Pembuatan Gelatin TINJAUAN ILMIAH KOLAGEN DAN GELATIN

18 terbanyak dari gelatin adalah kulit babi 46, kulit sapi 29.4, serta tulang babi dan sapi 23.1 Gómez-Guillén et al., 2009. Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glikol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organik lainnya. Menurut Norland 1997, gelatin mudah larut pada suhu 71.1 o C dan cenderung membentuk gel pada suhu 48.9 o C. Sedangkan menurut Montero et al. 2000, pemanasan yang dilakukan untuk melarutkan gelatin sekurang-kurangnya 49 o C atau biasanya pada suhu 60 – 70 o C. Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid Parker, 1982. Menurut Utama 1997, sifat-sifat seperti itulah yang membuat gelatin lebih disukai dibandingkan bahan-bahan semisal dengannya seperti gum xantan, keragenan dan pektin.

3.4.3 Pembuatan Gelatin

Gelatin terbuat dari denaturasi termal dari kolagen. Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu proses asam dan proses basa. Perbedaan kedua proses ini terletak pada proses perendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan jenis bahan yang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa organik dan metode ekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis, pH dan suhu akan berbeda-beda Gilsenan et al., 2000. Menurut Hinterwaldner 1977, proses produksi utama gelatin dibagi dalam tiga tahap : 1 tahap persiapan bahan baku antara lain penghilangan komponen non kolagen dari bahan baku, 2 tahap konversi kolagen menjadi gelatin, dan 3 tahap pemurnian gelatin dengan penyaringan dan pengeringan. Pada tahap persiapan dilakukan pencucian pada kulit dan tulang. Kulit atau tulang dibersihkan dari sisa-sisa daging, sisik dan lapisan luar yang mengandung deposit-deposit lemak yang tinggi. Untuk memudahkan pembersihan maka sebelumnya dilakukan pemanasan pada air mendidih selama 1 –2 menit Pelu et al., 1998. Proses penghilangan lemak dari jaringan tulang yang biasa disebut degresing, dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi albumin tulang yaitu antara 32 –80 o C sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang optimum Wars dan Courts, 1977. Pada tulang, sebelum dilakukan pengembungan terlebih dahulu dilakukan proses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan garam kalsium dan garam lainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang yang sudah lumer disebut ossein Utama, 1997. Menurut Wiyono 1992, asam yang biasa digunakan dalam proses demineralisasi adalah asam klorida dengan konsentrasi 4 –7 . Sedangkan menurut Hinterwaldner 1977, proses demineralisasi ini sebaiknya dilakukan dalam wadah tahan asam selama beberapa hari sampai dua minggu. Selanjutnya pada kulit dan ossein dilakukan tahap pengembungan swelling yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mengkonversi kolagen menjadi gelatin Surono et al., 1994. Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan dengan larutan asam organik seperti asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, tartarat dan asam lainnya yang aman dan baunya tdak meyengat. Sedangkan asam anorganik yang biasa digunakan adalah asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat. Jenis pelarut alkali yang umum digunakan adalah sodium karbonat, sodium hidroksida, potassium karbonat dan potasium hidroksida Choi and Regestein, 2000. Menurut Ward dan Court 1977 asam mampu mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendam basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak 19 daripada larutan basa. Oleh karena itu perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis kolagen. Menurut Utama 1997, tahapan ini harus dilakukan dengan tepat waktu dan konsentrasinya jika tidak tepat akan terjadi kelarutan kolagen dalam pelarut yang menyebabkan penurunan rendemen gelatin yang dihasilkan. Tahapan selanjutnya, kulit dan ossein diekstraksi dengan air yang dipanaskan. Ekstraksi bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Suhu minimum dalam proses ekstraksi adalah 40 –50 o C Choi and Regenstein, 2000 hingga suhu 100 o C Viro 1992. Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH 4 –5 karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponen-komponen protein non kolagen, sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan Hinterwaldner, 1997. Apabila pH lebih rendah perlu penanganan cepat untuk mencegah denaturasi lanjutan Utama, 1997. Larutan gelatin hasil ekstraksi kemudian dipekatkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengeringan. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan total solid larutan gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan evaporator vakum, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40 – 50 o C Choi and Regenstein, 2000 atau 60 –70 o C Pelu et al., 1998. Pengecilan ukuran dilakukan untuk lebih memperluas permukaan bahan, sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna. Dengan demikian gelatin yang dihasilkan mudah digunakan. Kulit yang telah direndam dicuci dengan air mengalir hingga mencapai pH 6-7, karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponen-komponen protein non-kolagen pada kulit sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan Hinterwaldner, 1977. Ekstraksi dilakukan pada suhu 60 o C sistem water bath, dimana perbandingan kulit dengan air adalah 1 : 2. Pemanasan perlu dilakukan karena gelatin umumnya akan melarut dalam air hangat T ≥ 40C Ross-Murphy, 1991. Ekstraksi dengan air hangat akan melanjutkan perusakan ikatan-ikatan silang, serta untuk merusak ikatan hidrogen yang menjadi faktor penstabil struktur kolagen. Gelatin yang diperoleh dari ekstraksi disaring dengan kain katun untuk dipisahkan dari kulit dan memperoleh filtrat yang jernih. Filtrat kemudian didinginkan dalam lemari pendingin 15 o C untuk memadatkan struktur gel gelatin. Pendinginan akan membentuk gel yang thermoreversibel. Proses pendinginan pada temperatur 15 o C, yaitu dibawah temperatur leleh Tm gelatin. Pendinginan mengakibatkan transisi struktur gulungan yang acak menjadi struktur helik yang baru dan akan memperkuat kekuatan gel gelatin yang dihasilkan. Struktur helik yang baru bentuk tersebut tidak sama dengan struktur asli kolagen, karena terbatasannya jumlah tripel helik yang terbentuk kembali.

3.5 SISTEM JAMINAN HALAL LPPOM MUI 2008

Dokumen yang terkait

Fatwa majelis ulama Indonesia (MUI) tentang nikah beda Agama dan respon para pemuka Agama terhadapnya

0 7 58

SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK PANGAN STUDI PADA LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA LAMPUNG

0 3 14

Praktik magang di LPPOM MUI dan tinjauan ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah dalam islam

1 31 174

Analisis Proses Sertifikasi Halal dan Kajian Ilmiah Alkohol sebagai Substansi dalam Khamr di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

2 13 328

Evaluasi proses sertifikasi halal indonesia di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

6 25 135

SERTIFIKASI HALAL PRODUK LOKAL OLEH LEMBAGA PENGKAJIAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA (LP POM) MUI SUMATERA BARAT.

0 1 11

Eksistensi Dan Tanggungjawab Majelis Ulama Indonesia (Mui) Dalam Penerapan Sertifikasi Serta Labelisasi Halal Produk Pangan Di Indonesia ( Existence And Responsibility Of Majelis Ulama Indonesia (MUI) In Application And Certification Labeling Halal Food P

0 0 17

SERTIFIKASI HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (STUDY FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA (LPPOM)) PROVINSI LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 1 115

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR PENGAJUAN SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK MAKANAN OLAHAN KERIPIK PISANG (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika) Majelis Ulama Indonesia ( LPPOM MUI) Provinsi Lampung - Raden Intan Repository

0 6 150

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL SUATU PRODUK DI INDONESIA (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan)

0 0 88