas namanya sendiri bukan untuk dan atas nama

persekutuannya;

2) honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan

dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi

dengan status Subjek Pajak luar negeri;

3) honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan,

pelatihan, dan magang;

e. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi

yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang

pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan,

yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam

bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri


(46)

2. Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

PER-31/PJ/2009, Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21, meliputi:

a. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan penerima

penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri

ke Kantor pelayanan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 wajib menghitung,

memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau

PPh pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.

c. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib membuat

catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh

Pasal 26 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi

dasar pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang terutang

untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas

kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Pemotong PPh Pasal 2l dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan

bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima

atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun berkala paling

lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir.

e. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib melaporkan

pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 2l dan/atau PPh Pasal 26

untuk setiap Masa pajak yang dilakukan melalui penyampaian


(47)

Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong PPh pasal 21 dan/atau

PPh Pasal 26 terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah

Masa pajak berakhir.

E. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap

1. Pengertian Pegawai

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

PER-31/PJ/2009 Pasal 1, yang dimaksud dengan pegawai adalah orang

pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap

atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau

kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk

melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu

dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode

tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan

pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan

dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha

milik daerah.

2. Pengertian Pegawai Tetap

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

PER-31/PJ/2009 Pasal 1, pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau

memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk

anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara


(48)

langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu

jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja

penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.

3. Pengertian Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

PER-31/PJ/2009 Pasal 1, Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur

adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala

macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan

secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi

kerja, termasuk uang lembur.

Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36

Tahun 2008 Pasal 21 Ayat (3), penghasilan pegawai tetap atau

pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah

penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya

pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan,

iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

4. Pengertian Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

PER-31/PJ/2009 Pasal 1, penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak

Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang

bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode


(49)

produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama

apapun.

5. Formula PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap atas Penghasilan Teratur

Formula penghitungan PPh Pasal 21 umum digunakan untuk

menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan teratur

dengan struktur penghitungan sebagai berikut.

Tabel 5. Formula Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur

Penghasilan Bruto 1. Gaji Pokok 2. Tunjangan istri 3. Tunjangan anak 4. Tunjangan jabatan 5. Pembulatan 6. Tunjangan beras 7. Tunjangan lainnya

Jumlah penghasilan bruto sebulan

Pengurangan

1. Biaya Jabatan = 5% x H

(maksimum sebesar Rp500.000/bulan)

2. Iuran pensiun

3. Iuran Tunjangan Hari Tua (THT)

Jumlah

Penghasilan Neto Sebulan

Penghasilan Neto Setahun = M x 12

4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

= A = B = C = D = E = F = G = I = J = K = H = L = M = N = O = P

PPh Pasal 21 terutang setahun = Tarif x P


(50)

Tabel 5. (Lanjutan)

= Q

PPh Pasal 21 terutang sebulan = Q : 12

= R

Sumber: Pedoman Praktis Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 karangan Pandiangan, hal 71

Dari formula tersebut, terdapat beberapa hal penting yang dapat

diketahui, antara lain:

a. Jumlah penghasilan bruto sebulan (H) merupakan penjumlahan dari

gaji pokok sebulan (A) ditambah tunjangan istri (B), ditambah

tunjangan anak (C), ditambah tunjangan jabatan (D), ditambah

pembulatan (E), ditambah tunjangan beras (F), dan ditambah

tunjangan lainnya (G).

b. Pembulatan adalah suatu jumlah puluhan (1-99) yang menambah

penghasilan bruto sehingga penghasilan yang diterima dalam

ratusan rupiah penuh.

c. Jumlah penghasilan neto sebulan (M) diperoleh dari penghasilan

bruto sebulan (H) dikurangi biaya jabatan (I), dikurangi iuran

pensiun (J), dan dikurangi iuran Tunjangan Hari Tua-THT (K).

d. Jumlah PKP (P) diperoleh dari penghasilan neto setahun (N)


(51)

6. Formula PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap atas Penghasilan Tidak

Teratur

Formula penghitungan PPh Pasal 21 umum digunakan untuk

menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan tidak

teratur dengan struktur penghitungan sebagai berikut.

Tabel 6. Formula Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur

Penghitungan atas gaji dan bonus/THR/jasa produksi

1. Gaji Setahun (12 x Gaji Sebulan) 2. Bonus/THR/jasa produksi

Jumlah penghasilan bruto

Pengurangan

1. Biaya Jabatan = 5% x C

(maksimum sebesar Rp500.000/bulan)

2. Iuran pensiun (12 x iuran sebulan) 3. Iuran THT/JHT (12 x iuran sebulan)

Jumlah

Penghasilan Neto Setahun

4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh Pasal 21 terutang (tarif x J)

= A = B = D = E = F C = G = H = I = J = K

Penghitungan atas Gaji

1. Gaji setahun (12 x gaji sebulan)

Pengurangan

1. Biaya Jabatan = 5% x C

(maksimum sebesar Rp500.000/bulan)

2. Iuran pensiun (12 x iuran sebulan) 3. Iuran THT/JHT (12 x iuran sebulan)

= M = N = O


(52)

Tabel 6. (Lanjutan)

Jumlah

Penghasilan Neto Setahun

4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh Pasal 21 terutang (tarif x S) PPh Pasal 21 terutang sebulan (T : 12)

= P = Q = R = S = T = U PPh Pasal 21 atas bonus/THR (K-T) = V Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2009

7. Formula PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Dipindahtugaskan

Dalam Tahun Berjalan

Pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang bersangkutan

tidak berhenti bekerja dari perusahaan tempat dia bekerja. Pegawai

yang bersangkutan masih tetap bekerja pada perusahaan yang sama dan

hanya berubah lokasinya saja. Dengan demikian formula penghitungan

PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.

Pegawai yang dipindahtugaskan wajib menyerahan Bukti Pemotongan

PPh Pasal 21 (Formulir 1721-A1) dari perusahaan lama ke perusahaan

yang baru. Berikut merupakan struktur penghitungan PPh Pasal 21:

Tabel 7. Formula Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap baru yang dipindahtugaskan dalam tahun berjalan (perusahaan yang baru)

Gaji yang diterima pegawai sejak pegawai dipindahtugaskan

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan = 5% X A 2. Iuran Pensiun

Penghasilan neto = B = C = A = D = E


(53)

Tabel 7. (Lanjutan)

Penghasilan neto masa sebelumnya

Jumlah penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 (E+F)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

= F

= G = H

= I PPh Pasal 21 atas PKP

= Tarif x I

PPh Pasal 21 yang telah dipotong masa sebelumnya

PPh Pasal 21 terutang (J-K)

PPh Pasal 21 sebulan yang harus dipotong/ dilunasi

= L : (jumlah bulan sejak pegawai dipindahtugaskan)

= J

= K = L

= M

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2009

8. Formula PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap Baru yang Mulai Bekerja

Pada Tahun Berjalan

Formula penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai

yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam negeri

sudah ada sejak awal tahun kalender tetapi baru bekerja pada

pertengahan tahun, menggunakan struktur penghitungan sebagai

berikut.

Tabel 8. Formula Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap baru yang mulai bekerja pada tahun berjalan

Gaji sebulan

Pengurangan :

3. Biaya Jabatan = 5% X A 4. Iuran Pensiun

Penghasilan neto sebulan

= B = C

= A

= D = E


(54)

Tabel 8. (Lanjutan)

Penghasilan neto setahun

= (jumlah bulan pegawai mulai bekerja) X E Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

= F = G

= H PPh Pasal 21 terutang

= Tarif x H

PPh Pasal 21 terutang sebulan

= I : (jumlah bulan pegawai mulai bekerja)

= I

= J Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2009

Sebagai contoh: Raka bekerja pada PT Always sebagai pegawai

tetap sejak 1 Agustus 2012. Raka menikah tetapi belum mempunyai

anak. Gaji sebulan adalah sebesar Rp5.000.000,00 dan iuran pensiun

yang dibayar tiap bulan sebesar Rp150.000,00.

Penghasilan PPh Pasal 21 tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Gaji sebulan Rp 5.000.000,00 Pengurangan :

1. Biaya Jabatan

5% X Rp 5.000.000 Rp 250.000,00

2. Iuran Pensiun Rp 150.000,00 Rp 400.000,00 Penghasilan neto sebulan Rp 4.600.000,00 Penghasilan setahun

5 X Rp 4.600.000,00 Rp 23.000.000,00 PTKP

 untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00

 tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00 Rp 17.160.000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 5.840.000,00 PPh Pasal 21 terutang

5% X Rp5.840.000,00 Rp 292.000,00 PPh Pasal 21 sebulan


(55)

F. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Surat Setoran Pajak

Sarana administrasi yang digunakan untuk menyetor pajak

adalah Surat Setoran Pajak (SSP). Berdasarkan Undang-Undang Nomor

16 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat

Setoran Pajak merupakan bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang

telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan

dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang

ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Bentuk formulir Surat Setoran Pajak

diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

PER-38/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.

SSP harus diisi dengan benar dan jelas, baik menyangkut

identitas Wajib Pajak atau pemotong pajak. Demikian juga, uraian dari

tujuan pembayaran, kode akun pajak dan kode jenis setoran, serta

jumlah pembayaran pajaknya, baik dalam penulisan angka maupun

kalimat terbilangnya. Kesalahan pengisian SSP mengakibatkan tidak

masuknya pembayaran pada akun yang dituju dalam keuangan negara.

Apabila demikian halnya, maka Wajib Pajak dapat dianggap belum

melakukan pembayaran atas suatu pembayaran pajak yang menjadi

kewajibannya. Formulir SSP dibuat dalam rangkap empat, dengan

peruntukkan: lembar-1 untuk arsip Wajib Pajak, lembar-2 untuk Kantor


(56)

oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dan lembar-4

untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran. Untuk keperluan khusus,

SSP dapat dibuat dalam rangkap lima dengan peruntukkan lembar ke-5

untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan

perpajakan.

2. Pembayaran Pajak

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh pemotong

pajak dalam suatu masa pajak harus segera dibayar atau disetor ke kas

negara. Pembayaran atau penyetoran dilakukan dengan menggunakan

SSP yang telah diisi dengan benar, lengkap, jelas, dan

menandatanganinya. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor: PER-31/PJ/2009, pembayaran atau penyetoran dilakukan

paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa

pajak berakhir.

Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran

bertepatan pada hari libur, termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,

pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja

berikutnya. Menurut Pandiangan, yang dimaksud dengan hari libur

nasional, termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan

pemilihan umum dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh

pemerintah. Pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan di Kantor Pos


(57)

3. Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21

Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

mengatur mengenai sanksi keterlambatan pembayaran atau penyetoran

pajak. Apabila pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan setelah

tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, maka dikenai

sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan

yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan

tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)

bulan.

G. Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Surat Pemberitahuan (SPT)

Sarana yang digunakan untuk melaporkan pemotongan pajak

yang dilakukan oleh pemotong pajak adalah Surat Pemberitahuan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh

Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau

pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau

harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Bentuk formulir Surat Pemberitahuan Masa

diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:


(58)

Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.

Secara garis besar jenis Surat Pemberitahuan dibedakan

menjadi dua, yaitu Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu Masa Pajak

dan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk suatu Tahun Pajak atau

Bagian Tahun Pajak. Surat Pemberitahuan bisa berbentuk e-SPT dan

formulir kertas (hardcopy) yang disediakan oleh Direkorat Jenderal

Pajak.

2. Pengisian Surat Pemberitahuan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak wajib

mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam

bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan

mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke

kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau

dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Pajak. Kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan oleh pemotong


(59)

Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas

dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah:

a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam

penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,

dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan

objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam

Surat Pemberitahuan; dan

c. jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan

unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat

Pemberitahuan.

3. Penyampaian Surat Pemberitahuan

Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah

diisi dengan benar, lengkap, dan jelas atas pajak terutang yang dipotong

dari pihak lain (orang pribadi), harus disampaikan ke KKP tempatnya

terdaftar atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Perpajakan (KP2KP). Dapat pula dengan menggunakan e-filling yang

dilakukan secara on-line yang real-time melalui penyedia jasa aplikasi

atau Application Service Provider (ASP).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang


(60)

Surat Pemberitahuan untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20

(dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak dan untuk Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi,

paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Wajib Pajak dapat

memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk

paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan

secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak

yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan.

4. Keterlambatan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, apabila Surat

Pemberitahuan tidak disampaikan, dikenai sanksi administrasi berupa

denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat

Pemberitahuan Masa, dan sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)

untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak


(61)

43

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus ini

merupakan penelitian terhadap objek tertentu yang pengumpulan datanya

menggunakan beberapa elemen kemudian masing-masing elemen itu

diselidiki secara mendalam sehingga dapat memberikan kesimpulan yang

jelas atas objek yang diteliti dan hasil penelitian ini hanya berlaku bagi

objek yang bersangkutan (Jogiyanto, 2010).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di CV. Adicita Prayoga yang beralamat di

Jalan Manahan 1 No.11 RT:003 RW:007, Jonggrangan, Klaten Utara,

Klaten, Jawa Tengah.

2. Waktu Penelitian


(62)

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pegawai tetap yang merupakan Wajib Pajak

orang pribadi dan bagian keuangan dari CV. Adicita Prayoga.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah rincian daftar penghasilan pegawai beserta

pemotongan PPh Pasal 21 bulan Oktober, November dan Desember

tahun 2012, Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 21 tahun 2012, dan

Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21 tahun 2012.

D. Data Penelitian

Data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini adalah:

1. Gambaran umum CV. Adicita Prayoga Klaten.

2. Data diri pegawai tetap CV. Adicita Prayoga Klaten.

3. Data penghasilan pegawai tetap CV. Adicita Prayoga Klaten.

4. Data hasil penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

5. Data berupa bukti penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21.


(63)

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Komunikasi dua arah untuk mendapatkan data dari responden dengan

mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan profil CV. Adicita

Prayoga Klaten dan kebijakan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21.

2. Dokumentasi

Teknik atau pendekatan untuk mendapatakan data sekunder yang telah

disimpan dalam arsip CV. Adicita Prayoga Klaten, berupa data-data

mengenai daftar gaji pegawai beserta pemotongan Pajak Penghasilan

Pasal 21 oleh bendaharawan dan data-data mengenai penyetoran dan

pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang

ada dalam rumusan masalah adalah dengan metode deskiptif analisis, yaitu

metode dengan cara mengumpulkan, menyajikan serta menganalisa data

sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas atas objek yang diteliti

sampai pada satu kesimpulan.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah :

1. Menganalisis penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap atas


(64)

Hal-hal yang dianalisis yaitu:

a. Menganalisis penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap yang

terdiri dari :

1) Gaji.

2) Tunjangan-tunjangan yang diterima pegawai.

b. Menganalisis jumlah pengurangan penghasilan bruto yang

dikenakan yaitu :

1) Menganalisis biaya jabatan yang dikenakan.

2) Menganalisis Iuran Pensiun/Iuran THT/JHT.

c. Menganalisis jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang

dikenakan :

1) Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.

2) Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

3) Tambahan untuk setiap orang keluarga sedarah dan semenda

dalam garis keturunan serta anak angkat yang menjadi

tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang.

d. Menganalisis tarif PPh 21 yang diterapkan dalam menghitung PPh

Pasal 21 terutang.

2. Setelah menganalisis penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

kemudian dilakukan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang

mengacu Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-31/PJ/2009.

Penulis akan melakukan penghitungan ulang dalam menentukan


(65)

Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk Masa Pajak Oktober,

November dan Desember Tahun 2012. Penghitungan ini akan dijadikan

sebagai pembanding terhadap penghitungan yang dilakukan oleh CV.

Adicita Prayoga Klaten. Formula penghitungan yang akan digunakan

mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Penghitungan PPh

Pasal 21 untuk pegawai tetap yang dipindahtugaskan dalam tahun

berjalan dihitung dengan memasukkan data-data yang diperlukan ke

dalam formula berikut.

Gaji yang diterima pegawai sejak

pegawai dipindahtugaskan xxxxxx

Pengurangan : 1. Biaya Jabatan

= 5% X Gaji Sebulan xxxxx 2. Iuran Lain xxxxx

xxxxxx

Jumlah penghasilan neto xxxxxx Penghasilan neto masa sebelumnya xxxxxx

Jumlah penghasilan neto untuk

penghitungan PPh Pasal 21 xxxxxx

PTKP xxxxxx

Penghasilan Kena Pajak setahun xxxxxx

PPh Pasal 21 atas PKP setahun

= Tarif X Penghasilan Kena Pajak setahun xxxxx PPh Pasal 21 yang telah dipotong masa

sebelumnya xxxxx

PPh Pasal 21 terutang xxxxx PPh Pasal 21 sebulan yang harus dipotong xxxxx


(66)

Dan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang mulai

bekerja pada pertengahan tahun (tahun berjalan) atas penghasilan

teratur dihitung dengan memasukkan data-data yang diperlukan ke

dalam formula berikut.

Gaji Sebulan xxxxxx

Pengurangan : 3. Biaya Jabatan

= 5% X Gaji Sebulan xxxxx 4. Iuran Lain xxxxx

xxxxxx Penghasilan neto sebulan xxxxxx

Penghasilan neto setahun

= (jumlah bulan sejak pegawai mulai bekerja)

X Penghasilan neto sebulan xxxxxx

PTKP xxxxxx

Penghasilan Kena Pajak setahun xxxxxx

PPh Pasal 21 terutang

= Tarif X Penghasilan Kena Pajak setahun

PPh Pasal 21 sebulan

= PPh Pasal 21 terutang : (jumlah bulan sejak pegawai mulai bekerja)

3. Membandingkan hasil penghitungan PPh Pasal 21 oleh CV. Adicita

Prayoga Klaten dengan penghitungan oleh penulis, kemudian dilakukan

analisis untuk mengetahui kesesuaian penghitungan PPh Pasal 21 yang

dilakukan oleh CV. Adicita Prayoga Klaten dengan ketentuan peraturan


(67)

4. Menganalisis pengisian Surat Setoran Pajak (SSP), tempat pembayaran

pajak, dan waktu pembayaran pajak.

5. Membandingkan antara penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 yang

dilakukan oleh CV. Adicita Prayoga Klaten dengan Peraturan Direktur

Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009, kemudian menarik kesimpulan

dari hasil pembandingan tersebut apakah sudah sesuai dengan peraturan

atau tidak.

Penyetoran PPh Pasal 21 dikatakan sudah sesuai dengan peraturan jika :

a. Perusahaan menggunakan Surat Setoran Pajak untuk membayar

pajak.

b. Perusahaan mengisi Surat Setoran Pajak dengan benar, lengkap,

jelas, dan menandatanganinya.

c. Perusahaan melakukan pembayaran pajak di Kantor Pos dan Bank

yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

d. Perusahaan membayar pajak tidak lebih dari tanggal 10 (sepuluh)

bulan takwin berikutnya (paling lama 10 hari) setelah masa pajak

berakhir.

6. Menganalisis pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), tempat

penyampaian SPT, dan waktu penyampaian SPT.

7. Membandingkan antara pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang

dilakukan oleh CV. Adicita Prayoga Klaten dengan Peraturan Direktur


(68)

dari hasil pembandingan tersebut apakah sudah sesuai dengan peraturan

atau tidak.

Pelaporan PPh Pasal 21 dikatakan sudah sesuai dengan peraturan jika :

a. Perusahaan menggunakan Surat Pemberitahuan untuk melaporkan

pemotongan dan penyetoran pajak.

b. Perusahaan mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, jelas,

lengkap, dan menandatanganinya.

c. Perusahaan menyampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan

Pajak tempat perusahaan terdaftar atau melalui Kantor Pos.

d. Perusahaan menyampaikan Surat Pemberitahuan tidak lebih dari

tanggal 20 (duapuluh) bulan tawin berikutnya (paling lama 20 hari)


(69)

51

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Perusahaan 1. CV. Adicita Prayoga

Pada awalnya perusahaan ini bernama PT. Mondrian, perusahaan

di bidang konveksi yang terletak di Klaten, sehingga sejarah perusahaan

CV. Adicita Prayoga tidak bisa dilepaskan dari berdirinya PT.

Mondrian. Perusahaan konvesi Mondrian didirikan pada tanggal 19

Desember 1992. Konveksi Mondrian berubah menjadi perusahaan

berbadan hukum terhitung mulai tanggal 1 April 1998 dengan nama PT.

Mondrian. Banyaknya tenaga ahli di bidang konveksi yang berada di

Kabupaten Klaten dan sekitarnya serta meningkatnya jumlah kebutuhan

kaos terutama pakaian santai dan pakaian olahraga merupakan faktor

berdirinya perusahaan Konveksi Mondrian ini, serta didukung dengan

tempat usaha dan modal yang memadai.

Seiring dengan berjalannya waktu, perusahaan berkembang

dengan pesatnya sehingga PT. Mondrian mengembangan usahanya

dengan merambah ke ekspor. Untuk itulah merk Dadung, Sekido, dan

BEgaya dan untuk produk ekspor membutuhkan konsentrasi

masing-masing, hal ini dibutuhkan karena teknik bisnisnya sangat jauh berbeda.

Dan pada tanggal 1 Oktober 2012, CV. Adicita Prayoga dilahirkan


(70)

Sekido, dan Begaya. Sehingga, PT. Mondrian dikonsentrasikan untuk

produk ekspor, sedangkan CV. Adicita Prayoga dikonsentrasikan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.

2. Lokasi Perusahaan

CV. Adicita Prayoga terletak di Jalan Manahan I, Nomor 11,

Jonggrangan, Klaten Utara, Klaten, Jawa Tengah. Sedangkan untuk

lokasi produksi berada di Jalan KH. Hasyim Asyari, Mojayan, Klaten

Utara, Klaten, Jawa Tengah (bersebelahan dengan PT. Mondrian).

3. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi suatu perusahaan merupakan salah satu unsur

terpenting untuk memudahkan pembagian tugas dan wewenang serta

tanggung jawab setiap anggota organisasi. Struktur CV. Adicita

Prayoga adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Organisasi CV. Adicita Prayoga

Sumber : CV. Adicita Prayoga

Bagian Keuangan Bagian Umum

Bagian Produksi Bagian Marketing dan Penjualan

Staf/Karyawan Staf/Karyawan Staf/Karyawan Staf/Karyawan Diretur Utama


(71)

Tugas dan wewenang dari masing-masing direktorat sebagai berikut:

1. Direktur Utama

Tugas dari direktur utama meliputi tugas-tugas manajerial yang

secara umum berlaku pada perusahaan. Tugas-tugas tersebut diperlukan

untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan mengatur jalannya

perusahaan agar apa yang dicita-citakan perusahaan dapat terwujud.

Tugas tersebut antara lain :

a. Bertugas memimpin perusahaan sesuai dengan kebijaksanaan yang

telah ada.

b. Menentukan kebijakan pokok bidang perencanaan,

pengorganisasian, pengontrolan dan pengawasan.

c. Membuat rencana dan mengkoordinasikan segala kegiatan

perusahaan.

d. Mendelegasikan sebagian wewenang kepada kepala bagian

dibawahnya sesuai dengan bidangnya masing-masing.

e. Bertanggung jawab atas kelancaran perusahaan.

2. Bagian Produksi

Tugas yang menjadi tanggung jawab seorang kepala bagian

produksi meliputi:

a. Memproduksi barang sesuai dengan pesanan baik itu dari umum

maupun konsumen.

b. Bertanggung jawab atas mutu dan hasil produksi serta kelancaran


(72)

c. Mengadakan pengawasan kuantitas barang yang dihasilkan.

d. Mengatur arus bahan baku dan bahan penolong selama diadakan

proses produksi dengan tujuan untuk menghemat bahan baku dan

bahan penolong tersebut sehingga perusahaan dapat mengurangi

biaya untuk penyediaan bahan baku dan bahan penolong.

e. Berusaha untuk selalu mengikuti perkembangan trenn serta selera

yang ada di masyarakat dengan tujuan agar selalu terciptanya

inovasi baru bagi produk yang akan dihasilkan.

3. Bagian Keuangan

Tugas-tugas dari seorang kepala bagian keuangan adalah:

a. Bertugas melakukan pembukuan sealigus menyusun laporan

keuangan pada CV. Adicita Prayoga.

b. Mengelola keuangan perusahaan.

c. Mengendalikan segala pengeluaran apabila telah sesuai dengan

anggaran ataupun telah diotorisasi oleh piha yang berwenang.

d. Membuat laporan keuangan yang diperlukan oleh perusahaan.

e. Melakukan pencatatan segala transaksi dan mengatur keluar

masunya uang pembelian bahan baku dan penjualan hasil produksi.

f. Bertanggung jawab kepada perusahaan.

4. Bagian Umum

Tugas-tugas yang menjadi bagian dari tanggung jawab seorang

kepala bagian umum adalah :


(1)

(2)

153

Lampiran 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

(4)

155

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(6)

157

Lampiran 7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI