Hipertensi pada Lanjut Usia

2.2 Hipertensi pada Lanjut Usia

Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah melebihi normal yaitu tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg WHOISH, 2012. Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan Suoth, et al., 2014. Lanjut usia membawa konsekuensi meningkatnya berbagai penyakit kardiovaskular, infeksi dan gagal jantung. TDS tekanan darah sistolik meningkat sesuai dengan peningkatan usia, akan tetapi TDD tekanan darah diastolik meningkat seiring dengan TDS sampai sekitar usia 55 tahun, yang kemudian menurun oleh karena kekakuan arteri akibat aterosklerosis. Hipertensi Sistolik Terisolasi HST adalah suatu faktor risiko kardiovaskuler penting pada lansia, dua faktor yang bisa meramalkan terjadinya hipertensi sistolik adalah kekakuan arteri dan pantulan gelombang carotid secara dini. Hipertensi Sistolik Terisolasi HST jelas berhubungan dengan kejadian stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, ukuran jantung, gagal ginjal dan pengecilan ukuran ginjal. Tekanan darah sistolik 160 mmHg menyebabkan kematian 2 kali lipat akibat berbagai penyebab, kematian akibat kardiovaskuler 3 kali lipat pada wanita dan meningkatkan morbiditas kardiovaskuler 2,5 kali lipat pada kedua jenis kelamin. Bahkan HST stadium I dengan tekanan sistolik 140- 159 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler secara signifikan. Universitas Sumatera Utara 2.2.1 Epidemiologi Hipertensi Penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia Ardiansyah, 2012. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas Balitbangkes tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui penguku ran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen dengan tertinggi di Bangka Belitung 30,9. Diperkirakan sekitar 80 kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,115 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini Ardiansyah, 2012. Di negara maju saat ini tekanan darah yang terkontrol TDS 140, TDD 90 mmHg hanya terdapat 20 pasien hipertensi. Keberhasilan pengobatan yang rendah pada usia lanjut diakibatkan juga oleh karena banyak dokter tidak mengobati hipertensi usia lanjut sampai optimal kurang dari 14090. Pada usia lanjut, prevalensi gagal jantung dan stroke tinggi, yang keduanya merupakan akibat dari hipertensi. Oleh karena itu pengobatan hipertensi penting sekali dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular Suhardjono, 2006. Telah diperhitungkan bahwa seorang pria berusia 55 tahun dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg, mempunyai risiko masalah vascular dalam 10 tahun mendatang sekitar 14. Baik pria maupun wanita hidup lebih lama dan 50 dari mereka yang berusia di atas 60 tahun akan menderita hipertensi sistolik terisolasi Universitas Sumatera Utara TDS 160 mmHg dan diatolik 90 mmHg. Dengan menurunkan tekanan darah telah terbukti mengurangi insiden gagal jantung, mengurangi demensia, dan dapat membantu mempertahankan fungsi kognitif lansia. 2.2.2 Klasifikasi Hipertensi 1. Hipertensi EssensialPrimer Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktoral yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Jenis hipertensi ini tidak jelas penyebabnya dan merupakan sebagian besar ± 90 dari seluruh kejadian hipertensi. Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006. Penyebab utama hipertensi yaitu gaya hidup modern, sebab dalam gaya hidup modern situasi penuh tekanan dan stres. Dalam kondisi tertekan, adrenalin dan kortisol dilepaskan ke aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah. Gaya hidup yang penuh kesibukan juga membuat orang kurang berolah raga dan berusaha mengatasi stresnya dengan merokok, minum alkohol atau kopi sehingga berisiko terkena hipertensi. Kedua yaitu pola makan yang salah dan yang ketiga adalah berat badan berlebih. 2. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes, kelainan sistem syaraf pusat. Hipertensi sekunder diderita sekitar 5 pasien hipertensi Weber dkk., 2014. Universitas Sumatera Utara 2.2.3 Gejala Klinis Hipertensi Hipertensi adalah penyakit yang biasanya tanpa gejala. Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Namun demikian, secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Ada kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita hipertensi selalu merasakan gejala penyakit. Kenyataannya justru sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan adanya gejala penyakit. Hipertensi terkadang menimbulkan gejala seperti sakit kepala, nafas pendek, pusing, nyeri dada, palpitasi, dan epistaksis. Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan merupakan tolak ukur keparahan dari penyakit hipertensi WHO, 2013. 2.2.4 Faktor Risiko Hipertensi 1. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah a Umur Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang maka semakin besar risiko terserang hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya seiring bertambahnya umur. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Umumnya seseorang yang berisiko menderita hipertensi adalah usia diatas 45 tahun dan serangan darah tinggi baru muncul sekitar usia 40 walaupun dapat terjadi pada usia muda Kumar, 2005. Universitas Sumatera Utara Bertambahnya umur maka risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40 dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. Pada usia lanjut, hipertensi ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. b Jenis Kelamin Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda, tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60 penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon estrogen setelah menopause. Peran hormon estrogen adalah meningkatkan kadar HDL yang merupakan faktor pelindung dalam pencegahan terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan hormon estrogen dianggap sebagai adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause, wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana terjadi perubahan kuantitas hormon estrogen sesuai dengan umur wanita secara alami. c Keturunan Genetik Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium Universitas Sumatera Utara terhadap sodium individu dengan orang tua yang menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi Wade, 2003. Selain itu didapatkan 70-80 kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga. Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. Menurut Rohaendi 2008, tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka akan mempunyai peluang sebesar 25 untuk mewarisinya selama hidup. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka peluang untuk terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60. 2. Faktor Risiko yang Dapat Diubah a Merokok Merokok dapat menurunkan kadar kolesterol baik HDL dalam darah. Jika kadar HDL turun maka jumlah kolesterol dalam darah yang akan diekskresikan melalui hati juga akan berkurang. Hal ini dapat mempercepat proses arteriosklerosis penyebab hipertensi Sustrani, 2004. Rokok akan mengakibatkan vaokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Universitas Sumatera Utara b Kegemukan Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut Hull 2001 perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem reninangiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus Cortas, 2008. c Stress Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. d Latihan Fisik Latihan fisik atau olahraga dapat menjaga tubuh tetap sehat. Penelitian membuktikan bahwa orang yang berolahraga memiliki faktor risiko lebih rendah untuk menderita penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Oleh karena itu, latihan fisik seperti berolahraga antara 30-45 menit sebanyak 3xhari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi Cortas, 2008. Universitas Sumatera Utara e Faktor Tingkat Konsumsi Karbohidrat pada Hipertensi Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembentuk berbagai senyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial, metabolisme normal lemak, menghemat protein, meningkatkan pertumbuhan bakteri usus, mempertahankan gerak usus, meningkatkan konsumsi protein, mineral dan vitamin Baliwati, et al., 2010. Hiperlipidemia adalah keadaan meningkatnya kadar lipid darah dalam lipoprotein kolesterol dan trigliserida. Hal ini berkaitan dengan intake lemak dan karbohidrat dalam jumlah yang berlebihan dalam tubuh. Keadaan tersebut akan menimbulkan resiko terjadinya artherosklerosis. Metabolisme karbohidrat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia yaitu mulai dari pencernaan karbohidrat di dalam usus halus berubah menjadi monosakarida galaktosa dan fruktosa di dalam hati kemudian dipecah menjadi glikogen dalam hati dan otot. Kemudian glikogen dipecah menjadi glukosa diubah dalam bentuk piruvat dipecah menjadi asetil KoA sehingga akhirnya terbentuk karbondioksida, air dan energi. Bila energi tidak diperlukan, asetil KoA tidak memasuki siklus TCA tetapi digunakan untuk membentuk asam lemak, melakukan esterifikasi dengan gliserol diproduksi dalam glikolisis dan menghasilkan trigliserida. Pembuluh darah koroner yang menderita artherosklerosis selain menjadi tidak elastis, juga mengalami penyempitan sehingga tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner juga naik, yang nantinya akan memicu terjadinya hipertensi Hull, 2001. Universitas Sumatera Utara f Faktor Tingkat Konsumsi Protein pada Hipertensi Protein berperan penting dalam pembentukan struktur, fungsi, regulasi sel- sel makhluk hidup dan virus. Protein juga bekerja sebagai neurotransmiter dan pembawa oksigen dalam darah hemoglobin dan berguna sebagai sumber energi tubuh. Dalam kondisi normal, protein dibutuhkan oleh tubuh sekitar 0,8-1 grkgBBhari dengan perbandingan protein nabati dan hewani yaitu 3:1. Pada dua studi observasional yaitu INTERMAP dan The Chicago Western Electric Study telah membuktikan adanya hubungan sumber protein nabati dengan penurunan tekanan darah, sedangkan sumber protein hewani tidak berpengaruh terhadap tekanan darah. Para peneliti dari Boston University memberikan alasan yang berbeda mengapa perlu mengonsumsi diet tinggi protein untuk menurunkan risiko hipertensi jangka panjang. Mereka yang mengonsumsi rata-rata 100g protein sehari mengalami penurunan sebesar 40 terhadap risiko hipertensi dibandingkan dengan mereka yang memiliki asupan paling rendah untuk protein dalam diet. Penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Hypertension, menemukan bahwa orang dengan asupan tinggi protein, terlepas dari protein hewani atau nabati, secara signifikan memiliki tekanan darah sistolik dan diastolik lebih rendah setelah 4 tahun masa tindak lanjut. Penelitian ini menunjukkan bahwa risiko hipertensi dapat dengan mudah diatasi dengan mengubah diet, karena protein memberikan manfaat vaskular, hal ini bisa juga bermanfaat untuk mengoptimalkan asupan protein untuk kesehatan jantung. Universitas Sumatera Utara g Faktor Tingkat Konsumsi Lemak pada Hipertensi Lemak merupakan simpanan energi bagi manusia. Lemak dalam bahan makanan berfungsi sebagai sumber energi, menghemat protein dan thiamin, membuat rasa kenyang lebih lama karena proses pencernaan lemak lebih lama, pemberi cita rasa dan keharuman yang lebih baik. Fungsi lemak dalam tubuh adalah sebagai zat pembangun, pelindung kehilangan panas tubuh, penghasil asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, K, sebagai prekusor dari prostaglandin yang berperan mengatur tekanan darah, denyut jantung dan lipofisis Yuniastuti, 2007. Konsumsi lemak yang berlebihan akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah terutama kolesterol LDL dan akan tertimbun dalam tubuh. Timbunan lemak yang disebabkan oleh kolesterol akan menempel pada pembuluh darah yang lama-kelaman akan terbentuk plaque. Terbentuknya plaque dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah atau aterosklerosis. Pembuluh darah yang terkena aterosklerosis akan berkurang elastisitasnya dan aliran darah ke seluruh tubuh akan terganggu serta dapat memicu peningkatan volume darah dan tekanan darah yang disebut dengan hipertensi. h Faktor Asupan Garam Natrium Natrium Na bermanfaat bagi tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Namun, natrium yang masuk dalam darah secara berlebihan dapat menahan air sehingga meningkatkan volume darah. Meningkatnya volume darah mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding Universitas Sumatera Utara pembuluh darah sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang semakin sempit dan akibatnya adalah hipertensi Anggraini dkk, 2008. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluer meningkat. Untuk menormalkannya, cairan instraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah. Garam bukanlah satu-satunya sumber natrium yang masuk ke dalam aliran darah, walaupun kandungan natrium dalam garam dapur cukup tinggi yaitu sekitar 40. Mono Sodium Glutamat MSG atau lebih dikenal dengan merek dagang vetsin dan soda pembuat roti juga merupakan sumber natrium. Konsumsi MSG yang berlebihan juga berdampak pada kenaikan tekanan darah. Berikut merupakan beberapa bahan-bahan makanan yang mengandung natrium yang sering dikonsumsi sehari-hari yang disajikan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kandungan Natrium Beberapa Bahan Makanan mg100 gr Bahan Makanan Kandungan Natrium mg Bahan Makanan Kandungan Natrium mg Daging sapi 93 Bihun goreng instan 928 Hati sapi 110 Mentega 780 Ginjal sapi 200 Margarin 950 Telur bebek 191 Roti cokelat 500 Telur ayam 158 Roti putih 530 Ikan ekor kuning 59 Jambu monyet, biji 26 Sardin 131 Pisang 18 Udang segar 185 Mangga manalagi 70 Teri kering 885 Teh 50 Susu sapi 36 Ragi 610 Cakalang, perut 230 Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2009. Universitas Sumatera Utara i Tingkat Konsumsi Serat Serat merupakan jenis karbohidrat yang tidak terlarut. Serat dapat dibedakan atas serat kasar crude fiber dan serat makanan dietary fiber. Serat makanan adalah komponen makanan yang berasal dari tanaman yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Serat makanan total terdiri dari komponen serat makanan yang larut misalnya: pektin, gum dan yang tidak dapat larut dalam air misalnya selulosa, hemiselulosa, lignin. Kadar serat makanan berkisar 2-3 kali serat kasar. Menurut laporan hasil Riskesdas tahun 2013, menunjukkan 93,6 masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi serat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baliwati dkk 2010, menunjukkan bahwa mengonsumsi serat sangat menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan tidak mengalami status gizi obesitas yang pada akhirnya dapat menurunkan risiko penyakit tekanan darah tinggi. Serat bukanlah zat yang dapat diserap oleh usus. Namun peranannya sangat penting karena pada penderita gizi lebih dapat mencegah atau mengurangi resiko penyakit degeneratif. Serat larut lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu LDL dan meningkatkan kadar HDL Baliwati, et al., 2010. Serat pangan dapat membantu meningkatkan pengeluaran kolesterol melalui feces dengan jalan meningkatkan waktu transit bahan makanan melalui usus kecil. Kandungan nilai serat berbagai bahan makanan yang sering dikonsumsi sehari-hari dapat dilihat pada Tabel 2.2. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Nilai Serat Berbagai Bahan Makanan g 100 gram Bahan Makanan Kandungan Serat g Bahan Makanan Kandungan Serat g Beras hitam 20,1 Sagu 4,7 Beras jagung 10,0 Biji nangka 8 Keripik ubi 14,3 Oncom ampas kacang hijau 12,3 Biji mente 0,9 Kacang hijau 7,5 Kecipir 10,7 Kacang kedelai goreng 7,6 Kacang ercis 28,6 Kacang koro 7,5 Kacang merah 26,3 Keripik tempe abadi besar 3,5 Lamtoro dengan kulit 15,4 Mangga manalagi 11,8 Rebung 9,7 Mangga kuini 6,5 Daun singkong 2,4 Abon sapi 7,5 Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2009 2.2.5 Komplikasi Hipertensi pada Lansia 1. Arterosklorosis Arterosklorosis merupakan suatu penyakit pada dinding pembuluh darah yakni lapisan dalamnya menjadi tebal karena timbunan lemak yang dinamakan plaque atau suatu endapan keras yang tidak normal pada dinding arteri. Pembuluh darah mendapat pukulan paling berat, jika tekanan darah terus menerus tinggi dan berubah, saluran darah tersebut menjadi sempit dan aliran darah menjadi tidak lancar. 2. Penyakit Jantung Penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gagal jantung. Hal ini terjadi karena pada penderita hipertensi kerja jantung akan meningkat, sehingga terjadi pembengkakan jantung dan semakin lama otot jantung akan mengendor serta berkurang elastisitasnya. Akhirnya jantung tidak mampu lagi memompa dan menampung darah dari paru-paru sehingga banyak cairan tertahan di paru-paru Universitas Sumatera Utara maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas. Kondisi ini disebut gagal jantung Sutanto, 2010. 3. Penyakit Ginjal Penyakit tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengerut sehingga aliran zat-zat makanan menuju ginjal terganggu dan mengakibatkan kerusakan sel-sel ginjal. Jika hal ini terjadi secara terus menerus maka sel-sel ginjal tidak bisa berfungsi lagi. Apabila tidak segera diatasi maka akan menyebabkan kerusakan parah pada ginjal yang disebut sebagai gagal ginjal terminal Sutanto, 2010.

2.3 Konsumsi Makanan