72
4.3.2 Interaksi Siswa Melalui Komunikasi
Konsep dari interaksi tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya kontak dan komunikasi, dalam hal ini tentu akan tercapai dengan adanya pembicaraan
yang secara tatap muka, begitu juga yang terjadi di antara siswa yang tentunya secara naluriah akan berkomunikasi dengan siswa lainnya baik dalam hal
pelajaran, bercerita, tertawa, bermain, berdiskusi dan lain sebagainya. Komunikasi yang penulis ingin bahas mengenai bagaimana mereka
berkomunikasi dengan siswa yang non Tionghoa. Tentu dalam hal berkomunikasi bahasa merupakan penghantar dalam terjadinya
kesinambungan antara siswa, jika komunikasi yang terjalin dengan baik tentunya tidak akan menjadi penghalang untuk siswa berkomunikasi walaupun
mereka berbeda budaya. Komunikasi sangat diperlukan untuk bisa terjadinya hubungan
kerjasama antar siswa dan juga kepada guru, apalagi penggunaan bahasa di dalam kegiatan belajar mengajar dikelas merupakan suatu keharusan dalam
menggunakan bahasa Indonesia tidak hanya didalam kelas tetapi di lingkungan sekolah, tetapi sebenarnya tidak ada pelarangan penggunaan
bahasa daerah hanya saja lebih melihat situasi dan kondisi bahwa semua orang tidak mengerti dengan bahasa yang kita gunakan dan jika terjadi
kesalahpahaman maka akan berdampak pada perseteruan dan bahkan konflik, maka itu dilarang menggunakan bahasa Indonesia agar siswa tidak lagi
mengelompok antar satu suku dengan suku tertentu saja.
Universitas Sumatera Utara
73
Berikut pemaparan siswa yang berasal dari Non Tionghoa dalam membahas mengenai penggunaan bahasa dalam bekomunikasi di kelas, yaitu
sebagai berikut ini : “ Sebenarnya kalau masalah bahasa cukup susah, karena sejujurnya
walaupun saya mengerti bahasa hokkien mereka tapi saya merasa canggung kalau mengucapkannya”. Wawancara dengan Farhan Surbakti kelas X-
3,2014.
“ Bahasa yang terkadang membuat saya sedikit kurang nyaman karena saya sendiri sama sekali tidak mengerti bahasa mereka”.
Wawancara dengan siswa yang bernama Frederick kelas XI IPA 1, 2014 Pernyataan tersebut di atas juga sama dengan apa yang diutarakan oleh
siswa yang Tionghoa, apalagi itu merupakan bahasa yang mereka gunakan sehari-hari, berikut di antaranya, yaitu :
“ Dulu ketika waktu pertama sekali bersekolah, saya sedikit mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan siswa yang Non Tionghoa,
hal tersebut karena bahasa, bahasa Indonesia saya pada saat itu sangat payah, karena kan semua keluarga pakai bahasa hokkien jadi begitu masuk ke
sekolah baru benar menggunakan bahasa Indonesia, tetapi lama kelamaan jadi terbiasa pakai bahasa Indonesia”. Wawancara dengan siswa yang
bernama Denny Wijaya kelas XI IPA 2.
Hal serupa juga di paparkan oleh siswa yang sama dengan siswa di atas, siswa ini juga berasal dari etnis Tionghoa, berikut pemaparannya, yaitu :
“Selama saya bersekolah disini, saya sedikit kurang nyaman berteman dengan yang tidak bisa berbahasa hokkien, mungkin karena di sekolah ini
mayoritas Tionghoa”. Wawancara dengan informan yang bernama Lina Sihotang kelas X-2, 2014.
Penggunaan bahasa sebenarnya merupakan hal yang sangat penting apalagi yang kita ketahui bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa
persatuan kita, sudah selayaknya penggunaan bahasa menjadi hal yang sangat penting. Kesadaran siswa mengenai penggunaan bahasa tentunya harus di
pertanyakan, seberapa tahukah siswa SMA Sutomo mengenai penggunaan
Universitas Sumatera Utara
74
bahasa daerah disekolah, khususnya siswa yang etnis Tionghoa berikut pernyataannya dibawah berikut ini, yaitu :
“ Peraturan penggunaan bahasa Indonesia ya pasti ada lah. Cuma terkadang siswanya saja yang bandel, padahal sebenarnya sudah jelas-jelas
dilarang tapi ya mau gimana lagi kan uda terbiasa pakai bahasa Hokkien. Sangsi berupa hukuman juga ada tapi tergantung gurunya juga, misalnya
pada saat di Laboraturium kalau ketahuan menggunakan bahasa daerah pasti di hukum mengerjakan tulisan sebanyak 50 Lembar”. Wawancara dengan
siswa yang bernama Denny Wijaya kelas XI IPA 2, 2014.
Pernyataan tersebut juga sama dengan yang di katakan oleh siswa yang juga berasal dari etnis Non Tionghoa, diantaranya yaitu :
“ Penekanan penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan sekolah ada paling tetap di ulangi siswanya lagi, tidak hanya itu sesama guru juga
sama-sama menggunakan bahasa daerah tidak hanya guru Tionghoa, bahasa batak pun kadang di gunakan.” Wawancara dengan informan yang bernama
Samuel Kelas XII IPA 2, 2014.
Setiap orang secara individual tentu memiliki pemaknaan yang berbeda mengenai kenyamanan dalam penggunaan bahasa, apalagi bahasa daerah
merupakan bahasa ibu yang didapatkan dari generasi ke generasi. Menurut beberapa orang tertentu mungkin hal tersebut terlalu primordialisme tetapi hal
tersebut merupakan kebebasan setiap masyarakat untuk bisa mengembangkan budayanya, seperti yang dipaparkan oleh salah satu guru yang menyatakan
bahwa tidak ada kesalahan dalam penggunaan bahasa daerah, yaitu: “ Peraturan dari pemerintah pasti adalah apalagi dalam KBM yaitu
kegiatan belajar mengajar tetapi hal tersebut tentunya pada saat dalam kegiatan formal di kelas, tetapi kalau dalam keseharian ya silahkan
menggunakan bahasa daerah masing- masing, toh semenjak reformasi kan kebebasan kita untuk berbahasa daerah. Wawancara dengan informan yang
bernama Thompson simanjuntak selaku wakil kepala sekolah dan juga sebagai guru sosiologi di SMA Sutomo 2, Medan.
Berikut di bawah ini pernyataan dari informan mengenai tanggapannya dalam berinteraksi menggunakan kontak dan komunikasi, yaitu berikut
diantaranya :
Universitas Sumatera Utara
75
Tabel 4.3 NO
Nama Informan Pernyataan
1 Giovannie
Merasa senang pada saat berkomunikasi dengan sesama siswa Tionghoa karena lebih
memperlancar bahasa daerah.
2 Michael
Pada saat berkomunikasi merasa tidak ada masalah karena di kelas tidak ada siswa non
Tionghoa.
3 Kevin
Bahwa bahasa daerah perlu di lestarikan, semua orang bebas berbahasa daerah.
4 Frederick
Merasa kurang nyaman dalam penggunaan bahasa daerah karena tidak begitu memahami
bahasa daerah.
5 Tria Widya Aprillia
Ia mampu berkomunikasi dengan bahasa indonesia dan hokkien jadi tidak ada
masalah.
6 Lina Sihotang
Merasa tidak nyaman dengan siswa yang tidak bisa berbahasa Hokkien walaupun ia
sebenarnya bisa berbahasa Indonesia.
7 Adrian William
Tidak ada permasalahan dengan komunikasi karena ia merasa bisa menempatkan diri.
8 Farhan Surbakti
Sedikit merasa kurang nyaman dengan penggunaan bahasa Hokkien.
9 Samuel Simbolon
Menurutnya sama sekali tidak ada kesulitan
Universitas Sumatera Utara
76
dalam berkomunikasi karena ia juga fasih berbahasa hokkien.
10 Denny Wijaya
Awalnya ada kesulitan berbicara dengan siswa non Tionghoa tetapi lama kelamaan
jadi terbiasa dan bisa. Sumber : Berdasarkan hasil wawancara dengan informan siswai SMA Sutomo 2, Medan
mengenai interaksi dalam hal komunikasi berbahasa. Berdasarkan pernyataan keseluruhan informan ternyata bahasa yang
menjadi kerumitan mereka dalam berinteraksi satu sama lain, tentunya ini yang membuat hubungan para siswa cenderung in group. Ternyata masih ada
rasa kesenjangan di antara para siswa padahal masih di kaji lewat penggunaan bahasa yang terdengar sangat sepele. Perlu di garis bawahi dengan adanya
kegagalan dalam berkomunikasi maka suatu hubungan tentu hanya sebatas kontak semata sedangkan komunikasi tentunya memperlancar apa yang ingin
di katakan dan di sampaikan. Komunikasi yang terjalin antar siswa ternyata akan berjalan dengan
akurat pada saat siswa tersebut telah lama bersekolah di Perguruan Sutomo 2 khususnya terhadap siswa yang Non Tionghoa, dengan adanya interaksi yang
intens apalagi sejak SD sampai SMA akan mempengaruhi proses sosialisasi antara siswa yang non dan Tionghoa. Hal tersebut terbukti dengan adanya
pernyataan siswa yang mengatakan bahwa mereka bisa fasih berbahasa Hokkien di karenakan sudah terbiasa mendengar dan mempraktekkannya.
Kesenjangan dalam berinteraksi lebih kepada bahasa yang tidak menyatukan para siswa Tionghoa dan Non Tionghoa. Tentunya ini yang perlu lebih di
perhatikan pada saat berinteraksi.
Universitas Sumatera Utara
77
Hal tersebut bisa di lihat pada beberapa siswa yang fasih berbahasa daerah di karenakan rentang waktu yang lama bersekolah di Perguruan
Sutomo 2, Berikut pemaparan siswa yang Non Tionghoa yang telah lama bersekolah dari sejak SD sampai jenjang SMA, yaitu berikut pemaparannya :
“ Saya bisa berbahasa Hokkien karena sejak dari anak-anak sudah sekolah disini, dimulai dari SD, SMP, dan terakhir sampai SMA pun juga
bersekolah disitu. Seingat saya dulunya sama sekali tidak bisa berbahasa hokkien dan bahkan minder tetapi lama kelamaan bisa malahan sangat fasih
bahasa Hokkien”. Wawancara dengan informan yang bernama Tria Widya Apprilia kelas XII IPA 1,2014.
“ Tidak terlalu sulit dalam berinteaksi dengan mereka karena saya juga bisa berbahasa Hokkien ya mungkin karena sudah sejak lama sekolah
disini, kan sudah sejak SMP, kan karena mendengar dan juga di praktekkan makanya lama kelamaan bisa berbahasa Hokkien”. Wawancara dengan
informan yang bernama Samuel Simbolon kelas XII IPA 2, 2014.
Hal tersebut tentunya sangat berseberangan dengan pengakuan para siswa yang menjadi salah satu informan, siswa di bawah ini merupakan siswa
yang masuk untuk bersekolah di Perguruan Sutomo 2, di mulai pada saat jenjang SMA, bukan dari tingkatan dasar dan menengah, berikut pemaparan
dari para informan baik yang non Tionghoa dan Tionghoa sekalipun, yaitu berikut pemaparannya :
“ Saya sedikit kesulitan ketika ngomong dengan mereka karena merasa minder hal tersebut karena bahasa mereka, mana pula saya mengerti bahasa
Hokkien paling dikit-dikit saja, karena saya masuk di sekolah ini hanya SMA.” Wawancara dengan informan yang bernama Frederick kelas XI IPA
, 2014.
“ Saya dulunya bersekolah di Jawa jadi sama sekali tidak tahu banyak bahasa hokkien, maka dari itu pemilihan SMA akhirnya di Sutomo karena
banyak orang chinese, jadi walaupun bahasa Hokkien saya tidak fasih tetapi saya bisa belajar.” Wawancara dengan Giovannie kelas XII IPS 2.
Hal tersebut juga di katakan hal yang sama dengan guru sosiologi yang melakukan pengamatan selama ia mengajar di SMA Sutomo 2, bahwa pada
dasarnya siswa disini akan terjalin dengan baik interaksinya jika mereka telah
Universitas Sumatera Utara
78
berkenalan dengan lama, baik itu dari TK, SD, SMP, sampai ke jenjang SMA. Teman tentunya akan saling bertoleransi apalagi sudah kenal lama, tidak ada
yang perlu di khawatirkan bahkan akan muncul rasa kepercayaan terhadap teman sendiri, perasaan saling memiliki tentu di dapat oleh siswa karena hal
tersebut telah tertanam pada saat masa anak-anak, dan biasanya hubungan tersebut akan jauh lebih akrab dibandingkan dengan siswa yang hanya
mendaftar di jenjang pendidikan SMA saja.
4.3.3 Interaksi dalam Pergaulan Antar Siswa