Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

(1)

(2)

(3)

(4)

LAMPIRAN 3.

Kuesioner Penelitian

Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten

Simalungun Tahun 2016

Nomor Kode Responden : Tanggal Wawancara : Petunjuk Pengisian :

1) Mohon bantuan dan kesediaan Saudara untuk menjawab seluruh pertanyaan yang ada.

2) Mohon menjawab pertanyaan dengan jujur dan sesuai hati nurani. Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Riwayat Hipertensi pada Keluarga : Ada/Tidak Status Responden


(5)

FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

Hari/Tanggal : Hari Ke : Waktu

Makan

Nama Masakan

Bahan Makanan Konversi

Jenis Banyaknya KH (gr)

Protein (gr)

Lemak (gr)

Natrium (mg)

Serat (gr) URT Gr


(6)

FORMULIR METODE FOOD FREQUENCY (Makanan Pencegah Hipertensi)

No.Responden: Nama Bahan

Makanan

Frekuensi Konsumsi

Ket >1×/hr 1×/hr 4-6×/minggu 1-3×/minggu 1×/bln 1×/thn Tidak

Pernah 1. Makanan Pokok

a. Beras merah b. Jagung 2. Lauk Hewani

a. Ikan air tawar b. Ikan tongkol c. Ayam tanpa

kulit 3. Lauk Nabati

a. Tahu b. Tempe 4. Sayur-sayuran

a. Tomat b. Kentang c. Daun Singkong d. Buncis

e. Wortel f. Sawi 5. Buah-buahan

a. Pisang b. Semangka c. Jeruk d. Nenas e. Pepaya 6. Kacang-kacangan

a. Kacang tanah b. Kacang hijau


(7)

FORMULIR METODE FOOD FREQUENCY (Makanan Pemicu Hipertensi)

No.Responden: Nama Bahan

Makanan

Frekuensi Konsumsi

Ket >1×/hr 1×/hr 4-6×/minggu 1-3×/minggu 1×/bln 1×/thn Tidak

pernah 5. Makanan Tinggi

Kolesterol a. Daging sapi b. Daging kambing c. Daging babi d. Udang 6. Makanan yang

Diawetkan a. Ikan asin b. Telur asin c. Teri kering 7. Makanan Tinggi

Natrium a. Biskuit b. Keripik


(8)

LAMPIRAN 4 .

MASTER DATA PENELITIAN

No Sex Genetik HT KH Protein Lemak Natrium Serat

1 2 2 1 2 1 1 1 2

2 1 2 1 3 3 2 3 3

3 2 2 1 1 2 1 3 2

4 2 1 2 3 1 1 3 1

5 2 1 1 3 2 1 3 2

6 1 2 2 1 3 1 2 1

7 2 2 1 3 1 1 1 3

8 2 2 1 1 2 3 1 3

9 2 2 2 1 2 1 2 2

10 1 2 1 3 2 3 2 3

11 2 2 1 1 3 3 2 3

12 2 2 2 1 1 1 3 1

13 2 2 1 3 3 3 2 1

14 1 2 1 1 3 3 2 3

15 1 1 2 3 3 1 3 3

16 2 2 1 1 2 2 1 2

17 2 1 1 3 2 3 1 3

18 1 2 2 1 2 2 3 2

19 2 2 2 3 2 1 2 3

20 1 2 1 1 2 2 1 1

21 2 2 2 1 1 1 3 1

22 2 1 2 3 1 2 1 3

23 2 2 2 3 1 1 1 3

24 2 2 2 1 3 2 1 2

25 1 2 1 3 3 1 1 2

26 2 2 2 1 3 2 2 3

27 1 1 1 1 3 1 1 3

28 1 2 2 2 1 2 2 1

29 2 2 1 3 1 1 1 3

30 2 2 1 1 1 2 1 1

31 2 1 1 3 2 1 1 3

32 2 1 1 2 1 1 2 3

33 1 2 2 2 2 1 1 2

34 2 2 2 2 3 1 1 1

35 2 1 2 3 1 2 1 3

36 2 2 1 1 2 1 1 3

37 1 2 1 3 3 2 2 3


(9)

39 2 1 2 3 1 1 1 1

40 1 2 1 3 1 1 1 2

41 2 2 1 1 2 2 2 3

42 1 1 2 3 2 1 1 2

43 2 2 1 3 2 1 2 3

44 1 2 1 2 2 2 1 3

45 1 2 2 3 2 1 3 1

46 2 1 1 2 2 3 1 3

47 2 2 1 3 2 3 1 3

48 2 2 1 3 2 1 2 1

49 2 1 2 3 1 1 2 1

50 1 2 1 3 1 1 1 3

51 2 2 2 2 2 1 3 3

52 2 1 1 3 1 2 1 2

53 2 2 2 3 1 1 3 1

54 2 1 1 3 2 3 1 1


(10)

LAMPIRAN 5.

TABEL HASIL UJI STATISTIK 1. Karakteristik Responden

Statistics Jenis Kelamin Riwayat Hipertensi pada Keluarga

N Valid 55 55

Missing 0 0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 17 30,9 30,9 30,9

Perempuan 38 69,1 69,1 100,0

Total 55 100,0 100,0

Riwayat Hipertensi pada Keluarga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 17 30,9 30,9 30,9

Tidak 38 69,1 69,1 100,0

Total 55 100,0 100,0

2. Kejadian Hipertensi pada Responden

Kejadian Hipertensi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Hipertensi (TDS >= 140 mmHg dan atau TDD >=90 mmHg)

33 60,0 60,0 60,0

Tidak Hipertensi (TDS < 140 mmHg dan atau TDD < 90 mmHg)

22 40,0 40,0 100,0

Total 55 100,0 100,0

3. Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium, Serat

Statistics Tingkat Konsumsi Karbohidrat (gr) Tingkat Konsumsi Protein (gr) Tingkat Konsumsi Lemak (gr) Tingkat Konsumsi Natrium (mg) Tingkat Konsumsi Serat (gr)

N Valid 55 55 55 55 55


(11)

Tingkat Konsumsi Karbohidrat (gr)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Lebih 18 32,7 32,7 32,7

Baik 8 14,5 14,5 47,3

Kurang 29 52,7 52,7 100,0

Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Protein (gr)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Lebih 18 32,7 32,7 32,7

Baik 25 45,5 45,5 78,2

Kurang 12 21,8 21,8 100,0

Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Lemak (gr)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Lebih 32 58,2 58,2 58,2

Baik 14 25,5 25,5 83,6

Kurang 9 16,4 16,4 100,0

Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Natrium (mg)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Lebih 28 50,9 50,9 50,9

Baik 16 29,1 29,1 80,0

Kurang 11 20,0 20,0 100,0

Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Serat (gr)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Lebih 15 27,3 27,3 27,3

Baik 12 21,8 21,8 49,1

Kurang 28 50,9 50,9 100,0


(12)

4. Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Karbohidrat (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total

Hipertensi (TDS >= 140 mmHg dan atau TDD >=90 mmHg)

Tidak Hipertensi (TDS < 140

mmHg dan atau TDD < 90

mmHg)

Hipertensi (TDS >= 140

mmHg dan atau TDD >=90 mmHg) Lebih Count

Expected Count 11 10,8 7 7,2 18 18,0 Tingkat Konsumsi Karbohidrat (gr)

% within Tingkat Konsumsi

Karbohidrat (gr) 61,1% 38,9% 100,0%

Baik Count 4 4 8

Expected Count 4,8 3,2 8,0

% within Tingkat

Konsumsi Karbohidrat (gr)

50,0% 50,0% 100,0%

Kurang Count 18 11 29

Expected Count 17,4 11,6 29,0

% within Tingkat

Konsumsi Karbohidrat (gr)

62,1% 37,9% 100,0%

Total Count 33 22 55

Expected Count 33,0 22,0 55,0

% within Tingkat

Konsumsi Karbohidrat (gr)

60,0% 40,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square ,394(a) 2 ,821

Likelihood Ratio ,388 2 ,824

Linear-by-Linear

Association ,015 1 ,904

N of Valid Cases

55


(13)

5. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Protein (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total

Hipertensi (TDS >= 140

mmHg dan atau TDD >=90 mmHg)

Tidak Hipertensi (TDS < 140 mmHg dan atau

TDD < 90 mmHg)

Hipertensi (TDS >= 140

mmHg dan atau TDD >=90 mmHg) Tingkat Konsumsi Protein (gr)

Lebih Count

Expected Count 8 10,8 10 7,2 18 18,0

% within Tingkat

Konsumsi Protein (gr) 44,4% 55,6% 100,0%

Baik Count 18 7 25

Expected Count 15,0 10,0 25,0

% within Tingkat

Konsumsi Protein (gr) 72,0% 28,0% 100,0%

Kurang Count 7 5 12

Expected Count 7,2 4,8 12,0

% within Tingkat

Konsumsi Protein (gr) 58,3% 41,7% 100,0%

Total Count 33 22 55

Expected Count 33,0 22,0 55,0

% within Tingkat

Konsumsi Protein (gr) 60,0% 40,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3,329(a) 2 ,189

Likelihood Ratio 3,352 2 ,187

Linear-by-Linear

Association ,942 1 ,332

N of Valid Cases 55


(14)

6. Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Lemak (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total

Hipertensi (TDS >= 140

mmHg dan atau TDD >=90

mmHg)

Tidak Hipertensi (TDS < 140

mmHg dan atau TDD < 90

mmHg)

Hipertensi (TDS >= 140

mmHg dan atau TDD >=90 mmHg) Tingkat Konsumsi Lemak (gr)

Lebih Count

Expected Count 16 19,2 16 12,8 32 32,0

% within Tingkat

Konsumsi Lemak (gr)

50,0% 50,0% 100,0%

Baik Count 8 6 14

Expected Count 8,4 5,6 14,0

% within Tingkat

Konsumsi Lemak (gr)

57,1% 42,9% 100,0%

Kurang Count 9 0 9

Expected Count 5,4 3,6 9,0

% within Tingkat

Konsumsi Lemak (gr)

100,0% ,0% 100,0%

Total Count 33 22 55

Expected Count 33,0 22,0 55,0

% within Tingkat

Konsumsi Lemak (gr)

60,0% 40,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7,381(a) 2 ,025

Likelihood Ratio 10,548 2 ,005

Linear-by-Linear

Association 6,028 1 ,014

N of Valid Cases 55


(15)

7. Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Natrium (mg) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total

Hipertensi (TDS >= 140

mmHg dan atau TDD >=90 mmHg)

Tidak Hipertensi (TDS < 140

mmHg dan atau TDD < 90

mmHg)

Hipertensi (TDS >= 140

mmHg dan atau TDD >=90 mmHg) Tingkat Konsumsi Natrium (mg)

Lebih Count

Expected Count 20 16,8 8 11,2 28 28,0

% within Tingkat

Konsumsi Natrium (mg)

71,4% 28,6% 100,0%

Baik Count 10 6 16

Expected Count 9,6 6,4 16,0

% within Tingkat

Konsumsi Natrium (mg)

62,5% 37,5% 100,0%

Kurang Count 3 8 11

Expected Count 6,6 4,4 11,0

% within Tingkat

Konsumsi Natrium (mg)

27,3% 72,7% 100,0%

Total Count 33 22 55

Expected Count 33,0 22,0 55,0

% within Tingkat

Konsumsi Natrium (mg)

60,0% 40,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 6,475(a) 2 ,039

Likelihood Ratio 6,467 2 ,039

Linear-by-Linear

Association 5,606 1 ,018

N of Valid Cases 55


(16)

8. Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Serat (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total

Hipertensi (TDS >= 140

mmHg dan atau TDD >=90 mmHg)

Tidak Hipertensi (TDS < 140

mmHg dan atau TDD < 90

mmHg)

Hipertensi (TDS >= 140

mmHg dan atau TDD >=90 mmHg) Tingkat Konsumsi Serat (gr)

Lebih Count

Expected Count 5 9,0 10 6,0 15 15,0

% within Tingkat

Konsumsi Serat (gr)

33,3% 66,7% 100,0%

Baik Count 7 5 12

Expected Count 7,2 4,8 12,0

% within Tingkat

Konsumsi Serat (gr)

58,3% 41,7% 100,0%

Kurang Count 21 7 28

Expected Count 16,8 11,2 28,0

% within Tingkat

Konsumsi Serat (gr)

75,0% 25,0% 100,0%

Total Count 33 22 55

Expected Count 33,0 22,0 55,0

% within Tingkat

Konsumsi Serat (gr)

60,0% 40,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7,083(a) 2 ,029

Likelihood Ratio 7,144 2 ,028

Linear-by-Linear

Association 6,889 1 ,009

N of Valid Cases 55


(17)

LAMPIRAN 6.

Gambar 1. Puskesmas Jawa Maraja Bah Jambi


(18)

Gambar 3. Wawancara dengan Lansia


(19)

Gambar 5. Foto Bersama dengan Lansia


(20)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Gizi Diet Edisi Baru. Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi.

Amran, Yuli., Febrianti., Irawanti, Lies., 2010. Pengaruh Tambahan Asupan Kalium dari Diet terhadap Penurunan Hipertensi Sistolik Tingkat Sedang pada Lanjut Usia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 5(3):125-130. Arisman, 2009. Gizi Dalam Daur Hidup.Edisi II. Jakarta: EGC

Aritonang, Evawany., Siregar, Emi Inayah Sari., Nasution, Ernawati., 2016. The Relationship of Food Consumption and Nutritional Status on Employee of Health Polytechnic Directorate Health Ministry Medan. International Jornal on Advanced Science Engineering Information Technology 6 (1). Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, 2014. Statistik Daerah Kecamatan

Jawa Maraja Bah Jambi Tahun 2014. Simalungun: BPS.

Baliwati, Yayuk Farida., Khomsan, Ali., Dwiriani, Meti., 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Budianto, H., Agus Krisno., 2009. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press. Depkes, 2013. Diakses dari http://gizi.depkes.go.id/download/Kebijakan%20Gizi/

PMK%2075-2013. pdf, diakses pada 3 Maret 2016.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, 2011. Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan dan Aktivitas Fisik untuk Mencegah Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


(21)

Emiria, Rista., 2012. Asupan Protein, Lemak Jenuh, Natrium, Serat dan IMT Terkait dengan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di RSUD Tugurejo Semarang. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang.

Fatmah, Dr.,SKM., MSc., 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga. Feryadi, Rahmat., Sulastri, Delmi., Kadri, Husnil. 2014. Hubungan Kadar Profil

Lipid dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Etnik Minangkabau di Kota Padang Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas 3(2):206-211. Frilyan, Rinawang., 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi

pada Kelompok Lanjut Usia di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Ftrina, Yossi. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Usia Lanjut di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Kecamatan Padang Panjang Barat Tahun 2014. Skripsi, Program Studi D3 Keperawatan, STIKes Yarsi Sumbar, Bukittingi.

Irianto, Koes., 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Konita, Saskia., Azmi, Syaiful., Erkadius., 2015. Pola Tekanan Darah pada Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Padang Pasir Padang Januari 2014. Jurnal Kesehatan Andalas 4(1):269-273.

Korneliani, K., Meida, D., 2012. Obesitas dan Stress dengan Kejadian Hipertensi. Jurnal Kesehatan Masyarakat: 117-121

Lewa, Abdul Farid., Pramantara, I Dewa Putu., Rahayujati, Baning., 2010. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Sistolik Terisolasi pada Lanjut Usia. Berita Kedokteran Masyarakat 26 (4):171-178.

Manawan, Anggun A., Rattu, A J M., Punuh, Maureen I., 2016. Hubungan Antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi di Desa Tandengan Satu Kecamatan Eris Kabupaten Minahasa. Jurnal Ilmiah Farmasi 5(1):340-347.


(22)

Oktariyani, 2012. Gambaran Status Gizi pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulya 01 dan 03 Jakarta Timur. Skripsi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok.

Rahayu, Hesti., 2012. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat RW 01 Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan. Skripsi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok.

Ratnaningrum, Denny,. 2015. Hubungan Asupan Serat dan Status Gizi dengan Tekanan Darah pada Wanita Menopause di Desa Kuwiran Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali. Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rawasiah A.B., Wahiduddin., Rismayanti., 2014. Hubungan Faktor Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Puskesmas Pattingallong. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/ 10836/A.BESSE%20RAWASIAH%20M.%20MAPPAGILING%20K11 112616.pdf?sequence=1 (Jurnal online. Diakses pada tanggal 21 Agustus 2015).

Sediaoetama, A. D., 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta: Dian Rakyat.

Sekretariat Tim Penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan. 2012. Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Suoth, M., Bidjuni, H., Malara, R., 2014. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Keperawatan 2 (1).

Supariasa., Bakri, Bachyar., Fajar, Ibnu., 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Widyaningrum, Siti., 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember.


(23)

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat analitik observasional dengan jenis rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi makanan yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama Bulan September 2015 hingga Mei 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia usia ≥ 60 tahun di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun yang berjumlah 120 orang.


(24)

3.3.2 Sampel Penelitian

Besarnya sampel dihitung berdasarkan rumus penentuan besar sampel yaitu rumus Slovin sebagai berikut:

n =

Keterangan:

N = Besar populasi (120)

n = Jumlah sampel minimal yang akan diteliti

d = Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, yang ditetapkan 0,1.

Sehingga :

120 n =

1 + 120 (0,1)2 = 54,54 ≈ 55 orang

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi lansia yang memiliki kriteria:

1) Lansia yang masih tinggal di Desa Mekar Bahalat

2) Lansia yang tidak mengalami cacat fisik dan gangguan demensia

Besar sampel dan responden dalam penelitian ini sebanyak 55 orang lansia yang bersedia untuk diwawancarai. Pengambilan sampel untuk masing-masing dusun dilakukan secara sebanding yaitu dengan menggunakan rumus Sugiyono (2007), yaitu: n = (populasi lansia tiap dusun)/(jumlah populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang ditentukan. Setelah itu, dilakukan teknik simple random sampling untuk mengambil sampel disetiap wilayah.


(25)

Dari rumus tersebut diperoleh sampel per dusun, yaitu:

Setelah dilakukan perhitungan, jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar 55 orang. Jumlah sampel masing-masing dusun yaitu pada Dusun Korem Luar sebanyak 13 orang, Dusun Korem Dalam sebanyak 10 orang, Dusun Siabarta sebanyak 7 orang, Dusun Bahalat I sebanyak 10 orang, Dusun Bahalat II sebanyak 11 orang dan Dusun Ranto sebanyak 4 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Sumber Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapatkan dari pengumpulan data secara langsung oleh peneliti terhadap sasaran. Data primer pada penelitian ini adalah tekanan darah lansia, jenis, frekuensi dan tingkat konsumsi makanan pada lansia.


(26)

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dengan cara pengumpulan data yang diperoleh dari orang lain atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri. Data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah lansia dan profil Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi sebagai tempat penelitian.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer yang terdiri dari tingkat konsumsi (karbohidrat, protein, lemak, natrium, serat), jenis dan frekuensi makanan pemicu dan pencegah hipertensi diperoleh melalui wawancara, pengisian formulir food frequency dan food recall 24 jam, dan untuk data tekanan darah diperoleh melalui pengukuran langsung oleh bidan desa setempat dengan alat sphygmomanometer bersamaan dengan wawancara dan pengisian kuesioner berlangsung.

3.5 Definisi Operasional

1. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi berlaku apabila tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg dan tekanan diastolik melebihi 90 mmHg.

2. Konsumsi makanan adalah gambaran jenis dan frekuensi makanan pemicu dan pencegah hipertensi, serta tingkat konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, natrium, serat yang dikonsumsi lansia.


(27)

3. Jenis dan frekuensi makanan pemicu hipertensi adalah gambaran jenis dan frekuensi makanan yang dapat menjadi penyebab tingginya tekanan darah atau hipertensi yang dikonsumsi lansia dalam periode harian, mingguan, bulanan atau tahunan.

4. Jenis dan frekuensi makanan pencegah hipertensi adalah gambaran jenis dan frekuensi makanan-makanan yang dapat menurunkan tekanan darah sehingga dapat mencegah terjadinya hipertensi yang dikonsumsi lansia dalam periode harian, mingguan, bulanan atau tahunan.

5. Tingkat konsumsi karbohidrat adalah jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan nilai % AKG.

6. Tingkat konsumsi protein adalah jumlah rata-rata konsumsi protein yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan nilai % AKG.

7. Tingkat konsumsi lemak adalah jumlah rata-rata konsumsi lemak yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan nilai % AKG.


(28)

8. Tingkat konsumsi natrium adalah jumlah rata-rata konsumsi natrium yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan nilai % AKG.

9. Tingkat konsumsi serat adalah jumlah rata-rata konsumsi serat yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan nilai % AKG.

.

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Hipertensi

Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh petugas kesehatan atau bidan desa setempat dengan menggunakan alat sphygmomanometer yang mempunyai ketelitian milimeter air raksa (mmHg).

Hasil pengukuran tekanan darah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Hipertensi (TDS ≥140 mmHg dan atau TDD ≥90 mmHg)

2) Tidak hipertensi (TDS <140 mmHg) dan atau TDD <90 mmHg)

3.6.2 Konsumsi Makanan

1. Jenis dan Frekuensi Makanan

Pengukuran ini dilakukan untuk melihat jenis dan frekuensi makanan pemicu dan pencegah hipertensi yang dikonsumsi lansia. Pengukuran dilakukan


(29)

dengan wawancara secara mendalam dan menggunakan metode frekuensi makanan.

Jenis makanan dikategorikan sebagai berikut:

1) Makanan pencegah hipertensi, yaitu sayuran (tomat, kentang, wortel, dll), buah-buahan (pisang, jeruk, nenas, dll), ikan air tawar, kacang tanah, dsb. 2) Makanan pemicu hipertensi, yaitu makanan tinggi kolesterol (daging sapi,

daging kambing), makanan tinggi natrium, makanan yang diawetkan (ikan asin, telur asin), dsb.

Jenis makanan pencegah dan pemicu hipertensi tersebut diukur bersamaan dengan mengukur frekuensi makanan, sehingga dapat diketahui seberapa sering atau frekuensi masyarakat lansia mengonsumsi makanan-makanan tersebut sehari-harinya.

Untuk frekuensi makanan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) > 1 kali/hari

2) 1 kali/hari 3) 4-6 kali/minggu 4) 1-3 kali/minggu 5) 1 kali/bulan 6) 1 kali/tahun 7) Tidak pernah

Kategori:

a) Sering, jika frekuensi konsumsi makanan >1 kali/hari, 1 kali/hari dan 4-6 kali/minggu


(30)

b) Jarang, jika frekuensi konsumsi makanan 1-3 kali/minggu, 1 kali/bulan dan 1 kali/tahun

c) Tidak pernah

2. Tingkat Konsumsi Makanan

Pengukuran tingkat konsumsi makanan yaitu dengan cara menghitung jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall 24 jam.

Langkah-langkah metode pengukurannya adalah sebagai berikut:

1) Data tingkat konsumsi makanan diperoleh dengan menggunakan metode food recall 24 jam yang dilakukan sebanyak dua kali dan harinya tidak berurutan. 2) Lalu setelah data konsumsi diperoleh, maka dilakukan konversi dari Ukuran

Rumah Tangga ke dalam Ukuran berat (gram) atau dari satuan berat.

3) Setelah diketahui jumlah bahan makanan dan makanan yang dikonsumsi oleh responden, maka dilakukan perhitungan nilai gizi dan bahan makanan tersebut. Analisis kandungan zat gizi dilakukan dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan (DKBM) atau dengan bantuan software nutrisurvey

4) Lalu hasil tiap zat gizi dihitung rata-ratanya dari kedua pengukuran (hari pertama dan hari kedua) dan dibandingkan dengan nilai % AKG menggunakan rumus sebagai berikut:


(31)

Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada usia lanjut dapat dilihat seperti dalam tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Angka Kecukupan Gizi Usia Lanjut Umur (tahun) Energi (kkal) Karbohidrat (gr) Protein (gr) Lemak (gr) Natrium (mg) Serat (gr) Pria

50-64 2325 349 65 65 1300 33

65-80 1900 309 62 53 1200 27

80+ 1525 248 60 42 1200 21

Wanita

50-64 1900 285 57 53 1300 27

65-80 1550 252 56 43 1200 22

80+ 1425 232 52 40 1200 20

Sumber : Permenkes RI No 75Tahun 2013

Setelah jumlah makanan yang dikonsumsi diperoleh dalam bentuk persen, hasil persen tersebut lalu dikategorikan sebagai berikut (WNPG, 2004):

a. Lebih : > 110 % AKG b. Baik : 80-110 % AKG c. Kurang : < 80 % AKG

3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data 3.7.1 Teknik Penyajian Data

Teknik penyajian data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Pemeriksaan Data (editing)

Editing dimaksudkan agar sebelum diolah, data sudah tertata dan terinci dengan baik. Editing dilakukan sebelum pengolahan data. Data yang dikumpulkan dari kuesioner dibaca dan diperbaiki, apabila terdapat hal-hal yang salah atau meragukan.


(32)

b. Pemeriksaan Kode (Coding)

Pemberian kode pada setiap atribut dari setiap variabel yang diteliti untuk mempermudah waktu saat mengadakan tabulasi dan analisis.

c. Entry Data

Melakukan pemindahan atau pemasukan data dari formulir dan hasil pengukuran ke dalam komputer untuk diproses. Data yang didapat dimasukkan ke dalam komputer dengan menggunakan nutrisurvey dan program SPSS untuk dianalisis.

d. Cleaning Data

Memeriksa kembali data yang telah masuk dalam komputer, apakah ada kesalahan-kesalahan yang terjadi didalamnya, pemeriksaan data tetap diperlukan dan harus dilakukan meskipun dalam memasukkan data telah menggunakan atau memperhatikan kaidah-kaidah yang benar.

3.7.2 Analisis Data

Analisis data yang digunakan mencakup univariat dan bivariat. Analisis data univariat untuk melihat frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti yaitu konsumsi makanan yang meliputi tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium, serat, dan jenis, frekuensi makanan pemicu dan pencegah hipertensi dan penyakit hipertensi. Analisis data bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent yaitu hubungan antara konsumsi makanan terhadap hipertensi pada lansia. Analisis ini menggunakan program SPSS for windows dengan menggunakan uji chi-square.


(33)

Desa Mekar Bahalat merupakan salah satu desa/nagori di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun yang memiliki jumlah penduduk terkecil dari keseluruhan desa di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi yaitu sejumlah 1583 jiwa, dengan kepadatan 179 jiwa/km2. Jika dibandingkan dengan kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, maka kepadatan penduduk di Desa Mekar Bahalat jauh lebih rendah.

Desa Mekar Bahalat memiliki jumlah KK sebanyak 440 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 1583 jiwa yang terdiri dari 770 laki-laki dan 813 perempuan. Jumlah penduduk usia produktif (45-59 tahun) sebanyak 389 orang dan jumlah penduduk lansia sebanyak 120 orang.

Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Desa Mekar Bahalat adalah bertani, sebagian lagi buruh tani, pegawai negeri, pedagang/wiraswasta dan buruh bangunan. Sebagian besar lansia masih aktif bekerja sebagai petani ataupun buruh tani setiap hari untuk memenuhi kebutuhan ekonomis keluarga karena beberapa lansia di Desa Mekar Bahalat sudah hidup sendiri.

Pola makan lansia sehari-hari masih dalam kategori yang kurang karena tidak ada yang memerhatikan pola makan lansia itu sendiri. Di usia yang sudah tua seharusnya ada yang memerhatikan pola makan lansia sehingga dapat menjamin kesehatan lansia di masa tua dan dapat mengurangi terjadinya penyakit degeneratif pada lansia yang umumnya sering terjadi, termasuk hipertensi.


(34)

Salah satu program kerja dinas kesehatan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi adalah dengan digalakkannya program pemerintah daerah Kabupaten Simalungun yang menetapkan Puskesmas harus siap melayani masyarakat selama 24 jam setiap hari. Puskesmas Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi berlokasi di pekan Jawa Maraja yang juga merupakan ibukota Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi. Di setiap desa di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi terdapat minimal satu fasilits kesehatan/tempat berobat yang setingkat di bawah Puskesmas.

Sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah Desa Mekar Bahalat yaitu satu unit Puskesmas Pembantu (Pustu) dengan adanya dua bidan desa. Di Desa Mekar Bahalat hanya terdapat posyandu bayi dan balita yaitu Posyandu Sedap Malam, Posyandu Supur dan Posyandu Serimipi yang dilaksanakan setiap bulannya. Lain halnya dengan Posyandu Lansia yang belum tersedia di Desa Mekar Bahalat sehingga belum ada pemeriksaan kesehatan rutin yang dilakukan terkhusus untuk para lansia.

4.2 Karakteristik Responden

Berdasarkan pengambilan data di lapangan diperoleh jumlah responden sebanyak 55 responden dengan usia ≥ 60 tahun. Karakteristik lansia yang dikaji dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin dan riwayat keluarga dengan hipertensi. Distribusi lansia berdasarkan jenis kelamin di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (69,1%). Distribusi lansia


(35)

berdasarkan riwayat keluarga dengan hipertensi di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak ada riwayat keluarga dengan hipertensi (69,1%).

Distribusi karakteristik lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Karakteristik Lansia N %

1 Jenis Kelamin

Laki-laki 17 30,9

Perempuan 38 69,1

Total 55 100,0

2 Riwayat Keluarga dengan Hipertensi (Penderita Hipertensi)

Ada riwayat keluarga dengan hipertensi 17 30,9 Tidak ada riwayat keluarga dengan hipertensi 38 69,1

Total 55 100,0

4.3 Kejadian Hipertensi

Status lansia yang dikaji dalam penelitian ini hanya meliputi tekanan darah pada lansia yang terdiri dari tekanan sistolik dan diastolik yang diukur melalui sphygmomanometer yang dikaitkan dengan kejadian hipertensi pada lansia yang

meliputi hipertensi apabila TD ≥ 140/90 mmHg dan tidak hipertensi apabila TD <

140/90 mmHg.

Berdasarkan kejadian hipertensi responden diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 33 orang lansia (60,0 %) yang memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi dan sebanyak 22 orang lansia (40,0%) yang tidak hipertensi pada saat


(36)

pengukuran dilakukan di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Distribusi kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Kejadian Hipertensi N %

1 Hipertensi 33 60,0

2 Tidak Hipertensi 22 40,0

Total 55 100,0

4.4 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah dan Pemicu Hipertensi pada Lansia

4.4.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi pada Lansia Berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pencegah hipertensi diperoleh hasil bahwa jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar responden yaitu: untuk jenis makanan pokok adalah jagung sebanyak 5,5%, untuk jenis lauk hewani adalah ikan air tawar sebanyak 47,3%, untuk jenis lauk nabati adalah tempe sebanyak 65,5%, untuk jenis sayur-sayuran adalah tomat sebanyak 98,2%, untuk jenis buah-buahan adalah pisang sebanyak 70,9% dan untuk jenis kacang-kacangan adalah kacang hijau sebanyak 16,4%.

Distribusi lansia berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pencegah hipertensi di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.3.


(37)

Tabel 4.3 Distribusi Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

Jenis Makanan Sering Jarang Tidak Pernah

N % N % N %

1. Makanan Pokok

a. Beras merah 0 0 20 36,4 35 63,6

b. Jagung 3 5,5 40 72,7 12 21,8

2. Lauk Hewani

a. Ikan air tawar 26 47,3 29 52,7 0 0

b. Ikan tongkol 4 7,3 41 74,5 10 18,2

c. Ayam tanpa kulit 17 30,9 36 65,5 2 3,6

3. Lauk Nabati

a. Tahu 33 60,0 22 40,0 0 0

b. Tempe 36 65,5 19 34,5 0 0

4. Sayur-sayuran

a. Tomat 54 98,2 1 1,8 0 0

b. Kentang 48 87,3 7 12,7 0 0

c. Daun singkong 38 69,1 17 30,9 0 0

d. Buncis 22 40,0 32 58,2 1 1,8

e. Wortel 27 49,1 28 50,9 0 0

f. Sawi 25 45,5 30 54,5 0 0

5. Buah-buahan

a. Pisang 39 70,9 16 29,1 0 0

b. Semangka 15 27,3 40 72,7 0 0

c. Jeruk 19 34,5 36 65,5 0 0

d. Nenas 5 9,1 50 90,9 0 0

e. Pepaya 37 67,3 18 32,7 0 0

6. Kacang-kacangan

a. Kacang tanah 1 1,8 49 89,1 5 9,1

b. Kacang hijau 9 16,4 46 83,6 0 0

4.4.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi pada Lansia Berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pemicu hipertensi diperoleh hasil bahwa jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar responden yaitu: untuk makanan tinggi kolesterol adalah daging babi sebanyak 60,0%, untuk jenis makanan yang diawetkan adalah ikan asin sebanyak 94,5% dan untuk jenis makanan tinggi natrium adalah biskuit sebanyak 50,9%.


(38)

Distribusi lansia berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pemicu hipertensi di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

Jenis Makanan Sering Jarang Tidak Pernah

N % N % N %

1. Makanan Tinggi Kolesterol

a. Daging sapi 0 0 54 98,2 1 1,8

b. Daging kambing 1 1,8 52 94,6 2 3,6

c. Daging babi 33 60,0 8 14,5 14 25,5

d. Udang 3 5,5 51 92,7 1 1,8

2. Makanan yang Diawetkan

a. Ikan asin 52 94,5 3 5,5 0 0

b. Telur asin 39 70,9 16 29,1 0 0

c. Teri kering 51 92,7 3 5,5 1 1,8

3. Makanan Tinggi Natrium

a. Biskuit 28 50,9 27 49,1 0 0

b. Keripik 12 21,8 43 78,2 0 0

4.5 Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan Serat Tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat pada responden merupakan jumlah rata-rata karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat harian yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall 2x24 jam, dan dibandingkan dengan nilai % AKG.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi karbohidrat berdasarkan Angka Kecukupan Gizi dalam kategori kurang, yaitu sebanyak 52,7%, tingkat konsumsi protein berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagian besar responden dalam kategori baik, yaitu sebanyak


(39)

45,5%, tingkat konsumsi lemak berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagian besar responden dalam kategori lebih, yaitu sebanyak 58,2%, tingkat konsumsi natrium berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagian besar responden dalam kategori lebih, yaitu sebanyak 50,9% dan tingkat konsumsi serat berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagian besar responden termasuk dalam kategori kurang, yaitu sebanyak 50,9%.

Distribusi lansia berdasarkan tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan Serat pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi

Kategori

Total

Lebih Baik Kurang

N % N % N % N %

1 Karbohidrat 18 32,7 8 14,5 29 52,7 55 100,0 2 Protein 18 32,7 25 45,5 12 21,8 55 100,0

3 Lemak 32 58,2 14 25,5 9 16,4 55 100,0

4 Natrium 28 50,9 16 29,1 11 20,0 55 100,0

5 Serat 15 27,3 12 21,8 28 50,9 55 100,0

4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat dengan kejadian hipertensi dianalisis menggunakan uji chi square dengan α = 0,05. Dikatakan memiliki hubungan yang bermakna jika nilai p ≤ 0,05 dan tidak memiliki hubungan yang bermakna jika nilai p > 0,05.


(40)

4.6.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia diketahui bahwa diantara 18 orang yang konsumsi karbohidratnya lebih, terdapat 11 orang (61,1%) yang mengalami hipertensi dan 7 orang (38,9%) yang tidak hipertensi. Diantara 8 orang yang konsumsi karbohidratnya baik, terdapat 4 orang (50,0%) yang mengalami hipertensi dan 4 orang (50,0%) juga yang tidak hipertensi. Diantara 29 orang yang konsumsi karbohidratnya kurang, terdapat 18 orang (62,1%) yang mengalami hipertensi dan 11 orang (37,9%) yang tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,821, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi Karbohidrat

Kejadian Hipertensi Total P

Hipertensi Tidak Hipertensi

n % n % n %

1 Lebih 11 61,1 7 38,9 18 100,0

0,821

2 Baik 4 50,0 4 50,0 8 100,0


(41)

4.6.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia diketahui bahwa diantara 18 orang yang konsumsi proteinnya lebih, terdapat 8 orang (44,4%) yang mengalami hipertensi dan 10 orang (55,6%) yang tidak hipertensi. Diantara 25 orang yang konsumsi proteinnya baik, terdapat 18 orang (72,0%) yang mengalami hipertensi dan 7 orang (28,0%) yang tidak hipertensi. Diantara 12 orang yang konsumsi proteinnya kurang, terdapat 7 orang (58,3%) yang mengalami hipertensi dan 5 orang (41,7%) yang tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,189, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi

Protein

Kejadian Hipertensi Total P

Hipertensi Tidak Hipertensi

n % n % N %

1 Lebih 8 44,4 10 55,6 18 100,0

0,189

2 Baik 18 72,0 7 28,0 25 100,0


(42)

4.6.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia diketahui bahwa diantara 32 orang yang konsumsi lemaknya lebih, terdapat 16 orang (50,0%) yang mengalami hipertensi dan 15 orang (50,0%) juga yang tidak hipertensi. Diantara 14 orang yang konsumsi lemaknya baik, terdapat 8 orang (57,1%) yang mengalami hipertensi dan 6 orang (42,9%) yang tidak hipertensi. Diantara 9 orang yang konsumsi lemaknya kurang, terdapat 9 orang (100,0%) yang mengalami hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,025, artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi

Lemak

Kejadian Hipertensi Total P

Hipertensi Tidak Hipertensi

n % n % n %

1 Lebih 16 50,0 16 50,0 32 100,0

0,025

2 Baik 8 57,1 6 42,9 14 100,0

3 Kurang 9 100,0 0 0,0 9 100,0

4.6.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi diketahui bahwa diantara 28 orang yang konsumsi natriumnya lebih, terdapat 20 orang (71,4%) yang mengalami hipertensi dan 8 orang (28,6%) yang


(43)

tidak hipertensi. Diantara 16 orang yang konsumsi natriumnya baik, terdapat 10 orang (62,5%) yang mengalami hipertensi dan 6 orang (37,5%) yang tidak hipertensi. Diantara 11 orang yang konsumsi natriumnya kurang, terdapat 3 orang (27,3%) yang mengalami hipertensi dan 8 orang (72,7%) yang tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,039, artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi

Natrium

Kejadian Hipertensi Total P

Hipertensi Tidak Hipertensi

n % n % n %

1 Lebih 20 71,4 8 28,6 28 100,0

0,039

2 Baik 10 62,5 6 37,5 16 100,0

3 Kurang 3 27,3 8 72,7 11 100,0

4.6.5 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi diketahui bahwa diantara 15 orang yang konsumsi seratnya lebih, terdapat 5 orang (33,3%) yang mengalami hipertensi dan 10 orang (66,7%) yang tidak hipertensi. Diantara 12 orang yang konsumsi seratnya baik, terdapat 7 orang (58,3%) yang mengalami hipertensi dan 5 orang (41,7%) yang tidak hipertensi. Diantara 28 orang yang konsumsi seratnya kurang, terdapat 21 orang (75,0%) yang mengalami


(44)

hipertensi dan 7 orang (25,0%) yang tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,029, artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi

Serat

Kejadian Hipertensi Total P

Hipertensi Tidak Hipertensi

n % n % n %

1 Lebih 5 33,3 10 66,7 15 100,0

0,029

2 Baik 7 58,3 5 41,7 12 100,0


(45)

Di negara maju saat ini hanya sedikit pasien hipertensi dengan tekanan darah yang terkontrol (TDS <140, TDD <90 mmHg), hal ini disebabkan oleh pengobatan yang tidak maksimal pada lansia (Suhardjono, 2006). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang menetap.

Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension). Hipertensi sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini dijumpai pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan sirkulasi hiperkinetik dan diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut. Hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung) (Soeharto, 2004).

Penentuan hipertensi baik sistolik maupun distolik responden diukur melalui sphygmomanometer. Hasil penelitian berdasarkan tabel 4.2 di Desa Mekar Bahalat diketahui bahwa proporsi lansia yang menderita hipertensi (60,0%) jumlahnya lebih banyak daripada lansia yang tidak menderita hipertensi (40,0%). Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa kejadian hipertensi pada kelompok lanjut usia (60 tahun keatas) di Desa Mekar Bahalat lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Siti Widyaningrum (2012) pada lansia (55 tahun keatas) di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember, yaitu sebesar 48%.


(46)

Selain itu, angka prevalensi hipertensi di Desa Mekar Bahalat tersebut sudah termasuk dalam kategori tinggi menurut batas yang ditetapkan oleh Depkes RI (2000) untuk usia 50 tahun keatas yaitu melebihi 20-30%. Hal ini sudah termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat yang tinggi maka itu diperlukan adanya penanggulangan yang baik dalam mengurangi kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat.

5.2 Konsumsi Makanan

Penyakit tidak menular seperti halnya hipertensi sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi masyarakat setiap harinya. Konsumsi makanan dalam hal ini meliputi jenis dan frekuensi konsumsi makanan pencegah dan pemicu hipertensi dan tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium, serat.

5.2.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi

Jenis makanan pokok pencegah hipertensi yang paling sering dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah jagung (5,5%). Jenis makanan pokok yang termasuk dalam makanan pencegah hipertensi menurut beberapa sumber adalah beras merah dan jagung. Namun, yang paling sering dikonsumsi adalah jagung karena jagung lebih mudah didapat di Desa Mekar Bahalat ini daripada beras merah. Kandungan yang terdapat dalam tanaman jagung sangat banyak mulai dari karbohidrat, serat, vitamin, kalium, asam linoleat, asam folat, beta karoten, mineral, protein dan lain-lain. Di dalam jagung terdapat zat gizi kalium yang dapat membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah yang ideal dapat dicapai kembali tekanan darah yang normal.


(47)

Jenis lauk hewani pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah ikan air tawar (47,3%). Ikan air tawar yang sering dikonsumsi lansia adalah ikan nila dan ikan mas. Manfaat ikan air tawar bagi kesehatan yaitu memiliki kandungan zat besi yang tinggi. Manfaat zat besi ini yaitu untuk membantu memperlancar peredaran darah. Peredaran darah yang lancar akan membuat tubuh menjadi lebih segar dan organ tubuh tidak akan kekurangan pasokan darah. Hal ini dapat mencegah terjadinya berbagai macam gangguan kesehatan, seperti jantung, penyumbatan pembuluh darah dan juga serangan stroke. Ikan air tawar seperti ikan nila dan ikan mas lebih sering dikonsumsi masyarakat di Desa Mekar Bahalat karena mudah diperoleh dan beberapa masyarakat juga memiliki kolam ikan air tawar yang dipelihara untuk dapat dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri.

Jenis lauk nabati pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah tempe (65,5%). Selain mudah didapat dan dengan harga yang terjangkau, tempe juga lebih disukai dan sering dikonsumsi oleh masyarakat di Desa Mekar Bahalat. Kandungan gizi dalam tempe diperkaya dengan vitamin B kompleks yang terdiri dari B12 atau sianokobalamin, B1 atau tiamin, B2 atau riboflavin, B6 atau piridoksin dan lain-lain. Yang unik, kandungan vitamin B12 tempe sangat tinggi dan mampu mencukupi kebutuhan vitamin tubuh. Selain vitamin dan asam lemak, tempe juga diperkaya dengan mineral antara lain kalsium, Fe atau zat besi, mangan, zink, fosfor, inositol, magnesium dan lain-lain. Hal lain yang penting dari tempe adalah keberadaan zat anti-oksidan yang populer disebut isoflavon. Zat ini mampu melawan pengaruh radikal bebas yang merusak


(48)

sel-sel tubuh. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa tempe mampu mencegah timbulnya hipertensi.

Jenis sayur-sayuran pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah tomat (98,2%). Di dalam tomat (solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) terdapat kandungan alkaloid slonain (0,007%), sapinin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid, protein, lemak, gula, adenin, trigolin, holin, tomatin, mineral, vitamin, dan histamin. Penelitian dari Rowett Research Institute di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa gel berwarna kuning yang menyelubungi biji tomat dapat mencegah penggumpalan dan pembekuan darah yang dapat menyebabkan penyakit hipertensi, jantung, dan stroke. Warna merah pada tomat banyak mengandung lycopene, yaitu suatu zat antioksidan yang dapat menghancurkan radikal bebas dalam tubuh akibat rokok, polusi dan sinar ultraviolet.

Konsumsi tomat disarankan untuk memilih yang berwarna merah daripada yang hijau. Hal ini didasarkan bahwa, kandungan lycopene dalam tomat merah 5 (lima) kali lebih banyak dari pada yang berawrna hjau. Berbeda dengan sayur lainnya yang lebih bermanfaat jika dimakan mentah-mentah, ternyata tomat lebih baik dicampur dengan masakan atau dihancurkan dahulu sebelum dimakan. Para peneliti menemukan lycopene yang dkeluarkan pada tomat tersebut lebih banyak dibandingkan dengan tomat yang langsung dimakan tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Monika (2013) di Bandung bahwa pemberian jus tomat secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada wanita dewasa hipertensi.


(49)

Selain tomat, banyak sayuran yang direkomendasikan oleh DASH untuk sering dikonsumsi bagi penderita hipertensi, diantaranya kol, brokoli, kentang, dan bayam. Walaupun harga yang ditawarkan relatif terjangkau dan mudah untuk mendapatkannya, tetapi konsumsi di masyarakat berbeda-beda. Hal ini disebabkan rasa suka akan jenis makanan tersebut atau kebiasaan makan yang ada di masyarakat, serta tingkat pengetahuan akan kandungan dalam makanan tersebut yang membuat tiap masyarakat berbeda-beda dalam mengkonsumsinya.

Jenis buah-buahan pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah pisang (70,9%). Pisang mengandung bioflavonoid (termasuk rutin), protein, lemak, gula (glukosa, fruktosa), adenin, trigonelin, kholin, mineral (Ca, Mg, P, K, Na, Fe, sulfur, klorin), vitamin (B1, B2, B6, C, E, likopen, niasin), dan histamin. Rutin mengonsumsi pisang dapat memperkuat dinding kapiler pembuluh darah. Klorin dan sulfur adalah trace element yang berkhasiat detoksikan. Klorin alamiah menstimulir kerja hati untuk membuang racun tubuh dan sulfur melindungi hati dari terjadinya sirosis hati dan penyakit hati lainnya.

Pisang banyak terdapat di masyarakat, khususnya di wilayah Desa Mekar Bahalat. Selain bergizi tinggi, harga yang ditawarkan juga terjangkau. Pengolahan pisang menjadi makanan olahan lain juga mudah, misalnya: digoreng, direbus, ataupun dibakar. Oleh karena itu, pisang tidak cepat membuat jenuh atau bosan untuk dikonsumsi dalam masyarakat. Jenis buah-buahan lain yang direkomendasikan oleh DASH tetapi jarang dikonsumsi responden diantaranya strawberry dan anggur. Jenis buah ini jarang dikonsumsi oleh masyarakat di desa


(50)

ini karena harganya jauh lebih mahal dibandingkan buah-buahan lain seperti pisang dan selera di mayarakat yang mungkin sebagian besar kurang suka untuk mengkonsumsi buah ini.

Jenis kacang-kacangan pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah kacang hijau (16,4%). Kacang hijau memiliki banyak kandungan gizi nutrisi didalamnya seperti vitamin, protein, fosfor, kalsium, lemak dan serat yang sangat bagus untuk kesehatan tubuh. Kacang hijau juga diperkaya dengan Omega-3 sebesar 0,9 mg/100gr dan Omega-6 sebesar 119 mg/100gr yang berguna untuk menurunkan hipertensi, kolesterol dan menjaga kesehatan jantung. Kacang hijau sering dikonsumsi sebagai makanan selingan ketika beraktivitas atau bersosialisasi dengan masyarakat. Harga yang terjangkau, mudah diperoleh dan mudah dalam pengolahannya seperti menjadi bubur menjadikannya makanan yang paling sering untuk dikonsumsi di masyarakat.

5.2.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi

Jenis makanan tinggi kolesterol pemicu hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah daging babi (60,0%). Jenis makanan yang mengandung kolesterol tinggi dalam penelitian ini yaitu daging kambing, daging sapi, daging babi dan udang. Namun yang paling sering dikonsumsi lansia adalah daging babi yang biasanya didapat dan dikonsumsi saat adanya pesta adat di desa tersebut. Tidak hanya saat pesta adat, namun juga masyarakat mengolah dan memasak sendiri dirumah untuk dikonsumsi.


(51)

Daging sapi, kambing dan babi dikenal sebagai salah satu sumber kolesterol jahat. Kandungan kolesterol per 100 gram dari daging sebenarnya tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 72 mg untuk daging sapi dan 70 mg untuk babi. Namun jumlah daging yang dikonsumsi dan cara pengolahannya yang sering menggunakan minyak goreng, membuat bahan makanan ini sebaiknya tidak dikonsumsi terlalu sering. Beberapa bagian daging seperti iga bahkan memiliki kadar lemak yang sangat tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah yaitu melebihi batas maksimum 240 mg akan sangat rentan dengan berbagai ancaman kesehatan serius seperti hipertensi/darah tinggi, serangan jantung, hingga stroke.

Jenis makanan yang diawetkan sebagai pemicu hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah ikan asin (94,5%). Jenis makanan yang diawetkan ada 3 (tiga) macam dalam penelitian ini yaitu: ikan asin, telur asin dan ikan teri kering. Makanan yang diawetkan tidak baik bagi penderita hipertensi. Hal ini disebabkan karena kandungan garam yang tinggi yang digunakan untuk mengawetkan makanan tersebut. Selain itu, rendahnya kadar vitamin, mineral dan serat yang ada karena terkikis dalam proses pengawetan. Penambahan kadar natrium juga terlihat pada telur asin, dimana pada telur itik segar mempunyai kadar natrium 56 mg, meningkat menjadi 120 mg pada saat diolah menjadi telur asin. Penambahan ini dimungkinkan berasal dari garam dapur (NaCl) yang masuk melalui pori-pori telur saat perendaman (Muchtadi, 2000).

Jenis makanan tinggi natrium sebagai pemicu hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah biskuit (50,9%). Biskuit merupakan makanan yang dimasak ataupun dalam proses pengolahannya


(52)

menggunakan garam atau soda kue yang tinggi akan natrium. Masyarakat lansia di Desa Mekar Bahalat biasanya mengonsumsi biskuit sebagai cemilan makanan di pagi ataupun sore hari. Selain harganya terjangkau, biskuit juga mudah didapat di warung-warung terdekat sehingga membuat lansia sering untuk mengonsumsinya.

Beberapa biskuit seperti cracker mengandung natrium yang tinggi di dalamnya yaitu di dalam 100 gram biskuit mengandung 580 mg natrium. Kandungan natrium yang tinggi dalam tubuh dapat mengganggu kerja ginjal. Natrium harus dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal, tetapi karena natrium sifatnya mengikat banyak air, maka makin tinggi natrium membuat volume darah meningkat. Volume darah semakin tinggi sedangkan lebar pembuluh darah tetap, maka alirannya jadi deras, yang artinya tekanan darah menjadi semakin meningkat. Hal ini dapat meningkatkan risiko hipertensi.

5.2.3 Tingkat Konsumsi Karbohidrat

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi karbohidrat pada responden di Desa Mekar Bahalat, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi karbohidrat yang kurang (52,7%). Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat oleh lansia di desa tersebut karena beberapa lansia lebih sering hanya mengonsumsi nasi setiap harinya sebagai sumbangan karbohidrat dan jarang mengonsumsi pangan karbohidrat yang lainnya.


(53)

Kekurangan karbohidrat dapat membuat tubuh tidak mendapatkan vitamin dan mineral yang ditemukan dalam makanan yang mengandung karbohidrat, sehingga sistem kekebalan tubuh akan berkurang. Akibatnya adalah terjadi peningkatan jumlah makanan yang tinggi lemak dan kolesterol yang dapat menyebabkan hipertensi bahkan peningkatan risiko penyakit jantung.

Tingkat konsumsi karbohidrat yang cenderung berlebihan yang tidak diimbangi dengan kebutuhan atau pemakainya akan meningkatkan penyimpanan glikogen dalam tubuh. Glukosa yang ada di dalam tubuh nantinya berpengaruh pada meningkatnya produksi insulin dan trigliserida dalam pembuluh darah. Ketika kadar insulin meningkat maka akan meningkatkan reabsorbsi natrium di dalam tubuh untuk mengimbangi cairan yang ada dalam pembuluh darah. Jika hal tersebut dibiarkan akan menimbulkan hipertensi. Oleh karena itu, pembatasan konsumsi karbohidrat perlu pula dilakukan selain pembatasan konsumsi lemak dan natrium. Lansia sebaiknya mengonsumsi karbohidrat yang cukup dan sesuai dengan standar agar terhindar dari penyakit yang sering terjadi pada lansia seperti hipertensi.

5.2.4 Tingkat Konsumsi Protein

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi protein pada responden di Desa Mekar Bahalat, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi protein baik (45,5%). Protein nabati yang sering dikonsumsi adalah tempe, tahu dan kacang hijau. Secara teori, protein nabati memiliki kandungan asam amino essensial Leusin, Isoleusin, Valin, Triptofan, Fenilalanin,


(54)

Treonin, Lisin dan Histidin, kecuali Metionin. Asam amino essensial dapat meningkatkan proses transport aktif dari darah ke dalam sel otot dan jaringan lainnya dan meningkatkan sintesa protein di sel otot dan sel hati dengan mengaktifkan ribosom dan menghambat proses katabolisme protein dengan bantuan insulin. Hal ini berefek terhadap sistem kardiovaskular yaitu dapat meningkatkan aliran darah perifer serta menurunkan resistensi perifer, sehingga terjadi peningkatan curah jantung yang berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah.

5.2.5 Tingkat Konsumsi Lemak

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi lemak pada responden, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi lemak lebih (58,2%). Rata-rata tingkat konsumsi lemak yang didasarkan pada %AKG adalah 141,9%. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa tingkat konsumsi lemak responden jauh melebihi kecukupan gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh tubuh mereka. Pembatasan konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Akumulasi dari endapan kolesterol apabila bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah hipertensi (Almatsier, 2003).


(55)

5.2.6 Tingkat Konsumsi Natrium

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi natrium pada responden, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi natrium lebih (50,9%). Jenis makanan yang mengandung natrium banyak dikonsumsi oleh responden. Pada pengolahan dan pemasakan bahan makanan juga menggunakan garam melebihi standar yang ada dan sesuai dengan selera. Lansia di Desa Mekar Bahalat sebagian besar sering mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi natrium seperti lauk ikan asin dan teri kering karena harganya yang memang terjangkau dan mudah didapat.

Mengonsumsi garam berlebih dapat meningkatkan volume darah di dalam tubuh, yang berarti jantung harus memompa lebih giat sehingga tekanan darah naik. Kenaikan ini berakibat pada ginjal yang harus menyaring lebih banyak garam dapur dan air. Karena masukan (input) harus sama dengan pengeluaran (output) dalam sistem pembuluh darah, jantung harus memompa lebih kuat dengan tekanan lebih tinggi. Dinding pembuluh darah kemudian bereaksi dengan cara penebalan dan penyempitan, untuk menyediakan ruang yang lebih sempit di

kapiler darah, dan meningkatkan “resistensi” yang pada akhirnya membutuhkan

tekanan yang lebih tinggi untuk memindahkan darah ke organ dan akibatnya adalah hipertensi.

5.2.7 Tingkat Konsumsi Serat

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi serat pada responden, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi serat


(56)

kurang (50,9%). Serat larut banyak dikonsumsi responden, meskipun sebagian masih belum memenuhi standar yang telah direkomendasikan. Lansia di Desa Mekar Bahalat sebagian besar sering mengonsumsi sayuran seperti tomat dan bayam untuk memenuhi kebutuhan serat harian mereka. Namun, masyarakat di desa ini terutama lansia jarang untuk mengonsumsi buah-buahan sehingga sumber serat dari jenis buah-buahan masih kurang. Sebagian besar responden lebih sering hanya mengonsumsi buah-buahan seperti pisang dan pepaya saja.

Serat yang larut dapat mengurangi penyerapan kolesterol dalam pencernaan dengan cara mengikatnya dengan empedu (yang mengandung kolesterol) dan kolesterol diit sehingga dapat dikeluarkan oleh tubuh. Serat larut diantaranya pektin (terdapat sayur dan buah terutama di dalam jambu biji, apel, dan wortel), gum (didapat dari sari pohon akasia), mukilase (terdapat di dalam jenis biji-bijian), dan algal (terdapat dalam alga dan rumput laut) (Almatsier, 2005).

5.3 Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat

Konsumsi makanan dalam hal ini meliputi tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat yaitu jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat, lemak, natrium dan serat harian yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall 2x24 jam, dan dibandingkan dengan nilai % AKG.


(57)

5.3.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan hasil (p = 0,821) > α, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat konsumsi karbohidrat terbukti tidak memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun. Berdasarkan hasil % AKG rata-rata tingkat konsumsi karbohidrat maka dapat diketahui bahwa jumlah konsumsi responden jauh melebihi standar yang ada. Apabila tidak diimbangi dengan pengeluaran (output) energi yang ada, maka sisa kalori karbohidrat yang ada di dalam tubuh akan ditimbun menjadi lemak. Penumpukan lemak di dalam tubuh, terutama di bagian perut akan memperberat risiko terjadinya komplikasi akibat hipertensi.

Karbohidrat dapat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia (penyebab terjadinya aterosklerosis). Proses ini dimulai dari pencernaan karbohidrat yang akhirnya menghasilkan karbondioksida, air dan energi. Bila energi tidak diperlukan, asetil KoA tidak memasuki siklus asam sitrat (TCA) tetapi digunakan untuk membentuk asam lemak dan menghasilkan trigliserida. Oleh karena itu, pembatasan konsumsi karbohidrat juga perlu dilakukan. Memang bukan penyebab secara langsung, tapi menunjang untuk memperbesar risiko terjadinya hipertensi.

Ketidakseimbangan antara konsumsi karbohidrat dan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi akan menimbulkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi dalam tubuh disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Pada keadaan normal,


(58)

jaringan lemak ditimbun dalam beberapa tempat tertentu, diantaranya di jaringan subkutan dan di dalam jaringan usus (momentum). Jaringan lemak subkutan di daerah dinding perut bagian depan (obesitas sentral) sangat berbahaya daripada jaringan lemak di pantat. Karena menjadi risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler (Yuniastuti, 2007).

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siti Widyaningrum (2012) di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna (signifikan secara statistik dengan nilai p (0,599) > α (0,05)) antara asupan karbohidrat dengan tekanan darah pada penderita hipertensi lansia. Hasil penelitian ini juga sama dengan penelitian Manawan, dkk (2016) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan kejadian hipertensi. Namun hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian Derris Sugianty (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan asupan karbohidrat dengan tekanan darah sistolik pada lansia di Panti Wreda Pengayoman Semarang.

5.3.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan hasil (p = 0,189) > α, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat konsumsi protein terbukti tidak memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi


(59)

pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pendorong metabolisme pada tubuh manusia. Protein itu tidak diproduksi dari tubuh kita melainkan bersumber dari makanan yang mengandung protein yang kita konsumsi. Artinya manfaat protein dirasakan ketika kebutuhan protein harian tercukupi melalui makanan sumber protein.

Protein mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh kita. Pada dasarnya protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Dalam kondisi normal, protein dibutuhkan oleh tubuh sekitar 0,8 gr/kg BB/hari dengan perbandingan protein nabati dan hewani yaitu 3:1. Pada dua studi observasional utama INTERMAP dan The Chicago Western Electric Study telah membuktikan adanaya hubungan sumber protein nabati dengan penurunan tekanan darah, sedangkan sumber protein hewani tidak berpengaruh terhadap tekanan darah.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Derris Sugianty (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan asupan protein dengan tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia di Panti Wreda Pengayoman Semarang. Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Rista Emiria (2012) yang menyatakan bahwa ada keterkaitan antara asupan protein dengan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi di RSUD Tugurejo Semarang.


(60)

5.3.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan antara tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan hasil (p=0,025) < α, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat konsumsi lemak terbukti memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun. Berdasarkan hasil % AKG rata-rata tingkat konsumsi lemak maka dapat diketahui bahwa jumlah konsumsi responden jauh melebihi standar yang ada. Lemak memang diperlukan oleh tubuh sebagai zat pelindung dan pembangun. Tetapi, apabila konsumsinya berlebihan akan meningkatkan terjadinya plak dalam pembuluh darah, yang lebih lanjut akan menimbulkan terjadinya hipertensi.

Patofisiologi metabolisme lemak sehingga menyebabkan hipertensi adalah dimulai ketika lipoprotein sebagai alat angkut lipida bersikulasi dalam tubuh dan dibawa ke sel-sel otot, lemak dan sel-sel lain. Begitu juga pada trigliserida dalam aliran darah dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein lipase yang berada pada sel-sel endotel kapiler. Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak. Plak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel otot dan kalsium yang akhirnya berkembang menjadi aterosklerosis. Pembuluh darah koroner yang menderita aterosklerosis selain menjadi tidak elastis, juga mengalami penyempitan sehingga tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner juga naik, yang nantinya akan memicu terjadinya hipertensi (Vilareal, 2008).


(61)

Makanan berlemak seperti daging berlemak banyak mengandung protein, vitamin, dan mineral. Akan tetapi dalam daging berlemak dan jeroan mengandung lemak jenuh dan kolesterol. Kadar lemak tinggi dalam darah dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah karena banyaknya lemak yang menempel pada dinding pembuluh darah. Keadaan seperti ini dapat memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat sehingga memicu kenaikan tekanan darah.

Dari hasil food frequency questioner diketahui bahwa makanan sumber lemak yang paling sering dikonsumsi beberapa lansia adalah daging babi. DASH merekomendasikan untuk membatasi pemenuhan konsumsi lemak melalui daging/ikan 100 gram/hari (untuk daging unggas dikonsumsi tanpa kulit), telur 1 butir/hari, margarin 2-3 sdt/hari (Kurniawan, 2010 dan Almatsier, 2005). Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mengonsumsi lemak dalam jumlah yang lebih. Almatsier (2001) memaparkan bahwa konsumsi lemak berlebih yang berasal dari hewani cenderung meningkatkan kolesterol yang berisiko terhadap hipertensi. Dalam penelitian diketahui bahwa lansia cenderung sering dalam mengonsumsi lemak yang berasal dari hewan.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siti Widyaningrum (2012) di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi. Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian Feryadi, dkk (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sebagian


(62)

fraksi profil lipid dengan kejadian hipertensi pada masyarakat etnik Minangkabau di kota Padang. Namun, hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian Rinawang (2011) pada lansia di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi. Dari beberapa penelitian dengan hasil yang sama di atas maka dapat disimpulkan bahwa lemak merupakan penyebab terjadinya penyakit hipertensi.

5.3.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji Chi Square pada hubungan antara tingkat konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan hasil (p = 0,039) < α, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat konsumsi natrium terbukti memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun. Menurut Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah suatu komponen dalam darah yang mengatur keseimbangan air di dalam sistem pembuluh darah. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl. WHO menganjurkan untuk mengkonsumsi garam kurang dari enam gram/hari setara dengan 2400 mg/hari.

Salah satu dari fungsi natrium dalam tubuh, yaitu mengatur osmolaritas volume darah yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel serta membantu transmisi kontraksi otot. Sebagian natrium dalam diit datang dari makanan dalam bentuk garam dapur, MSG (Mono Sodium


(1)

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2 Waktu Penelitian ... 37

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

3.3.1 Populasi Penelitian ... 37

3.3.2 Sampel Penelitian ... 38

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4.1 Sumber Data ... 39

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.5 Definisi Operasional ... 40

3.6 Metode Pengukuran ... 42

3.6.1 Hipertensi ... 42

3.6.2 Konsumsi Makanan ... 42

3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data ... 45

3.7.1 Teknik Penyajian Data ... 45

3.7.2 Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

4.2 Karakteristik Responden ... 48

4.3 Kejadian Hipertensi ... 49

4.4 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah dan Pemicu Hipertensi pada Lansia ... 50

4.4.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi pada Lansia ... 50

4.4.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi pada Lansia ... 51

4.5 Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium, Serat ... 52

4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium, Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 53

4.6.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 54

4.6.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 55

4.6.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 56

4.6.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 56

4.6.5 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 59

5.1 Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 59

5.2 Konsumsi Makanan ... 60

5.2.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi ... 60

ix


(2)

5.2.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi ... 64

5.2.3 Tingkat Konsumsi Karbohidrat ... 66

5.2.4 Tingkat Konsumsi Protein ... 67

5.2.5 Tingkat Konsumsi Lemak ... 68

5.2.6 Tingkat Konsumsi Natrium ... 69

5.2.7 Tingkat Konsumsi Serat ... 69

5.3 Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat ... 70

5.3.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 71

5.3.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 72

5.3.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 74

5.3.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 76

5.3.5 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ... 78

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

6.1 Kesimpulan ... 80

6.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Natrium Beberapa Bahan Makanan ... 26 Tabel 2.2 Nilai Serat Berbagai Bahan Makanan ... 28 Tabel 3.1 Angka Kecukupan Gizi Usia Lanjut ... 45 Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan

Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ... 49

Tabel 4.2 Distribusi Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar

Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten

Simalungun Tahun 2016 ... 50

Tabel 4.3 Distribusi Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah

Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa

Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ... 51

Tabel 4.4 Distribusi Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu

Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa

Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ... 52

Tabel 4.5 Distribusi Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium

dan Serat pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa

Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ... 53

Tabel 4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian

Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa

Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ... 54

Tabel 4.7 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi

pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ... 55

Tabel 4.8 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi

pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ... 56

Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi

pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ... 57

Tabel 4.10 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi

pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja

Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ... 58

xi


(4)

DAFTAR GAMBAR


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ... 85

Lampiran 2. Surat Balasan Selesai Penelitian ... 86

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian ... 88

Lampiran 4. Master Data Penelitian ... 92

Lampiran 5. Tabel Hasil Uji Statistik ... 94

Lampiran 6. Foto-foto Penelitian ... 101

xiii


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ira Lauromaito Gultom

Tempat Lahir : Tapaktuan

Tanggal Lahir : 26 Oktober 1994

Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Marihot Gultom

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Erida Sirait

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat Tahun : SD St. Antonius V Medan/2006 2. SLTP/Tamat Tahun : SMP Trisakti I Medan/2009 3. SLTA/Tamat Tahun : SMA Negeri 5 Medan/2012 4. Lama Studi di FKM USU : 3 tahun 10 bulan