246
Pembangkitan Tenaga Listrik
Beban dinyatakan dalam ampere atau Mega Watt MW tergantung alat yang diukur faktor utilisasinya. Untuk saluran, umumnya dinyatakan
dalam ampere, tetapi untuk unit pembangkit dalam MW. Faktor utilisasi perlu diamati dari keperluan pemanfaatan alat dan juga untuk mencegah
pembebanan-lebih suatu alat.
4. Forced Outage Rate
Forced outage rate adalah sebuah faktor yang menggambarkan sering tidaknya sebuah unit pembangkit mengalami gangguan. Gambar IV.4
menggambarkan hal-hal yang dialami oleh sebuah unit pembangkit dalam satu tahun 8.760 jam. Forced Outage Rate FOR didefinisikan
sebagai:
FOR = Jumlah Jam Gangguan Unit
4.4 Jumlah Jam Operasi Unit + Jumlah Jam Gangguan Unit
FOR tahunan unit PLTA sekitar 0,01. Sedangkan FOR tahunan untuk unit pembangkit termis sekitar 0,5 sampai 0,10. Makin andal sebuah unit
pembangkit jarang mengalami gangguan, makin kecil nilai FOR-nya. Makin tidak handal sebuah unit pembangkit sering mengalami
gangguan, makin besar nilai FOR-nya. Besarnya nilai FOR atau turunnya keandalan unit pembangkit umumnya disebabkan oleh kurang
baiknya pemeliharaan.
E. Neraca Energi
Neraca energi seperti ditunjukkan oleh Tabel IV.2 perlu dibuat karena neraca energi ini merupakan dasar untuk menyusun anggaran biaya
bahan bakar yang merupakan unsur biaya terbesar dari biaya operasi sistem tenaga listrik. Neraca energi umumnya disusun untuk periode 1
bulan; misalnya untuk bulan Maret diperlukan data dan informasi sebagai berikut:
1. Faktor Beban Bulan Maret
Faktor beban didapat berdasarkan statistik bulanan nilai faktor beban. Misalkan faktor beban bulan Maret satu tahun yang lalu = 0,74. Tetapi
pengamatan statistik 12 bulan terakhir menunjukkan bahwa faktor beban sistem cenderung naik, maka diperkirakan faktor beban bulan Maret yang
akan datang = 0,75 sehingga perkiraan produksi untuk bulan Maret adalah Iihat neraca dayaTabel IV.1:
Beban Puncak x Faktor Beban x Jumlah Jam = 1.930 MW x 0,75 x 31 x 24 = 1.076.940 MWh
Di unduh dari : Bukupaket.com
Pembangkitan dalam Sistem Interkoneksi
247
Gambar IV.4.
Hal-hal yang dialami unit pembangkit dalam satu tahun 8760 jam
2. Perkiraan Produksi PLTA Bulan Maret
Perkiraan Produksi PLTA dibuat atas dasar perkiraan air yang tersedia untuk PLTA bersangkutan, statistik dan ramalan cuaca, perhitungan unit
pembangkit PLTA yang siap beroperasi seperti terlihat pada Tabel IV.1 Neraca Daya. Misalkan dari perkiraan air yang akan masuk ke PLTA
dalam bulan Maret dapat diproduksi tenaga listrik sebanyak 180.000 MWh. Hal ini perlu dicek apakah unit pembangkit PLTA yang telah siap
operasi dalam bulan Maret, yaitu 350 MW menurut Tabel 4. 1 bisa membangkitkan 180.000 MWh. Pengecekan ini melalui perkiraan jam
operasi yang juga sering disebut sebagai jam nyala unit, yaitu = Produksi: Daya Tersedia = 180.000 MWh : 350 MW = 514,28 jam. Karena dalam
bulan Maret tersedia waktu sebanyak 31 x 24 = 744 jam, maka jam nyala unit selama 514,28 jam dapat dianggap sebagai bisa dilaksanakan,
setelah mempertimbangkan kemungkinan terjadinya gangguan Keperluan
yang menyebabkan unit tersebut keluar dari operasi serta kemungkinan terpaksa mengurangi kapasitas unit derating karena adanya gangguan.
3. Biaya Bahan Bakar Unit Pembangkit Thermis.
Biaya bahan bakar unit-unit pembangkit termis perlu diketahui untuk membagi beban dimulai dari unit-unit Termis dengan urutan termurah
lebih dahulu, kemudian diikuti dengan yang lebih mahal, yang dalam bahasa Inggris disebut Merit Loading. Berdasarkan pengamatan operasi,
misalkan didapat Biaya Bahan Bakar per kWh untuk: PLTU Batubara:
Rp 100,00 per kWh PLTGU yang memakai Gas:
Di unduh dari : Bukupaket.com
248
Pembangkitan Tenaga Listrik
Rp 150,00 per kWh PLTG yang memakai bahan bakar minyak:
Rp 600,00 per kWh Berdasarkan angka-angka biaya bahan bakar pada butir c dan mengacu
pada Tabel IV.1 di mana unit-unit termis pada contoh ini hanya PLTU dan PLTG saja, maka alokasi pembebanan unit termis setelah dikurangi
Produksi PLTA terlebih dahulu, dimulai dengan alokasi produksi untuk PLTU, yaitu:
Produksi Total - Produksi PLTA = 1.076.940 MWh - 180.000 MWh = 896.940 MWh.
Dengan produksi 896.940 MWh, maka jam operasi nyala dalam bulat Maret akan mencapai = 896.940 MWh:
Daya tersedia oleh PLTU pada bulan Maret = 896.940 MWh : 1.600 MW = 560.59 jam.
Hal ini masih mungkin dicapai oleh PLTU tersebut dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya gangguan dan derating.
Dengan demikian, neraca energi untuk bulan Maret adalah sebagai berikut
Tabel IV.2
Neraca Energi Sistem
Pusat Listrik Produksi
Jam Nyala
PLTA 180.000 MWh
514,28 jam PLTU
896.940 MWh 560,59 jam
PLTG Sistem
1.076.940 MWh Biaya bahan bakar bulan Maret diperkirakan sebesar bagi PLTU saja:
896.940 x 1.000 x Rp100,00 = Rp 89.694.000.000,00
F. Keandalan Pembangkit