Akhlak Ciri-Ciri Sikap Keagamaan

musyawarah, memandang kesederajatan manusia dan membela orang-orang yang lemah, mentaati pemimpin, dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan kepemimpinan. 25 Asal kata Agama menurut bahasa Arab, agama berasal dari kata Ad- Din bahasa Belanda adalah religie, dalam bahasa Inggris religion, yang mempunyai arti “hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain dan lebih daripada apa yang dilami oleh manusia”. Menurut Quraish Shihab agama adalah “sebagai hubungan antara makhluk dengan khaliqnya. Hubungan ini terwujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya. 26 Prof Muzayyin Arifin dalam bukunya “Pedoman pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Agama”, mengatakan: ”Dari aspek subjektif pribadi manusia, agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia yang dijiwa oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin yang dapat mengatur dan mengarahkan tingakah laku tersebut kepada pola hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya dan pola hubungan antara manusia dengan masyarakat sserta alam sekitar”. 27 Dari beberapa definisi agama yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar agama adalah tuntunan Tuhan untuk diikuti,dipatuhi dan diamalkan oleh manusia untuk memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Sedangkan kata agamis itu sendiri maksudnya adalah “sifat- sifat yang terdapat dalam agama, dapat juga dikatakan segala sesuatu mengenai agama. Jadi yang dimaksud dengan membina sikap keagamaan adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama supaya lebih baik. Sikap keagamaan 25 Muslim Nurdin dkk.., Moral Dan Kognisi Islam, Bandung: CV ALVABETA, 1993, h. 205 26 M. Quraish Shihab, Membumikan Al- Qur’an, Bandung: Mizan, 1994, Cet. 17, h. 210 27 Muzayyin arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1991, Cet. II, h. 1. tersebut terwujud oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku keagamaan sebagai unsur konatif. Jadi sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. 28 Islam sebagai suatu sistem yang menyeluruh, maka keagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudan dalam bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam bentuk aktifitas lainnya. Oleh karena itu Islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh pula. Firman Allah:          Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan

Bentuk sikap keagamaan seseorang dapat dilihat seberapa jauh keterikatan komponen kognisi, afektif, dan konasi seseorang dengan masalah- masalah yang menyangkut agama. Hubungan tersebut jelasnya tidak ditentukan oleh hubungan sesaat melainkan sebagai hubungan proses, sebab pembentukan sikap melalui hasil belajar dan interaksi dan pengalaman. Dan pembentukan sikap itu sendiri ternyata tidak semata-mata tergantung pada satu faktor saja, tetapi antara faktor internal dan faktor eksternal keduanya saling berkaitan. Dalam kajian psikologi agama disebutkan adanya potensi beragama pada diri manusia. Manusia adalah homo religious makhluk beragama. Namun untuk menjadikan manusia yang memiliki sikap keagamaan, maka potensi tersebut memerlukan bimbingan, pengembangan dari lingkunganya. Dari lingkungannya pulalah seseorang mengenal nilai-nilai dan norma-norma yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor yakni faktor intern dan faktor ekstern. 28 Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, Edis Revisi h. 199. i. Faktor Intern Manusia adalah makhluk beragama homo religius karena manusia sudah memiliki potensi beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan maupun kehendak dan sebagainya. Pada prinsipnya potensi-potensi manusia menurut pandangan Islam tersimpul pada sifat-sifat Allah SWT Asma’ul Husna artinya–sebagai misal– jika Allah bersifat Al-Ilmu Maha Mengetahui maka manusia pun memiliki sifat-sifat tersebut. Dengan sifat tersebut manusia senantiasa berupaya untuk mengetahui sesuatu, setelah manusia mendapat pengetahuan akan sesuatu, maka barulah ia merasa puas. Jika tidak ia akan berusaha terus sampai pada tujuan yang diinginkannya ii. Faktor Ekstern Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh ekstern atau luar dirinya. Seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah. Manusia juga dilengkapi potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi manusia yang memiliki perilaku keagamaan. Pengaruh itu bisa didapatkan dari lingkungan keluarga, institusi dan masyarakat.

C. Kerangka Berpikir

Manusia lahir tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi ia dianugerahi oleh Allah SWT berupa panca indera, fikiran dan rasa sebagai modal untuk menerima ilmu penetahuan, memiliki keterampilan dan memiliki sikap tertentu melalui proses belajar. Sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada pembahasan sebelumnya, bahwa pengertian majelis ta’lim adalah suatu wadah berkumpulnya orang muslim guna menuntut ilmu agama Islam, yang disertakan kegiatan yang dapat menggali potensi dan mengembangkan bakat serta menambah pengetahuan dan wawasan para jamaahnya sehingga tumbuh melekat pada diri jamaah sikap keagamaan yang baik. Walaupun majelis ta’lim hanyalah lembaga nonformal akan tetapi peranan majelis ta’lim dalam kehidupan masyarakat sangatlah penting, terutama bagi mereka yang semenjak kecil hingga dewasa belum mendapatkan pengetahuan keagamaan yang baik. Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di majelis ta’lim sering kali tidak hanya terfokus kepada penyampaian materi, bahkan dapat berupa sarana pembiasaan pengajaran agama seperti mengadakan santunan bagi kaum dhuafa, yatim piatu, menjenguk orang sakit serta banyak hal lain. Jika jamaah senantiasa mengikuti kegiatan-kegiatan keagaamaan tersebut maka bukan mustahil sikap keagamaan akan melekat pada diri mereka. Pengajaran yang dilakukan oleh para ustadustadzah senantiasa mengarahkan jamaah kepada aspek aqidah, ibadah yang diharapkan dapat diaplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Walau tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan sehari-hari berbagai fenomena kehidupan yang seringkali dapat membuat manusia melupakan hakikat akan keberadaanya di muka bumi yaitu sebagai hamba yang harus taat terhadap perintah dan aturan dari Allah SWT. Pendidikan Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, serta pendukung dan pemegang kebudayaan Pendidikan agama Islam diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan membentuk manusia agamis dengan menanamkan akidah, keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadikan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan dengan harapan agar setiap manusia anak didik dapat berperilaku, berfikir dan bersikap sehari-hari dalam kehidupan sosial yang didasari dan dijiwai oleh agama. Sikap keagamaan adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama. Maka sikap keagamaan tersebut akan terwujud oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku keagamaan sebagai unsur konatif. Jadi sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Sehingga penanaman pendidikan agama Islam menjadi keharusan bagi lembaga-lembaga kegamaan baik formal maupun non formal seperti majelis ta’lim Sikap timbul karena adanya stimulus, terbentuknya sikap banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan seperti keluarga, norma, golongan, agama dan adat istiadat. Sikap seseorang tidak selamanya tetap, ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat positif dan mengesankan. Sikap yang dihasilkan oleh seseorang dalam menerima suatu hal dapat berupa sikap yang positif dalam arti menerima, dan sikap negatif dalam arti ia menolak. Jika peranan majelis ta’lim dalam membentuk sikap keagamaan dapat dilaksankan dengan baik dan maksimal, maka akan menghasilkan suatu sikap yang baik pula, namun sebaliknya jika peranan majelis ta’lim dalam membentuk sikap keagamaan belum dapat berjalan dengan baik dan maksimal, maka sikap keagamaan yang diharapkan tidak dapat tertanam dengan baik pada diri jamaah. Keberadaan majelis ta’lim sebagai salah satu lembaga pendidikan non formal yang merupakan salah satu alternatif untuk menangkal pengaruh negatif terhadap keagamaan. Disamping itu majelis ta’lim sebagai tempat pendidikan agama berlangsung, yang merupakan sarana efektif untuk membina dan mengembangkan ajaran agama Islam dalam upaya membentuk manusia yang bertakwa kepada Allah SWT Dari uraian di atas, maka diduga terdapat hubungan positif serta signifika antara peranan mejelis ta’lim dan membina sikap keagamaan kaum ibu.