Kadar abu karaginan Penelitian optimasi proses

FAO yaitu sekitar 15 – 40, namun tidak sesuai dengan standar karaginan yang ditetapkan oleh Food Chemical Codex FCC yaitu 35. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar abu karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 17. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air dan konsentrasi KCl memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan. Interaksi perlakuan antara perbandingan air dan suhu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karaginan. Demikian pula interaksi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap karaginan hasil ekstraksi. Berdasarkan uji lanjut BNT 5 menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40 mempunyai kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:30. Konsentrasi KCl 1 dan 1.5 memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karaginan. Gambar 17 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar abu karaginan rumput laut E. cottonii Semakin tua umur panen maka kadar abu karaginan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut berada dalam perairan, maka semakin banyak kandungan garam-garam mineral yang diserap oleh rumput laut yang dapat menyebabkan kadar abu karaginan meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana rumput laut yang digunakan mempunyai umur panen 45 hari sehingga kandungan mineral pada karaginan yang dihasilkan cukup tinggi. Suryaningrum et al 1991 menyatakan bahwa tingginya kadar abu karaginan karena sebagian besar berasal dari garam dan mineral lainnya yang menempel pada rumput laut. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar abu, diduga disebabkan oleh air hujan dan air dari sungai yang masuk ke perairan tempat budidaya. A : KCl1 ; 15 o C B : KCl 1 ; 30 o C C : KCl 1.5 ; 15 o C D : KCl 1.5 ; 30 o C Berdasarkan pada perbandingan air yang digunakan maka perbandingan air yang tinggi menghasilkan kadar abu yang tinggi pula. Kondisi ini dapat disebabkan karena air yang digunakan selama proses ekstraksi karaginan mengandung mineral lain karena air yang digunakan adalah air biasa dan bukan merupakan air murni, sehingga tidak menutup kemungkinan semakin banyak jumlah air yang digunakan maka kadar abu juga semakin meningkat. Adanya ion kalium pada penggunaan KCl pada proses presipitasi diduga merupakan penyebab tingginya kadar abu karaginan yang diperoleh pada penelitian ini. Winarno 1996 mengemukakan bahwa kalium merupakan unsur mineral yang tidak terbakar. Peningkatan kadar abu paralel dengan peningkatan konsentrasi KCl yang digunakan sebagai bahan untuk presipitasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Purnama 2003 yang melaporkan kadar abu 37.69 pada karaginan yang diekstrak dengan KCl 1.

4.2.6 Kadar abu tak larut asam karaginan

Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan Basmal et al, 2003. Rata-rata kadar abu tidak larut asam karaginan yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 0.33 – 1.25. Nilai kadar abu tak larut asam karaginan hasil ekstraksi tertinggi dan terendah berturut-turut diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:30, KCl 1.5 dan suhu 30 o C dan terendah pada perlakuan perbandingan air 1:30. KCl 1.5 dan suhu 15 o C. Kadar abu tak larut asam yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh EEC yaitu maksimum 2 sedangkan FAO dan FCC menetapkan maksimum 1. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi dalam suatu produk menunjukkan adanya residu mineral atau logam yang tidak dapat larut dalam asam seperti silika Si, yang ditemukan di alam sebagai kuarsa, batu dan pasir. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu presipitasi memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu tak larut asam karaginan. Interaksi perbandingan air dan suhu serta interaksi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu memberi pengaruh nyata pada karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar abu tak larut asam karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 18. Gambar 18 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar abu tak larut asam karaginan rumput laut E. cottonii Uji lanjut BNT 5 menunjukkan bahwa suhu presipitasi 15 o C memberikan nilai kadar abu tak larut asam yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan suhu 30 o C. Hal ini diduga karena pada suhu yang lebih rendah zat-zat organik dan anorganik tidak larut asam seperti silika dan logam-logam kasar yang terdapat dalam larutan karaginan tidak dapat tereduksi secara optimal selama proses pengolahannnya.

4.2.7 Kadar sulfat karaginan Kadar sulfat merupakan parameter yang digunakan untuk berbagai jenis

yang terdapat alam rumput laut merah Winarno, 1996. Hasil ekstraksi rumput laut bisa dibedakan berdasarkan kandungan sulfat. Agar-agar mengandung sulfat tidak lebih 3-4 dan karaginan berkisar antara 18-40 Glicksman, 1983. Kadar sulfat tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:20. KCl 1.5 dan suhu 15 o C dan terendah pada perlakuan perbandingan air 1:40. KCl 1.5 dan suhu 30 o C. Kadar sulfat yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 16.58 – 18.62. Nilai kadar sulfat tersebut masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan FAO dan FCC yaitu 15-40. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sulfat karaginan. Interaksi perbandingan air dan suhu serta interaksi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu memberi pengaruh nyata pada karaginan yang dihasilkan. Uji lanjut BNT 5 menunjukkan A : KCl1 ; 15 o C B : KCl 1 ; 30 o C C : KCl 1.5 ; 15 o C D : KCl 1.5 ; 30 o C