Laserasi serviks diperbaiki dengan merenggut mulut serviks yang berdekatan dengan laserasi dengan menggunakan forsep cincin. Jahitan berurutan dengan
chromic 00 atau 000 dilakukan melalui bagian yang paling mudah dari robekan serviks. Traksi pada jahitan tersebut dapat membantu dalam menarik apeks
laserasi kebawah. Pembuluh-pembuluh yang mengeluarkan darah harus diligasi untuk mencegah hematoma retroperitroneum. Jahitan yang paling penting adalah
pada apeks laserasi, di mana diperlukan perhatian yang vermat untuk memastikan bahwa pembuluh-pembuluh yang mengalami retraksi tidak terus berdarah. Jahitan
terputus atau kontinu dapat dipakai, tergantung pada luasnya perdarahan, tempat perdarahan yang terlihat dan keinginan operator Taber, 1994
4. Inversi Uteri
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah inverse uterus yang merupakan keadaan di mana lapisan dalam uterus
endometrium turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit Karkata, 2009. Inversi inkompit dimana fundus uteri
tidak terbalik di luar servis. Inverse komplit merupakan seluruh uterus terbalik keluar, menonjol melalui cincin serviks.
Factor-faktor predisposisi dari inverse uterus, yaitu: - Tekanan fundus,
- Traksi tali pusat, - Insersi fundus plasenta,
- Dinding uterus yang tipis atau kendor, - Tekanan abdomen yang meningkat secara tiba-tiba dan berkaitan
dengan atonia uteri Taber, 2010. Inversion uteri ditandai dengan dengan:
- Syok karena kesakitan. - Perdarahan banyak bergumpal.
- Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat.
- Bila baru terjadi maka prognosis masih baik, bila kejadiannya cukup lama mengakibatkan uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi
dikarenakan jepitan dari serviks yang semakin mengecil. Tindakan yang dilakukan secara garis besar sebagai berikut.
1. Memanggil bantuan anastesi dan memasang infuse untuk cairandarah pengganti dan pemberian obat.
2. Pemberian tokolitikMgSO
4
untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke
dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah
terlepas atau tidak. 3. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infuse atau i.m. tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan
tangan operator baru dilepaskan. 4. Pemberian antibiotika dan transfuse darah sesuai dengan keperluannya.
5. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan maneuver di atas tidak bias dikerjakan, maka dilakukan
laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosisKarkata, 2009.
5. Gangguan Pembekuan Darah.
Kausal perdarahan postpartum karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat
pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan da tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan
merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.