Upaya Meningkatkan life skills anak jalanan melalui pelatihan ketrampilan otomotif bagi klien anak jalanan di social development center (SDC) Bambu Apus Jakarta Timur

(1)

UPAYA MENINGKATKAN LIFE SKILLS ANAK JALANAN MELALUI PELATIHAN KETERAMPILAN OTOMOTIF BAGI KLIEN ANAK JALANAN DI SOCIAL DEVELOPMENT CENTER (SDC) BAMBU APUS

JAKARTATIMUR Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Oleh :

AHMAD HARY DENI NIM : 105054102062

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M


(2)

UPAYA MENINGKATKAN LIFE SKILLS ANAK JALANAN MELALUI PELATIHAN KETERAMPILAN OTOMOTIF BAGI KLIEN ANAK JALANAN DI SOCIAL DEVELOPMENT CENTER (SDC) BAMBU APUS

JAKARTATIMUR Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam ( S. Kom.I )

Disusun Oleh :

AHMAD HARY DENI NIM: 105054102062

Pembimbing:

AHMAD ZAKY, M.Si NIP: 150411158

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431H / 2010 M


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi ini yang Berjudul Upaya Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Program Keterampilan Otomotif Di Social Development Center (SDC) Bambu Apus Jakarta-Timur telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal Januari 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Sarjana Sosial Islam pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

Jakarta, Januari 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap

Anggota,

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Pembimbing


(4)

Alamat: Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412, Telepon: (021) 701925, (021) 74703580; Fax: (021) 7402982

Email: info@uinjkt.ac.id ; Dekan: Dr. Arief Subhan, M.Ag

Pembantu Dekan Bidang Akademik: Drs. Wahidin Halim, M.Ag

Pembantu Dekan Bidang Admimistrasi Umum: Drs. H. Mahmud Jalal, MA Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan: Drs. Study Rizal LK, MA


(5)

Kepada Yth

Bapak Helmi Rustandi M.A (Selaku Ketua Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial)

Di Tempat

Assalamualaikum Wr.Wb

Sehubungan dengan penyusunan skripsi sebagai syarat kelulusan, maka saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ahmad Hary Deni Nim : 105054102062 Semester : 10 (Sepuluh)

Jur/Prodi : Pengembangan Masyarakat Islam (Kessos) Bermaksud mengajukan proposal skripsi, dengan judul :

“ Upaya Meningkatkan Life Skill Anak Jalanan Melalui Program Keterampilan Otomotif Di Social Development Center For Street Children “

Demikianlah kiranya pengajuan judul skripsi ini saya buat, semoga dapat diterima dan ditindaklanjuti dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi.

Atas perhatian dan kesedian Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih

Dosen Pembimbing Akademik Pemohon

Dra. Mahmudah F. M.Pd Ahmad Hary Deni NIP : (150282125) (105054102062)


(6)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, 21 Juni 2010


(7)

ABSTRAK Ahmad Hary Deni

“Upaya Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan Di Social Development Center (SDC) Bambu Apus Jakarta Timur”.

Fenomena anak jalanan dilihat dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan, untuk itu diperlukan suatu mekanisme pencegahan serta penangggulangan secara cepat, tepat dan berkelanjutan. Upaya penanganan masalah anak jalanan telah banyak dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan non Pemerintah. Pemerintah khususnya Kementrian Sosial mendirikan sebuah Lembaga Sosial yang khusus menanggulangi masalah anak jalanan yang bernama Panti Social Development Center (SDC) yang memberikan berbagai macam pelayanan sosial terhadap anak jalanan. Yang meliputi pembinaan mental, fisik, dan Pelatihan Keterampilan dan Bimbingan Sosial.

Upaya meningkatkan Life Skills anak jalanan melalui keterampilan otomotif dapat merubah dan mengembangkan kemampuan mereka, serta dapat menghasilkan suatu karya yang berguna dan bermanfaat untuk masa depan anak jalanan. Selain itu tujuan didirikannya Panti Sosial ini agar anak jalanan dapat melatih sikap agar bisa mandiri dalam berprilaku, berbahasa, serta mempunyai jiiwa yang kretif dan inovatif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya meningkatkan Life Skills anak jalanan melaui program keterampilan otomotif di Social Development Center (SDC). Pengumpulan data diperoleh dari hasil wawancara dan observasi secara langsung kegiatan keterampilan otomotif di Social Development Center.

Temuan di lapangan menunjukan bahwa upaya meningkatkan Life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif yang dilakukan di panti bertujuan agar anak dapat mengembangkan potensi dan kemampuan mereka di luar pendidikan sekolah yang bermanfaat untuk dirinya serta merubah pola pikir mereka dengan memanfaatkan sumber daya dan pelayanan sosial yang diberikan oleh panti, dan mendorong anak jalanan dalam meningkatkan kemandirian mereka dengan mempunyai modal keahlian khususnya pada bidang keterampilan otomotif untuk melanjutkan kehidupan mereka setelah keluar dari panti. Dalam prosesnya memang terdapat berbagai macam faktor pendukung dan penghambat, faktor pendukung SDC antara lain memiliki gedung/asrama yang cukup bagus, memiliki jaringan kerja pelayanan, serta tenaga pengajar/instruktur yang ahli dalam bidang otomotif. Namun diantara faktor pendukung di atas ada juga faktor penghambatnya, diantaranya dalam program keterampilan otomotif sangat minimnya peralatan yang ada, kurangnya SDM/ sangat sedikit tenaga ahlinya, dan kurang sadarnya peserta didik. Walaupun ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, namun upaya meningkatkan Life Skills anak jalanan melalui program keterampilan berjalan cukup optimal.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi nikmat islam, iman dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada Baginda Nabi besar Muhamad SAW, keluarga, sahabat dan pengikutnya. Ada beberapa hambatan yang penulis temukan di dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat bimbingan, dorongan, doa serta bantuan dari berbagai pihak, alhamdulillah semua ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

Dengan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Helmi Rustandi M.A selaku Ketua Konsentrasi Kesejahteraan Sosial. 3. Bapak Ismet Firdaus M.Si selaku Sekertaris Konsentrasi Kesejahteraan Sosial 4. Pembimbing Skripsi, Bapak Ahmad Zaky M.Si. Walaupun dalam kesibukan

yang sedemikian padatnya namun senantiasa selalu menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan serta masukan yang positif kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu namanya namun tidak mengurangi rasa hormat penulis kepadanya.


(9)

6. Kepada Pengelola Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, LIPI.

7. Kepada Ayahanda Tercinta Bapak Sutisna NS dan Ibunda Tersayang Ibu Sarmanah HS, yang telah memberikan curahan kasih sayangnya mulai dari kecil hingga saat ini serta dukungannya baik moril maupun materil hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Untuk adik-adiku Tersayang ”Khususnya kepada My Twins Brother Ahmad Hary Abrian”, Ahmad Rendy Junaidi dan Meidy Ardelia yang selalu memberi semangat dari mulai kuliah sampai dengan selesainya skripsi ini.

9. Untuk calon pendamping hidupku Wediastri Chalida yang selalu menemani saat suka maupun duka dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

10.Untuk Keluarga Bapak H. Mu’tamarullah. SE dan Ibu Nurlaela yang telah banyak sekali membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

11.Semua teman-teman di Konsentrasi Kesejahteraan Sosial angkatan 2005 khususnya Rovel Noveli Handi, Doni Ismail, Arief Iskandar, Riza Tulus, Arifin Yahya, Ahmad Nur Syahri, Ahmad Reza.S, Syahlani, Zulfahmi dan teman seperjuangan Ersyad Tonedy dll.

12.Pengurus Panti (SDC) khususnya Bapak Muhamad Tohar S.Pd.I, Bapak Febraldi S.Sos, Bapak Tomy Haryanto S.Sos, Bapak Ahmad Rifky Hidayat S.Psi, Ibu Vivi Marlina.AKS, Mas Pria Atmojo AKS, Bapak Suhada, Bang


(10)

Andi dan Mas Triyono. Yang telah banyak sekali membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Atas segala kekurangannya, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan kepada orang lain pada umumnya.

Jakarta, 21 Juni 2010

Ahmad Hary Deni


(11)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... PENGESAHAN PEMBIMBING ... LEMBAR PERNYATAAN ... ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... v DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... ...1 B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ...

...8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...

...9 D. Metodologi Penelitian ...

...10 E. Tinjauan Pustaka...

...15 F. Sistematika Penulisan...

...16 BAB II TINJAUAN TEORITIS


(12)

A. Pengertian Upaya... ...18 1. Pendamping Sosial Sebagai Strategi Pemberdayaan...

... 18 B. Pengertian Pekerja Sosial dan Ilmu Kesejahteraan

Sosial ... ...20 1. Metode yang digunakan Pekerja Sosial dalam

Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan di SDC ... ...22 C. Definisi Life Skills ...

...25 1. Pengertian Life Skills...

...25 2. Ciri-ciri Life Skills...

...28 D. Anak Jalanan ...

...29 1. Pengertian Anak Jalanan ...

... 29 2. Masalah-masalah Anak Jalanan...


(13)

3. Kategori Anak Jalanan ... ...33 4. Ciri-ciriAnak Jalanan ...

...37 5. Penyebab mereka menjadi Anak Jalanan ...

...38 6. Penanganan Masalah Anak Jalanan ...

...40 E. Pengertian Keterampilan ...

...42 F. Pengertian Otomotif ...

...44

BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOCIAL DEVELOPMENT

CENTER

A. Sejarah dan Latar Berdirinya Panti... ...46 B. Letak dan Kedudukan Lembaga...

...48 C. Visi dan Misi ...

...49 D. Fungsi Social Development Center...


(14)

E. Fasilitas, Sarana dan Prasarana ... ...49 F. Prosedur dan Mekanisme Pelayanan Kesejahteraan Sosial

... 50 1. Sasaran Pelayanan ...

51

2. Prinsip-Prinsip Pelayanan... 51

3. Tahapan-tahapan Pelayanan... 52

4. Bentuk dan Jenis Pelayanan... ...52 G. Pelatihan Keterampilan...

...53 H. Struktur Organisasi dan Pembagian

Tugas Personil Lembaga, Gambaran Pekerjaan... ...54 I. Sumber Dana ...

...58 J. Kedudukan Lembaga dan Lembaga Pelayanan Kessos Lain

... 58 K. Hubungan Lembaga dengan Masyarakat Sekitar...

...59


(15)

A. Upaya Meningkatkan Life Skills Melalui Program Keterampilan Otomotif ... ...62

a) Tahapan-tahapan dalam keterampilan otomotif... ...62 b) Proses Pelaksanaan keterampilan otomotif ...

...65 c) Hasil/Output dari hasil keterampilan otomotif...

...68 B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Upaya

Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Program Keterampilan Otomotif

1. Faktor Pendukung ... ...71 2. Faktor Penghambat ...

...73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... ...76 B. Saran ...


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Struktur Organisasi SDC... 57 Tabel 4.1 Data Anak Asuh yang mengikuti Program Pelatihan

Keterampilan Otomotif... 69 Tabel 4.2 Jadwal Keterampilan Otomotif Di Social Development


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dan bersikap positif sehingga seseorang dapat mengatasi tuntutan dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari (life skills) anak jalanan merupakan suatu usaha dimana masyarakat dan semua pihak yang terkait turut membantu dalam mengembangkan minat dan bakat untuk meningkatkan kehidupan mereka. Anak jalanan merupakan anak yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk melakukan kegiatan sehari-harinya di jalanan, baik untuk mancari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya.

Anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, maka anak memiliki peran strategis bagi kelangsungan eksistensi bangsa dan negara dimasa mendatang. Krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia pada tahun 1997 ternyata berdampak terhadap meningkatnya permasalahan sosial anak di negeri ini, tidak terkecuali juga permasalahan anak jalanan. Ada kecendrungan peningkatan permasalahan anak jalanan baik secara kuantitas maupun kualitas dari tahun ke tahun. Data statistik yang dikeluarkan Departemen Sosial menunjukkan kecendrungan tersebut, pada tahun 2002 jumlah anak jalanan


(18)

beserta permasalahannya sebesar 50.000 sedangkan pada tahun 2004 sebesar 98.113.1

Anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar serta memperoleh perawatan, pelayanan, asuhan, pendidikan dan perlindungan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraannya. Anak juga berhak atas peluang dan dukungan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri dan kemampuannya. Namun tidak semua keluarga dapat memenuhi seluruh hak dan kebutuhan anak, semua itu disebabkan oleh krisis ekonomi, kemiskinan dan kemerosotan moral, maupun spiritual merupakan indikasi keputus asaan dan ketidakberdayaan anak-anak termasuk anak jalanan beserta keluarganya akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pokok kehidupan mereka.2

Dalam hal ini, anak-anaklah yang menjadi korban dalam permasalahan rumah tangga. Banyak sekali faktor yang menyebabkan anak yang menjadi korban, diantaranya baik dari sisi ekonomi maupun ketidakpedulian orang tua terhadap hak anak. Padahal anak-anak berusia di bawah 18 tahun yang semestinya masih harus mendapat perhatian ekstra dari kedua orang tuanya ternyata masih banyak yang mengalami penelantaran akibat ketidakpedulian orang tua terhadap hak anak maupun penelantaran akibat faktor ekonomi.

Banyak sekali orang tua yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Sementara harga-harga kebutuhan pokok terus meningkat tinggi. Agar dapat mempertahankan kehidupan ekonomi keluarga, sebagian besar orang tua memperbolehkan anak-anak mereka turun ke jalanan untuk mengamen, menyemir

1

Social Development CenterModul Pelayanan Sosial Berbasis Panti (2006) 2

Triyanti, Maria April Astuti Anny, pemberdayaan anak jalanan di DKI Jakarta


(19)

sepatu, atau mengemis. Bahkan orang tua mereka memberhentikan anaknya dari sekolah karena ketiadaan biaya.3

Adapun dampak dari krisis ekonomi terhadap timbulnya permasalahan anak adalah : orang tua mendorong anaknya untuk turun ke jalan guna membantu ekonomi keluarga, kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua yang semakin meningkat. Anak lari ke jalanan, kehilangan hak atas kelangsungan hidup yang layak, pendidikan, kebebasan berfikir, perlindungan dari perlakuan kejam dan ekploitasi, serta kebebasan berpendapat dan pengambilan keputusan untuk dirinya.4

Anak jalanan adalah anak yang kurang beruntung yang terpaksa bekerja di jalanan atau yang melarikan diri ke jalanan atas kemiskinan yang dialami keluarganya. Anak jalanan adalah anak yang waktunya sebagian besar dihabiskan di jalanan mencari uang, berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya, usianya berkisar antara 7 hingga 15 tahun5. Anak jalanan dalam kajian ilmu sosial mempunyai definisi yang setara dengan gelandangan. Artinya siapa saja yang tidak mempunyai rumah dan hidup di jalan ke jalan. Padahal fenomena anak jalanan tidak demikian, sebab diantara mereka ada yang benar-benar mempunyai rumah. Ditambahkannya, secara ekonomi anak-anak ini dalam kategori miskin. Mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap dan tanpa pendidikan. Sementara secara

3

Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial dan Direktorat Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, Tunjuk Pelaksanaan Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, 1999,h.1

4

Abu Tandeng K. Maryam. “Pelaksanaan Program Peningkatan Kesejahteraan Anak

Jalanan (Universitas Indonesia Program Studi Sosiologi,2002) h.146

5 Utoyo dalam Munawir Yusuf. “Studi Tentang Profil Anak Jalanan dan Alternatif


(20)

fisik lingkungan anak-anak ini kebanyakan kumuh. Anak jalanan merupakan bagian dari kelompok orang yang sering dijuluki dengan sampah masyarakat, bersama dengan pelacur kelas rendah, pencopet, pemulung, pengemis, pedagang asongan, tukang ngamen. Istilah sampah masyarakat mempunyai kaitan erat dengan perasaan umum yang menganggap anak jalanan sebagai maling cilik, gembel, perusuh, pembuat onar, mengotori kota.6

Keberadaan anak jalanan di kota-kota besar bukan tanpa penyebab. Apabila ditelusuri, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya fenomena anak jalanan dalam struktur sosial ekonomi masyarakat. Persaingan ekonomi dalam masyarakat akan melahirkan golongan strata sosial: teratas, terbawah, atau pertengahan. Supaya tetap survive, masyarakat strata sosial terbawah akan menggunakan sumber daya manusia yang ada termasuk anak-anak untuk turut menopang dapur keluarga.

Selain berasal dari keluarga yang tersisih secara ekonomi, anak-anak jalanan juga berasal dari keluarga yang mapan ekonominya. Alasannya bisa karena mereka diperlakukan tidak adil oleh kedua orang tuanya atau karena kondisi disharmoni keluarga, misalnya perceraian, broken home, dan lain-lain. Sehingga kondisi seperti itu mendorong anak lari dari rumah dan hidup di jalan.

Faktor penyebab yang berasal dari masyarakat juga memberikan kontribusi bagi maraknya fenomena anak jalanan. Perkembangan pesat di kota-kota besar menawarkan berbagai kemudahan hidup sehingga menimbulkan arus urbanisasi yang cenderung tidak terkendali. Orang-orang desa yang masuk ke kota

6


(21)

membiarkan bahkan menyuruh anak-anaknya mencari nafkah dengan berbagai cara untuk meringankan beban hidup. Selain faktor-faktor di atas, faktor kesempatan dari masyarakat juga turut memberikan kontribusi yang berarti bagi mereka. Anak-anak yang bekerja sebagai penyemir sepatu, penjual koran, pedagang asongan, atau sebagai joki three in one di jalan-jalan tol dijakarta hadir karena masyarakat memang membutuhkan dan memberi kesempatan kepada mereka.7

Keterlibatan anak jalanan dalam kegiatan ekonomi akan berdampak kurang baik bagi perkembangan dan masa depan anak, kondisi seperti ini jelas tidak menguntungkan, bahkan cenderung membutakan terhadap masa depan mereka, mengingat anak merupakan aset masa depan suatu bangsa.8

Secara psikologis, mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum memiliki mental dan emosional yang kokoh. Dimana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pandangan negatif oleh sebagian besar masyarakat.

Masalah yang dihadapi oleh anak-anak jalanan tidak lepas dari masalah ekonomi, sehingga berdampak pada pendidikan dari anak jalanan tersebut, yang mengakibatkan anak jalanan mengalami putus sekolah, kemudian anak jalanan menjalani pola hidup yang tidak disiplin, serta mereka menghadapi masalah-masalah rawan sosial yang ada di jalanan, yaitu adanya kecelakaan lalu lintas dan itu sangat membahayakan bagi diri mereka.

7

Ibid.

8

Artikel Dwi Eko Waluyo. Karakteristik Sosial Ekonomi dan Demografi Anak Jalanan di Kotamadya Malang


(22)

Fenomena anak jalanan yang terjadi di sekitar kita menuntut perhatian kita untuk lebih peduli kepada mereka, kepekaan kita sebagai masyarakat kepada mereka tidak terlalu tajam. Padahal anak merupakan karunia ilahi dan amanah yang patut kita syukuri karena di dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang harus kita junjung tinggi, hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, UU No 39 tahun 1999 tentang pengesahan Conventions On The Rights Of The Child (Konvensi tentang hak asasi anak).

Berbagai upaya telah ditempuh baik oleh pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan anak jalanan seperti yang diamanahkan UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 4 yang berbunyi setiap orang berhak untuk dapat hidup, tumbuh, kembang dan berpresstasi secara wajar sesuai dengan harkat, martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Upaya-upaya tersebut dimaksudkan untuk memberikan atau mengembalikan hak-hak anak jalanan untuk bisa hidup dan berkembang secara wajar bebas dari diskriminasi, ekploitasi, kekerasan, pelecehan serta ancaman dari kondisi lingkungan yang tidak kondusif.

Pemerintah maupun masyarakat telah mengupayakan penanganan masalah sosial anak jalanan antara lain melalui : Rumah singgah, mobil sahabat anak, panti persinggahan, rumah perlindungan sosial anak, program menuju Bandung Raya bebas anak jalanan, dan program-program lainnya. Tidak menutup mata terhadap keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai oleh program-program tersebut di atas tetapi dipandang masih perlu suatu lembaga atau institusi yang bisa


(23)

memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan anak jalanan.

Kementrian Sosial sebagai instansi pemerintah yang berkompeten terhadap penanganan permasalahan sosial anak jalanan mengembangkan suatu konsep yang komprehensif dan berkelanjutan bagi anak jalanan. Perwujudan dari konsep tersebut ialah Social Development Center atau disingkat dengan nama SDC yang merupakan suatu lembaga atau instansi pelayanan sosial yang diutamakan bagi anak jalanan yang berperan sebagai ”Boarding House” yang diresmikan oleh ibu Hj. Ani Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 November 2006.9

Dengan adanya lembaga pemerintah yang khususnya menangani masalah anak-anak jalanan, kita sangat mengharapkan adanya perubahan yang positif. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat harus selalu mendukung berbagai program pemerintah agar mampu melahirkan masyarakat yang lebih maju.

Lembaga pemerintah atau panti sosial ini sebagai pusat kegiatan pelayanan sosial yang sangat ditunggu peran aktifnya oleh masyarakat untuk menjawab persoalan yang dianggap dapat meresahkan masyarakat. Program pelayanan yang akan diberikan kepada anak-anak jalanan berupa pelayanan sosial seperti pembinaan mental, sikap dan prilaku, pembinaan keagamaan dan program pelatihan keterampilan, yang meliputi diantaranya seperti pelatihan menjahit, pelatihan merias wajah/salon, pelatihan otomotif dam pelatihan las. Pada penelitian kali ini penulis lebih memfokuskan pada upaya meninngakat life skills anak jalanan melalui bidang pelatihan dan keterampilan otomotif. Dengan maksud

9

Brosur Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak “Social Development Center For


(24)

agar anak-anak jalanan memiliki keterampilan otomotif agar dapat mandiri dan bermanfaat di kemudian hari.

Pada kesempatan kali ini penulis tertarik pada upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif di pusat pengembangan pelayanan sosial anak dengan tujuan agar anak dapat mengembangkan kemampuan yang mereka miliki, minat dan bakat mereka akan tersalurkan sehingga dapat menciptakan jiwa yang kreatif, inovatif dan mandiri.

Oleh karena itu penulis memberi judul skripsi ini, dengan judul “ UPAYA

MENINGKATKAN LIFE SKILLS ANAK JALANAN MELALUI

PELATIHAN KETERAMPILAN OTOMOTIF BAGI KLIEN ANAK JALANAN DI SOCIAL DEVELOPMENT CENTER BAMBU APUS JAKARTA TIMUR”

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalahnnya adalah:

a) Bagaimana upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif di Social Development Center (SDC)?

b) Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif? 2. Pembatasan Masalah


(25)

Agar tulisan ini lebih terarah, maka penulis membuat batasan pada penelitian ini. Penulis hanya membatasi pada masalah yang terkait dengan upaya peningkatan life skills dan penulis memfokuskan kepada suatu bidang yaitu pelatihan keterampilan otomotif pada angkatan ke tiga tahun 2009 yang dilakukan di SDC dan untuk mempermudah dan memperjelas permasalahan yang akan dibahas, maka penulis membatasi penelitian ini pada, “Upaya Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan di SDC.”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a) Untuk mengetahui upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif di SDC.

b) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif di SDC.

2. Manfaaat Penelitian

Manfaaat dari penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengembangan penelitian serupa di masa yang akan datang


(26)

2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi dan tambahan pengetahuan dalam kerangka pengembangan penelitian selanjutnya. 3. Memberi gambaran deskriptif tentang Social Development Center

(SDC). b. Manfaat Praktis

1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas, untuk lebih memperdulikan masalah sosial seperti ini khususnya masalah anak-anak jalanan.

2. Memberikan masukan kepada lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang penanganan masalah anak jalanan agar penanganan terhadap anak jalanan dapat lebih optimal.

3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pihak SDC yang bersangkutan dalam aktivitasnya untuk lebih meningkatkan life skills anak jalanan dalam bidang otomotif.

D. Metodologi Penelitian

Metode penelitian adalah alat uji dan analisa yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang valid, reliable dan objektif.10

1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi, pendekatan kualitatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam

10


(27)

kehidupan suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.

Menurut Lexy J. Moleong pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, prilaku, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu kontek khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.11

Adapun pendekatan yang diginakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Bodgan dan Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dari orang atau pelaku yang dapat dialami secara langsung.12

Dalam penelitian kali ini, penulis hanya meneliti tentang upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui pelatihan keterampilan otomotif di SDC Jakarta Timur.

2 Sumber Data

11

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet ke-20, edisi revisi, h,224

12


(28)

a. Data primer adalah data yang belum tersedia sehingga untuk menjawab masalah penelitian , data harus diperoleh dari sumber aslinya.13 data primer, terbagi menjadi 2 sumber data yaitu

1. Data Utama yaitu data yang diperoleh secara langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, yaitu Pengurus Panti SDC terdiri dari Kepala Panti Bapak Muhamad Tohar S.pd.I, Ketua Identifikasi dan perawatan Anak Ibu Vivi Marlina.AKS dan Instruktur keterampilan Mas Triyono.

2. Data Umum yaitu data yang diperoleh dari anak yang bertemu langsung di panti SDC.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari sumber yang terkait. Catatan dan dokumen tersebut berupa internet tentang anak-anak jalanan serta dokumen pribadi panti yang berupa brosur, modul dan buku panduan. 3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak Jalanan Sosial Development Center For Street Children yang beralamat di Jl. PPA Bambu Apus , Cipayung, Jakarta Timur.

4 Waktu Penelitian

13

Jaenal arifin, tehnik penarikan sampel dan pengumpulan data, disampaikan pada Pelatihan Penelitian Mahasiswa FDI Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sabtu 23 april 2005, h 17.


(29)

Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, yaitu mulai dari bulan Desember 2009 sampai dengan bulan Februari 2010.

5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah:

a. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang sistematis dan tatap muka.14

Penelitian ini menggunakan wawancara langsung dengan narasumber kepala panti SDC Bapak Muhamad Tohar S.Pd.I, kepala kordinator pelayanan dan rehabilitasi sosial Bapak Ahmad Rifki S.ps.i serta instruktur keterampilan mas Triyono dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan berdasarkan pedoman pertanyaan dari penulis untuk memperoleh data, dengan demikian dapat memperluas data yang diperlukan dalam penelitian ini. Pertanyaan pokok untuk narasumber adalah bagaimana upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif yang dilakukan di SDC.

b. Studi Dokumentasi mencari data yang tertulis, baik berupa buku, jurnal, modul ataupun yang lainnya.15 Teknik ini dilakukan dengan cara

mengklasifikasikan dan mempelajari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan penelitian, dan mengambil data atau informasi yang dibutuhkan pada sumber berupa dokumen, buku, majalah, koran dan lain-lain.

6 Teknik Pencatatan Data

14

ibid h. 87.

15

Imam Suprayogo dan Tabroni, Metode Penelitian Sosial Agama. (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004) h. 172.


(30)

Pencatatan data dilakukan dengan cara pencatatan lapangan yang berisi hasil wawancara dengan menggunakan bahasa yang objektif. Pengamatan secara cermat dan teliti terhadap kegiatan pelatihan keterampilan otomotif secara langsung di SDC. Alat bantu yang digunakan penulis dalam penelitian ini berupa alat tulis dan tape recorder.

Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan keterangan tentang upaya meningkatkan life skills anak melalui program keterampilan otomotif dalam hal ini, penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah peneliti siapkan untuk responden, lalu dijawab oleh pemberi data dengan bebas dan terbuka.

7 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya data disusun secara sistematis dan diklasifikasikan dengan melakukan analisis sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian kemudian menyimpulkannya. Analisis data ialah proses penyusunan data agar bisa ditafsirkan, dan memberi makna pada analisis. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa sasaran penelitian ini adalah kegiatan analisis data meliputi keagiatan reduksi data. Menganalisis sesuatu secara keseluruhan kepada bagian-bagiannya, atau menjelaskan pada akhir dari proses perkembangan sebelumnya yang sederhana.16

Setelah dalam bentuk data mentah sudah terkumpul, selanjutnya data disusun secara sistematis dan diklasifikasikan dengan melakukan analisis sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian.

16

Pius A. Partanto M, Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 1994) cet, ke-1, h. 658.


(31)

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2002” yang diterbitkan oleh UIN perss, cetakan ke-2, tahun 2002

8 Keabsahan Data

Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan tehnik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal ini dapat dicapai dengan jalan :

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya untuk mengetahui perasaan anak jalanan setelah mengikuti program keterampilan di SDC. Dengan cara menanyakan atau sharing dengan anak jalanan guna mengetahui perasaan anak jalanan setelah mengikuti pelatihan keterampilan otomotif di SDC.

b. Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan pendapat atau pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh instruktur keterampilan dengan jawaban yang diberikan oleh kepala panti SDC.

c. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Peneliti memanfaatkan dokumen atau data sebagai suatu bahan perbandingan.

E. Tinjauan Pustaka

Sebelum penulis mengkaji tulisan ini, ada beberapa tulisan yang membahas tentang Upaya Peningkatan Life Skills anak Jalanan melalui pelatihan


(32)

keterampilan salah satunya yang ditulis oleh Prof. Dr. S.C. Utami Munandar (FPSY. Universitas Indonesia) dengan judul pengembangan life skills anak sekolah strategi dan penerapannya oleh guru dan orang tua.

Studi oleh Munawir Yusuf mahasiswa (FKIP UNS Surakarta) dengan judul “Studi Tentang Profil Anak Jalanan dan Alternatif Pembinaanya”. Dalam studi ini fokus pembahasannya mengenai masalah anak jalanan mulai dari faktor pendorong dan penarik anak jalanan serta alternatif pembinaannya, penulis tidak menafik diri bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak data-data yang diambil dari hasil studi tersebut, meskipun hanya sebagai data sekunder yang fungsinya sebagai pelengkap data primer.

Skripsi yang penulis angkat ini merupakan kompilasi analisa dari litelatur-litelatur yang ada untuk membahas tentang upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui pelatihan keterampilan otomotif bagi klien anak jalanan di Social Development Center For Street Children, dimana dalam pembahasannya penulis hanya membatasi pada pelatihan keterampilan otomotifnya saja.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, termasuk pendahuluan, isi dan penutup. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan : diawali dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan, tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.


(33)

BAB II Tinjauan teoritis terdiri dari : Definisi life skills, masalah anak jalanan yang meliputi : pengertian anak jalanan, kategori anak jalanan, ciri-ciri anak jalanan, penyebab mereka menjadi anak jalanan, cara penanganan dan pencegahannya, pengertian keterampilan dan otomotif.

BAB III Gambaran umum tentang SDC yang meliputi : sejarah dan latar belakang berdirinya SDC, visi dan misi, fungsi, sasaran pelayanan, jenis-jenis pelayanan, fasilitas, sarana, dan prasarana, struktur kepengurusan dan letak kedudukan SDC dengan lembaga kessos lain.

BAB IV Analisis tentang upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif, yang meliputi : tahapan dalam keterampilan otomotif, metode pelaksanaan program keterampilan otomotif dan hasil dari program keterampilan otomotif. faktor pendukung dan penghambat dalam upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif.

BAB V Penutup yang terdiri dari kesimpulan, dan saran .

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(34)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Definisi Pemberdayaan

Anak merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan pengembangannya (pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Ada beberapa macam pengertian pemberdayaan, diantaranya adalah sebagai berikut :

Pemberdayaan merupakan tujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. 17

Pemberdayaan adalah suatu cara dimana seseorang, masyarakat dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya.18

Menurut Kartasasmita dikutip oleh Setiawan mendefinisikan bahwa pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia atau

17

Ife, Jim, “Community Development: Creating Community Alternatives, Vision,

Analisis And Practice, Longman”, Australia, hal 56.1995.

18

Rappaport, J., Studies In empowerment: Introduction to the issue, prevention in human issue, usa, 1984


(35)

masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan kelatarbelakangan. 19

Menurut Parson dikutip oleh Adi mendefinisikan pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan, atas dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan , pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.20

Menurut Hanna dan Robinson dikutip oleh Syarif, Strategi pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga hal, yaitu: (1) apa yang dikerjakan dalam strategi pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat berfungsi; (2) strategi pemberdayaan yang bagaimana yang membuat masyarakat berfungsi; (3) mengapa suatu strategi pemberdayaan masyarakat dapat membuat masyarakat berfungsi.

Memperhatikan konsepsi yang dikemukakan oleh Hanna dan Robinson tersebut dapat diterjemahkan bahwa dalam strategi pemberdayaan masyarakat perlu diketahui dan dipahami apa yang akan dilakukan sehingga masyarakat dapat berfungsi, bagaimana melakukannya sehingga masyarakat dapat berfungsi dan

! "## $ %&

"#' ()


(36)

mengapa strategi tersebut dapat membuat masyarakat berfungsi. Hal ini sangat relevan dengan pendapt yang dikemukakan oleh Garna (1996; 55) sebagai berikut. Dalam mencari kaidah-kaidah dalam masyarakat, terdapat tiga masalah sebagai asas penting menurut pendekatan structural fungsional, yaitu: (1) adakah sesuatu itu berfungsi; (2) bagaimana sesuatu itu berfugsi; dan (3) mengapa sesuatuitu berfungsi.

Dengan demikian, dalam melihat pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk memperbaiki kondisi masyarakat , akan dapat diukur dari tiga hal itu, yaitu : apakah sesuatu itu berfungsi, bagaimana sesuatu itu berfungsi, dan mengapa sesuatu itu berfungsi. Hal ini menunjukan bahwa dalam melihat strategi pemberdayaan masyarakat harus dilihat secara jelas apakan strategi ini dapat berfungsi dengan baik, bagaimana supaya pemberdayaan masyarakat dapat berfungsi dengan baik, dan mengapa strategi pemberdayaan masyarakat tersebut dapat berfungsi.21

Berdasarkan definisi di atas, pemberdayaan dapat diartikan sebagai berikut : a. Pemberdayaan adalah mengembangkan diri dari keadaan tidak berdaya

menjadi berdaya.

b. Pemberdayaan dilakukan melalui proses yang cukup panjang dan dilakukan secara kontinyu untuk menuju ke arah yang lebih baik.

c. Pemberdayaan bisa diartikan sebagai perubahan yang lebih meningkat. d. Pemberdayaan bisa diartikan sebagai pengembangan.

" ()


(37)

Jadi pemberdayaan adalah upaya mendorong (encourage), memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Pemberdayaan dapat diartikan juga sebagai sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu khususnya anak jalanan yang mengalami masalah fungsional. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial: yaitu masyarakat khususnya anak jalanan yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

1. Pengertian Upaya

Kata upaya menurut kamus besar bahasa indonesia adalah suatu usaha untuk mencapai maksud dengan mencapai jalan keluar (proses pemecahan masalah) atas persoalan yang dihadapi.22

"" : ( ! ! " *+ ( , ; 4 ( %2


(38)

Menurut kamus besar bahasa indonesia kata upaya adalah usaha, akal, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencapai jalan keluar, daya upaya).23

Dari pengertian upaya diatas maka dapat disimpulkan bahwa upaya dalam penelitian ini adalah suatu upaya atau usaha dengan maksud untuk memecahkan suatu masalah, khususnya dalam usaha meningkatkan life skill anak jalanan di SDC melalui program keterampilan.

2. Pendamping Sosial Sebagai Strategi Pemberdayaan

Agar para pendamping mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan, maka perlu diketahui berbagai indikator yang dapat menunjukan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika pendampingan sosial diberikan segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan khususnya anak jalanan yang perlu dioptimalkan. Maka ada beberapa strategi yang harus dilakukan oleh seorang pekerja sosial dalam upaya pemberdayaan anak jalanan.

Bagi para peksos di lapangan, kegiatan pemberdayaan di atas dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat empat strategi penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial

1. Motivasi. Anak jalanan dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga

"1 : ( ! ! " *+ ( , ; 4 ( 92


(39)

negara dan masyarakat. Anak jalanan perlu didorong untuk membentuk kepribadian yang mandiri tidak bergantung dengan orang lain. Seorang pendamping sosial harus selalu memotivasi apa bakat dari seorang anak jalanan sehingga anak merasa nyaman dengan bakat yang ia miliki.

2. Meningkatkan kesadaran dan pelatihan kemampuan, peningkatan kesadaran anak jalanan dapat dicapai melalui pendidikan dasar sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Pengetahuan lokal yang biasa diperoleh melalui pengalaman dapat dikombinasikan dengan pengetahuan dari luar. Pelatihan semacam ini dapat membantu anak jalanan untuk meningkatkan keahlian mereka agar dapat mandiri dikemudian hari.

3. Manajemen diri, anak jalanan di berikan pelatihan kedisipinan agar anak jalanan dapat mengatur dirinya sendiri sehingga dapat mandiri dan berusaha menghadapi kehidupan.

4. Pembangunan dan pengembangan jaringan, Seorang pendamping sosial atau pekerja sosial harus selalu membangun semangat anak jalanan dan mencari relasi dalam dunia pekerjaan, karena setelah anak jalanan mengikuti pelatihan keterampilan seorang anak jalanan akan memiliki kemampuan. Oleh sebab itu sebagai pekerja sosial harus memiliki banyak relasi dalam dunia pekerjaan sehingga kemampuan yang dimiliki anak jalanan bisa tersalurkan.


(40)

Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk di dalamnya anak jalanan) tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya pendalaman dibidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu meningkatkan kreativitas keimanan, intelektualitas, disiplin, etos kerja dan keterampilan kerja.24

B. Pengertian Pekerja Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial

Pekerja sosial merupakan profesi yang baru muncul pada abad ke-20. Berbeda dengan profesi lain, yang muncul lebih dahulu, yang mengembangkan spesialisasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerjaan sosial berkembang dan dikembangkan dari berbagai spesialisasi pada berbagai lapangan praktis. Profesi pekerjaan sosial (dikutip dari pertemuan “Federasi Pekerja Sosial Internasional” di Montreal Kanada, Juli 2000) mempromosikan terciptanya perubahan sosial, pemecahan masalah pada relasi manusia, serta pemberdayaan dan pembebasan manusia untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih baik. Pekerja sosial mengintervensi ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial merupakan hal yang fundamental bagi pekerjaan sosial.

Dari pengertian di atas, terlihat bahwa pekerjaan sosial sebagai suatu ”ilmu memfokuskan intervensinya pada proses interaksi antara manusia (people) dengan

"8 ) # $% !


(41)

lingkungannya, dengan mengutamakan teori-teori perilaku manusia dan sistem sosial, guna meningkatkan taraf hidup (human well-being) masyarakat”.25

Sejarah perkembangan ilmu kesejahteraan sosial sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari disiplin pekerjaan sosial, karena ilmu kesejahteraan sosial merupakan perkembangan pemikiran dari disiplin pekerjaan sosial. Akan tetapi, bila pada disiplin pekerjaan sosial (social work) pembahasannya lebih banyak dipengaruhi oleh disiplin psikologi dan kemudian dilengkapi dengan sedikit disiplin sosiologi. Sedangkan untuk bahasan ilmu kesejahteraan sosial pengaruh dari disiplin sosiologi, yang diikuti dengan prespektif ekonomi dan manajemen, hukum, kesehatan dan politik terasa lebih ‘kental’. Jadi bukan sekedar pengaruh dari disiplin psikologi dan sosiologi saja.

Dalam kaitannya dengan pendefinisian secara sederhana tentang apa yang dimaksud dengan ilmu kesejahteraan sosial, berdasarkan definisi Midgley dapat dikatakan ilmu kesejahteraan sosial adalah “ilmu yang berusaha menciptakan suatu kondisi masyarakat di mana permasalahan dapat dikelola dengan baik, berbagai kebutuhan masyarkat dapat dipenuhi, dan berbagai kesempatan sosial (termasuk didalamnya kesempatan bekerja dan berpartisipasi dalam pembangunan) dapat dimaksimalkan”.

Dengan mempertimbangkan apa yang dikemukakan oleh Midgley, maka ilmu kesejahteraan sosial dapat pula dimaknai sebagai “suatu kajian yang melakukan telaah teoritis, metodelogis maupun praktis guna meningkatkan kualitas derajat

"3' () & " & !


(42)

kehidupan masyarakat, antara lain melalui pengelolaan masalah sosial, pemenuhan kebutuhan manusia dan pemaksimalan kesempatan manusia untuk berkembang”.

1. Metode yang digunakan Pekerja Sosial dalam Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan di SDC

Ada beberapa macam metode yang digunakan dalam meningkatkan life skills anak jalanan di SDC.

a. Metode Casework

Metode casework merupakan suatu seni melakukan kegiatan yang berbeda dengan dan untuk orang-orang yang berbeda melalui kerjasama dengan mereka untuk mencapai kehidupan pribadi dan sosial yang lebih baik. Metode ini banyak digunakan pada level individu, keluarga dan kelompok kecil dikenal juga sebagai metode intervensi sosial pada level mikro. Sedangkan, metode intervensi dalam ilmu kesejahteraan sosial sendiri, pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok sasaran perubahan, dalam hal ini individu, keluarga dan kelompok kecil.

Metode perubahan sosial terencana di level mikro ini pada dasarnya merupakan upaya mengatasi masalah yang oleh Mendoza (1981:4) yang dikutip oleh Adi dikatakan sebagai masalah disebabkan oleh adanya ketidakmampuan individu atau kadangkala patologi yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk memenuhi tuntutan lingkungannya. Terapi yang digunakan seorang pekerja sosial dilihat dari sudut pandang klien, dapat dikonseptualisasikan menjadi delapan tahap yaitu:


(43)

1. Penyadaran akan adanya masalah

2. Penjalinan Relasi lebih mendalam dengan Konselor (Caseworker) 3. Motivasi

4. Pengkonseptualisasian Masalah 5. Eksplorasi Strategi Mengatasi Masalah 6. Pensleksian Strategi Mengatasi Masalah

7. Implementasi (Pelaksanaan) Strategi Mengatasi Masalah 8. Evaluasi

Kedelapan tahapan di atas adalah proses yang dilakukan seorang pekerja sosial menggunakan metode Casework.26

b. Metode Groupwork

Selain menggunakan metode Casework dalam upaya meningkatkan life skills anak jalanan di SDC, dalam upaya mengembangkan keberfungsian kelompok ataupun anggota kelompok, metode perubahan sosial terencana pada kelompok kecil sering disebut juga dengan nama metode ”Groupwork”. Groupwork adalah istilah yang digunakan oleh berbagai helping professions, seperti psikolog, guru, ahli terapi rekreasional. Akan tetapi tehnik dan metode pada berbagai profesi tersebut sangat beragam sehingga kadangkala profesi yang satu menyatakan bahwa teknik yang dilakukan oleh profesi yang lain adalah teknik yang salah atau mereka tidak menggunakan tehnik yang tepat.

Meskipun demikian , Benjamin dan kawan-kawan yang dikutip oleh Adi yakin meskipun terdapat berbagai macam tehnik yang dikembangkan dalam group work, akan tetapi inti dari group work tetap sama. Yaitu agen perubah berupaya


(44)

memfasilitasi anggota kelompok untuk terlibat secara aktif dan berkolaborasi dalam peroses pemecahan masalah melalui kelompok. Sekurang-kurangnya ada tiga perspektif yang berkembang dalam group work, yaitu:

1. Perspektif yang berorientasi penyembuhan (remedial perspective atau remedial orientation ) adalah bentuk group work yang didesain untuk memperbaiki atau menyembuhkan suatu disfungsi sosial. Tujuan dari metode group work dengan perspektif ini adalah membantu seseorang untuk belajar berbuat sesuatu yang dapat digunakan untuk memperbaiki atau mengatasi masalah yang dihadapi.

2. Perspektif resiprokal (reciprocal perspektive atau reciprocal orientation) juga dengan orientasinya yang bersifat transisional yang menjembatani prespektif remedial dan perspektif tujuan sosial (social goal perspective). Disebut transisional karena pada satu sisi perspektif ini terkait dengan upaya mengatasi masalah yang dihadapi individu (seperti mereka yang terlibat dalam upaya penyembuhan masalah kecanduan narkoba), di sisi yang lain pendekatan ini juga mengarah pada upaya perubahan sosial.

3. Perspektif yang berorientasi pada tujuan sosial (Social goal perspective atau Social goal orientation ) merupakan metode group work yang berorientasi politis atau pembangunan yang progresif yang diarahkan pada upaya pembentukan kesadaran sosial masyarakat. Dalam kelompok ini juga seringkali terdapat asumsi bahwa kelompok yang mereka kembangkan mempuyai tanggung jawab sosial untuk melakukan perubahan sosial ke arah kehidupan yang lebih baik.


(45)

Pada ketiga perspektif tersebut, perspektif yang ke tiga (social goals) mempunyai keterkaitan yang erat dengan metode intervensi sosial di tingkat komunitas. perspektif ke tiga inilah yang jarang di bahas dalam literatur awal perkembangan metode group work. Karena metode group work ini pada awalnya lebih dipusatkan pada perspektif remedial.

B. Definisi life skills 1. Pengertian Life Skills

Istilah kecakapan hidup (life skills) diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2003).27

Brolin (1989) menjelaskan bahwa, “Life skills constitute a continuum of knowledge and atitude that are necessary for a person to function effectively and to avoid interruptions of employment experience”. Dengan demikian life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Istilah hidup, tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti : membaca, menulis, menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya,

27

http://pkbmpls.wordpress.com/2008/02/06/pengertian-pendidikan-kecakapanhidup-life skills//.


(46)

bekerja dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi (Satori, 2002).28

Pendidikan kecakapan hidup (life skills) lebih luas dari sekedar keterampilan bekerja, apalagi sekedar keterampilan manual. Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsep pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga belajar agar memiliki keberanian dan kemauan menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya.

Indikator-indikator yang terkandung dalam life skills tersebut secara konseptual dikelompokkan : (1) kecakapan mengenal diri (self awarness) atau sering juga disebut kemampuan personal (personal skills), (2) kecakapan berfikir rasional (thinking skills) atau kecakapan akademik (akademik skills), (3) kecakapan sosial (social skills), (4) kecakapan vokasional (vocational skills) sering juga disebut dengan keterampilan kejuruan artinya keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat spesifik (spesifik skills) atau keterampilan teknis (technical skills).

Menurut Jecques Delor mengatakan bahwa pada dasarnya program life skills ini berpegang pada empat pilar pembelajaran yaitu sebagai berikut:29

A. Learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan). B. Learning to do (belajar untuk dapat berbuat atau bekerja). C. Learning to be (belajar untuk menjadi orang yang berguna).

"9


(47)

D. Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain).

World Health Organization (WHO) mendefinisikan life skills sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan bersikap positif sehingga seseorang dapat mengatasi dengan efektif tuntutan dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan, UNICEF mendefinisikan: life skills as “a behaviour change or behaviour development approach designed to address a balance of three areas: knowledge, attitude and skills” 30. Artinya, UNICEF memaknai life skills sebagai

suatu perubahan perilaku atau pendekatan pengembangan perilaku yang dirancang untuk mencapai keseimbangan 3 aspek: pengetahuan, sikap dan keterampilan Life skills atau kecakapan hidup, sedangkan menurut penulis life skill adalah pengetahuan atau keterampilan sebagai modal dasar untuk selamat, sejahtera dan sentosa dalam menjalani kehidupan di masa yang akan datang..

Menurut UNESCO, UNICEF dan WHO, pada dasarnya ada 10 strategi atau teknik yang membentuk life skills:

1. Problem solving (Pemecahan masalah) 2. Critical thinking (Berfikir kritis)

3. Effective communication (Komunikasi efektif) 4. Decision-making (Membuat keputusan) 5. Creative thinking (Berfikir kreatif)

6. Interpersonal relationship skills (Keterampilan hubungan inter-personal)

30

Pendidikan Kecakapan Hidup


(48)

7. Selfawareness (Kesadaran diri)

8. Building skills (Keterapilan membangun diri) 9. Empathy (Empati)

10. Coping with stress and emotion (Mengatasi tekanan dan emosi)

Sehingga, apabila mempunyai strategi atau teknik yang baik dari 10 hal di atas diharapkan seseorang mempunyai life skills yang cukup untuk selamat, sejahtera dan sentosa hidup di dunia yang dinamis ini.31

2. Ciri-ciri Life Skils

Ada beberapa ciri dari pembelajaran pendidikan kecakapan hidup menurut Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) yaitu sebagai berikut:32

1. Terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar. 2. Terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama.

3. Terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar usaha mandiri dan usaha bersama.

4. Terjadi proses penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial serta kewirausahaan.

5. Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar, hingga menghasilkan produk bermutu.

6. Terjadi proses interaksi saling belajar dari para ahli. 7. Terjadi proses penilaian kompetensi.

1 32

http://pkbmpls.wordpress.com/2008/02/06/ciri-pembelajaran-pendidikan-kecakapan-hidup-life-skills/ oleh Achmad Zainudin.


(49)

8. Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama.

Apabila dihubungkan dengan pekerjaan tertentu, life skills dalam lingkup pendidikan nonformal ditujukan pada penguasaan vokasional skills yang intinya terletak pada penguasaan keterampilan secara khusus (spesifik). Apabila dipahami dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa life skills dalam konteks kepemilikan keterampilan secara khusus sesungguhnya diperlukan oleh setiap orang. Ini berarti bahwa program life skills dalam pemaknaan program pendidikan nonformal diharapkan dapat menolong mereka untuk memiliki harga diri mencari nafkah dalam konteks peluang yang ada di lingkungannya.

C. Anak Jalanan

1. Pengertian Anak Jalanan

Anak-anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan pada setiap manusia yang senantiasa harus kita pelihara dengan baik, karena dalam dirinya terdapat harkat, martabat, serta kedudukan sebagai hak untuk hidup layak seperti anak-anak lainnya.33

Menurut Departemen Sosial dan United National Development Programe (UNDP) telah membatasi anak jalanan sebagai berikut: ”Anak jalanan adalah anak

11+ ' ) 6 4 ) / 6

*+ ( , 4 4 4 ) 6 ;

4 4 ) : ) : ( '


(50)

yang menghabiskan sebagian besar watunya untuk berkeliaran dan mencari nafkah dijalanan dan tempat umum lainnya” 34

Menurut Ferry Johannes, Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga. Dan anak yang hidup mandiri sejak masa kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga. 35

Menurut Rooestin Ilyas anak jalanan adalah anak-anak yang mereka bukan bermain di jalanan tetapi mereka hidup dari situ.36

Adapun UNICEF mendefinisikan anak jalanan sebagai berikut:

1. Anak jalanan adalah mereka yang masih dibawah umur (minors) yang menghabiskan sebagian besar waktu terjaganya untuk bekerja atau menggelandang di jalan-jalanan kota.

2. Anak jalanan adalah mereka yang menjadikan jalanan (dalam arti luas, termasuk bangunan yang tidak berpenghuni) sebagai rumah mereka lebih dari pada rumah keluarga mereka, sehingga merupakan situasi dimana mereka tak memiliki perlindungan, pengawasan atau pengarahan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab.

Menurut pengertian tersebut, UNICEF melihat bahwa anak jalanan merupakan sosok penyandang masalah yang sangat kompleks, dimana di dalamnya melekat

185 6 ' ( ) *+ ( , @ '

32 18

13- + # & " * : ( (

*; 2 # + %


(51)

berbagai kerawanan sosial seperti mental-spiritual, kesehatan, tindak kekerasan atau seks, ekonomi dan masih banyak yang lainnya. Atas dasar itu, program penangannya perlu segera diupayakan untuk menyelamatkan masa depannya. Dalam pandangan yang tidak jauh berbeda.37

Dari sudut pandang dan parameter yang agak berlainan dengan pengertian di atas, A. Soedijar Z.A. dalam Sanusi (1997) mengemukakan definisi anak jalanan sebagai berikut:

”Anak jalanan adalah anak yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya.”

Sedangkan pengertian anak jalanan menurut penulis adalah, anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah di jalanan dan menghalalkan berbagai macam cara guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia dibawah 18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, masih berhubungan atau telah putus hubungan dengan orang tua/keluarganya, dan sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah di jalan atau tempat-tempat umum yang dapat mengancam keselamatan dirinya maupun orang lain.38

1& 5 ) #

& " */ 0 ' 4 )

"##"2 ""

19 5 ) #

& " */ 0 ' 4 )


(52)

2. Masalah-masalah Anak Jalanan

Pilihan hidup menjadi anak jalanan bukanlah kemauan dari diri mereka sendiri, tetapi tentunya ada faktor-faktor yang melatarbelakangi mereka untuk mengandalkan hidupnya di jalanan, karena memutuskan untuk hidup menjadi seorang anak jalanan adalah suatu keputusan yang sulit yang harus mereka ambil, setelah mereka menjadi seorang anak jalanan, mereka akan menghadapi masalah-masalah yang akan terjadi, antara lain:

a. Pendidikan, para anak jalanan putus sekolah dikarenakan mereka menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah di jalanan. b. Intimidasi (kekerasan). Kekerasan dari anak jalanan dilakukan oleh anak

jalanan yang lebih dewasa, kelompok lain maupun petugas keamanan dan razia.

c. Narkoba, para anak jalanan rentan menjadi pengguna narkoba, karena lingkungan tempat anak jalanan tinggal sangat mendukung.

d. Kesehatan, rentan dengan penyakit kulit dll.

e. Tempat tinggal, mereka tinggal di tempat yang mereka rasa nyaman (di sembarangan tempat, seperti : di bawah jembatan, bantaran kali dan tempat-tempat yang kumuh.

f. Resiko kerja, tertabrak, pengaruh sampah dan polusi. g. Hubungan dengan keluarga kurang harmonis

h. Makanan, seadanya. Kadang-kadang mengais dari tong sampah jika ada uang lebih mereka membeli.


(53)

Memilih menjadi anak jalanan tentunya bukan pilihan yang menyenangkan, mereka dihadapi suatu masalah yang mengharuskan mereka turun ke jalanan untuk mencari nafkah, tentunya ada beberapa faktor yang menyebabkan anak berada di jalanan anatara lain

1. Faktor dari dalam

a. Keadaan ekonomi keluarga yang semakin dipersulit oleh besarnya kebutuhan yang ditanggung kepada keluarga, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga, maka anak-anak disuruh ataupun sukarela membantu mengatasi perekonomian keluarganya.

b. Ketidakserasian dalam keluarga. Sehingga anak tidak betah tinggal dirumah/anak melarikan diri dari rumah.

c. Adanya kekerasan ataaupun perlakuan kasar yang dilakukan oleh orang tua yang menyebabkan anak melarikan diri dari rumah.

d. Kesulitan tinggal di kampung (tempat asal) anak melakukan urbanisasi untuk mencari pekerjaan di kota-kota besar.

2. Faktor dari luar

a. Kehidupan di jalanan yang menjanjikan bagi mereka, dimana anak dapat mancari uang dengan mudah serta anak dapat bergaul dengan bebas.

b. Ajakan dari teman yang mempengaruhi untuk tinggal di jalanan. c. Adanya peluang disektor informal yang tidak terlalu membutuhkan

modal dan keahlian. 3. Kategori Anak Jalanan


(54)

Sementara itu, menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), anak jalanan dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu :

a. Anak-anak yang tidak lagi berhubungan dengan orang tuanya (children of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas di jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarganya sudah putus, kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua, sehingga pada umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas temannya telah menjadi ikatan mereka.

b. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua, mereka adalah anak-anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka sering kali diidentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingga sore hari hari seperti, menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan yang kumuh bersama-sama teman senasibnya.

c. Anak yang masih berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam di jalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka turun ke jalanan karena tebawa teman belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua aktifitas usaha mereka yang paling mencolok adalah berjualan koran.


(55)

d. Anak-anak jalanan yang berusia di bawah 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Pada umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua atau saudaranya) kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengemis dan pemulung.39

Berdasarkan hasil kajian Kementrian Sosial Republik Indonesia secara garis besar anak jalanan dibedakan kedalam tiga kelompok, yaitu:

a) Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu, memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang harus ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.

b) Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, dari skala sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena satu sebab biasanya kekerasan lari atau pergi dari rumah. Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak-anak

1 - 6 + ) 4 ( / 0 ' ) B


(56)

mereka pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah (abuse) baik secara sosial, emosional, fisik maupun seksual.

c) Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari anak-anak yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini memiliki hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang ambing dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan segala resiko. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah penampakan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi, bahkan sejak dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah diketahui ditemukan di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar di sepanjang rel kereta api dan sebagainya.

Himpunan Mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marginal Kota (HIMMATA) mengkelompokan anak jalanan menjadi dua kelompopk, yaitu: semi jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga. Sedangkan anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang menjalani kehidupannya tanpa mempunyai hubungan keluarganya.

Menurut Tata Sudrajat anak jalanan dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu :

1) Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan (anak yang hidup di jalanan atau children of the street ). 2) Anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah,


(57)

atau tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan ( children on the street ).

3) Anak yang masih tinggal bersama orang tuanya, setiap hari pulang ke rumah, masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk kategori anak rentan menjadi anak jalanan ( vulnerable to be street children ).

4. Ciri-ciri Anak Jalanan

Ciri-ciri anak jalanan terbagi menjadi dua yaitu: 1. Anak jalanan yang masih terikat

a. Mereka berada di jalanan karena terdorong oleh keinginan mendapatkan uang sendiri dan membantu orang tua.

b. Mereka masih sering pulang sehingga keterkaitan dengan orang tua maupun lingkungan yang hidup wajar masih kuat.

c. Mereka masih memegang norma atau nilai yang dianut komunitasnya. d. Beroperasi di sekitar atau dekat dengan tempat tinggal dan masih

terikat waktu dan tempat. 2. Anak jalanan yang bebas

a. Banyak berasal dari keluarga atau komunitas jalanan.

b. Sudah lama jadi anak jalanan atau sudah masuk dalam komunitas jalanan yang solid.

c. Anak yang sudah lepas dari keluarga baik karena adanya konflik maupun ketidakharmonisan keluarga.


(58)

e. Cenderung melanggar norma-norma kemasyarakatan dan mudah terjerumus pada hal-hal yang negatif seperti mengambil barang orang lain, seks bebas dan lain-lain.

3. Ciri-ciri fisik dan psikis anak jalanan adalah:

a. Penampilan terlihat kusam (kotor) dan pada umumnya tidak rapi. b. Aktivitas di jalanan bergerak cepat.

c. Tingkat kemandirian tinggi.

d. Memiliki semangat hidup yang tinggi. e. Banyak akal atau kreatif.

f. Tidak mudah tersinggung.

g. Terbuka dalam menyampaikan pendapat tentang suatu hal. h. Penuh perhatian dan serius dalam mengerjakan suatu hal.40

5. Penyebab mereka menjadi anak jalanan

Terkait dengan pembahasan tentang penyebab anak jalanan, Whitemore dan sutini (1996) yang dikutip oleh Abu mengklasifikasikan penyebab anak jalanan antara lain:

a. Terkait dengan permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan bekerja.

8# 4 ( + ) ( 4 ' + (

: ) : ( ' ( + ;

6 ( ; 6 ( /


(59)

b. Kurang keharmonisan hubungan dengan keluarga yang sering berakhir dengan penganiayaan dan kekerasan fisik orang tua pada anaknya sehingga melarikan diri dari rumah.

c. Orang tua (asal dan angkat) mengkaryakan anak sebagai sumber ekonomi keluarga pengganti peran yang seharusnya dilakukan orang dewasa. d. Anak-anak mengisi peluang-peluang ekonomi di jalanan baik secara

sendiri-sendiri maupun diaupayakan secara kelompok dan terorganisasi oleh orang-orang yang lebih tua.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya anak jalanan berkaitan erat dengan kondisi kemiskinan, keluarga, masyarakat, dan anak jalanan itu sendiri.41

Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Morch, seperti yang dikutip oleh Sanusi (1997) yang mengatakan ada tiga kelompok yang berbeda diantara anak jalanan. Tiga kelompok berikut ciri-cirinya, yaitu:

1. Anak-anak yang berada di jalanan merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan kelompok lainnya, secara esensial terdiri dari anak-anak yang terpaksa bekerja dan masih memiliki hubungan kontak secara reguler dengan keluarganya. Anak-anak ini mencari nafkah di jalanan, beberapa orang diantara mereka tetap bersekolah, walaupun tidak beraturan, mereka kembali ke rumah setiap hari setelah seharian bekerja di jalanan. Mereka tetap mempunyai hubungan yang baik dengan masyarakat setempat dimana keluarga mereka bertempat tinggal.


(60)

2. Anak-anak yang tinggal di jalanan ini beranggapan bahwa jalanan merupakan rumah mereka, dan dipandang sebagai sumber utama kehidupan mereka. Di jalanan mereka mencari tempat berteduh, dan mencari makan. Di sini ada suatu rasa senasib dan sepenanggungan diantara anak jalanan. Hubungan dengan keluarga sporadik, namun mereka telah memutuskan untuk hidup secara hidup bebas.

3. Anak-anak yang benar-benar terlantar ini, hidup dan mencari nafkah di jalanan dan ikatan mereka denga keluarga putus sama sekali. Putusnya ikatan dengan keluarga membuat mereka dapat hidup dengan bebas di jalanan.

Beberapa kategori tersebut diatas, mengidentifikasikan apa yang melatarbelakangi dan sekaligus merupakan faktor penyebab terjadinya anak jalanan berbeda pendapat satu dengan yang lain.42

6. Penanganan Masalah Anak Jalanan

Model atau pola penanganan anak jalanan selalu berbeda, disesuaikan dengan kondisi anak jalanan yang beragam. Model-model yang diterapkan untuk anak jalanan tidak lepas dari pengaruh visi dan misi lembaga. Namun secara umum terdapat dua tujuan dalam penanganan anak jalanan, yakni:

a. Melepaskan anak jalanan untuk dikembalikan kepada keluarga asli, keluarga pengganti, ataupun panti.

8" 5 ) 4 ( 4 ) 4 (


(61)

b. Penguatan anak dijalan dengan memberikan alternatif pekerjaan dan keterampilan.

Jadi, pembedayaan sebagai strategi penanganan masalah anak jalanan merupakan upaya untuk membangun daya dengan mendorong, memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki anak jalanan serta berupaya untuk mengembangkannya.

Strategi penanganan masalah anak jalanan. Irwanto, (1999) dikutip oleh Setiawan mengemukakan mengenai asumsi-asumsi dasar intervensi terhadap permasalahan anak jalanan sebagai berikut :

”Pemahaman terhadap situasi anak jalanan saja tidak akan memberikan jalan keluar yang efektif. Agar sebuah intervensi efektif, maka diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai masyarakat dan keluarga-keluarga anak jalanan. Pemahaman makro (struktural) dan mikro (dinamika keluarga) sangat dibutuhkan.”43

Sementara itu Adidananta (1999) dikutip oleh Setiawan dalam menangani anak jalanan di Yogyakarta mengemukakan pengalamannya sebagai berikut :

”Mengingat kanak-kanak adalah situasi yang sangat bersifat sementara (mereka tidak lagi dikategorikan anak-anak selepas usia 18 tahun) maka sangatlah mendesak untuk menghadirkan substitusi keluarga atau bahkan komunitas ke dalam keseharian anak jalanan. Dengan hadirnya atmosfir

81 4 ) 4 ) ( +


(62)

keluarga dan kemasyarakat maka pemenuhan hak kanak-kanak mereka yang sangat singkat itu lebih dimungkinkan.”44

Dari asumsi tersebut menurut Lusk (1989) di kutip oleh Sudrajat (1997) ada tiga model penanganan anak jalanan yaitu street based, center based, community based. Masing-masing model ini memiliki kelemahan dan kelebihan tertentu.

Community based adalah model penanganan yang berpusat di masyarakat dengan menitikberatkan pada fungsi-fungsi keluarga dan potensi seluruh masyarakat. Tujuan akhir adalah anak tidak menjadi anak jalanan atau sekalipun di jalan, mereka tetap berada di lingkungan keluarga. Kegiatannya biasanya pengasuh anak, kesempatan anak untuk memperoleh pendidikan dan kegiatan waktu luang dan lain sebagainya.

Street based adalah kegiatan di jalan, tempat dimana anak-anak jalanan beroperasi. Pekerja sosial datang mengunjungi, menciptakan perkawanan, mendampingi dan menjadi sahabat untuk keluh kesah mereka. Anak-anak yang sudah tidak teratur berhubungan dengan keluarga, memperoleh kakak atau orang tua pengganti dengan adanya pekerja sosial.

Center based adalah kegiatan panti, untuk anak-anak yang sudah putus dengan keluarga. Panti menjadi lembaga pengganti keluarga untuk anak dan memenuhi kebutuhan anak seperti kesehatan, pendidikan, keterampilan, waktu luang, makan, tempat tinggal, pekerjaan dan lain sebagainya.

Open house (rumah singgah/rumah terbuka) mulai berkembang akhir-akhir ini di berbagai negara untuk melengkapi pendekatan yang sudah ada, termasuk


(63)

indonesia. Keunikannya adalah mampu digunakan untuk memperkuat ketiga pendekatan di atas. Jika ditempatkan di wilayah yang dekat banyak anak jalanan, dapat dipandang sebagai street based yang menjadi pusat kegiatan anak jalanan. Jika dipandang suatu wilayah dimana banyak anak warga tersebut menjadi anak jalanan, dapat dipandang sebagai pusat kegiatan pula atau pintu masuk mengenai anak jalanan dengan melibatkan warga masyarakat. Rumah singgah yang umumnya berupa rumah yang dikontrak juga dipandang sebagai panti (center) baik untuk berlindung maupun sebagai pusat kegiatan.45

Sehubungan dengan masalah anak jalanan Lusk dikutip oleh Setiawan juga mengemukakan 4 pendekatan intervensi untuk kasus anak jalanan di Amerika Latin anatara lain : ”(a) the corectional approach (pendekatan koreksional), (b) the rehabilitatif perspective (perspektif rehabilitatif), (c) outreach strategies (strategi penjangkauan), and (d) the preventive outlook (pencegahan)”. Secara lengkap strategi tersebut dijabarkan sebagai berikut46 :

1. Pendekatan rehabilitasi (corectional)

Fenomena anak jalanan dalam pandangan ini didominasi oleh pemikiran sebagian besar polisi dan pengadilan anak yang memang banyak berurusan dengan anak-anak jalanan. Pemikiran inilah yang mempengaruhi pandangan masyarakat untuk melihat anak jalanan sebagai perilaku kenakalan. Sebab itu intervensi yang cocok adalah dengan memindahkan

83 : ) ' ( + ; 6 (

+ 6 / 5 6 ( 4 ( 4 )

6 ( + *+ ( , "## 2 $ #


(1)

Arief, Armei “Artikel Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan” di akses pada tanggal 20 Februari 2010. Anjal.Blogdrive.Com/Archive/11.Html

Irwanputra ”Pengenalan Teori Otomotif Untuk Para Pemula” http://.Wordpress.com/Kursus-Otomotif/

Tn ”Pengertian-Pendidikan-Kecakapan Hidup-Life Skills”//.di akses tanggal 6 Februari 2010. http://pkbmpls.Wordpress.com

Tn ”Artikel tentang Ciri-Pembelajaran-Pendidikan-Kecakapan-Hidup-Life-Skills” di akses pada tanggal 15 januari 2010

http://pkbmpls.Wordpress.com

Tn ”Pendidikan Kecakapan Hidup di akses pada tanggal 3 januari 2010 http://www.unodc.org/pdf/youthnet/action/message/escap_peers_07.pdf


(2)

Boim Anak Binaan Social Development Center ”Waawncara Pribadi” di Kantor P3SA tanggal 10 Februari 2010.

Febraldi, (Staff Fungsional SDC) ”Wawancara Pribadi”, Di Ruang Staff Pas (Program Dan Advokasi Sosial) Pada tanggal 25 Februari 2010.

Hidayat, Ahmad Rifki (Ketua Pelayanan dan Rehsosialisasi sosial di Social Development Center) ”wawancara Pribadi” tanggal 22 Februari 2010 Iwank, Anak Binaan Social Development Center, “wawancara pribadi”. Di

Kantor P3SA/SDC, Pada tanggal 26 Februari 2010.

Marlina, Vivi (Selaku Ketua Program dan Advokasi Sosial) ”Wawancara Pribadi”, Di Kantor P3SA/SDC, Pada tanggal 25 Februari 2010.

Tohar, Muhamad (Ketua Social Developmen Center) ”Wawancara Pribadi. di Kantor P3SA/SDC, tanggal 20 Februari 2010.

Triyono ( Instruktur Otomotif Social Development Center) ”Wawancara Pribadi” tanggal 12 Februari 2010

Zay, Anak Binaan Social Development Center, ”Wawancara Pribadi”, di Kantor P3SA/SDC, Pada tanggal 26 Februari 2010.


(3)

Lampiran 8

JADWALKEGIATAN ANAK JALANAN DI SOCIAL DEVELOPMENT CENTER

HARI SENIN S/D SABTU

HARI JAM JENIS KEGIATAN

SENIN 04.30 Bangun Pagi 04.30-05.00 Sholat Shubuh

05.00-06.00 Bersih-bersih kamar/asrama (piket asrama) 06.00-07.00 Mandi pagi

07.00-07.30 Makan pagi&piket dapur

07.30-08.00 Apel pagi yang di ikuti seluruh siswaSDC 08.00-10.00 Bimbingan sosial

10.00-12.00 Keterampilan Sampai

Dengan

12.00-13.30 Sholat djuhur, makan siang dan istirahat

13.30-15.30 Keterampilan dan Bimsos siang 15.30-16.00 Sholat Ashar

16.00-16.30 Apel Sore 16.30-17.30 Istirahat 17.30-18.00 Mandi sore

KAMIS 18.00-19.30 Sholat maghrib dilanjutkan pengajian sampai sholat isya


(4)

19.30-20.00 Makan malam 20.00-21.30 Belajar di Asrama 21.30-22.00 Tidur (Istirahat Malam)

Lampiran 9

JADWAL KEGIATAN ANAK JALANAN DI HARI JUM’AT

HARI JAM JENIS KEGIATAN

JUM’AT 04.30 Bangun Pagi 04.30-05.00 Sholat Shubuh

05.00-06.00 Bersih-bersih kamar/asrama (piket asrama) 06.00-07.00 Mandi pagi

07.00-07.30 Makan pagi&piket dapur

07.30-08.00 Apel pagi yang di ikuti seluruh siswaSDC 08.00-09.00 Senam Pagi

09.00-10.00 Bimbingan Sosial (Morning Meeting) 10.00-11.00 JUMSIH (Jum’at Bersih)

11.00-11.30 Bersiap-siap sholat jum’at 11.30-13.00 Sholat Jum’at

13.00-13.30 Makan siang

13.30-15.30 Istirahat (Acara bebas) 15.30-16.00 Sholat Ashar

16.00-16.30 Apel sore dan snack sore 16.30-17.30 Istirahat

17.30-18.00 Sholat Maghrib


(5)

sholat isya

22.00 Istirahat (Tidur Malam)

HARI SABTU DAN MINGGU

Jadwal diserahkan kepada Bapak/Ibu Asrama Berkerja sama dengan petugas piket


(6)