Efektivitas kegiatan parenting skill dalam pemberdayaan keluarga anak jalanan di pusat pengembangan pelayanan sosial anak atau Social Development Centre For Children (SDC)

(1)

DEVELOPMENT CENTRE FOR CHILDREN (SDC)

SKRIPSI

Oleh

Bani Fauziyyah Jehan NIM : 1110054100030

Program Studi Kesejahtraan Sosial

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i BANI FAUZIYYAH JEHAN

1110054100030

Efektifitas Kegiatan Parenting Skill dalam Pemberdayaan Keluarga Anak Jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children

Kegiatan parenting skill yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children adalah salah satu kegiatan dalam program pemberdayaan keluarga untuk memberikan edukasi kepada orang tua tentang pengasuhan anak yang baik dan benar terutama dalam menangani masalah yang dihadapi orang tua dan anak. Terdapat lima tahapan kegiatan yang terstruktur dalam kegiatan parenting skill yaitu; memberikan pemahaman tentang arti anak dalam kegiatan orang tua, memberikan pemahaman tentang kewajiban orang tua terhadap anak, memberikan gambaran perjalanan hidup anak dari dalam kandungan sampai lahir ke dunia, memberikan pemahaman dan berdiskusi tentang keahlian yang harus dimiliki orang tua, memberikan gambaran kisah nyata tentang kehidupan anak jalanan yang terpisan dan menderita karena terpisah dari orang tuanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis efektifitas kegiatan parenting skill dalam pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif memiliki cirri khas penyajian datanya dalam bentuk narasi, cerita mendalam atau rinci dari para responden hasil wawancara atau observasi. Informan dalam penelitian ini terdiri dari Kordinator Rehabilitasi Sosial, Kepala Bagian perencanaan dan pendampingan, staff pendampigan social, serta penerima manfaat yang aktif mengikuti penyuluhan.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, kegiatan parenting skill di Pusat Pengembangan pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children dinilai efektif karena dengan menjalankan lima tahapan yang diterapkan oleh penyuluh, penerima manfaat merasa mengerti dan paham bahkan sampai bisa berhasil mempraktekan materi yang disampaikan oleh penyuluh. Karena sesuai dengan tujuanya, kegiatan parenting skill mampu memberikan perubahan yang lebih baik pada penerima manfaat yang mengikuti kegiatan tersebut.


(6)

ii Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Efektivitas Kegiatan Parenting Skill dalam Pemberdayaan Keluarga Anak Jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau

Social Development centre for Children (SDC). Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, Sang Teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menghaturkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan para Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

2. Ibu Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial dan bapak Ahmad Zaki M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas nasehat dan bimbingannya.


(7)

iii

waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh staf Tata Usaha serta karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam mengurus segala kebutuhan administrasi, dll.

6. Ibu Dra. Kokom Komalawati, M.Si selaku Ketua Lembaga SDC yang sudah mengizinkan penulis untuk dapat melakukan penelitian di Lembaga SDC, serta untuk dukungan dan bantuannya selama ini.

7. Kedua orangtua tercinta papaku Sobani dan mamaku Murdiati yang tak pernah henti memanjatkan doa dan memberikan dukungannya kepada penulis, sehingga penulis selalu termotivasi dengan kasih sayang kalian yang begitu besar. Dan untuk adikku Bani Haniyyah Ramadhan, Wieke Dwiyanti Ramadhani dan Almira Umayhanna Sabine yang juga turut memberikan dukungannya bagi kelancaran penulisan skripsi penulis. 8. Rifky Hamdani, yang telah memberikan semangat, dukungan moril dan

perhatian terbaiknya kepada penulis selama penyelesaian skripsi.

9. Sahabatku tercinta Dysa Restiani yang selalu ada meluangkan waktunya dan memberi semangat untuk penulis di saat kesulitan sehingga penulis dapat bangkit kembali untuk menyelesaikan skripsi ini.


(8)

iv

yang banyak mengajarkan banyak hal kepada penulis.

11. Teman-teman setia penulis yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tanpa mengenal lelah Shabrina Dwi Phitarini Putri, Putri Puspita Sari, dan Lufiarna.

12.Teman-teman terbaik penulis yang selalu memberikan semangat untuk penulis Isnaniyah, Pinasthi Septian, Dinda Anggraini, Pipit Febrianti, Ika Nurjayanti, Siti Jumartina dan berjuang bersama-sama dalam menyelesaikan skripsi.

13.Teman-teman praktikum II kelompok Tanjung Pasir Timur: Miftah, Fadli, Daus, Eky, Maul, Udin, Prapti, Novi, Lusi, dan Fifi yang sudah seperti saudara bagi penulis untuk dapat berbagi cerita, pengalaman, dan pelajaran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan dukungan yang begitu baik.

14.Teman-teman terbaik FIDKOM yang tak henti-henti memberikan semnagat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi, Ardiyat Ningrum, Rahmawati Agustini, Ismi Kamalia Fitri, Gabyla Anisa, Aya Aisyah dan Firdha Muftiha.

15.Teman-teman LSO SKETSA FIDKOM yang selalu menyemangati penulis baik dalam keadaan susah maupun senang.

16.Teman-teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan masukan, do’a, dan semangat di setiap perbincangan.


(9)

v

Jakarta, 23 Desember 2014

Penulis


(10)

vi

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 16

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II KERANGKA TEORI A. Efektivitas 1. Pengertian Efektivitas ... 19

2. Pengukuran Efektivitas ... 21

B. Parenting Skill 1. Pengertian Parenting Skill ... 22

2. Fungsi Parenting ... 25

3. Pola Pengasuhan ... 26

C. Pemberdayaan Keluarga 1. Pengertian Pemberdayaan Keluarga ... 28

D. Anak Jalanan 1. Pengertian Anak Jalanan ... 31

2. Faktor penyebab ... 33

3. Penanganan Anak Jalanan ... 34

BAB III PROFIL LEMBAGA A. Sejarah Pendirian Lembaga ... 37

B. Landasan Hukum ... 38

C. Visi dan Misi ... 39

D. Tujuan dan Fungsi Lembaga ... 39

E. Kebijakan dan Program Lembaga ... 40

F. Struktur dan Organisasi ... 46

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA A. Keberhasilan kegiatan Parenting Skill di SDC ... 49

B. Ketepatan sasaran parenting skill di SDC ... 58

C. Kepuasan sasaran parenting skill di SDC ... 63


(11)

vii

DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

viii

1. Tabel 1 Rancangan Penelitian ... 11 2. Tabel 2 Kepuasan Penerima Manfaat ... 65 3. Tabel 3 Indikator Pencapaian Tujuan ... 68


(13)

ix

1. Gambar 1 Suasana Penyampaian Materi... 51

2. Gambar 2 Suasana Pemutaran Video Kehamilan ... 54

3. Gambar 3 Formulir Asesmen Awal ... 59

4. Gambar 4 Kegiatan Asesmen ... 60

5. Gambar 5 Kegiatan Home Visit ... 61


(14)

1 A. Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang di bentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.1 Keluarga juga merupakan sebuah rumah bagi seorang anak untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang sudah menjadi haknya ketika anak lahir ke dunia.

Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga.

orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri untuk mencerdasakan kehidupan bangsa. Pendampingan orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu

1

Meghalaya Baylon, Keluarga Dalam Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan (Jakarta: Salemba Medika, 1978), h. 59.


(15)

cara orang tua mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.

Orang tua diharapkan dapat memilih pola asuh yang tepat dan ideal bagi anak, yang bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan anak dan paling utama pola asuh yang diterapkan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai yang baik pada anak, sehingga dapat mencegah dan menghindari segala bentuk dan perilaku menyimpang pada anak di kemudian hari, karena anak merupakan sebuah ujian yang diberikan Allah kepada umat manusia , sebagaimana tersurat dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Anfal/8 ayat (28), yang artinya:

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”

Keluarga yang tergolong ekonomi lemah mempunyai pola asuh tersendiri dalam mengasuh anak-anaknya. Pola asuh indulgent (penelantaran) banyak dijumpai pada kalangan keluarga ekonomi lemah. Dimana faktor ekonomi lemah inilah yang dijadikan alasan bagi orang tua untuk menelantarkan anaknya bahkan membiarkan anak turun ke jalanan untuk turut membantu perekonomian keluarga. Ini merupakan salah satu dari ketiga permasalahan anak yaitu eksploitasi anak. Eksploitasi anak (Child exploitation) menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga atau masyarakat. Contohnya memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi seperti memaksa anak untuk mengamen di jalan dan


(16)

sebagainya.2 Ketidak mampuan dan ketidak pedulian orang tua untuk memenuhi kebutuhan dasar inilah yang akhirnya mendorong anak untuk mandiri memenuhi kebutuhannya terutama di kota-kota besar. Kota besar yang individualis dan sisi lain berhadapan dengan ketidakmampuan anak memenuhi kebutuhanya menyebabkan mereka terlantar.

Al-Istambul dalam bukunya “Parenting Guide” mengatakan bahwa

“perilaku buruk atau nakal yang dilakukan oleh anak-anak cenderung akan

dihukum dengan berbagai cara agar perilaku buruk tersebut tidak berulang lagi”.3 Hukuman-hukuman terkadang diluar kemampuan anak-anak, bahkan bukan hukuman lagi melainkan lebih pantas disebut dengan siksaan. Kalaupun keburukan ataupun kenakalan itu tidak terjadi lagi namun yang terjadi adalah perasaan trauma pada diri anak yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Seorang anak sewajarnya berada pada situasi rumah, lembaga pendidikan dan lingkungan bermain yang di dalamnya berelasi pada orang dan mempunyai peranan tertentu. Keadaan mencari nafkah seperti yang dilakoni oleh sebagian kecil anak-anak jalanan yang kurang beruntung dengan menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan hal ini menyimpang dari fungsi sosial anak.4

Islam sebagai suatu agama yang mengajarkan pemeluknya agar peduli terhadap lingkungan sekitar, seperti anak jalanan yang merupakan problema sosial yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi saat ini, memaksa jutaan anak-anak di kota bekerja di sektor informal terjun di jalanan menambah pendapatan keluarga.

2

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 160.

3

Mahmud Mahdi Al-Istambuli, Parenting Guide: dialog imajiner tentang cara mendidik anak berdasarkan al-Qur’an, assunah dan psikologi, penerjemah: Muhammad Arifin Altus, (Jakarta: hikmah, 2006), cet.ke-5,h. 49.

4

Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN), Modul Pelatihan Pekerja Sosial Rumah Singgah (jakarta: BKSN, 2000), h. 7.


(17)

Oleh karena itu ajaran Islam telah memerintahkan kepada manusia agar senantiasa saling tolong-menolong diantara sesama muslim. Itulah konteks Al-Qur’an dalam kesalehan sosial,

Perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK) telah mempengaruhi masyarakat pada umumnya, tidak semua masyarakat dapat beradaptasi dengan perubahan sosial tersebut. Mereka cenderung terpuruk karena tidak dapat mengikuti perubahan tersebut. Salah satunya adalah faktor ekonomi yang mana semua harga bahan pokok sudah sangat sulit dijangkau dan mengakibatkan ekonomi keluarga tidak berjalan semestinya. Pendapatan keluarga kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keadaan ekonomi yang semakin tidak stabil banyak membuat orang tua lupa akan peran mereka sebagai pengasuh dan pemberi kasih sayang.

Menurut Sharlow, pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.5 Artinya ialah mendorong mereka untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga mereka mempunyai kesadaran penuh dalam membentuk masa depanya.

Pemberdayaan keluarga anak jalanan melalui kegiatan “parenting skill” menekankan pentingnya suatu proses edukatif dalam mengasuh anak. Pemberdayaan keluarga melalui kegiatan “parenting skill” merupakan alternatif

5

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 53.


(18)

dalam menanggulangi masalah anak jalanan. Pemberdayaan mempunyai makna harfiah membuat seseorang berdaya. Istilah lain untuk pemberdayaan adalah penguatan (empowerment). Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan, yakni mendorong orang untuk menampilkan dan merasakan hak-hak asasinya. Di dalam pemberdayaan terkandung unsur pengakuan dan penguatan posisi seseorang melalui penegasan terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki dan seluruh tatahnan kehidupan.6 Pemberdayaan mengutamakan usaha sendiri dari orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaanya. Payne mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment), pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang berkaitan dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkunganya.7

Pemberdayaan anak jalanan melalui kegiatan “parenting skill” merupakan suatu upaya untuk mengajak orang tua anak jalanan untuk tidak membolehkan anaknya turun ke jalanan. Upaya pengurangan jumlah anak jalanan melalui pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Sosial Development Centre for Street Children (SDC) dilakukan salah satunya dengan mengadakan program pemberdayaan keluarga dan terdapat kegiatan “Parenting Skill”. Kegiatan tersebut dilakukan guna memberikan bekal

6

Tata Sudrajat, Anak Jalanan: Dari Masalah Sehari-hari Sampai Kebijakan, Rumah yang Hilang: Kumpulan Karangan tentang Anak Jalanan (Jakarta: YKAI, 1996), h. 55.

7

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: FEUI, 2001), h. 32.


(19)

kepada orang tua dalam menghadapi kondisi ekonomi sulit agar tidak menjadikan anak sebagai korban. Kegiatan ini merupakan sebuah tantangan bagi Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Sosial Development Centre for Street Children (SDC) untuk dapat merubah pola pikir orang tua anak jalanan yang sudah bersifat “matrealisme”.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan memfokuskan dan memperdalam kajian dengan judul “Efektivitas Kegiatan Parenting Skill dalam Pemberdayaan Keluarga Anak Jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan

Sosial Anak atau Sosial Development Centre for Childreen (SDC)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan penulis dalam hal waktu dan agar terfokusnya pemikiran maka dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan pada Efektifitas Kegiatan Parenting Skill dalam pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children (SDC). Adapun pembatasan tersebut diantaranya berupa pengukuran efektivitas menurut Cambel J.P dimana dalam hal ini dapat dilihat dari keberhasilan kegiatan/program, ketepatan sasaran, kepuasan terhadap kegiatan/program, dan pencapaian tujuan menyeluruh. Disamping itu, penulis juga membatasi masalah hanya dalam hal pemberdayaan keluarga anak jalanan yang memiliki ekonomi menengah kebawah, serta anak jalanan yang bekerja turun ke jalan untuk membantu


(20)

memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Penelitian pada kegiatan Parenting Skill ini penulis batasi hanya pada kegiatan di tahun 2014.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan masalah umum dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana efektifitas kegiatan parenting skill dalam pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children?”

Rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

a. Bagaimana keberhasilan kegiatan parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children?

b. Bagaimana keberhasilan sasaran kegiatan parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children?

c. Bagaimana kepuasan terhadap kegiatan parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children?

d. Bagaimana pencapaian tujuan menyeluruh kegiatan parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children?


(21)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara umum dalam penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui efektifitas kegiatan parenting skill dalam pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children. Adapun tujuan penelitian ini secara khusus yaitu:

a. Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children.

b. Untuk mengetahui keberhasilan sasaran kegiatan parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children.

c. Untuk mengetahui kepuasan penerima manfaat terhadap kegiatan parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children. d. Untuk mengetahui pencapaian tujuan menyeluruh kegiatan

parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children.

2. Manfaat Penelitian


(22)

a. Secara teoritis, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat menambah wawasan tentang ilmu pemberdayaan keluarga anak jalanan melalui kegiatan parenting skill. b. Secara akademis, dapat dijadikan sebagai bahan informasi

bagi perpustakaan Universitas, perpustakaan Fakultas, serta sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.

c. Secara praktis, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan sebagai evaluasi kritis dalam pengembangan keluarga anak jalanan baik kelompok maupun perorangan yang dilakukan oleh lembaga social yang peduli atas nasib mereka.

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menggambarkan setting sosial secara lengkap mengenai langkah-langkah/kegiatan parenting skill yang dilakukan oleh lembaga Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children (SDC).

Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan bahwa metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati.8 Penelitian ini berupaya menggambarkan secara sistematis mengenai berbagai komponen atau faktor-faktor yang terkait seperti

8

Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3.


(23)

bagaimana cara SDC memberikan pemahaman tentang pola pengasuhan anak yang baik kepada para orang tua melalui media MS. Power Point, video, dan sharing.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif. Data tersebut bisa brasal dari wawancara, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan lapangan, dan dokumen resmi lainya. Metode deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan data aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi, juga menentukan apa yang dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana yang akan datang.9 Peneliti menggunakan metode deskriptif karena peneliti menganggap bahwa mtode penelitian ini dapat menggambarkan tentang suatu peristiwa, kondisi, dan situasi terutama dalam menganalisis efektifitas kegiatan parenting skill dalam pemberdayaan keluarga anak jalanan di SDC. 3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 bulan, mulai dari 25 April 2014 hingga 19 September 2014. Adapun yang menjadi ,lokasi penelitian diantaranya:

a. Pusat Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children (SDC) yang bertempatkan di Jln. PPA Bambu Apus RT06 RW01 Cipayung Jakarta Timur.

9

Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaha Rosdakarya, 2006) cet. 12, h. 25.


(24)

b. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Wanita Bahagia Serang-Banten, 11 September 2014.

4. Teknik Pemilihan Narasumber

Penulis menggunakan teknik probability sampling dalam memilih narasumber, probability sampling adalah teknik penambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.10 Jenis yang dipakai dalam penelitian ini simple random sampling yaitu dikatakan simple karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.11 Dalam hal ini peneliti memilih narasumber yakni orang tua anak jalanan yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan parenting skill yang diselenggarakan oleh SDC tanpa melihat dari kriteria tertentu guna mengetahui efektifitas yang dirasakan oleh para orang tua terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh SDC tersebut.

Untuk lebih jelasnya, keterangan narasumber yang diperoleh dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Rancangan Penelitian

No. Narasumber Informasi yang dicari Jumlah 1. Ketua Lembaga

SDC

Mencari tahu tentang data dan profil lembaga SDC

1 orang

2. Koordinator Rehabilitasi Sosial

Mencari tahu tentang profil SDC & kegiatan parenting skill

1 orang

10

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta,2011), h. 64.

11


(25)

SDC

3. Pekerja Sosial SDC

Mencari tahu tentang keberhasilan kegiatan parenting skill di SDC

2 orang

4. Staf Perencanaan & Pelaporan SDC

Mencari tahu tentang tujuan kegiatan parenting skill

1 orang

5. Anak jalanan Mencari tahu tentang perubahan yang dialami orang tua setelah mengikuti kegiatan parenting skill

1 orang

6. Orang tua anak jalanan

Mencari tahu tentang efektivitas kegiatan parenting skill bagi mereka

5 orang

5. Macam dan Sumber Data

Penelitian ini menggali data dari pihak-pihak yang tetlibat dalam kegiatan parenting skill yaitu, pihak lembaga dan penerima layanan kegiatan parenting skill. Data yang diperoleh terbagi menjadi dua yaitu:

a. Data Primer berupa wawancara mendalam yang diperoleh dari Koordinator Rehabilitasi Sosial SDC, 2 orang Pekerja Sosial SDC, Staf Perencanaan dan Pelaporan, 1 orang anak jalanan, serta 5 orang tua anak jalanan.


(26)

b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai literature, buku-buku perpustakaan, internet, catatan atau dokumen yang terkait dengan penelitian dari SDC seperti brosur dan arsip.

6. Teknik Pengumpulan Data

Adapun dalam penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi, berarti peneliti melihat dan mendengarkan (termasuk menggunakan tiga indera yang lain, jika terjadi). Dalam hal ini peneliti mengadakan pengamatan langsung di lembaga yang dituju dalam hal ini SDC. Peneliti mendatangi SDC untuk melakukan pengamatan langsung. Semua yang didengar dan dilihat (termasuk menggunakan alat perekan atau kamera) oleh peneliti sebagai aktivitas observasi ketika para informan melakukan kegiatan ini, diceritakan kembali atau dicatat sehingga merupakan data atau informasi penelitian yang dapat mendukung, melengkapi atau menambah informasi yang berasal dari hasil wawancara.12 Dalam hal ini peneliti mengikuti kegiatan Parenting Skill yang diberikan kepada orang tua anak jalanan yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Childreen (SDC) di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Wanita Bahagia, Serang Banten untuk mengetahui efektifitas kegiatan parenting skill yang

12

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian, (Malang: UMM Press, 2004) cet.ke-1, h. 22.


(27)

diberikan kepada para orang tua anak jalanan berupa keberhasilan kegiatan, ketepatan sasaran, kepuasan sasaran dan pencapaian tujuan menyeluruh.

b. Wawancara

Melakukan wawancara mendalam berarti menggali informasi atau data sebanyak-banyaknya dari responden atau informan.13 Dalam hal ini, peneliti melakukan tanya jawab kepada Koordinator Rehabilitasi Sosial SDC, 2 orang Pekerja Sosial SDC, Staf Perencanaan dan Pelaporan, 1 orang anak jalanan, serta 5 orang tua anak jalanan untuk lebih mengetahui pola dan jenis kegiatan Parenting Skill yang diberikan Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Childreen (SDC) kepada keluarga anak jalanan.

c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang berupa informasi yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun perorangan.14 Peneliti menggunakan metode ini untuk berusaha mendapatkan data sekunder sebagai pendukung dari data primer, Dokumentasi dilakukan dengan cara pengumpulan foto-foto, profil yayasan, mempelajari arsip-arsip, serta berbagai bentuk data tertulis lainya di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau

13

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian, h. 56.

14

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian, h. 56.


(28)

Social Development Centre for street Children berkaitan dengan masalah yang diteliti.

7. Teknik Analisa Data

Analisa data kualitatif berawal dari mengumpulkan data atau

informasi hasil wawancara atau observasi, selanjutnya “mengolahnya” dan

akhirnya adalah menarik makna dari balik kumpulan data tersebut sebagai kesimpulan yang berupa konsep. Dengan ungkapan lain menganalisis pada hakekatnya adalah pemberitahuan peneliti kepada pembaca tentang apa saja yang dilakukan terhadap data yang sedang dan telah dikumpulkan, sebagai cara yang nantinya bisa memudahkan peneliti dalam memberi penjelasan dari interpretasi dari informan dengan tujuan akhir menarik kesimpulan.

Dalam menganalisis data dari hasil observasi dan wawancara, penulis menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkan, setelah itu menganalisa kategori-kategori yang tampak pada data tersebut. Dimana seluruh data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan dan wawancara, lebih dahulu penulis kelompokan sesuai dengan persoalan yang telah ditetapkan lalu menganalisanya secara sistematis.

8. Keabsahan Data

Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik triangulasi sumber, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan:


(29)

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya untuk mengetahui efektifitas kegiatan parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children (SDC).

b. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh penerima manfaat dengan jawaban yang diberikan oleh pegawai atau instruktur di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children (SDC).

E. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan yang berkaitan dengan topik pembahasan peneliti yang dilakukan pada penulis skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan mengetahui dengan jelas penelitian skripsi ini, penulis menggunakan kepustakaan berupa skripsi. Peneliti skripsi ini disusun dianalisa berdasarkan beberapa buku yang menjelaskan teori-teori yang sesuai dengan judul yang penulis bahas, serta data-data yang ditemukan di lapangan.

Ada beberapa skripsi yang ada hubunganya dengan judul yang penulis ambil diantaranya:

1. “Strategi Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Pendidikan Luar Sekolah

(Studi Kasus di yayasan Bina Insan Mandiri Depok)”. (Disusun oleh : Muhamad Najib Kailani, NIM: 107054102374, jurusan Kesejahteraan


(30)

Sosial, fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi). Penulis memilih skripsi tersebut karena objek yang diteliti sama dengan yang diteliti penulis namun terdapat perbedaan yang jelas pada skripsi penulis dengan skripsi diatas. Perbedaanya terletak pada penelitian yang dilakukan oleh skripsi di atas adalah pemberdayaan yang dilakukan melalui pendidikan luar sekolah sedangkan penulis melalui kegiatan parenting skill.

2. “Efektifitas Penyuluhan Pola Asuh Orang Tua Berbasis Hypnoparenting pada Wali Murid PAUD Pelangi di Bogor”. (Disusun oleh: Siti Nur Komariyah, NIM: 109052000019, jurusan bimbingan dan penyuluhan islam, fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi). Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah kegiatan penyuluhan hypnoparenting yang dilakukan di Paud Pelangi dapat dikatakan efektif karena keberhasilanya selaras dengan tujuan yang ingin dicapai. Perbedaan antara skripsi tersebut dengan skripsi penulis yakni penulis lebih mengarah kepada efektifitas kegiatan parenting skill dalam pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children (SDC).

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan proposal skripsi ini terdiri dari satu bab, yaitu tentang pendahuluan. Berdasarkan sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut:

BAB I berisi Pendahuluan, berisi tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,


(31)

metodologi Penelitian, Teknik Analisa Data, Tinjauan Pustaka dan Sistematika penulisan.

BAB II menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini yaitu Efektifitas, Parenting Skill, Pemberdayaan, Keluarga dan Anak Jalanan.

BAB III mendeskripsikan Seputar Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Sosial Development Centre for Street Children (SDC), gambaran umum lembaga dan pelayanan-pelayanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Sosial Development Centre for Street Children (SDC). SDC meliputi : Sejarah berdiri, visi dan misi, fungsi dan tujuan, fasilitas sarana dan prasarana, sumber dana dan struktur organisasi. Sistem pelayanan meliputi: Sasaran, tahap-tahap, prinsip-prinsip, dan jaringan kerja pelayanan serta pelayanan-pelayanan di SDC.

BAB IV merupakan pembahasan inti yang yang menguraikan temuan di lapangan terkait dengan analisis tentang kegiatan parenting skill bagi keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Sosial Development Centre for Street Children (SDC).

BAB V menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran. Dalam bab ini, penulis mencoba menyimpulkan isi yang dibahas dalam skripsi ini serta mengemukakan saran-saran.


(32)

19 A. Efektivitas

1. Pengertian Efektivitas

Kata efektivitas berasal dari kata efek yang artinya akibat atau pengaruh, juga berasal dari kata efektif yang berarti adanya pengaruh atau akibat dari suatu. Jadi efektivitas adalah keberpengaruhan atau keberhasilan setelah melakukan sesuatu.1

Dalam Kamus Ilmiah Populer disebutkan beberapa pengertian tentang efektivitas antara lain ketepatgunaan; hasil guna; menunjang tujuan.2 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan ada tiga arti efektivitas. Pertama adalah adanya suatu efek, akibatnya,

pengaruh dan kesannya. Arti kedua “manjur” atau “mujarab”. Dan arti

ketiga dapat membawa hasil atau berhasil guna.3 Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily dalam Kamus Inggris-Indonesia bahwa secara etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya berhasil guna.4

Menurut Dennis Mc Quail, efektivitas dalam teori komunikasi berasal dari kata efektif. Artinya terjadi suatu perubahan atau tindakan sebagai akibat diterimanya suatu pesan. Perubahan terjadi dalam segi

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B), Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), cet. Ke-7, edisi, ke-2, h. 250.

2

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994) h. 128.

3

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 219. 4

John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1990), cet. Ke-8, h. 207.


(33)

hubungan antara keduanya, yakni pesan yang diterima dan tindakan tersebut.5

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang dikutip Soewarno Handayaningrat S. yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan

sebelumnya.”6

Agung Kurniawan dalam bukunya Tramsformasi Pelayanan Publik

mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas adalah

kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau

ketegangan di antara pelaksanaannya”7

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Dengan bahasa yang lebih sederhana, efekif berarti “mencapai target”, dan efektifitas adalah “proses

mencapai target.”

5

Denis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga Pratama, 1992), h. 281.

6

Soewarno Handayaningrat, Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Manajemen (Jakarta: Gunung Agung, 1982), h. 16.

7

Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik (Yogyakarta: Pembaruan, 2005), h. 109.


(34)

2. Pengukuran Efektivitas

Menurut Peter F. Drucker, efektivitas adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing the right thing). Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, sesuatu dikatakan efektif jika tepat sasaran.8

Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

a. keberhasilan kegiatan/program

suatu kegiatan dapat dikatakan efektif apabila kegiatan/program tersebut berhasil dilaksanakan dari tahap pertama hingga tahap terakhir dan dapat menanggulangi hambatan yang ada.

b. ketepatan sasaran

Apabila tujuan tercapai dan tepat pada sasaran yang dituju maka suatu kegiatan dapat dikatakan efektif.

c. kepuasan terhadap kegiatan/program

Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini bersifat kualitatif (berdasarkan pada mutu). Jika kegiatan telah berhasil dilaksanakan dan tepat sasaran maka kegiatan akan dikatakan efektif bila pelaksana dan penerima manfaat sama-sama merasakan kepuasan atas kegiatan tersebut. d. pencapaian tujuan menyeluruh

8


(35)

keberhasilan kegiatan/program yang disusul dengan ketepatan sasaran sehingga membuahkan kepuasan terhadap program merupakan sebuah pencapaian tujuan kegiatan/program tersebut. Dengan adanya pengukuran efektivitas maka efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.9 Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.10

Dalam penelitian ini, ukuran efektivitas mencakup; Pertama, orang tua atau objek yang diteliti memiliki pengetahuan pengasuhan dalam mengasuh anak yang dilakukan melalui kegiatan parenting skill. Kedua, orang tua dapat menerapkan pengetahuannya itu kepada anak-anak mereka sehingga berdampak pada berkurangnya jumlah anak jalanan. Parenting skill di sini berfungsi untuk mencegah orang tua untuk memperbolehkan anaknya turun ke jalanan dengan melakukan keterampilan pengasuhan yang diberikan oleh lembaga.

B. Parenting Skill

1. Pengertian Parenting Skill

Skill berasal dari bahasa Inggris yang berarti keahlian. Keahlian adalah kemampuan khusus yang dihasilkan dari pengetahuan, informasi,

9

Cambel, J.P, Riset dalam Efektivitas Organisasi, terjemahan Sahat Simamora (Jakarta: Erlangga, 1978), h. 121.

10


(36)

praktik dan kecerdasan,11 dan parenting berasal dari bahasa Inggris yang berarti pengasuhan.

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengasuhan berarti hal (cara, perbuatan, dan sebagainya) mengasuh. Di dalam mengasuh terkandung makna menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih, memimpin, mengepalai, dan menyelenggarakan. Sri Lestari mengungkapkan istilah asuh sering dirangkaikan dengan asah dan asih menjadi asah-asih-asuh. Mengasah berarti melatih agar memiliki kemampuan atau kemampuanya meningkat. Mengasihi berarti mencintai dan menyayangi. Dengan rangkaian kata asah-asih-asuh, maka pengasuhan anak bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan anak dan dilakukan dengan dilandasi rasa kasih sayang tanpa pamrih.12

Menurut Jerome Kagan, seorang psikolog perkembangan, mendefinisikan pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang tua/ pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab dan memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus dilakukan orang tua/ pengasuh ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan kewajibannya dengan baik.13

Berns dalam jurnal instruksional psikologi menyebutkan bahwa pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang berlangsung

11

Snell Bateman, Manajemen 1, Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif edisi 7, (Jakarta: Saleba 4, 2008), h. 27.

12

Sri Lestari, Psikologi Keluarga; Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) h.36.

13

Berns, R.M, Child, Family, School, Community: Socialization and Support, (USA: Rinehart and Winston,1997), h. 121.


(37)

menerus dan mempengaruhi bukan hanya bagi anak tetapi juga bagi orang tua. Senada dengan Berns, Brooks dalam jurnal yang sama juga mendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak.14

Apabila kata parenting dan skill digabungkan maka akan membentuk sebuah arti yaitu keahlian dalam mengasuh anak yang dilakukan dengan serangkaian aksi dan interaksi. Parenting skill membuat kesadaran pengasuhan yang diikuti oleh kesediaan melakukan peneraan diri (self-assessment). Dengan melakukan peneraan diri, orang tua akan dapat mengukur seberapa kadar kontrol dan penerimaan yang dilakukan terhadap anak. Dengan memiliki kesadaran pengasuhan, maka pelaksanaan tugas pengasuhan anak yang menghabiskan waktu dan melelahkan tidak terasakan sebagai beban.15

Beberapa definisi tentang pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa konsep pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok, antara lain: pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orang tua dengan anak. Dan parenting sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi, proses pengasuhan tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan.

14

Jurnal Instruksional Psikologi, Edisi September 2001 Oleh Jennifer Neal, Donna Frick-Horbu, h. 1.

15

Sri Lestari, Psikologi Keluarga; Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 46.


(38)

2. Fungsi Parenting

Parenting mempunyai fungsi yang penting dalam tumbuh kembang anak sehingga anak merasa bahwa orang tua selalu ada di saat anak membutuhkan. Ada empat fungsi utama parenting, yakni membentuk kepribadian anak, membentuk karakter anak, membentuk kemandirian anak, dan membentuk akhlak anak.16 Ke empat fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Membentuk Kepribadian Anak

Pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak akan mempengaruhi proses pembentukan kepribadian anak. Anak yang hidup di dalam keluarga dengan pola asuh demokratis akan membentuk kepribadian anak yang baik sedangkan anak yang hidup dengan pola asuh otoriter akan terbentuk dengan kepribadian keras dan pemberontak.

b. Membentuk Karakter Anak

Pembentukan karakter anak sangat dipengaruhi pola asuh yang diberikan orang tua. Anak yang berkarakter baik tunbuh di dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan memiliki jalinan komunikasi dua arah.

c. Membentuk Kemandirian Anak

Anak yang tumbuh dengan kemandirian diperoleh dari cara pengasuhan orang tua yang mengasah kemandiriannya sejak dini. Misalnya di saat balita diperbolehkan makan sendiri meskipun makanan berceceran.

16

Baumrind, Current Patterns of Parental Authority; Developmental Psychology Monographs, (America: American Psychological Association, 1971) , h. 54.


(39)

Anak-anak juga dapat diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya di dalam keluarga.

d. Membentuk Akhlak Anak

Akhlak anak yang baik dapat terbentuk dari cara pengasuhan orang tua yang memperkenalkan agama, kesopanan, budi pekerti dan tingkah laku yang baik sejak dini. Anak cenderung memperhatikan tingkah laku orang tua sehari-hari dan menirunya.17

3. Pola Pengasuhan

Pola asuh anak akan mempengaruhi Self Esteem atau harga dirinya di kemudian hari. Self Esteem adalah penilaian seseorang terhadap dirinya yang berkembang dari feeling of belonging (perasaan diterima oleh kelompok sosialnya), feeling competent (perasaan efisien, produktif), dan feeling worthwhile (perasaan berharga, cantik, pandai, baik).18

Menurut Baumrind, terdapat 4 macam pola asuh orang tua, yaitu pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh penelantar.

a. Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan

17

Baumrind, D, Current Patterns of Parental Authority; Developmental Psychology Monographs, h. 67.

18

Minah Sirait, M.M, Hubungan Antara Harga Diri dengan Konformitas dalam Hal Fesyen pada Remaja, (Jakarta: Fakultas Psikologi UI, 2002), h. 95.


(40)

anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

b. Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

c. Pola asuh Permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun, orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak. d. Pola asuh tipe yang terakhir adalah tipe Penelantar. Orang tua tipe

ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala


(41)

biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.19

C. Pemberdayaan Keluarga

1. Pengertian Pemberdayaan Keluarga

Pemberdayaan mempunyai makna harfiah membuat seseorang berdaya. Istilah lain untuk pemberdayaan adalah penguatan. Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan, yakni mendorong orang untuk menampilkan dan merasakan hak-hak asasinya. Pemberdayaan berasal dari bahasa asing

“empowerment”, secara leksikal pemberdayaan berarti penguatan dan secara

teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah pengembangan.20 Pemberdayaan berarti upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat, dengan menyediakan sebuah ruang bagi masyarakat untuk mengadakan pilihan-pilihan dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.

Dalam arti lain, pemberdayaan diartikan sebagai “pemberkuasaan” dalam arti pemberian atau peningkatan kekuasaan (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantaged). Sedangkan Rappaport memberikan pengertian pemberdayaan sebagai suatu cara dimana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas)

19

Baumrind, Current Patterns of Parental Authority; Developmental Psychology Monographs, h. 88.

20

Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 42.


(42)

kehidupanya.21 Dapat diartikan juga sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh sosial individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-hak menurut undang-undang. Payne mengemukakan bahwa pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.22

Edi Suharto mengemukakan bahwa pemberdayaan berarti menyediakan sumber daya, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat guna meningkatkan keterampilan mereka dalam pengambilan keputusan dan berpartisipasi dalam kegiatan yang mempunyai dampak pada kehidupan dimasa depan. 23

Sementara keluarga, berdasarkan asal-usul kata yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, berasal dari bahasa Jawa yang terbentuk dari dua kata yaitu kawula dan warga. Di dalam bahasa Jawa kuno kawula berarti hamba dan warga artinya anggota. Secara bebas dapat diartikan bahwa keluarga adalah anggota hamba atau warga saya. Artinya setiap anggota dari kawula merasakan sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai bagian dari dirinya dan dirinya juga merupakan bagian dari warga yang lainnya secara keseluruhan.24

21

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 59.

22

Isbandi rukminto Adi, Intervensi Komunitas Pembangunan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 78.

23

Edi Suharto, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2004), h. 29.

24

Ahmadi Abu dan Uhbiyati Nur, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Rieneka Cipta), h. 176.


(43)

Menurut Soerjono keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan atau hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya.25

Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Adapun ciri-ciri umum keluarga yang dikemukakan oleh Mac Iver dan Page, yaitu:

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2. Susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.

3. Suatu sistim tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan.

4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.

5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok kelompok keluarga.26

Pemberdayaan keluarga berarti segala upaya bimbingan dan pembinaan agar keluarga dapat hidup sehat, sejahtera, maju, dan mandiri. Pemberdayaan keluarga juga dapat diartikan sebagai segala upaya fasilitas

25

Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali 2004), h. 23. 26


(44)

yang bersifat non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan mengambil keputusan untuk melakukan pemecahanya dengan benar, tanpa atau dengan bantuan dari pihak lain.

Ketidakmampuan keluarga dalam menangani masalah yang ada di dalamnya mendorong adanya sebuah pemberdayaan agar fungsi keluarga yang tidak berjalan dengan baik dapat berjalan dengan semestinya.

D. Anak Jalanan

1. Pengertian Anak dan Anak Jalanan

Definisi anak menurut UU Kesejahteraan, Perlindungan, dan Pengadilan anak menyrbutkan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan, pengertian anak menurut UU RI No. 4 tahun 1979 Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas 21 tahun ditentukan karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia tersebut.27

Istilah anak jalanan sudah menjadi sebuah kesatuan sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Istilah anak jalanan pertama kali sebenarnya diperkenalkan di Amerika Serikat dan Brazil. Istilah itu digunakan pada kelompok anak-anak yang hidup di jalan yang

27

Departemen Sosial Propinsi DIY, Populasi Anak Jalanan di DI Yogyakarta. (Yogyakarta: Departemen Sosial Propinsi DIY, 2010), h. 1.


(45)

umumnya sudah tidak memiliki hubungan dengan keluarganya. UNICEF lalu memakai istilah hidup di jalanan untuk mereka yang sudah tidak mempunyai ikatan dengan keluarga, bekerja di jalanan untuk mereka yang masih mempunyai hubungan dengan keluarganya.

Anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat.

Menurut catatan Dinas Sosial DKI Jakarta, sedikitnya ada 4.023 anak jalanan yang tersebar di 52 wilayah di Jakarta (Abin, 2003). Dalam tiga tahun terakhir ini, jumlah anak jalanan di Jakarta juga meningkat secara signifikan. Data yang didapat dari Dinas Sosial DKI Jakarta bahwa jumlah anak jalanan pada tahun 2009 sebanyak 2.724 anak, pada tahun 2010 meningkat menjadi 5.650 anak, sedangkan pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan menjadi 7.315. Mereka sebagian besar bekerja sebagai pengemis, pengamen, pedagang asongan, pengelap kaca mobil, penyemir sepatu, pembersih bus umum, dan joki 3 in 1, dan parkir liar28

Secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok. Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang erat dengan kedua orang tua mereka. Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara 32ember maupun

28


(46)

ekonomi. Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.29

2. Faktor Penyebab

Ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan, seperti : kesulitan keuangan keluarga, tekanan kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orang tua, dan masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua.30

Kombinasi faktor-faktor di atas dapat memicu anak untuk mengambil inisiatif hidup mandiri atau mencari nafkah di jalanan. Ketidaksadaran orang tua akan bahaya anak yang hidup di jalanan juga dapat membuat anak dengan leluasa berkeliaran di jalanan bahkan sampai mendapatkan uang.

Kemiskinan memang merupakan kondisi yang mendorong anak-anak hidup di jalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup di jalanan. Menurut penjelasan Justika S. Baharsjah, kebanyakan anak bekerja di jalanan bukanlah atas kemauan mereka sendiri, melainkan sekitar 60% di antaranya karena dipaksa oleh orang tuanya.31

Menurut Pedoman Pelayanan Sosial Anak Terlantar masalah anak terlantar dapat dilihat dari beberapa perpektif, antara lain : anak terlantar yang mengalami masalah dalam sistem pengasuhan, seperti yang dialami anak-anak yatim piatu, anak dari orang tua tunggal, anak dengan ayah/ibu tiri, anak dari keluarga yang kawin muda, anak yang tidak diketahui asal-usulnya (anak yang

29

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), h.206.

30

Bagong Suyanto,Masalah Sosial Anak, h.196. 31


(47)

dibuang orang tuanya); anak yang mengalami masalah dalam cara pengasuhan, seperti anak yang terlibat dalam tindak kekerasan baik secara fisik, sosial, maupun psikologis, anak yang mengalami eksploitasi ekonomi dan seksual bahkan anak yang diperdagangkan; anak yang kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi, seperti anak yang kurang gizi dan anak yang sudah tidak bersekolah atau putus sekolah. Hal seperti inilah yang banyak terjadi pada anak-anak jalanan.32

Parsudi Suparlan mengatakan bahwa adanya orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah kota, melainkan karena tekanan-tekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagai warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tepat yang diduga dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota. Anak jalanan dilihat dari penyebab intensitasnya mereka berada di jalanan memang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebabnya, sangat dimungkinkan tidak semua anak-anak berada di jalan karena sebab tekanan ekonomi keluarga, namun juga perlu diperhatikan variable-variabel lain yang mendukung anak-anak hidup di jalanan, seperti kekerasan dalam keluarga, perpecahan dalam keluarga, atau pengaruh dari lingkungan sosialnya.33

3. Penanganan Anak Jalanan

Untuk menangani permasalahan anak jalanan, yang dibutuhkan tidaklah hanya dengan memasukkan anak jalanan ke dalam lembaga-lembaga yang menaungi permasalahan anak jalanan saja ataupun dengan memberinya

32

Citra Pujianti, Pemberdayaan Anak Jalanan, Jurnal Ilmiah (Jakarta: FPSI), h. 3. 33

Subhansyah, Aan T, dkk Anak Jalanan di Indonesia, Dekripsi Persoalan dan Penangan (Yogyakarta: YLPS Humana, 1996), h. 78.


(48)

bentuan secara financial yang hanya akan membuat anak jalanan semakin ketergantungan dengan belas kasihan para dermawan.

Adanya rumah singgah bagi anak-anak jalanan juga merupakan salah satu cara pemberdayaan anak jalanan. Rumah singgah dapat berfungsi sebagai tempat pemusatan sementara yang sifatnya nonformal, tempat dimana anak-anak dapat dan belajar untuk memperoleh informasi, pengetahuan, wawasan, serta pembinaan diri awal sebelum menuju kedalam proses pembinaan yang lebih lanjut. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan dalam mengatasi masalah-masalah dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.34

Menurut Tata Sudrajat, selama ini beberapa pendekatan yang biasa dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak jalanan, yaitu: street based, centre based, dan community based.

a. Street Based

Model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu berasal atau tinggal, kemudian para street educator datang kepada mereka: berdialog, mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya, serta menempelkan diri sebagai teman.

b. Centre Based

Yakni pendekatan atau penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Anak-anak yang masuk dalam program ini ditampung dan diberikan pelayanan di lembaga atau panti seperti pada malam hari diberikan

34

Arief Achmad, Rumah Singgah Sebagai Tempat Alternatif Pemberdayaan Anak Jalanan, Jurnal Fajar (Jakarta: LPM UIN, 2002), h. 1.


(49)

makanan dan perlindungan, serta perlakuan yang hangat dan bersahabat dengan pekerja sosial.

c. Community Based

Yakni model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat prevemtif, yakni mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan.35

35


(50)

37 A.Sejarah Pendirian Lembaga

Sebagai Instansi yang bertanggung jawab terhadap permasalahan anak jalanan, Kementerian Sosial dan pemerintah daerah telah berhasil memecahkan permasalahan anak jalanan, akan tetapi belum maksimal. Untuk meningkatkan keberhasilan dalam pemecahan masalah baik secara kulitas maupun kuantitas, maka disusunlah program baru dalam bentuk Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Street Children (SDC). Departemen Sosial sebagai instansi pemerintah yang berkompeten terhadap penanganan permasalahan sosial anak jalanan mengembangkan suatu konsep pelayanan yang komprehensif dan berkelanjutan bagi jalanan. Perwujudan dari konsep tersebut adalah Social Development Center for Children atau Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak yang diresmikan oleh Ibu Negara Hj. Ani Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 Nopember 2006. SDC beralamatkan di Jl. Panti Sosial (PPA) Bambu Apus Jakarta Timur.1

Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak didirikan untuk menjawab kebutuhan akan kesejahteraan anak anak jalanan dengan segala permasalahanya. Adapun permasalahan yang dihadapi anak jalanan diantaranya kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, perlindungan, kasih sayang, kesehatan, makanan, minuman, dan pakaian. Akhir-akhir ini dijumpai masalah yang lebih serius seperti tracfiking,

1


(51)

eksploitasi seks komersial dan berbagai tindak kekerasan. Jika ditelusuri secara mendalam, fenomena anak jalanan secara garis besar sebagai akibat dari dua hal mendasar; problema sosial (sosiologis) karena orang tua yang kurang perhatian kepada anak-anaknya sehingga mereka para anak mencari perhatian di luar rumah yakni jalanan sebagai pelarian atau kompensasinya. Kedua, problema sosial ekonomi yang didominasi oleh masalah kemiskinan, sehingga benyak orang tua atau keluarga yang tidak mampu menyediakan kebutuhan dasar anak termasuk kebutuhan untuk mendapat pendidikan secara layak, kurang/tidak tersedianya fasilitas bermain bagi anakanak di tempat tinggal yang padat dan kumuh.2

Hal hal yang dikemukakan diatas antara lain menyebabkan program pemberian pelayanan dan bimbingan bagi anak jalanan sangat penting untuk dilakukan sebab dipundak anak anak itu juga masa depan bangsa akan dipikulkan. Kita harus mengantisipasi kehancuran masa depan mereka dan terjadinya lost generation karena kesalahan generasi sebelumnya.

B.Landasan Hukum

Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak dalam pelaksanaan pelayanan sosial kepada anak jalanan memiliki beberapa landasan hukum yang digunakan yaitu :

1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 34

2. Undang Undang RI No. 6 tahun 1974 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial

3. Undang Undang RI No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

2


(52)

4. Undang Undang RI No.1 tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No.182 tentang Pelarangan Pengadilan Anak dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak

5. Undang Undang RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

C. Visi dan Misi

Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak/ SDC Bambu Apus Jakarta memiliki Visi dan Misi sebagai berikut:

Visi:

Menjadikan anak Indonesia yang mandiri dan normatif secara sosial dan ekonomi.

Misi:

1. Menyelenggarakan perlindungan untuk anak jalanan.

2. Menyelenggarakan bimbingan fisik, mental, sosial dan pelatihan keterampilan serta pendidikan.

3. Pembinaan keluarga, resosialisasi dan penyaluran dengan memakai sistem rujukan ke lembaga lain.3

D.Tujuan dan Fungsi Lembaga 1. Tujuan

a. Terciptanya kesamaan visi dan misi antara penyelenggara pelayanan sosial anak jalanan dalam panti

3

Brosur Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children


(53)

b. Terselengaranya pelayanan sosial anak jalanan dalam panti secara profesional

2. Fungsi Lembaga

Sebagai asrama (boarding house) bagi anak jalanan, sekaligus sebagai institusi yang menjalankan kelanjutan proses pelayanan yang telah diberikan oleh lembaga atau rumah singgah- rumah singgah yang ada, sebagai asal perujuk penanganan anak jalanan.4

E.Kebijakan dan Program Lembaga 1. Kebijakan

Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak dalam hal kebijakan yang ditempuh diarahkan pada upaya memberikan perlindungan untuk kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan Undang Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak

2. Program Lembaga

Dalam hal pelaksanaan program pelayanan yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak, selain program pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi pengasramaan, makan, kesehatan, perlengkapan, pendidikan serta keterampilan ada beberapa program lain diantaranya adalah:

a. Pendekatan Awal

Kegiatan yang mengawali keseluruhan proses pelayanan sosial yang dilaksanakan dengan penyampaian informasi program pelayanan

4

Brosur Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children


(54)

sosial kepada masyarakat, instasnsi terkait, serta organisasi sosial/ LSM, terkait guna memperoleh dukungan dan data awal calon klien untuk dapat diseleksi dan ditetapkan secara definitif sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan melalui langkah langkah sebagai berikut:

1) Penyampaian informasi kepada masyarakat, instansi terkait, organisasi sosial melalui pertemuan, konsultasi dan surat menyurat 2) Mengumpulkan, menyususun, mengelompokan dan menganalisa

informasi/ data serta mendiskusikanya untuk menentukan langkah identifikasi

3) Memberikan motivasi dengan cara penyuluhan dan bimbingan. b. Penerimaan

Dalam tahap ini dilakukan kegiatan administrasi untuk menetapkan calon klien yang memenuhi persayaratan sebagai berikut:

1) Mengisi formulir pendaftaran 2) Assemen

3) Seleksi persyaratan berkas 4) Home Visit

5) Membuat kesepakatan pelayanan sosial antar petugas panti dengan calon klien

3. Pengungkapan dan Pemahaman Masalah

Proses ini dilakukan untuk menggali kebutuhan dan permasalahan anak secara mendalam melalui wawancara untuk:


(55)

b. Merumuskan dan mendefinisikan kebutuhan dan masalah klien c. Merumuskan rencana dan tujuan intervensi pelayanan yang

akan diwujudkan

d. Selanjutnya membuat kontrak/ persetujuan atas pelayanan sosial yang diberikan meliputi:

1) Kesediaan orang tua dan klien untuk memenuhi persayaratan

2) Jangka waktu mengikuti program pelayanan sosial 3) Jenis program yang disepakati

4. Bimbingan Sosial, Pendidikan dan Keterampilan

Suatu proses pelayanan untuk mengembalikan peranan sosial pelayanan sehingga mereka dapat melakukan tugas tugas kehidupanya sesuai dengan perananya yaitu:

1) Bimbingan fisik, olahraga, kesenian, rekreasi, kesehatan dan kebersihan

2) Bimbingan mental meliputi kegiatan keagamaan

3) Pemberian latihan keterampilan kerja sesuai dengn kemampuan dan minat serta peluang kerja yang tersedia

4) Pendidikan meliputi pendidikan formal, informal dan non formal (bimbingan belajar)

5) Terapi psikososial, individual/ kelompok dan keluarga 6) Manajemen kasus dan pembahasan kasus


(56)

5. Resosialisasi

Merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menyiapkan kondisi psikis anak yang akan segera kembali kepada keluarga dan masyarakat, dalam tahapan ini meliputi:

1) Pembekalan klien yang kembali ke lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat tempat tinggal anak

2) Menghubungi keluarga klien serta lingkungan masyarakat tempat tinggalnya

6. Reunifikasi Dengan Keluarga

Upaya penyatuan kembali anak dengan keluarga atau pengasuhnya berupa menyiapkan anak agar bisa kembali kepada orang tua dan keluarganya

7. Memberdayakan Keluarga Melalui Parenting Skill

Upaya SDC untuk memberikan materi pembekalan kepada orang tua anak jalanan tentang pola asuh yang baik agar keluarga dapat memenuhi kebutuhan hidup anak dan mempraktekan materi yang telah diberikan dalam kegiatan parenting skill ketika anak telah selesai menjalani proses pelayanan dalam panti ataupun masih menjalani proses pelayanan dalam panti. Kegiatan ini dilaksanakan di rumah singgah setiap daerah yang bekerjasama dengan SDC. Tahapan kegiatan parenting skill diantaranya:

a. Memberikan pemahaman edukasi kepada orang tua mengenai anak. Pemberian edukasi disampaikan oleh pekerja sosial SDC guna membekali orang tua mengenai pentingnya wawasan mengenai anak.


(57)

b. Memberikan pemahaman tentang kewajiban orang tua terhadap anak. Pemberian edukasi disampaikan oleh pekerja sosial SDC guna membekali orang tua ,engenai pentingnya wawasan mengenai kewajiban dan tanggung jawab yang dimiliki oleh orang tua ketika telah mempunyai anak.

c. Memberikan gambaran masa kehamilan hingga persalinan ibu dalam bentuk video. Penyampaian video melalui video ditujukan kepada orang tua agar menyentuh hati nurani orang tua ketika mengingat kebahagiaan saat mengandung. Penyampaian video ini dipandu oleh pekerja sosial SDC.

d. Menjelaskan pola pengasuhan anak yang baik melalui adanya diskusi. Diskusi ini bersifat terbuka, tidak dalam bentuk formal namun tetap ada keseriusan di dalamnya. Diskusi ini dipandu oleh pekerja sosial SDC dan staf yang bertugas untuk membantu orang tua agar mau berpendapat. SDC juga memberikan pelayanan konseling sehingga orang tua bisa menceritakan keluh kesahnya dan mengetahui solusi atas permasalahan yang dihadapi.

e. Memberikan gambaran kisah anak jalanan melalui video dokumenter. Pemberian video dokumenter merupakan tahapan terakhir dalam kegiatan parenting skill yang dipandu oleh pekerja sosial SDC. Video ini merupakan kisah nyata yang sengaja dibuat oleh SDC untuk menegur hati para orang tua mengenai perasaan anak yang terpisah jauh dari orang tuanya.


(58)

8. Terminasi

Tahapan ini merupakan tahapan penghentian pelayanan setelah eks klien dipandang mampu dan mandiri. Sebagai lembaga pelayanan sosial anak,Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak memiliki sasaran pelayanan yang ditujukan kepada seluruh anak jalanan. Secara khusus sasaran layanan lembaga tersebut adalah:

a. Sasaran:

1) Anak jalanan

2) Anak jalanan yang menjadi pengemis dan pemulung 3) Anak jalanan yang dieksploitasi secara ekonomi 4) Orang tua/ keluarga anak

b. Persyaratan:

1) Laki laki dan perempuan yang berusia di bawah 18 tahun

2) Rujukan dari rumah singgah, LSM, Kepolisian, Pekerja Sosial Masyarakat, keluarga yang berdasarkan assessment awal dapat atau layak diterima sebagai klien panti

3) Menyatakan kesanggupan mengikuti semua program yang diselenggarakan oleh panti

4) Anak tidak lagi melakukan aktifitas di jalanan c. Asal rujukan klien:

1) Rumah Singgah yang berada sekitar Jabodetabek 2) Lembaga Sosial Masyarakat

3) POLRI


(59)

Adapun dalam hal pendanaan, operasional lembaga, pendanaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ APBN.5

F. Struktur dan Organisasi Lembaga

a. Struktur Organisasi SDC Bambu Apus Jakarta

b. Tugas Pokok dan Fungsi 1) Kepala Panti

Bertugas melaksanakan tugas manajerial dan teknis operasional pelayanan dan rehabilitasi sosial sesuai dengan Peraturan Perundang undang undangan yang berlaku

2) Kepala Sub Bagian Tata Usaha

5

Wawancara pribadi dengan Dra. Kokom Komalawati M,Si, Bambu Apus 28 April 2014

KETUA LEMBAGA

TATA USAHA

PROGRAM DAN ADVOKASI SOSIAL

PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL

FUNGSIONAL PENDAMPING


(60)

Dalam tugasnya melakukan urusan surat menyurat, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan rumah tangga serta kehumasan

3) Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial

Tugasnya melakukan penyusunan rencana dan program, pemberian informasi dan advokasi, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan serta melakukan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan dan rehabilitasi sosial

4) Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial

Melakukan registrasi, observasi, identifikasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnose, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, mental, sosial, phisik, keterampilan, resosialisasi, penyaluran.6

c. Fungsi dan Peran Pekerja Sosial 1) Pendamping (Fasilisator)

Pekerja sosial membantu klien untuk mempermudah akses pelayanan dengan memberikan kesempatan dan fasilitas yang dibutuhkan oleh klien untuk mengatasi permasalahannya, dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.

2) Pelayanan Mediasi

Sebagai mediator pekerja sosial berupaya membantu memfasilitasi piha pihak yang mengalami hambatan komunikasi

6

Brosur Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children


(61)

sehingga satu sama lain saling dukung dalam upaya pencapaian tujuan yang diingankan.

3) Pelayanan Advokasi

Layanan advokasi sosial perlu diberikan kepada klien yang mengalami konflik dengan pihak pihak baik individu atau institusi. Selain itu berupaya memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap hak hak klien

4) Pelayanan Konseling

Berupaya membantu klien untuk memahami dan menyadari permasalahan yang dihadapi, memahami potensi dan kekuatan yang dimiliki,serta membimbing untuk membuka alternative pemecahan masalah.

5) Peran sebagai Motivator

Membantu klien memberikan dorongan dan semangat dalam melaksanakan kegiatan dan upaya pemecahan masalah.7

7


(62)

49

Berdasarkan hasil temuan penulis, dapat diperoleh suatu informasi mengenai efektifitas kegiatan parenting skill dalam pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children (SDC). Pada bab ini, hasil temuan penulis dijelaskan melalui teori Cambel J.P yang mengemukakan bahwa pengukuran efektifitas dibagi menjadi 4 tahapan, diataranya: keberhasilan kegiatan/program, ketepatan sasaran, kepuasan terhadap kegiatan/program, dan pencapaian tujuan menyeluruh.

A. Keberhasilan kegiatan Parenting Skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Street Children (SDC)

Bentuk-bentuk keberhasilan kegiatan parenting skill dalam pemberdayaan keluarga anak jalanan di SDC terdapat 5 tahapan yang telah dilaksanakan SDC, yaitu:

1. Memberikan pemahaman edukasi kepada orang tua mengenai anak Pemahaman yang diberikan SDC kepada orang tua anak jalanan berupa pemberian edukasi mengenai hak-hak anak yang harus diketahui seperti: hak hidup, hak tumbuh kembang, hak untuk berpartisipasi, hak mendapatkan perlindungan, hak untuk memiliki identitas berupa nama sebagai pengenal dan status kewarganegaraan, hak beribadah, hak mengetahui orang tuanya, hak untuk mengenyam pendidikan, dan hak memperoleh pelayanan kesehatan, spiritual, sosial. Dalam hal ini, pemberian edukasi tersebut diberikan melalui


(63)

adanya media Ms. Power Point, dan diskusi yang melibatkan partisipasi para orang tua dengan staf rehabilitasi sosial dari SDC selaku narasumber kegiatan parenting skill. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Vivi Marlina, AKS selaku koordinator rehabilitasi sosial:

“kami memberikan materi melalui media power point agar lebih menarik untuk diperhatikan, kami juga mengemas design slide scara unik agar orang tua tertarik dan terpancing untuk berdiskusi bersama narasumber”1

Pernyataan tersebut juga didukung oleh pemaparan dari bapak Nurchamdi, A.md selaku staf perencanaan dan pelaporan:

“kalau kami hanya memberikan edukasi dengan ceramah atau tanya jawab kurang efektif karena orang tua cenderung diam saja ketika kami ajak berdiskusi, dengan adanya power point orang tua lebih memperhatikan dan

itu salah satu strategi kita”2

Dari pemaparan kedua narasumber diatas, dapat terlihat bahwa pemberian edukasi mengenai anak dilakukan melalui media Ms. Power Point dan diskusi partisipatif. Materi yang disampaikan berupa materi yang ringan dan mudah dipahami oleh orang tua karena mereka yang mengikuti kegiatan parenting skill masih ada yang tidak bisa membaca sehingga untuk berbicara dengan orang tua harus menggunakan bahasa yang disesuaikan dengan bahasa keseharian mereka. Berikut gambaran suasana saat penyampaian materi berlangsung:

1

Wawancara pribadi dengan Vivi Marlina,AKS, Bambu Apus 1 September 2014 2


(64)

Gambar 1

Suasana penyampaian materi oleh SDC

Pada pertemuan tersebut, antusias dari para orang tua sangat terlihat terutama saat narasumber sedang memaparkan materinya, mereka saling memberikan pendapatnya secara bersautan. Hal ini tentu menggambarkan bahwa adanya diskusi tersebut telah memberikan timbal balik yang positif sehingga para orang tua memahami materi yang telah disampaikan. Seperti yang dikemukakan oleh ibu FA:

“saya lebih suka yang begini mba pake komputer terus

ada gambar-gambar jadi seru aja mba, engga kaya orang lagi belajar pake papan tulis kan bosen kita juga malahan

jadi lebih sayang anak”3

Pemaparan tersebut nyatanya juga didukung oleh pemaparan sang anak yaitu AR:

“emak kalo abis ngikut acara kumpul-kumpul begitu pulang-pulang kerumah jadi lebih baik sama saya, biasanya mah kan ngomel aja ini mah jadi jarang”4

3

Wawancara pribadi dengan FA, Serang 11 September 2014 4


(65)

Sependapat dengan AR, WD juga mengemukakan pendapatnya:

“jadi baik engga suka nyuruh-nyuruh saya, kadang malah

saya suka diajak ngobrol ditanya maunya saya apaan”5

Berdasarkan wawancara dari kedua narasumber diatas dapat terlihat bahwa adanya penyampaian materi disertai diskusi yang diberikan oleh SDC mebuat para orang tua menjadi lebih mengahargai sang anak sehingga dapat dkatakan bahwa pemberian pemahaman edukasi tersebut berhasil dilaksanakan.

2. Memberikan pemahaman tentang kewajiban orang tua terhadap anak SDC memberikan pemahaman tentang kewajiban orang tua terhadap anak dengan melakukan diskusi yang disampaikan oleh narasumber melalui media Ms. Power Point. Dalam diskusi tersebut dijelaskan bahwa ada 4 pilar utama kewajiban orang tua yakni: mengajarkan tentang keimanan kepada Tuhan, mengajarkan akhlak yang baik kepada anak, merawat sisi jasmani anak, serta membantu mengembangkan intelektual anak. Hal tersebut diungkapkan oleh Vivi Marlina, AKS selaku koordinator rehabilitasi sosial:

“iman, akhlak, jasmani, serta intelektual merupakan hal

yang terpenting dalam mendidik anak karena semua itu berkesinambungan dan akan menimbulkan efek positif

apabila ditanamkan sejak dini”6

Hal tersebut diperkuat oleh pemaparan dari salah satu orang tua anak jalanan yang mengikuti kegiatan parenting skill yaitu Ibu HO:

5

Wawancara pribadi dengan WD, Serang 11 September 2014 6


(66)

“pas dikasih tau kewajiban orang tua ya kita mah paham

mbak kan emang harus begitu tapi ya gimana kalo buat praktekin emang pelan-pelan mba yang penting kita mah mesti lebih perhatian sama anak dulu”7

Pemaparan tersebut diperkuat oleh sang anak yaitu NN:

“enaknya sih bapak tuh jadinya ga suka ngedumel melulu,

tiap abis ikutan acara ini suka nyatetin abis itu dirumah suka ngebaca baca catetanya terus-terusan”8

Berdasarkan hasil wawancara kedua narasumber diatas, dapat disimpulkan bahwa pemberian pemahaman mengenai kewajiban orang tua kepada anak dapat dipahami oleh orang tua dan berjalan dengan baik.

3. Memberikan gambaran masa kehamilan hingga persalinan ibu dalam bentuk video

SDC memberikan gambaran masa kehamilan hingga persalinan ibu kepada para orang tua dalam bentuk video bertujuan untuk membuat para orang tua mengingat betapa besarnya cinta kasih yang diberikan kepada anak terutama ketika masih berada di dalam kandungan. Pemberian video ini secara tidak langsung akan membuat orang tua merasakan kembali rasa bahagia ketika sedang mengandung anak mereka, seprti yang diungkapkan oleh bapak Ahmad Suhada S.Sos selaku narasumber saat kegiatan parenting skill tersebut:

“kami memberi video agar orang tua khususnya para ibu mengingat kembali bagaimana perjuangan mereka dahulu ketika mengandung hingga melahirkan dan itu bisa membuat orang tua kembali merasa seperti mereka

mengalaminya dahulu”9

7

Wawancara pribadi dengan HO, Serang 11 September 2014 8

Wawancara pribadi dengan NN, Serang 11 September 2014 9


(67)

Hal serupa juga disampaikan oleh ibu Vivi Marlina, aks:

“video tersebut ditujukan agar orang tua lebih sadar

bahwa anak adalah karunia dari Tuhan yang seharusnya dirawat seperti dulu mereka merawatnya ketika masih

dalam kandungan”10

Pemberian video mengenai masa kehamilan hingga persalinan ini dapat dikatakan cukup membuat para orang tua merasa tersentuh hatinya dan tidak sedikit pula orang tua yang menitikkan air mata saat video tersebut diputar. Hal tersebut dapat terlihat dari suasana yang terdapat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2

Suasana saat pemutaran video kehamilan

Seperti yang diungkapkan oleh ibu SO:

“jujur saya mah malahan jadi sedih mbak ngeliat video

tadi jadi langsung inget anak saya makanya saya jadi

nangis pas diliatin videonya”11

Pemaparan tersebut juga didukung oleh ibu MA:

“saya engga bisa ngebayangin kalo ada orang tua yang tega ngebuang anaknya ya mbak, mendingan hidup susah

kaya kita tapi masih usaha ngurus anak”12

10

Wawancara pribadi dengan Vivi Marlina, AKS, Bambu Apus, 1 September 2014 11

Wawancara pribadi dengan SO, Serang 11 September 2014 12


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)