Analisis Kinerja Keuangan dan Kepuasan Nasabah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian juga merupakan salah satu sektor penggerak pembangunan nasional. Namun yang saat ini terjadi di Indonesia adalah munculnya masalah-masalah pertanian seperti yang tercantum dalam Konsep Pembangunan Nasional 1. Masalah pertanian yang umumnya terjadi pada petani di Indonesia antara lain adalah masalah kondisi petani, lemahnya organisasi petani dan masalah permodalan.
Menurut Konsep Pembangunan Nasional (2004), jumlah petani di Indonesia yang pada saat itu mencapai 25 juta kepala keluarga tani, memiliki pendidikan formal yang rendah. Rendahnya pendidikan formal yang dimiliki petani menyebabkan pengetahuan terhadap pemakaian ataupun penyerapan informasi terhadap teknologi baru menjadi rendah sehingga produktivitas keluarga petani menjadi rendah pula. Kondisi petani seperti ini yang menyebabkan pertanian di Indonesia sulit untuk berkembang.
Permasalahan selanjutnya adalah lemahnya organisasi petani yang berada di perdesaan. Lemahnya organisasi ini disebabkan karena kurangnya kesadaran petani untuk berorganisasi. Salah satu organisasi yang berkembang di perdesaan dan memiliki aktivitas simpan pinjam yang serupa dengan lembaga keuangan mikro adalah koperasi. Sebanyak 30 persen dari 138.000 koperasi di Indonesia hingga tahun 2011 belum aktif. Dari sisi volume usaha pun, perkoperasian di Indonesia juga masih sangat rendah. Saat ini baru 22 persen dari masyarakat Indonesia yang sudah dewasa tergabung dalam koperasi. Persentase ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan kondisi di negara-negara maju. Di Amerika Serikat sebanyak 70 persen dan Singapura sebanyak 80 persen warganya yang sudah dewasa tergabung dalam koperasi 2.
1
Apriantono A. 2004. Konsep Pembangunan Pertanian.
http://www.deptan.go.id/renbangtan/konsep.htm. [Diakses tanggal 26 November 2010]
2
(2)
Permasalahan terakhir adalah sulitnya permodalan bagi petani. Masalah ini merupakan masalah yang sering terjadi di kalangan petani khususnya petani kecil. Hal ini disebabkan karena sistem perbankan yang kurang peduli kepada petani. Ditandai dengan sulitnya persyaratan administrasi untuk memperoleh modal, serta adanya jaminan yang memberatkan petani pada lembaga perbankan yang bersangkutan karena lembaga perbankan tidak mau mengambil risiko pada usaha kecil. Sedangkan kebanyakan petani kecil tidak memiliki jaminan yang sesuai dengan persyaratan yang diajukan oleh lembaga perbankan.
Untuk mendapatkan modal atau kredit dari lembaga keuangan formal (perbankan), masyarakat langsung dihadapkan pada persyaratan formal administrasi. Persyaratan formal administrasi ini antara lain adanya persyaratan jaminan atau agunan (collateral). Persyaratan yang demikian pada umumnya tidak atau belum dimiliki oleh pengusaha kecil. Pada umumnya aset yang mereka miliki terutama aset fisik seperti tanah, rumah dan lain sebagainya, belum memiliki sertifikat (formal). Sebagian dari mereka tidak memiliki aset fisik yang bisa disertifikatkan, dan kalaupun ada nilainya sangat kecil. Hal lainnya yang memberatkan adalah mekanisme perbankan yang menurut penduduk perdesaan menyulitkan, sangat birokratis dan biaya transaksinya mahal. Sementara bagi lembaga keuangan formal sendiri hampir tidak masuk akal melakukan transaksi dengan skala mikro karena jelas akan menyebabkan tingginya biaya transaksi dan transaksi dengan sektor usaha yang penuh resiko tidak bisa dibenarkan. Walaupun pemerintah telah memberikan subsidi dalam bentuk suku bunga rendah, namun tetap menjadi mahal apabila semua biaya diperhitungkan seperti : adanya biaya administrasi, biaya transaksi, jangka waktu yang lama, bunga bank yang sudah ditentukan kadang terdapat denda bunga akumulatif apabila nasabah menunggak pembayaran/angsuran (Setyarini 2008).
Selain masalah akses, rendahnya nilai pinjaman biasanya tidak disertai dengan kemudahan dan pelayanan mengenai ketepatan waktu dan ketepatan jumlah, sebab kemudahan dan pelayanan memerlukan biaya, adakalanya lembaga-lembaga tersebut hanya memberikan kesempatan meminjam pada waktu-waktu tertentu saja, dan nasabah atau calon nasabah harus datang sendiri untuk menerima dan membayar pinjamannya. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan
(3)
misalnya harus ada surat rekomendasi dari pejabat atau instansi tertentu akan menambah biaya perolehan kredit, sehingga kredit kecil akan menjadi relatif mahal. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar petani kecil lebih tertarik meminjam pada tengkulak.
Dengan permasalahan-permasalahan seperti diatas, maka pemerintah mencanangkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) mempunyai beberapa tujuan yang tertulis pada Pedoman PUAP (2010), yaitu ; (1) mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani. (3) memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. (4) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
Sejalan dengan format penumbuhan kelembagaan tani diperdesaan, Menteri Pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273 /Kpts/OT.160/4/2007 telah menetapkan Gapoktan merupakan format final dari organisasi ditingkat petani diperdesaan yang didalamnya terkandung fungsi-fungsi pengelolaan antara lain unit pengolahan dan pemasaran hasil, unit peyediaan saprodi, unit kelembagaan keuangan mikro. Melalui Permentan 273 Kementerian Pertanian telah menetapkan dan mewadahi Gapoktan sebagai kelembagaan ekonomi petani serta sekaligus menentukan arah pembinaan kelembagaan petani diperdesaan. Gapoktan penerima Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP, diarahkan untuk dapat dibina dan ditumbuhkan menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) sebagai salah satu unit usaha dalam Gapoktan.
Berdasarkan Petunjuk Teknis Pemeringkatan (Rangking) Gapoktan PUAP Menuju LKM-A, kebijakan pengembangan Gapoktan PUAP menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan langkah strategis Kementerian Pertanian untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup besar diperdesaan. Lembaga Keuangan Mikro
(4)
Agribisnis (LKM-A) adalah Lembaga Keuangan Mikro yang didirikan, dimiliki dan dikelola oleh petani/masyarakat tani di perdesaan guna memecahkan masalah/kendala akses untuk mendapatkan pelayanan keuangan untuk membiayai usaha agribisnis.
Pengukuran kinerja aspek managemen pengelolaan LKM-A pada gapoktan merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui pola pengelolaan keuangan (manajemen keuangan) di tingkat Gapoktan PUAP oleh pengurus. Sesuai dengan kaedah-kaedah pengelolaan keuangan, pencatatan keuangan bertujuan untuk: (a) Meningkatkan tata cara pengelolaan keuangan dan pelaksanaan teknis di lapangan; (b) Mengetahui tata cara penggunaan dana; (c) Dalam tahap awal dapat diketahui tingkat efesiensi atau adanya penyimpangan dalam penggunaan dana; (d) Memudahkan dalam pembuatan laporan keuangan kepada pihak eksternal terutama mempersiapkan Gapoktan masuk pada jaringan Linkages program dari bank/lembaga keuangan (e) Memudahkan badan / tim pengawas melakukan pemeriksaan dalam penggunaan uang organisasi.
Pengukuran managemen pengelolaan LKM-A dilakukan untuk beberapa pertimbangan yaitu : (1) Mengukur tingkat keberhasilan dari proses pendampingan terkait dengan pengelolaan keuangan. Proses pendampingan ini secara nyata ditunjukkan adanya peningkatan kemampuan pengurus gapoktan dalam mengelola keuangan. Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan didasarkan pada AD/ART dan standar manajemen keuangan yang telah ditetapkan; (2) Mengukur proses pencatatan dan pelaporan keuangan, untuk menjamin akuntabilitas pengelolaan keuangan.
Pengukuran managemen pengelolaan LKM-A dilakukan mengingat bahwa sering terjadi permasalahan pada Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia. Masalah yang sering terjadi pada LKM di Indonesia adalah kebanyakan LKM seperti LKM milik pemerintah, LKM proyek, maupun LKM-LSM menghadapi persoalan mengenai keberlanjutan aktivitasnya. Ketidakmampuan menjaga keberlanjutan tersebut dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor utama seperti (1) ketergantungan terhadap dukungan, baik dari pemerintah ataupun donor; (2) hanya merupakan proyek yang didesain untuk sementara waktu; (3) ketiadaan sistem keuangan mikro yang memadai, dan (4) ketidakmampuan
(5)
beradaptasi dengan situasi pasar keuangan mikro yang ada. Menghadapi masalah ini, maka perlu diingat bahwa aktifitas keuangan mikro hanya akan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap Usaha Kecil Menengah (UKM) dan rakyat miskin manakala pelayanan keuangan mikro yang diberikannya dapat berlanjut (Ismawan, 2003). Rendahnya kinerja lembaga keuangan mikro, dapat dilihat dari aspek (1) rendahnya tingkat pelunasan kredit; (2) rendahnya moralitas aparat pelaksana; (3) rendahnya tingkat mobilisasi dana masyarakat (Martowijoyo, 2002). Kelemahan tersebut dapat mengakibatkan LKM yang terbentuk tidak berjalan setelah program kegiatan yang ada selesai.
Salah satu lembaga keuangan mikro yang berada di Kabupaten Bogor adalah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Rukun Tani. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor, menyebutkan bahwa LKM-A Rukun Tani menjadi LKM-A terbaik se-Kabupaten Bogor pada tahun 2010.
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Rukun Tani merupakan unit bisnis yang didirikan dibawah pengawasan Gapoktan Rukun Tani. Sesuai dengan Surat Keputusan Gapoktan Rukun Tani Nomor 01/Kpts/GT.RT/VII/2010 tentang Pengangkatan Manajer LKM-A Gapoktan Rukun Tani, lembaga keuangan mikro yang memiliki anggota sebanyak 150 orang ini memiliki fungsi untuk mengelola dana PUAP yang diterima oleh Gapoktan Rukun Tani pada tahun 2009 sebesar Rp 100.000.000,-. Lembaga keuangan mikro berupa LKM-A ini merupakan jenis lembaga keuangan yang ditujukan untuk melayani kebutuhan permodalan usaha kecil khususnya bagi usaha agribisnis. Terbentuknya LKM-A diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah permodalan yang pada umumnya dihadapi oleh petani, sehingga Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) dapat menjadi alternatif solusi dalam mengatasi masalah permodalan bagi petani perdesaan.
Sebagai lembaga yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, LKM-A Rukun Tani harus tetap berjalan dan dapat meningkatkan kinerjanya, baik dari kinerja keuangan, dan pelayanan terhadap konsumen organisasi (nasabah). Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja LKM-A Rukun Tani dengan metode yang tepat untuk mengetahui sampai sejauh
(6)
mana kinerja LKM-A Rukun Tani tersebut. Evaluasi kinerja harus dilakukan agar mampu memberikan informasi/data tentang kinerja organisasi LKM-A Rukun Tani dan untuk mengetahui pencapaian sasaran kinerja yang telah ditetapkan dalam tujuan organisasi tersebut.
Evaluasi kinerja suatu organisasi/perusahaan dapat diukur menggunakan beberapa metode. Salah satu indikator yang dapat membantu mengukur evaluasi kinerja organisasi adalah dilihat dari aspek kinerja keuangan (finansial) dan kepuasan pelanggan terhadap pelayanan LKM-A Rukun Tani. Selain itu, dengan menggunakan aspek kinerja keuangan dan kepuasan pelanggan, dapat diketahui kondisi internal dan eksternal dari LKM-A Rukun Tani, yang dimana kondisi internalnya digambarkan oleh kinerja keuangan, dan kondisi eksternalnya digambarkan dengan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan evaluasi kinerja keuangan dan perspektif pelanggan untuk mengetahui kinerja LKM-A Rukun Tani secara keseluruhan.
1.2 Perumusan Masalah
Lembaga Keuangan Mikro Agribinisnis (LKM-A) merupakan lembaga keuangan yang dibentuk oleh Gapoktan penerima dana PUAP dan memiliki fungsi sebagai lembaga yang mengelola dan menyalurkan dana PUAP kepada anggota. Menurut Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor, salah satu LKM-A yang mempunyai catatan prestasi yang baik adalah LKM-A Rukun Tani yang berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Bogor. Catatan prestasi yang baik ini menunjukkan bahwa LKM-A Rukun Tani mampu bertahan di lingkungan yang rentan terhadap berbagai masalah yang pada umumnya sering terjadi pada LKM di Indonesia. Namun apakah predikat tersebut mampu ditunjukkan melalui kinerja yang telah dilakukan oleh LKM-A Rukun Tani.
Dengan melakukan pengukuran kinerja maka dapat diketahui apakah proses yang terjadi di dalam aktivitas LKM-A sudah dapat menempatkan LKM-A Rukun Tani menjadi lembaga keuangan yang tidak hanya mampu menyalurkan bantuan modal tetapi juga mampu mensejahterakan anggotanya sesuai dengan visi dan misi LKM-A Rukun Tani. Secara umum LKM-A ini mempunyai fungsi dan
(7)
tujuan yang sama dengan LKM lainnya yang ada di Indonesia yaitu membantu program pemerintah dalam mengembangkan usaha mikro kecil dan menengah.
Lembaga keuangan ini mempunyai pencatatan yang dilakukan setiap harinya. Hal ini dikarenakan transaksi yang dilakukan nasabah LKM-A hampir terjadi tiap hari. Pihak manajemen LKM-A membagi laporan keuangan LKM-A Rukun Tani menjadi neraca dan laporan laba rugi. Laporan keuangan yang dipakai pada penelitian ini merupakan neraca pada tahun 2010. Jumlah penerimaan SHU tiap bulannya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Sisa Hasil Usaha LKM-A Rukun Tani tahun 2010
Sumber : Neraca Lajur LKM-A Rukun Tani (diolah)
Seperti yang terlihat pada Tabel 1, jumlah Sisa Hasil Usaha (SHU) selama satu tahun periode menunjukkan angka yang berfluktuasi. Penerimaan SHU yang berfluktuatif ini menggambarkan kondisi keuangan LKM-A yang tidak stabil. Keadaan yang tidak stabil ini membuat penting dilakukannya analisis rasio keuangan. Sehingga dapat diketahui keadaan keuangan LKM-A Rukun Tani yang sebenarnya.
Di lain sisi, lembaga keuangan ini merupakan perusahaan yang memberikan jasa simpan pinjam kepada nasabahnya. Untuk perusahaan jasa, maka pelayanan kepada pelanggan perlu diperhatikan oleh perusahaan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan oleh LKM-A Rukun Tani adalah memberikan layanan yang terbaik bagi nasabahnya. Pihak manajemen memberikan pelayanan yang baik untuk memberikan kepuasan kepada nasabahnya, karena nasabah
No Periode Jumlah SHU (Rp)
1 Januari 591.000
2 Februari 1.004.000
3 Maret 1.329.000
4 April 1.018.000
5 Mei 797.000
6 Juni 774.000
7 Juli 415.000
8 Agustus (4.588.000)
9 September 214.000
10 Oktober (110.500)
11 November 3.227.500
12 Desember (204.000)
(8)
merupakan pihak yang sangat berperan penting dalam berlangsungnya aktivitas LKM-A Rukun Tani.
Pada Tabel 2 akan ditunjukkan perkembangan jumlah nasabah LKM-A Rukun Tani pada tahun 2010. Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa terjadi penambahan anggota LKM-A setiap bulannya. Peningkatan jumlah anggota ini sebaiknya diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan oleh LKM-A Rukun Tani kepada nasabah. Nasabah LKM-A yang berjumlah 150 orang pasti memiliki karakter yang berbeda-beda.. Dengan mengetahui karakteristik nasabahnya, diharapkan manajemen LKM-A mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan sesuai dengan apa yang diinginkan nasabahnya.
Tabel 2. Data Jumlah Nasabah LKM-A Rukun Tani
Sumber : Data Nasabah LKM-A Rukun Tani (diolah)
Pelayanan yang baik juga diharapkan dapat memberikan kepuasan dan nilai tambah bagi LKM-A Rukun Tani. Kepuasan nasabah sangat penting diketahui karena menggambarkan keberhasilan perusahaan dalam menjual produknya. Untuk kasus ini adalah seberapa puaskan nasabah LKM-A Rukun Tani terhadap pelayanan yang diberikan. Langkah yang dapat ditempuh oleh manajemen LKM-A adalah dengan menganalisis kepuasan nasabah terhadap pelayanan LKM-A Rukun Tani. Agar dapat mempertahankan kinerja keuangan dan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan nasabah, LKM-A secara periodik perlu melakukan pengukuran terhadap kinerja keuangan dan kepuasan nasabahnya. Aktivitas ini akan sangat membantu upaya perbaikan dan peningkatan pelayanan terhadap nasabah.
Bulan Jumlah Anggota
Januari 26
Februari 38
Maret 52
April 61
Mei 68
Juni 72
Juli 79
Agustus 83
September 88
Oktober 99
November 116
(9)
Mengingat bahwa LKM-A Rukun Tani bertugas untuk mengelola dana dari pemerintah, maka diperlukan suatu pengukuran kinerja keuangan dan kepuasan pelanggan. Selain itu belum adanya penelitian mengenai pengukuran kinerja keuangan dan kepuasan pelanggan pada LKM-A Rukun Tani, menjadikan penelitian ini penting untuk dilaksanakan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kinerja LKM-A Rukun Tani berdasarkan rasio keuangan? 2. Bagaimanakah karakteristik nasabah LKM-A Rukun Tani?
3. Bagaimana tingkat kepuasan anggota terhadap pelayanan yang diberikan LKM-A Rukun Tani?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Menganalisis kinerja keuangan LKM-A Rukun Tani.
2. Mengidentifikasi karakteristik nasabah LKM-A Rukun Tani.
3. Menganalisis tingkat kepuasan anggota terhadap pelayanan yang diberikan LKM-A Rukun Tani.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan gagasan baru yang dapat melengkapi studi-studi sebelumnya atau menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Fokus penelitian ini adalah pada pengukuran kinerja Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Rukun Tani melalui pendekatan kinerja keuangan dan kepuasan pelanggan terhadap aktivitas LKM-A Rukun Tani. LKM-A Rukun Tani merupakan lembaga keuangan mikro yang mengkhususkan diri untuk menaungi nasabah yang mempunyai usaha di bidang agribisnis. Adapun data yang digunakan dalam menganalisis kinerja meliputi data keuangan LKM-A Rukun Tani dari pada periode 1 Januari 2010 hingga 31 Desember 2010 (1 tahun kalender), dan pelanggan sebagai narasumber dalam pengukuran kepuasan pelayanan. Pelanggan yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah nasabah LKM-A yang menerima pelayanan dari LKM-A Rukun Tani.
(10)
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia
Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terjadi seiring dengan perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Selain itu berkembangnya LKM juga tidak terlepas dari karakterisitik LKM yang memberikan kemudahan kepada pelaku UKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan (Wijono 2005)
Menurut Wijono (2005), pada dasarnya potensi pengembangan LKM masih cukup luas karena :
1. Usaha mikro dan kecil belum seluruhnya dapat dilayani atau dijangkau oleh LKM yang ada.
2. LKM berada di tengah masyarakat
3. Ada potensi menabung oleh masyarakat karena rendahnya penyerapan investasi didaerah, terutama di perdesaan.
4. Dukungan dari lembaga dalam negeri dan internasional yang cukup kuat. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan lembaga yang memiliki potensi yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang sangat besar khususnya ekonomi di pedesaan. Menurut Ashari (2006) terdapat lima alasan yang mendukung pernyataan tersebut. Pertama, LKM berada di pedesaan yang dekat dengan petani/pelaku ekonomi sehingga petani/pelaku ekonomi tersebut dapat mengakses LKM dengan mudah. Kedua, petani/pelaku ekonomi di desa lebih menyukai proses yang singkat dan tidak melalui banyak prosedur. Ketiga, karakteristik usahatani pada umumnya tidak membutuhkan platfond peminjaman yang tinggi, sehingga sesuai dengan kemampuan LKM. Keempat, dekatnya lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami betul karakteristik usahatani sehingga dapat mengucurkan dana secara tepat baik dari segi waktu maupun jumlah. Kelima, terdapat keterkaitan socio-kultural serta adanya hubungan personal-emosional yang dapat mengurangi sifat moral hazard dalam pengembalian kredit.
Walaupun biaya atas dana pinjaman dari LKM lebih tinggi sedikit dari tingkat bunga perbankan, LKM memberikan kelebihan misalnya berupa tiadanya
(11)
jaminan/agunan seperti yang dipersyaratkan oleh perbankan bahkan dalam beberapa jenis LKM pinjaman didasarkan pada kepercayaan karena biasanya peminjam beserta aktivitasnya sudah dikenal oleh LKM, kemudahan yang lain adalah pencairan dan pengembalian pinjaman yang fleksibel yang juga sering disesuaikan dengan cash flow peminjam.
Jenis LKM lebih banyak didominasi oleh Unit Simpan Pinjam (USP), namun dari aspek besarnya perputaran pinjaman lebih didominasi oleh perbankan yaitu BRI Unit dan BPR. Hal ini terjadi karena skim kredit yang ditawarkan oleh BRI Unit dan BPR lebih besar daripada USP. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Peta Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia Tahun 2002
Jenis LKM Jumlah
(Unit)
Simpanan (Rp-miliar)
Penyimpan (juta rek)
Pinjaman (Rp – miliar)
Jumlah Peminjam
(juta rek)
Rata-rata Pinjaman (Rp juta)
BPR 2,148 9,254.00 5.61 9,431.00 2.40 3.93
BRI Unit 3.916 27,429.00 29.87 14,182.00 3.10 4.57
Badan
Kredit Desa 5,345 0.38 0.48 0,20 0.40 0.00
KSP 1,097 85.00 n.a. 531.00 0.67 0.79
USP 35,218 1,157.00 n.a. 3,629.00 n.a. n.a.
LDKP 2,272 334.00 n.a. 358.00 1.30 0.27
Pegadaian 264 - - 157.70 0.02 9.34
BMT 3,038 209.00 n.a. 157.00 1.20 0.13
Credit Union & NGO
1,146 188.01 0,29 505.73 0.40 1.27
Total 54,444 38,656.39 36,25 28,951.00 9.48 3.05
Sumber : Ismawan, B (2003)
Dilihat dari besarnya kredit yang disalurkan maka dua jenis LKM yang memiliki penyelenggara kredit mikro adalah BRI-unit dan BPR yang masing-masing menyumbang sebesar 49 % dan 33 % terhadap total kredit mikro. Jika diamati lebih lanjut segmen kredit mikro papan atas memang sebagian terbesar ditangani BRI meskipun rata-rata peminjamnya hanya Rp. 4.570.000,- jauh dibawah batas maksimum Rp. 50 Juta. Sementara BPR masih merupakan lembaga yang meminjamkan dananya dibawah BRI. Koperasi dan perkreditan lain nampaknya benar-benar melayani lapisan paling bawah dari pelaku kegiatan produktif karena secara rata-rata menangani peminjam dibawah Rp. 1 Juta.
(12)
Menurut Wijono (2005), permasalahan yang dihadapi oleh LKM terutama LKM bukan bank pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam hal-hal yang bersifat internal dan eksternal. Yang bersifat internal meliputi keterbatasan sumberdaya manusia, manajemen yang belum efektif sehingga kurang efisien serta keterbatasan modal. Sementara faktor yang bersifat eksternal meliputi kemampuan monitoring yang belum efektif, pengalaman yang lemah serta infrastruktur yang kurang mendukung. Kondisi inilah yang mengakibatkan jangkauan pelayanan LKM terhadap usaha mikro masih belum mampu menjangkau secara luas, sehingga pengembangan LKM yang luas akan sangat penting perannya dalam membantu investasi bagi usaha mikro dan kecil.
Dalam memperkuat USP/KSP ke depan paling tidak ada tiga langka yang harus dilakukan : Pertama, harus dilakukan pemisahan koperasi simpan pinjam dan tidak boleh dicampur/dilaksanakan sebagai bagian dari koperasi serba usaha, terutama bila USP sudah menjadi besar dan sangat dominan; Kedua, harus segera diorganisir kedalam kelompok-kelompok KSP sejenis untuk melaksanakan integrasi secara utuh, sehingga peminjaman dan penyaluran dana antar KSP dapat terjadi dan berjalan efektif; Ketiga, perlu dikembangkan sistem asuransi tabungan anggota, asuransi resiko kredit serta lembaga keuangan pendukung lainnya. Disamping itu mekanisme pengawasan yang baik dan efektif akan menjamin bekerjanya mekanisme mobilisasi dana dan pemanfaatannya secara efektif.
Arah Lembaga Keuangan Mikro ke depannya adalah sebagai berikut: 1. Mengatasi legal status agar jelas, diarahkan menjadi Bank, Koperasi atau
LKM yang saat ini sedang disiapkan RUU LKM;
2. Pengawasan lebih intensif untuk melindungi pihak ketiga (penabung);
3. Pengembangan jaringan melalui penumbuhan lembaga keuangan sekunder, jaringan on line untuk peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat lokal.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Pamungkas (2009) melakukan penelitian tentang kinerja keuangan dan penilaian nasabah terhadap mutu pelayanan pada BPR Rama Ganda
(13)
Bogor. Kinerja keuangan dianalisis menggunakan analisis rasio (likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas) serta menggunakan indeks kepuasan konsumen dalam menentukan mutu pelayanan BPR. Hasil analisis terhadap kinerja keuangan BPR Rama Ganda secara keseluruhan masih berada pada batas aman menurut Bank Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa BPR Rama Ganda dalam menjalankan kegiatan operasionalnya tidak hanya memperhatikan likuiditas saja, tetapi juga memperhatikan solvabilitas dan rentabilitas. Hasil dari indeks kepuasan konsumen menunjukkan bahwa nilai CSI BPR Rama Ganda terletak rentang skala 0,66 – 0,80. Hal ini menunjukkan secara umum indeks kepuasan nasabah BPR Rama Ganda berada pada kriteria “puas”. Nasabah merasa puas karena nasabah merasa bahwa BPR Rama Ganda dapat membantu kelangsungan dari usaha yang dijalankan.
Penelitian yang lainnya dilakukan oleh Lismawati (2009) mengenai kinerja keuangan dan pelayanan KUD Sumber Alam yang menggunakan analisis
Trend, analisis Persentase Per Komponen, analisis Rasio (likuiditas, solvabilitas,
rentabilitas, aktivitas usaha) sebagai alat analisis untuk kinerja keuangan serta menggunakan Customer Satisfaction Index (CSI) untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan atribut-atribut tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa trend pada pos aktiva lancar cenderung meningkat dan hal ini menggambarkan kondisi yang baik karena pengurus dinilai cukup efektif dalam menempatkan investasi pada aktiva lancar sehingga akan mempermudah KUD dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo. Sementara pos aktiva tetap cenderung menurun. Hal ini dikarenakan sebagian dari aktiva tetap dimanfaatkan untuk memenuhi hutang KUD yang telah jatuh tempo.
Trend pada pos kewajiban lancar dan jangka panjang juga mengalami
penurunan karena seiring dengan penurunan aktiva tetap yang sebagian besar digunakan untuk melunasi hutang-hutang KUD. Sama halnya dengan trend pos penjualan yang mengalami penurunan tiap tahunnya. Hal ini berdampak pada
trend SHU KUD yang juga mengalami penurunan. Hasil presentase per
komponen menunjukkan aktiva lancar memberikan sumbangan aset terbesar dibandingkan asset lainnya. Sedangkan hasil rasio likuiditas menunjukkan bahwa keadaan yang kurang baik karena hasil perhitungannya selalu berada di bawah
(14)
standar. Perhitungan rasio solvabilitas menunjukkan keadaan yang cukup baik karena cenderung memenuhi standar. Hasil perhitungan rasio rentabilitas dan aktivitas usaha menunjukkan keadaan yang tidak baik karena nilai penjualan yang terus menurun menyebabkan SHU yang diperoleh KUD pun mengalami penurunan. Sementara hasil CSI menunjukkan tingkat kepuasan anggota terhadap pelayanan yang diberikan KUD Sumber Alam masih berada pada tingkatan cukup puas. Hal ini dikarenakan anggota menemui kesulitan dalam cara pembayaran baik saprotan, maupun cara pembayaran pakan ikan melalui KUD yang ditandai dengan nilai Weight Score rendah.
Penelitian terdahulu lainnya adalah menurut Sulistyo (2010), yang melakukan penelitian mengenai analisis kinerja keuangan dan strategi pengembangan Koperasi Perikanan Mina Usaha. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: analisis kinerja keuangan yang terdiri dari analisis rasio (likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas) dan analisis trend untuk mengetahui keadaan keuangan koperasi selama ini, analisis untuk merumuskan strategi digunakan analisis matriks SWOT (Strenght-Weakness-Opportunities-Threats) dengan terlebih dahulu dilakukan identifikasi faktor-faktor eksternal dan internal.
Hasil penelitian terhadap kinerja keuangan menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis rasio, untuk rasio likuiditas (rasio lancar) rata-rata adalah 3,2. Dengan menggunakan standar sebesar 2, maka kemampuan Koperasi Perikanan Mina Usaha Desa Jetis dapat menjamin hutangnya dengan aktiva lancar yang dimiliki koperasi perikanan. Rata-rata rasio solvabilitas untuk total hutang dengan total harta adalah 0,66. artinya kemampuan Koperasi Perikanan Mina Usaha Desa Jetis dalam membiayai seluruh kewajibannya sudah cukup bagus (standar yaitu 0,5). Rasio solvabilitas total hutang dengan modal sendiri rata-rata adalah 3,41. Standart maksimumnya adalah 1,00. Nilai rasio rentabilitas untuk
Return on Investment (ROI) rata-rata sebesar 6,01 persen, dimana Koperasi
Perikanan Mina Usaha Desa Jetis akan memperoleh laba bersih setelah memperoleh SHU sebesar Rp 601 dari Rp 10.000 total aktivanya. Rata-rata rentabilitas modal sendiri sebesar 16,04 persen menandakan koperasi mampu menghasilkan SHU sebesar Rp 16,04 dari modal sendiri sebesar Rp 100,00. Kondisi ini terbilang cukup baik dengan standard yang dipakai adalah >15 persen.
(15)
Hasil analisis trend pada neraca menunjukkan bahwa hampir setiap pos mengalami kenaikan kecuali pada pos kekayaan bersih. Trend pada rugi laba beberapa pendapatan mengalami penurunan meskipun pendapatan secara keseluruhan mengalami kenaikan terutama dari pendapatan simpan pinjam. Sementara hasil strategi melalui analisis SWOT menghasilkan alternatif strategi adalah sebagai berikut : 1) meningkatkan integritas/loyalitas dan jumlah anggota; 2) peningkatan produktivitas pengurus dan karyawan; 3) kerjasama dengan pemerintah dan pihak lain dalam pengembangan daerah wisata; 4) peningkatan kemampuan anggota dalam kegiatan penangkapan ikan; 5) memperkuat modal dan peran bakul lokal untuk meningkatkan daya beli di TPI; 6) meningkatkan hubungan dan pelayanan yang baik dengan nelayan sebagai pemasok sekaligus anggota dan dengan bakul sebagai pelanggan; 7) perbaikan program evaluasi; 8) mengupayakan penerapan teknologi pasca panen.
Penelitian lainnya mengenai analisis kinerja keuangan dan aktivitas usaha KUD Sumber Alam dan Primkopti Kabupaten dan Kota Bogor oleh Akbar (2009) yang berlatar belakang adanya kepengurusan baru pada KUD Sumber Alam dan adanya penghentian unit usaha kacang kedelai pada Primkopti. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis trend dan analisis rasio. Analisis rasio yang digunakan adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas usaha. Hasil dari analisis trend KUD Sumber Alam pada pos aktiva lancar memperlihatkan trend yang cenderung meningkat. Pada pos aktiva tetap memperlihatkan trend yang meningkat sehingga mengakibatkan trend dari total aktiva tetap mengalami peningkatan. Trend kewajiban lancar pada tahun 2005 – 2007 menunjukkan penurunan. Pada pos penjualan barang dan jasa menunjukkan trend yang menurun.
Pada Primkopti pos pada aktiva lancar memperlihatkan trend yang menurun. Pada pos aktiva tetap memperlihatkan trend yang menurun sehingga mengakibatkan trend dari total aktiva tetap mengalami penurunan. Trend kewajiban lancar pada tahun 2005 – 2007 menunjukkan peningkatan, sedangkan pada pos penjualan barang dan jasa menunjukkan trend yang menurun. Hasil dari kinerja keuangan yang dapat dilihat dari analisis rasio keuangan menunjukkan bahwa :
(16)
Tabel 4. Hasil analisis Rasio Likuiditas KUD Sumber Alam dan Primkopti
No Jenis Rasio Hasil
KUD Sumber Alam Primkopti 1 Rasio Lancar
(Current Ratio)
Tidak memenuhi standar karena berada di bawah 2 (standar minimum)
Telah memenuhi standar karena rata-rata nilainya di atas 2, yaitu 2,76)
2 Rasio Cepat (Quick Ratio)
Nilai rata-rata rasio cepat adalah 1,16 dan berada dibawah standar minimum yaitu 1,5.
Nilai rata-rata rasio cepat sangat signifikan diatas standar minimum yaitu 3,00.
Sumber : Akbar , 2009 (diolah)
Rasio solvabilitas yang terdiri dari Rasio Modal Sendiri dengan Total Aktiva (Equity To Total Asset Ratio), Rasio Modal Sendiri dengan Aktiva Tetap
(Equity To Fixed Asset Ratio), Rasio Aktiva Tetap Dengan Hutang Tetap (Fixed
Asset To Long Term Ratio), Rasio Total Hutang Dengan Total Modal Sendiri
(Debt Equity Ratio) dan Rasio Hutang Dengan Total Aktiva (Debt Ratio)
menunjukkan bahwa KUD Sumber Alam dan Primkopti memiliki kinerja yang buruk karena memiliki nilai yang berada di bawah standar minimum. Demikian pula dengan Rasio Rentabilitas. Sehingga kesimpulannya kinerja keuangan KUD Sumber Alam dilihat dari sisi analisis trend dan analisis rasio keuangan menunjukkan hasil yang kurang baik karena hasil perhitungan secara keseluruhan berada di bawah standar minimum. Dan untuk kinerja keuangan Primkopti secara keseluruhan sangat kurang baik.
Penelitian lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini adalah analisis kepuasan nasabah terhadap mutu pelayanan pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Cabang Bogor oleh Yuda (2009). Terlihat dari judulnya, penelitian ini pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui kinerja pelayanan. BTN Cabang Bogor. Metode yang digunakan adalah IPA (Importance Performance Analysis) dan CSI (Customer Satisfaction Index). Peneliti mencantumkan 18 atribut pelayanan pada penelitian ini. Atribut mutu pelayanan yang berada pada skala sangat penting dalam menentukan kepuasan nasabah sebanyak 14 atribut, dan yang berada pada skala penting yaitu 4 atribut. Tingkat kinerja terhadap mutu pelayanan yang diberikan oleh BYN Cabang Bogor menunjukkan bahwa mayoritas nasabah merasa puas terhadap mutu pelayanan yang diberikan BTN
(17)
Cabang Bogor, karena 13 atribut pada skala puas, 3 atribut berada pada skala cukup puas dan 2 atribut lainnya berada pada skala sangat puas.
Berdasarkan metode IPA, tidak terdapat atribut pada Kuadran A, dan pada Kuadran B terdapat 8 atribut yang menunjukkan atribut-atribut tersebut memiliki tingkat kepentingan dan tingkat kinerja yang tinggi atau diatas nilai rataan. Terdapat 7 atribut pada Kuadran C yang menunjukkan atribut-atribut mutu pelayanan yang dianggap kurang penting oleh nasabah dan tingkat kinerja yang dilaksanakan rendah. Sedangkan pada Kuadran D terdapat 3 atribut yang menunjukkan kinerja yang diberikan terlalu berlebihan. Berdasarkan perhitungan CSI diperoleh indeks kepuasan 78,87 persen, artinya secara keseluruhan nasabah menyatakan puas terhadap mutu pelayanan yang telah diberikan oleh BTN Cabang Bogor.
Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa untuk menganalisis kinerja suatu perusahaan/organisasi menggunakan pendekatan analisis rasio keuangan yang terdiri dari dari rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, trend dan aktivitas usaha, serta menggunakan tingkat kepuasan konsumen untuk mengetahui kualitas pelayanan suatu organisasi. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka penelitian ini menggunakan analisis rasio (likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas) untuk mengetahui kinerja keuangan LKM-A Rukun Tani, serta Important Satisfaction Analysis (IPA) dan Customer
Satisfaction Indeks (CSI) untuk mengetahui kepuasan konsumen pada pelayanan
LKM-A Rukun Tani. Rasio trend dan aktivitas usaha tidak digunakan dalam penelitian ini karena lama berdirinya LKM-A Rukun Tani belum mencukupi jika dilakukan analisis tersebut. Rasio ini dapat digunakan ketika umur organisasi lebih dari 2 tahun.
Pada Tabel 5 dijelaskan mengenai judul-judul dan alat analisis yang digunakan pada penelitian terdahulu yang dapat menjadi referensi bagi penyusunan penelitian ini. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu pada lokasi dan tujuan secara detail dari penelitian yang sekaligus menjadi keunggulan dari penelitian ini karena meneliti lembaga keuangan mikro yang khusus menangani nasabah dalam bidang agribisnis.
(18)
Tabel 5. Ringkasan Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Penelitian
Nama Judul Alat Analisis
Pamungkas (2009)
Kinerja Keuangan dan Penilaian Nasabah Terhadap Mutu Pelayanan BPR Rama Ganda Bogor (Kasus : Pelaku Sektor Perdagangan Pertanian dan Pengusaha Katering)
• Analisis kinerja keuangan (analisis rasio likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas) • Customer Satisfaction Index (CSI) Lismawati (2009)
Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan KUD Sumber Alam (Studi Kasus: KUD Sumber Alam Desa Dramaga, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
• Analisis Trend
• Analisis persentase per komponen
• Analisis rasio
(likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, aktivitas usaha) • Customer Satisfaction Index (CSI) Sulistyo (2010)
Analisis Kinerja Keuangan dan Strategi Pengembangan Koperasi Perikanan Mina Usaha (Studi Kasus : Koperasi Perikanan Mina Usaha Desa Jetis, Kecamatan Nusawungu,Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah)
• Analisis rasio
(likuiditas,
solvabilitas, dan rentabilitas)
• Analisis Trend
• Analisis Matriks SWOT ( Strenght-
Weakness-
Opportunities-Threats)
Akbar (2009)
Analisis Kinerja Keuangan dan Aktivitas Usaha KUD Sumber Alam dan Primkopti (Studi Kasus : KUD Sumber Alam dan Primkopti Kabupaten dan Kota Bogor Provinsi Jawa Barat)
• Analisis Trend
• Analisis Rasio
(likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas usaha) Yuda (2009)
Analisis Kepuasan Nasabah Terhadap Mutu Pelayanan Pada PT. Bank Tabungan Negara
(Persero) Cabang Bogor
• Importance
Performance
Analysis (IPA)
• Customer
Satisfaction Index (CSI)
(19)
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar (Fahmi 2011). Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oJeh manajemen. Oleh karena itu untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan, perlu dilibatkan analisa dampak keuangan kumulatif dan ekonomi dari keputusan dan mempertimbangkannya dengan menggunakan ukuran komparatif (Sucipto 2003).
3.1.2 Analisis Rasio
Analisis rasio adalah cara menganalisis dengan menggunakan perhitungan-perhitungan perbandingan atas data kuantitatif yang ditunjukkan dalam Neraca atau Laporan Laba Rugi perusahaan. Rasio-rasio keuangan suatu perusahaan daat diperbandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis, yang mempunyai skala dan lingkungan yang kurang lebih sama (Kuswadi 2006). Analisis rasio dapat menyingkap hubungan dan sekaligus menjadi dasar pembandingan yang menunjukkan kondisi atau kecenderungan yang tidak dapat dideteksi bila kita hanya melihat komponen-komponen rasio itu sendiri. Dalam hubungannya dengan keputusan yang diambil oleh perusahaan analisis rasio ini bertujuan untuk menilai efektivitas keputusan yang telah diambil oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas usahanya. (Darminto & Juliaty 2005). Terdapat tiga kelompok rasio yang akan digunakan dalam analisis kinerja keuangan ini, yaitu likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas.
3.1.2.1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena itu, rasio ini menjadi penting bagi pimpinan perusahaan, manajer keuangan, bank atau para pemasok yang memberikan kredit penjualan kepada perusahaan (Kuswadi 2006).
(20)
Serta menurut Darminto dan Juliaty (2005) likuiditas perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan tersebut dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditor jangka pendek. Kreditor jangka pendek lebih memperhatikan prospek perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek. Dengan kata lain, kreditor jangka pendek lebih menyukai pada likuiditas perusahaan. Untuk menilai posisi keuangan jangka pendek (likuiditas) berikut ini diberikan beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menginterpretasikan data tersebut (Munawir 1995)
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar (Current Ratio) merupakan perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar. Rasio ini juga merupakan rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa posisi modal kerja suatu perusahaan. Rasio ini menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang) ada sekian kalinya hutang jangka pendek. (Munawir 1995). Rasio Lancar merupakan perbandingan antara Harta Lancar dan Kewajiban Jangka pendek dari kegiatan operasional. Rasio lancar biasanya digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana kemampuan perusahaan dalam membayar Kewajiban Jangka Pendek atas Harta Lancarnya (Kuswadi 2006)
Menurut Munawir (1995) sebuah perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat membayar hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar tidak menguntungkan. Rasio Lancar yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang Kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat likuiditas yang rendah daripada aktiva lancar dan sebaliknya. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 2. Current ratio bernilai 2 kadang-kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi sebenarnya current ratio bernilai 2 hanya merupakan kebiasaan dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa lebih lanjut.
2. Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid Test Ratio)
Munawir (1995) mengartikan rasio cair merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif
(21)
lama untuk direalisir menjadi uang kas. Rasio ini dinamakan Immediate Solvency atau cash ratio yang mengukur kemampuan yang sesungguhnya untuk memenuhi hutang-hutang tepat pada saatnya. Quick Ratio ini dirancang untuk mengukur seberapa baik bank dapat memenuhi kewajibannya, tanpa harus melikuidasi. (Darminto dan Juliaty 2005)
Rasio ini lebih tajam daripada current ratio, karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid (mudah dicairkan atau diuangkan) dengan hutang lancar. Jika Current Ratio tinggi namun Quick Rationya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan (Munawir 1995). Demi keamanan perusahaan, banyak yang berpendapat bahwa sebaiknya Rasio Cair memiliki standar rasio (1:1) yang berarti bahwa perusahaan boleh merasa aman jika memiliki Harta Lancar di luar persediaan, minimal sebesar kewajiban jangka pendeknya (Kuswadi 2006).
3. Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover)
Piutang yang dimiliki suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan volume penjualan kredit. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang tersebut. (Munawir 1995). Menurut Darminto dan Juliaty (2005) rasio perputaran piutang ini biasanya digunakan dalam hubungannya dengan analisis terhadap modal kerja, karena memberikan ukuran kasar tentang seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas. Angka jumlah hari piutang ini menggambarkan lamanya suatu piutang bisa ditagih (jangka waktu pelunasan/penagihan hutang). Makin tinggi rasio menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya kalau rasio semakin rendah berarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut.
Dengan menggunakan perputaran piutang dapat pula dihitung waktu rata-rata pengumpulan piutang tersebut. Hasilnya akan menunjukkan berapa hari piutang tersebut rata-rata tidak dapat ditagih atau days of receivable. Semakin besar days of receivable suatu perusahaan semakin besar pula risiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang (Munawir 1995).
(22)
4. Rasio Kas atau Rasio Tunai (Cash Ratio)
Rasio Kas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan di Bank. Rasio Kas merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara dengan kas seperti tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendeknya. Walaupun tidak ada tolok ukur angka rasio yang paling ideal, angka rasio yang semakin tinggi akan semakin baik.
3.1.2.2. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menggambarkan mengenai kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban perusahaan, yaitu baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjangnya, baik dalam keadaan perusahaan masih berjalan maupun dalam keadaan perusahaan dilikuidasi (Soediyono 1991). Kuswadi (2006) juga menjelaskan bahwa rasio ini menggambarkan kemampuan untuk membayar utang jangka panjang, baik utang pokok maupun bunganya serta memiliki tujuan yaitu memberikan gambaran mengenai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio-rasio yang dapat digunakan untuk mengukur solvabilitas adalah Rasio Utang Jangka Panjang atas Harta, Rasio Utang Jangka Panjang atas Modal, dan Rasio Utang Jangka Panjang atas Kapitalisasi.
1. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Harta (Debt to Asset Ratio) Rasio ini merupakan gambaran tentang berapa banyak (%) dana perusahaan yang berasal dari utang jangka panjang dibandingkan dengan harta perusahaan. Angka rasio yang rendah mengidentifikasikan adanya perlindungan yang lebih banyak kepada kreditor jangka panjang. Rasio ini menunjukkan besarnya Utang Jangka Panjang (%) yang berasal dari kreditor dibanding dengan harta yang dimiliki perusahaan. Apabila banyak berutang, perusahaan dapat mengalami masalah dalam pembayaran angsuran utang beserta bunganya.
(23)
Rasio ini menggambarkan persentase dana total yang berasal dari para kreditor. Jika angkanya terlalu besar, berarti perusahaan mempunyai banyak utang, yang tentunya akan menimbulkan risiko kesulitan membayar. Utang jangka panjang tidak dibenarkan dan harus dihindari dibayar oleh Harta Lancar karena beban bunga Utang Jangka Pendek biasanya relatif lebih tinggi daripada Utang Jangka Panjang (Kuswadi 2006).
2. Rasio Utang Jangka Panjang atas Modal (Debt to Equity Ratio)
Salah satu rasio yang paling banyak digunakan adalah Rasio Utang Jangka Panjang atas Modal. Besarnya utang yang terdapat dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk memahami perimbangan antara risiko dan laba yang diperoleh.
Semakin kecil angka rasio, semakin baik solvabilitas perusahaan. Rasio utang yang tinggi terhadap pemegang saham atau harta menunjukkan keadaan yang serius untuk segera dibenahi (Kuswadi 2006). Kreditor jangka panjang pada umumnya lebih menyukai angka rasio yang kecil. Karena semakin kecil rasio ini, berarti semakin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik perusahaan, dan semakin besar penyangga risiko kreditor (Darminto & Juliaty 2005).
3. Rasio Utang Jangka Panjang atas Kapitalisasi
Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan (manajemen) dalam pengelolaan Total Sumber Dana Jangka Panjang. Semakin rendah angka rasio, hal ini menunjukkan bahwa keadaan semakin baik (Kuswadi 2006).
3.1.2.3. Rasio Rentabilitas
Menurut Kuswadi (2006), rasio rentabilitas (Profitability Ratio) ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba secara relatif. Relatif ini dimaksudkan laba tidak diukur dari besarnya secara mutlak, namun diperbandingkan dengan unsur-unsur atau tolok ukur lainnya, karena perolehan laba yang besar belum tentu menggambarkan profitability yang besar pula. Rasio rentabilitas merupakan rasio untuk mengukur profit yang diperoleh dari modal-modal yang digunakan untuk operasi tersebut (rentabilitas) atau mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan (Munawir 1995). Rasio rentabilitas dapat digolongkan menjadi beberapa rasio, antara lain :
(24)
1. Rasio Pengembalian Aktiva (Return on Total Assets)
ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba. Rasio ini mengukur tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya (Darminto & Juliaty 2005). Semakin besar suatu ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat laba yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset. Standar yang baik untuk rasio ini adalah dua persen (Bank Indonesia).
2. Rasio Pengembalian Modal (Return on Equity)
Rasio tingkat pengembalian modal sendiri ini merupakan perbandingan antara jumlah laba yang diperoleh dengan pembayaran deviden. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih berdasarkan modal sendiri. Semakin tinggi nilai rasio maka akan semakin baik (Sundjaja & Barlian 2003). Standar yang baik untuk rasio ini minimal lima belas persen (Suwandi 1985).
3. Rasio Laba Operasi atas Total Investasi (Return on Investment)
ROI merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Munawir 1995). Sama halnya dengan Darminto dan Juliaty (2005) yang berpendapat bahwa ROI dapat mengukur tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan, baik dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan tersebut maupun dengan menggunakan dana yang berasal dari pemilik (modal). Semakin besar rasio maka semakin baik karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba .Rasio ini dapat memberikan indikasi kepada kita tentang baik-buruknya manajemen dalam melaksanakan kontrol biaya ataupun pengelolaan hartanya (Kuswadi 2006).
4. Rasio Laba terhadap Pendapatan (Net Profit Margin)
Rasio ini dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dari waktu ke waktu dalam hal profitabilitas. Selain itu, rasio ini juga dapat dipakai untuk
(25)
memperkirakan atau meramalkan laba bersih perusahaan pada masa yang akan datang atas dasar estimasi penjualannya (Kuswadi 2006).
3.1.3. Jasa
Jasa merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu serta tempat tertentu, dan merupakan hasil dari tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut (Lovelock 2005). Sedangkan Rangkuti (2003) mengartikan jasa sebagai pemberian kinerja atau tindakan yang tak kasat mata dari sutu pihak ke pihak lain. Pada umumnya, jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut.
3.1.3.1. Karakteristik Jasa
Barang dan jasa memiliki perbedaan yang jelas, apabila ditinjau dari karakteristiknya. Menurut Kotler (2002) ada 4 (empat) karakteristik pokok jasa yang membedakan dengan barang, yaitu :
a. Tidak Berwujud (Intangibility)
Jasa memiliki sifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, ataupun dicium sebelum dibeli. Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum membeli jasa tersebut terlebih dahulu. Dalam hal ini pelanggan akan melihat dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harganya untuk mencari bukti dari mutu jasa yang diinginkan tersebut. Tugas penyedia jasa adalah memberikan bukti-bukti fisik untuk mewujudkan sesuatu yang abstrak.
b. Tidak Terpisahkan (Inseparability)
Umumnya jasa dijual terlebih dahulu, lalu diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana penyedia jasa juga merupakan bagian dari jasa tersebut, baik penyedia maupun pelanggan akan mempengaruhi hasil dari jasa tersebut.
c. Bervariasi (Variability)
Jasa bersifat sangat bervariasi, karena merupakan nonstandardizet output yang berarti terdiri dari banyak variasi bentuk, mutu dan jasa, tergantung
(26)
kepada siapa, kapan dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Komponen manusia terlibat jauh lebih besar pada industri jasa yang bersifat people-based dari pada jasa yang bersifat equipment-based, yang berarti hasil dari operasi jasa yang bersifat people-based cenderung kurang terstandardisasi dan seragam dibandingkan jasa bersifat equipment-based. Pembeli jasa sering kali meminta pendapat dari orang lain, sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa.
d. Mudah Lenyap (Perishability)
Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, jika permintaan jasa bersifat konstan, sehingga bila tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Umumnya permintaan jasa bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman.
3.1.3.2. Kualitas Jasa
Menurut Supranto (2001) kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar ataupun sebagai strategi untuk terus tumbuh. Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan pelanggan.
Dimensi Kualitas Jasa menurut Zeithaml et.al dalam Umar (2003) dapat dibagi ke dalam lima dimensi kualitas jasa, yaitu :
a.Reabilitas (Reliability)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
b. Daya Tanggap (Responsiveness)
Respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap yang meliputi kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan pelanggan/pasien.
(27)
c. Jaminan (Assurance)
Kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi ini adalah gabungan dari sub dimensi :
• Competence, keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki karyawan untuk
melakukan pelayanan
• Courtesy, meliputi keramahan, perhatian dan sikap karyawan
• Credibility, meliputi hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada
perusahaan seperti reputasi, prestasi dan sebagainya
d.Empati (Emphaty)
Perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan, seperti kemudahan dalam menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi emphaty ini merupakan gabungan dari sub dimensi:
• Access, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
perusahaan
• Communication, kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan
informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan
• Understanding the customer, meliputi usaha perusahaan untuk memahami
dan mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.
e.Bukti Fisik (Tangibles)
Meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
(28)
3.1.4. Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja (Importance Performance Analysis)
Teknik Importance Performance Analysis (IPA) ini dikemukakan pertama kali oleh Martilla dan James (1977) dalam artikel yang berjudul “Importance
Performance Analysis” dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi
konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula sebagai quadrant analysis. IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka dan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan. IPA menggabungkan pengukuran faktor tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan dalam grafik dua dimensi yang memudahkan penjelasan data dan mendapatkan usulan praktis. Interpretasi grafik IPA sangat mudah dimana grafik IPA dibagi menjadi empat buah kuadran berdasarkan hasil pengukuran
importance-performance yang terlihat pada Gambar 1.
Berikut penjelasan untuk masing-masing kuadran (Brandt dalam Setiawan, 2005):
a) Kuadran Pertama, “Tingkatkan Kinerja” (High Importance & Low
Performance)
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting oleh konsumen namun kondisi pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak manajemen berkewajiban mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan.
b) Kuadran Kedua, “Pertahankan Kinerja” (High Importance & High
Performance)
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang bagi kepuasan konsumen sehingga pihak manajemen berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang dikelolanya dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai.
(29)
c) Kuadran Ketiga, “Prioritas Rendah” (Low Importance & Low
Performance)
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah dan sekaligus dianggap tidak terlalu penting bagi konsumen, sehingga pihak manajemen tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian pada faktor –faktor tersebut.
d) Kuadran Keempat, “Cenderung Berlebihan” (low importance & high
performance)
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu penting sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada faktor-faktor lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan peningkatan, semisal dikuadran keempat.
Gambar 1. Pembagian Kuadran Importance Performance Analysis Sumber : Brandt dalam Olujide JO, Mejabi OV (2007)
3.1.5. Indeks Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction Index)
Customer Satisfaction Index merupakan metode yang menggunakan
indeks untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen berdasarkan atribut-atribut tertentu. Pada dasarnya pengertian kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Menurut Rangkuti (2006), tujuan dari CSI adalah :
1. Alat kebijakan pangambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Pertahankan Kinerja Tingkatkan
Kinerja
Prioritas Rendah
Cenderung Berlebihan 2
4 3
1
Prioritas Penanganan
Tinggi
Rendah
Rendah Tinggi
Tingkat Kepuasan
(30)
2. Alat untuk menyusun strategi pemasaran.
3. Alat untuk memonitor dan mengendalikan aktivitas perusahaan sehari-hari. 4. Alat untuk mencapai salah satu misi yang telah ditetapkan, yaitu
memperoleh kepercayaan melalui kepuasan konsumen.
Terdapat lima langkah dalam perhitungan Customer Satisfaction Index (Dixon & Masey, 1991), yaitu :
1. Menentukan Mean Importance Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score (MSS), yaitu nilai yang berasal dari rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja tiap responden.
2. Membuat Weight Factors (WF), yaitu persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut.
3. Membuat Weight Score (WS), yaitu perkalian antara Weight Factors dengan rata-rata kepuasan (Mean Satisfaction Score = MSS).
4. Menghitung Weighted Total (WT), yaitu menjumlahkan Weight Score dari semua variabel.
5. Menentukan Customer Satisfaction Index (CSI) dengan menjumlahkan
Weighted Total dengan skala nominal yang digunakan kemudian dikalikan
100 persen.
Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan pelanggan.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Penelitian ini mengambil lokasi di Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi. Serta mengambil LKM-A Rukun Tani sebagai objek penelitian karena lembaga keuangan ini merupakan pengembangan dari unit usaha simpan pinjam yang dikelola oleh Gapoktan Rukun Tani dan menjadi alasan yang membuat Gapoktan Rukun Tani menjadi juara dalam verifikasi gapoktan se-Kabupaten Bogor oleh BP4K. LKM-A Rukun Tani memiliki laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Informasi yang didapatkan dari laporan keuangan LKM-A adalah jumlah SHU yang didapatkan tiap bulan menunjukkan angka yang berfluktuasi, serta terjadi peningkatan jumlah anggota tiap bulannya. Dengan kondisi seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka untuk mengetahui bagaimana kinerja LKM-A Rukun Tani secara keseluruhan diperlukan suatu
(31)
pengukuran kinerja, yaitu dengan menganalisis kinerja keuangan dan mengukur tingkat kepuasan nasabah LKM-A Rukun Tani.
Kinerja keuangan LKM-A diukur dengan menggunakan laporan keuangan yang berupa Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Arus Kas. Dengan menggunakan laporan keuangan tersebut, maka peneliti dapat menganalisis rasio keuangan LKM-A Rukun Tani. Dalam menganalisis rasio keuangan tersebut digunakan rasio likuiditas untuk mengetahui kemampuan LKM-A memenuhi kewajiban jangka pendeknya, rasio rentabilitas untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, serta rasio solvabilitas untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban perusahaan, baik hutang jangka pendek ataupun hutang jangka panjangnya. Setelah mengetahui hasil dari masing-masing rasio, maka dapat diketahui bagaimana kondisi keuangan LKM-A Rukun Tani tersebut.
Dari segi kepuasan nasabah mengenai pelayanan yang dilakukan oleh LKM-A, peneliti telah menentukan atribut-atribut mutu pelayanan yang disesuaikan antara teori dengan kondisi lapang. Atribut-atribut tersebut digolongkan dalam lima dimensi kualitas jasa, yaitu : berwujud (Tangible), keandalan (Reliability), ketanggapan (responsiveness), kepastian (Assurance), dan empati (Emphaty). Atribut-atribut mutu pelayanan yang telah disusun akan dinilai oleh nasabah menurut tingkat kepentingan dan tingkat kinerja LKM-A Rukun Tani. Tingkat kepentingan nasabah memperlihatkan apakah atribut tersebut memiliki kepentingan pada mutu pelayanan yang baik menurut nasabah. Sedangkan tingkat kinerja LKM-A menggambarkan apakah nasabah merasa puas dengan atribut mutu pelayanan yang ditawarkan oleh LKM-A. Selain tingkat kepentingan dan tingkat kinerja, karakteristik nasabah juga penting untuk melihat kondisi nasabah yang dapat diperoleh dengan menggunakan analisis deskriptif.
Untuk menentukan atribut yang memiliki tingkat kepentingan bagi nasabah, maka menggunakan alat analisis Importance Performance Analysis (IPA), serta alat analisis untuk mengukur tingkat kinerja LKM-A adalah Customer
Satisfaction Index (CSI). Alat analisis IPA dan CSI dapat mengukur tingkat
keputusan nasabah terhadap mutu pelayanan LKM-A Rukun Tani. Setelah mengetahui hasil dari IPA dan CSI tersebut, maka didapatkan atribut-atribut yang
(32)
perlu dipertahankan dan atribut apa yang kinerjanya dianggap berlebihan oleh nasabah LKM-A. Sehingga pihak LKM-A dapat memberikan upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan LKM-A Rukun Tani.
Setelah mengetahui kondisi kinerja keuangan dan tingkat kepuasan nasabah LKM-A Rukun Tani, maka dapat terlihat kinerja LKM-A secara keseluruhan dan dapat direkomendasikan saran-saran yang dapat memperbaiki kinerja LKM-A Rukun Tani. Sehingga diharapkan LKM-A Rukun Tani mampu menjadi lembaga keuangan yang mampu menghadapi permasalahan yang sering terjadi pada lembaga keuangan mikro di Indonesia. Secara ringkas dan sistematis, bagan alur pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
(33)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Kinerja LKM-A Rukun Tani
• SHU berfluktuasi
• Jumlah anggota meningkat tiap bulannya LKM-A Rukun Tani
Kinerja Keuangan LKM-A Rukun
Analisis Rasio Keuangan
• Rasio Likuiditas
• Rasio Rentabilitas
• Rasio Solvabilitas
Kondisi Keuangan LKM-A Rukun Tani
Laporan Keuangan :
• Neraca
• Laporan Laba Rugi
• Laporan Arus Kas
Kepuasan Nasabah LKM-A Rukun Tani
Pelayanan yang Diberikan oleh LKM-A Rukun Tani
Atribut Mutu Pelayanan Nasabah
Tanggapan Nasabah terhadap Mutu Pelayanan
LKM-A Rukun Tani
Tingkat Kepentingan
Nasabah
Tingkat Kinerja LKM-A Rukun Tani Analisis
Deskriptif Karakteristik
Nasabah
IPA dan CSI
Analisis Kepuasan Nasabah terhadap Mutu Pelayanan LKM-A Rukun Tani
Upaya Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan LKM-A Rukun Tani
Evaluasi dan Rekomendasi kepada LKM-A Rukun Tani
(34)
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Rukun Tani yang berlokasi di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi. Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa LKM-A Rukun Tani merupakan lembaga keuangan mikro di daerah Kabupaten Bogor yang mempunyai catatan prestasi yang baik dengan menjadi peringkat pertama pada evaluasi yang dilakukan oleh Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) pada tahun 2010. Kegiatan pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2011.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh nasabah LKM-A Rukun Tani, hasil wawancara dan hasil observasi (pengamatan) pada kegiatan LKM-A Rukun Tani. Data sekunder berupa dokumen organisasi, penelitian terdahulu, literatur dan referensi lainnya berupa jurnal, makalah, dan situs-situs internet yang berhubungan dengan penelitian ini seperti yang terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jenis dan Sumber Data
No Jenis Data Sumber Data
1 Primer
a) Kepuasan Nasabah
• Karakteristik Responden
• Tingkat Kepentingan
• Tingkat Kinerja
a) Hasil Kuesioner b) Hasil Wawancara c) Observasi (Pengamatan)
2 Sekunder
a) Kinerja Keuangan
• Rasio Likuiditas
• Rasio Solvabilitas
• Rasio Rentabilitas
a) Dokumen Organisasi (Laporan Keuangan) b) Literatur dan Referensi yang Relevan
(35)
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini, pengambilan sampel untuk mengukur tingkat kepuasan nasabah menggunakan teknik secara sengaja (purposive) dimana contoh diambil pada responden yang melakukan transaksi pada waktu dan tempat yang bersamaan dengan penulis melakukan pengumpulan data kuesioner serta bersedia untuk mengisi kuesioner tersebut. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan penilaian secara objektif terhadap kuesioner yang diajukan kepada nasabah dan memberikan kemudahan dalam penilaian atribut karena terdapat di lokasi tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah LKM-A Rukun Tani pada tahun 2011 yaitu sebanyak 150 orang. Untuk memperoleh jumlah sampel dari populasi, digunakan perhitungan Slovin (Umar, 2003) yaitu :
Diketahui bahwa jumlah nasabah LKM-A Rukun Tani hingga tahun 2011 (bulan Juni) adalah 150 orang, sehingga diperoleh sampel sejumlah :
n , responden
Berdasarkan perhitungan menurut Slovin, maka didapatkan jumlah responden yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan nasabah yaitu sebanyak 60 responden dari total populasi 150 orang. Responden yang digunakan dalam penelitian ini merupakan anggota dari LKM-A Rukun Tani.
4.4. Deskripsi Variabel
Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah kepuasan nasabah terhadap pelayanan yang diberikan oleh LKM-A Rukun Tani. Terdapat lima indikator dimensi pelayanan utama yang dianalisis, yaitu Berwujud (Tangibles), Keandalan (Reliability), Ketanggapan (Responsiveness), Jaminan atau Kepastian
(Assurance), dan Kepedulian (Empathy) serta variabel tambahan yaitu mengenai
Keterangan : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi yang masih ditolerir sebesar 10 persen
(36)
fasilitas produk. Pengembangan dimensi-dimensi tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Dimensi Pelayanan LKM-A Rukun Tani
4.5. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dipakai pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dapat diperoleh secara langsung dari sumber (responden). Data primer pada penelitian ini didapatkan dengan pengisian kuesioner yang disebarkan oleh penulis dan diisi oleh nasabah LKM-A Rukun
Dimensi Pelayanan Atribut Pelayanan
Berwujud (Tangible)
Lokasi
Kebersihan Ruangan
Kelengkapan fasilitas kantor seperti kursi tunggu, form/slip setoran/pengambilan, tempat untuk menulis, alat tulis
Adanya toilet, ruang tamu dan areal parkir Ketersediaan papan informasi dan koran
Keandalan (Reliability)
Prosedur Pelayanan
Ketelitian dan Keakuratan Karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Realisasi Janji (dihubungkan kembali, survey dan pencairan dana)
Penyelenggaraan Rapat Anggota (bulanan) tepat waktu Pembagian SHU tepat waktu
Keteraturan jadwal kerja LKM-A Kerjasama LKM-A dengan pihak lain
Ketanggapan
(Responsiveness)
Kecepatan dan ketepatan menanggapi masalah Kecepatan dalam menangani transaksi
Adanya sangsi bagi anggota yang tidak mematuhi aturan LKM-A
Pemberian informasi terkait dengan LKM-A
Jaminan/kepastian
(Assurance)
Pengetahuan karyawan dalam memberikan informasi kepada nasabah
Keramahan dan kesopanan karyawan Kejujuran pengurus dan karyawan
Bantuan biaya pengobatan kepada nasabah yang membutuhkan tambahan biaya
Kepedulian (Empathy)
Kemudahan dalam memanfaatkan jasa yang diberikan LKM-A
Adanya Kotak Saran
Pemberian hadiah bagi anggota aktif
Pelaksanaan kemeriahan Hari Kemerdekaan di LKM-A Fasilitas produk Tingkat suku bunga pinjaman
(37)
Tani yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan nasabah dan laporan keuangan LKM-A Rukun Tani untuk mengukur kinerja keuangan organisasi.
Kuesioner merupakan alat pengumpul data pokok yang berasal dari sumber utama (nasabah) dan memiliki tipe pertanyaan yang setiap pertanyaan tersebut dapat menunjang pencapaian tujuan dari penelitian. Kuesioner terbagi dalam tiga bagian, yaitu 1) untuk mengetahui karakteristik responden, 2) untuk menanyakan tingkat kepentingan, dan 3) untuk menanyakan tingkat kinerja LKM-A Rukun Tani. Setiap pertanyaan diberi bobot dengan menggunakan skala Likert satu sampai lima. Skala likert merupakan skala yang bertujuan untuk memberi kesempatan kepada responden untuk mengutarakan perasaan mereka pada suatu pernyataan. Skala yang diberikan adalah angka satu untuk nilai terendah, dan skala lima untuk nilai tertinggi. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini diperoleh dengan cara browsing di internet, membaca jurnal, literatur, dan makalah yang mendukung, penelitian ini.
4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan software komputer yaitu Microsoft Excel (Microsoft Office 2007) dan software SPSS. Analisis juga dilakukan secara deskriptif untuk mengidentifikasi karakteristik nasabah LKM-A Rukun Tani sedangkan untuk menganalisis tingkat kepuasan nasabah LKM-A Rukun Tani menggunakan Metode IPA dan CSI.
4.6.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk meneliti suatu objek, status manusia, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari analisis ini adalah untuk membuat deskripsi, atau gambaran suatu kondisi secara matematis. Dalam analisis deskriptif diperlukan fakta-fakta yang faktual dan akurat serta memiliki hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 2003).
Pada penelitian ini, analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik nasabah LKM-A Rukun Tani. Karakteristik umum yang dilihat meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, jumlah pendapatan, dan besarnya pinjaman. Karakteristik nasabah dapat diketahui dengan
(38)
menggunakan teknik tabulasi. Dari hasil teknik tabulasi tersebut, kemudian dikelompokkan dalam sebuah tabel berdasarkan kesamaan jawaban dan dapat dikembangkan dengan menggambarkan hasil tabulasi tersebut dengan menggunakan diagram.
4.6.2. Analisis Kinerja Keuangan
Selain analisis deskriptif, dalam penelitian ini diukur pula kinerja keuangan dengan menggunakan analisis horisontal dan analisis vertikal. Analisis horisontal merupakan analisis yang membandingkan laporan keuangan untuk beberapa periode sehingga akan diketahui perkembangannya. Sedangkan analisis vertikal merupakan analisis yang membandingkan pos yang satu dengan lainnya pada laporan keuangan dalam satu periode (Munawir 1995). Analisis kinerja keuangan LKM-A Rukun Tani dilakukan dengan menggunakan analisis rasio. Analisis dilakukan dengan melihat kinerja keuangan LKM-A pada periode 2010-2011.
4.6.3. Analisis Rasio
Analisis rasio merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui kondisi suatu perusahaan/organisasi khususnya kondisi keuangan dari organisasi tersebut. Analisis rasio juga membantu untuk mengetahui kinerja perusahaan baik secara keseluruhan maupun mendetail dari waktu ke waktu (Kuswadi 2006). Dari hasil analisis rasio ini, maka pihak LKM-A dapat mengetahui gambaran kondisi organisasi khususnya keuangan LKM-A Rukun Tani. Adapaun analisis rasio yang digunakan yaitu rasio Likuiditas, rasio solvabitas, dan rasio rentabilitas.
4.6.3.1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan LKM-A untuk memenuhi kewajiban keuangannya atau utang lancarnya yang harus segera dipenuhi. Kewajiban yang dimaksud adalah kewajiban jangka pendek yang mampu dibiayai oleh aktiva lancar yang dimiliki oleh LKM-A. Rasio likuiditas diukur dengan cara:
(39)
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio Lancar merupakan perbandingan antara Harta Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek dari kegiatan operasional. Harta lancar yang dimaksud adalah harta yang dianggap perusahaan dapat dicairkan segera atau dalam waktu setahun atau kurang. Kewajiban Jangka pendek (Utang Lancar) adalah kewajiban yang jatuh temponya setahun atau kurang. Rasio lancar biasanya digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana kemampuan perusahaan dalam membayar Kewajiban Jangka Pendek atas Harta Lancarnya. Menurut Kasmir (2010) rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
2. Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid Test Ratio)
Rasio Cepat merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan LKM-A Rukun Tani dalam memenuhi kewajibannya terhadap para deposan (pemilik simpanan giro, tabungan, dan deposito) dengan harta yang paling likuid yang dimiliki oleh LKM-A Rukun Tani. Menurut Kasmir (2010) rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
%
3. Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover)
Rasio perputaran piutang ini biasanya digunakan dalam hubungannya dengan analisis terhadap modal kerja, karena memberikan ukuran kasar tentang seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas. Angka jumlah hari piutang ini menggambarkan lamanya suatu piutang bisa ditagih (jangka waktu pelunasan/penagihan piutang).
Menurut Prihadi (2010) Rasio Perputaran Piutang dan jumlah hari piutang ini dihitung dengan cara sebagai berikut :
(1)
116
Lampiran 5. Pengukuran Tingkat Kinerja
III. PENGUKURAN TINGKAT KINERJA
Menurut Bapak/Ibu, seberapa puaskan Anda pada atribut-atribut di bawah ini dalam pelayanan LKM-A Rukun Tani. Berilah tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan jawaban Bapak/Ibu.
Keterangan :
STP : Sangat Tidak Puas TP : Tidak Puas
CP : Cukup Puas P : Puas
SP : Sangat Puas
No Pertanyaan STP TP CP P SP
1 2 3 4 5
1 Lokasi LKM-A
2 Kebersihan LKM-A
3 Kelengkapan fasilitas kantor seperti kursi tunggu, form/slip setoran/pengambilan, tempat untuk menulis, alat tulis.
4 Ketersediaan papan informasi dan koran
5 Prosedur pelayanan LKM-A
6 Ketelitian dan keakuratan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya
7 Realisasi janji
8 Penyelenggaraan Rapat Anggota (bulanan) tepat waktu
9 Pembagian SHU tepat waktu
10 Keteraturan jadwal kerja LKM-A
11 Kerjasama LKM-A dengan pihak lain
12 Kecepatan dan ketepatan menanggapi masalah
13 Kecepatan dalam menangani transaksi
14 Pemberian informasi
15 Pengetahuan karyawan dalam memberikan informasi kepada nasabah
16 Keramahan dan kesopanan karyawan
17 Kejujuran pengurus dan karyawan
18 Bantuan biaya pengobatan
19 Kemudahan dalam memanfaatkan jasa yang diberikan
LKM-A
20 Adanya kotak saran
21 Pemberian hadiah bagi anggota aktif
22 Tingkat suku bunga pinjaman
(2)
(3)
Lampiran 7. Hasil Uji Validitas Kuisioner
Korelasi antara Nilai Korelasi (r)
Nilai r Tabel
(n=20, α=5%) Keterangan Kesimpulan No. Kuisioner 1
dengan total
0,45631 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 2
dengan total
0,54492 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 3
dengan total
0,53558 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 4
dengan total
0,19927 0,444 r Positif,
rhitung < rtabel
Tidak Valid No. Kuisioner 5
dengan total
0,51353 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 6
dengan total
0,606018 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 7
dengan total
0,559938 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 8
dengan total
0,588897 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 9
dengan total
0,493348 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 10
dengan total
0,507038 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 11
dengan total
0,774135 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 12
dengan total
0,605093 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 13
dengan total
0,646338 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 14
dengan total
0,474238 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 15
dengan total
0,144801 0,444 r Positif,
rhitung < rtabel
Tidak Valid No. Kuisioner 16
dengan total
0,590006 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 17
dengan total
0,620458 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 18
dengan total
0,66569 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 19
dengan total
0,741062 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 20
dengan total
0,51605 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 21
dengan total
0,46622 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 22
dengan total
0,483689 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 23
dengan total
0,679646 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
Valid No. Kuisioner 24
dengan total
0,15043 0,444 r Positif,
rhitung < rtabel
Tidak Valid No. Kuisioner 25
dengan total
0,469331 0,444 r Positif,
rhitung > rtabel
(4)
Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Kuisioner
****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ******
_
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)
N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables
SCALE 88,5238 243,0619 15,5904 25
Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted VAR00001 85,2857 229,6143 ,3531 ,8799
VAR00002 84,8095 226,1619 ,4972 ,8766
VAR00003 85,5238 224,6619 ,4431 ,8777
VAR00004 85,8095 235,9619 ,1405 ,8857
VAR00005 84,7143 227,2143 ,4307 ,8780
VAR00006 85,0952 226,2905 ,5713 ,8755
VAR00007 84,5714 223,9571 ,5111 ,8760
VAR00008 84,6190 224,2476 ,5393 ,8755
VAR00009 84,6667 223,6333 ,4213 ,8785
VAR00010 84,8571 223,2286 ,4449 ,8778
VAR00011 85,0952 210,6905 ,7281 ,8690
VAR00012 84,9048 222,4905 ,5328 ,8754
VAR00013 85,0476 221,0476 ,5951 ,8739
VAR00014 84,7143 228,0143 ,3883 ,8791
VAR00015 85,0952 239,5905 ,0638 ,8866
VAR00016 84,9524 220,9476 ,5346 ,8752
VAR00017 85,0476 223,5476 ,5694 ,8749
VAR00018 84,7619 217,2905 ,5891 ,8735
VAR00019 84,7143 217,5143 ,7026 ,8711
VAR00020 84,7619 226,8905 ,4348 ,8779
VAR00021 85,3333 230,6333 ,4102 ,8787
VAR00022 85,5714 223,6571 ,4182 ,8786
VAR00023 84,6667 216,8333 ,6327 ,8724
VAR00024 84,8095 239,4619 ,0594 ,8872
VAR00025 85,1429 224,1286 ,3519 ,8813
Reliability Coefficients N of Cases = 21,0 N of Items = 25 Alpha = ,8819
(5)
2
RINGKASAN
PUTRI KUSUMANINGTYAS. H34070002. Analisis Kinerja Keuangan dan Kepuasan Nasabah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY K.S DARYANTO).
Permasalahan pertanian yang terjadi di Indonesia antara lain adalah kondisi petani yang memiliki tingkat pendidikan rendah, lemahnya organisasi petani, dan masalah permodalan. Permodalan menjadi permasalahan bagi petani karena adanya jaminan yang memberatkan petani, biaya transaksi yang mahal, dan bunga yang tinggi. Pemerintah berusaha mengatasi permasalahan tersebut salah satunya dengan mengadakan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Tujuan dari program ini antara lain meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Sehingga dari program ini diharapkan dapat terbentuk lembaga keuangan mikro yang dapat memberikan akses permodalan pada petani kecil. Seperti yang telah dilakukan oleh Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi yakni membentuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Rukun Tani. Lembaga keuangan mikro ini merupakan pengembangan dari program pemerintah yang dilakukan secara swadaya oleh gapoktan penerima PUAP. Sehingga kegiatan evaluasi perlu dilakukan mengingat lembaga ini menunjang kegiatan penduduk sekitar, dan merupakan pengembangan program pemerintah di mana sering mengalami kegagalan dalam kelanjutannya. Evaluasi kinerja LKM-A Rukun Tani dilakukan dengan pendekatan kinerja keuangan serta dari segi tingkat kepuasan nasabah. Kinerja keuangan dilakukan untuk mengetahui kondisi internal khususnya kondisi keuangan LKM-A Rukun Tani. Sedangkan untuk tingkat kepuasan nasabah dilakukan untuk mengetahui tingkat kinerja pelayanan LKM-A Rukun Tani.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Menganalisis kinerja keuangan LKM-A Rukun Tani, 2) Mengidentifikasi karakteristik nasabah LKM-A Rukun Tani, 3) Menganalisis tingkat kepuasan anggota terhadap pelayanan yang diberikan LKM-A Rukun Tani. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) kepada responden yang melakukan transaksi di LKM-A Rukun Tani. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 60 nasabah LKM-A Rukun Tani yang ditentukan dengan rumus Slovin. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif untuk mengetahui karakteristik responden, analisis rasio keuangan untuk mengetahui kinerja keuangan, dan Importance Performance Analysis (IPA) serta Customer Satisfaction Index (CSI) untuk mengetahui tingkat kinerja LKM-A Rukun Tani. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program MS. Excell 2007 dan SPSS ver. 19.0 for Windows.
Hasil analisis keuangan menunjukkan kondisi yang cukup baik. Hal ini dilihat dari hasil rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio rentabilitas. Masing-masing rasio cenderung berada pada posisi yang aman bagi sebuah organisasi. Namun, yang perlu diperhatikan adalah tingkat pengembalian pinjaman. Hal ini perlu diperhatikan secara khusus agar tidak terjadi permasalahan kredit macet. Hasil analisis deskriptif mengenai karakteristik responden adalah persentase
(6)
terbanyak responden adalah dengan jenis kelamin pria (60%), dengan usia yang lebih dari 41 tahun (40%), statusnya menikah (95%), menempuh pendidikan terakhir Sekolah Dasar (48%), bekerja sebagai petani (45%), dengan lama usaha lebih dari 4 tahun (77%). Pendapatan yang diterima per bulan lebih dari Rp 2.000.000,00 per bulan (39%), dan pengeluarannya sekitar Rp 500.000,00-Rp 1.000.000 per bulan (42%) ini, jumlah pinjaman yang diajukan berkisar antara Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00 (55%). Responden yang telah bergabung dengan LKM-A Rukun Tani paling banyak telah bergabung lebih dari 12 bulan (60%) dengan frekuensi pinjaman paling banyak sekitar 2 kali (52%). Responden memilih meminjam ke LKM-A Rukun Tani dengan alasan paling banyak yaitu karena mudah persyaratannya (48%).
Hubungan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja LKM-A Rukun Tani dapat dilihat dari hasil Importance Performance Analysis (IPA) yang tersaji dalam diagram kartesius. Pada kasus kepuasan nasabah terhadap pelayanan pada LKM-A Rukun Tani, atribut yang masuk ke dalam Kuadran I adalah prosedur pelayanan LKM-A, pemberian hadiah bagi anggota aktif. Sedangkan yang masuk di Kuadran II adalah ketelitian dan keakuratan karyawan, realisasi janji, pembagian shu tepat waktu, kecepatan dalam menangani transaksi, pemberian informasi, keramahan dan kesopanan karyawan, kejujuran pengurus dan karyawan, dan tingkat suku bunga pinjaman. Untuk Kuadran III, atributnya antara lain kebersihan LKM-A, kelengkapan fasilitas kantor, ketersediaan papan informasi dan koran, penyelenggaraan rapat anggota (bulanan) tepat waktu, kerjasama LKM-A dengan pihak lain, kecepatan dan ketepatan menanggapi masalah, bantuan biaya pengobatan, dan adanya kotak saran. Dan untuk Kuadran IV, atributnya antara lain lokasi LKM-A, keteraturan jadwal kerja LKM-A, pengetahuan karyawan dalam memberikan informasi, dan kemudahan dalam memanfaatkan jasa.
Kepuasan nasabah terhadap kualitas pelayanan pada LKM-A Rukun Tani dapat dilihat dari nilai Customer Satisfaction Index (CSI) sebesar 74,41 persen. Nilai tersebut terletak pada rentang nilai CSI antara 0,61 – 0,80 yang berarti bahwa nasabah telah merasa puas dengan kinerja pelayanan LKM-A Rukun Tani.