SISTEM JAMINAN HALAL LPPOM MUI 2008

19 daripada larutan basa. Oleh karena itu perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis kolagen. Menurut Utama 1997, tahapan ini harus dilakukan dengan tepat waktu dan konsentrasinya jika tidak tepat akan terjadi kelarutan kolagen dalam pelarut yang menyebabkan penurunan rendemen gelatin yang dihasilkan. Tahapan selanjutnya, kulit dan ossein diekstraksi dengan air yang dipanaskan. Ekstraksi bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Suhu minimum dalam proses ekstraksi adalah 40 –50 o C Choi and Regenstein, 2000 hingga suhu 100 o C Viro 1992. Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH 4 –5 karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponen-komponen protein non kolagen, sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan Hinterwaldner, 1997. Apabila pH lebih rendah perlu penanganan cepat untuk mencegah denaturasi lanjutan Utama, 1997. Larutan gelatin hasil ekstraksi kemudian dipekatkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengeringan. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan total solid larutan gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan evaporator vakum, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40 – 50 o C Choi and Regenstein, 2000 atau 60 –70 o C Pelu et al., 1998. Pengecilan ukuran dilakukan untuk lebih memperluas permukaan bahan, sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna. Dengan demikian gelatin yang dihasilkan mudah digunakan. Kulit yang telah direndam dicuci dengan air mengalir hingga mencapai pH 6-7, karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponen-komponen protein non-kolagen pada kulit sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan Hinterwaldner, 1977. Ekstraksi dilakukan pada suhu 60 o C sistem water bath, dimana perbandingan kulit dengan air adalah 1 : 2. Pemanasan perlu dilakukan karena gelatin umumnya akan melarut dalam air hangat T ≥ 40C Ross-Murphy, 1991. Ekstraksi dengan air hangat akan melanjutkan perusakan ikatan-ikatan silang, serta untuk merusak ikatan hidrogen yang menjadi faktor penstabil struktur kolagen. Gelatin yang diperoleh dari ekstraksi disaring dengan kain katun untuk dipisahkan dari kulit dan memperoleh filtrat yang jernih. Filtrat kemudian didinginkan dalam lemari pendingin 15 o C untuk memadatkan struktur gel gelatin. Pendinginan akan membentuk gel yang thermoreversibel. Proses pendinginan pada temperatur 15 o C, yaitu dibawah temperatur leleh Tm gelatin. Pendinginan mengakibatkan transisi struktur gulungan yang acak menjadi struktur helik yang baru dan akan memperkuat kekuatan gel gelatin yang dihasilkan. Struktur helik yang baru bentuk tersebut tidak sama dengan struktur asli kolagen, karena terbatasannya jumlah tripel helik yang terbentuk kembali.

3.5 SISTEM JAMINAN HALAL LPPOM MUI 2008

Sistem Jaminan Halal SJH adalah suatu sistem manajemen yang disusun, diterapkan, dan dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI LPPOM MUI, 2008. Sistem jaminan halal merupakan kerangka kerja yang dipantau terus-menerus dan dikaji secara periodik untuk memberikan arahan yang efektif bagi pelaksanaan kegiatan proses produksi halal. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya peluang perubahan, baik secara internal maupun secara eksternal. Kerangka sistem jaminan halal digambarkan dalam bentuk siklus operasi yang ditampilkan pada gambar berikut : 20 Gambar 2. Siklus operasi SJH LPPOM MUI, 2008 Penjelasan siklus operasi tersebut adalah sebagai berikut : I. Kebijakan halal Pernyataan kebijakan halal adalah langkah awal dan menjadi dasar jantung dalam: 1. Menyusun manual SJH Planning 2. Melaksanakan SJH Implementation 3. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan SJH Monitoring and Evaluation 4. Tindakan perbaikan terhadap pelaksanaan SJH Corrective Action II. Perencanaan Planning Perusahaan menyusun manual SJH standar III. Pelaksanaan Implementation Perusahaan melaksanakan semua yang telah direncanakan seperti tertulis dalam Manual SJH. Hal ini didukung dengan bukti-bukti pelaksanaanya. IV. Pemantauan dan Evaluasi Monitoring and Evaluation Perusahaan memantau dan mengevaluasi seberapa jauh pencapaian pelaksanaan dapat memenuhi tujuan sesuai yang direncanakan. V. Tindakan perbaikan Corrective Action Perusahaan memperbaiki kesalahan dan belajar dari kesalahan serta memperbaiki perencanaannya untuk mencapai hasil yang lebih baik. Pengembangan sistem jaminan halal didasarkan pada konsep total quality management yang terdiri atas empat unsur utama yaitu komitmen, kebutuhan konsumen, peningkatan tanpa penambahan biaya, dan menghasilkan barang setiap waktu tanpa rework, tanpa reject, tetap inspectio. Karena itu dalam prakteknya, penerapan sistem jaminan halal dapat dirumuskan untuk menghasilkan suatu sistem yang ideal, yaitu zero limit, zero defect, dan zero risk three zero consept. Artinya material haram tidak boleh ada pada level apapun zero limit, tidak memproduksi produk haram zero defect, dan tidak ada resiko merugikan yang diambil bila mengimplementasikan sistem ini zero risk. Sistem jaminan halal merupakan kerangka kerja yang dipantau terus menerus dan dikaji secara periodik untuk memberikan arahan yang efektif bagi pelaksanaan kegiatan proses produksi halal. 21 IV. METODOLOGI

4.1 LOKASI MAGANG

Dokumen yang terkait

Fatwa majelis ulama Indonesia (MUI) tentang nikah beda Agama dan respon para pemuka Agama terhadapnya

0 7 58

SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK PANGAN STUDI PADA LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA LAMPUNG

0 3 14

Praktik magang di LPPOM MUI dan tinjauan ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah dalam islam

1 31 174

Analisis Proses Sertifikasi Halal dan Kajian Ilmiah Alkohol sebagai Substansi dalam Khamr di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

2 13 328

Evaluasi proses sertifikasi halal indonesia di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

6 25 135

SERTIFIKASI HALAL PRODUK LOKAL OLEH LEMBAGA PENGKAJIAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA (LP POM) MUI SUMATERA BARAT.

0 1 11

Eksistensi Dan Tanggungjawab Majelis Ulama Indonesia (Mui) Dalam Penerapan Sertifikasi Serta Labelisasi Halal Produk Pangan Di Indonesia ( Existence And Responsibility Of Majelis Ulama Indonesia (MUI) In Application And Certification Labeling Halal Food P

0 0 17

SERTIFIKASI HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (STUDY FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA (LPPOM)) PROVINSI LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 1 115

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR PENGAJUAN SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK MAKANAN OLAHAN KERIPIK PISANG (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika) Majelis Ulama Indonesia ( LPPOM MUI) Provinsi Lampung - Raden Intan Repository

0 6 150

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL SUATU PRODUK DI INDONESIA (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan)

0 0 88