Respon Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto.1994. Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial: Dasar-dasar Pemikiran, Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada.

Azwar, S.2007. Sikap Manusia: teori dan pengukurannya. Edisi II. Cetakan X, Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bridgemman, Peter dan Glyn Davis, 2004. The Australian Policy Handbook, (Crows Nest : Allen And Unwin)

Departemen Sosial R.I. 2003. Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial. tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

Jakarta.

Departemen Sosial R.I. 2003. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonsia Nomor 06/PEGHUK/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Jakarta

Departemen Sosial R.I. 2003. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil. Jakarta

Manurung, Butet, 2007, Sakola Rimba : Pengalaman Bersama Orang Rimba, Jakarta : INSISTPress.

Suharto, Edi.2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta __________.2009. membangun masyarakat memberdayakan masyarakat. Bandung:

PT Refika Aditama.

Sutoro, Eko 2002. Pemberdayaan Masyarakat Desa, Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda, Desember 2002.

_________. 2005. Pemberdayaan Kaum Marginal. Yogyakarta: APMD Press. Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: Grasindo Monoratama. ____________. 2012. Kemiskinan dan solusi. Medan: Grasindo Monoratama.

Setiana, Lucie. 2005. Teknik penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat. Bogor: Ghalia Utama.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama Sobur ,Alex .2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia


(2)

William, Dunn. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Sumber lain:

http://www.kemsos.go.id/ diakses pada pukul 21.20 WIB, 10 Desember 2012

Desember 2012

http //perpustakaan.bappenas.go.id diakses pada pukul 10.20 WIB, 11 Desember 2012

WIB, 11 Desember 2012

files.wordpress.com/2010/10/pemberdayaan-kat.docx diakses pada pukul 22.00 WIB, 18 Januari 2013

http://repository.upi.edu diakses pada pukul 22.15 WIB, 18 januari 2013 http://repository.usu.ac.id diakses pada pukul 21.00 WIB, 18 Januari 2013

humas.kemsos.go.id/author/irwan_humas/page/3 diakses pada pukul 22.15 WIB, 3 maret 2013.


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu keadaan subjek atau objek. Penelitian deskriptif dalam pelaksanaannya lebih terstruktur, sistematis, dan terkontrol, penulis memulai dengan subjek yang telah jelas dan mengadakan penelitian atas populasi dari subjek tersebut untuk menggambarkan secara akurat (Silalahi, 2009:28).

Melalui penelitian deskriptif, penulis ingin membuat gambaran menyeluruh tentang bagaimana respon warga dampingan di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini karena Desa Sionom Hudon Selatan merupakan salah satu dari lima desa di Sumatera Utara yang diikutsertakan pemerintah provinsi dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan obyek, benda, peristiwa atau individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 155). Adapun yang


(4)

menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh warga binaan dalam program pemberdayaan komunitas adat terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan yakni berjumlah 50 kepala keluarga. Diketahui bahwa jumlah populasi adalah kurang dari 100 maka keseluruhan populasi akan diambil datanya.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang akan diteliti melalui penelaahan buku, jurnal dan karya tulis lainnya.

2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Adapun alat-alat yang digunakan dalam rangka studi lapangan ini, yaitu :

a. Observasi, yaitu pengamatan terhadap obyek dan fenomena yang berkaitan dengan penelitian.

b. Kuesioner, yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan cara menyebar daftar pertanyaan untuk dijawab atau diisi dengan responden sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian (Siagian, 2011:206-207).

c. Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan pengumpul data dengan responden sehingga responden memberikan data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian.


(5)

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif, sehingga nantinya peneliti dapat menggambarkan informasi data yang diperoleh dalam penelitian, dimana pengelolaan data dilakukan dengan manual. Data dikumpulkan dari hasil kuesioner (angket). Untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mentabulasi data-data yang didapat melalui keterangan responden, kemudian dicari frekuensi dan persentasenya untuk disusun dalam bentuk tabel tunggal serta selanjutnya dijelaskan secara kualitatif dengan menggunakan skala Likert.

Dalam merumuskan kesimpulan hasil penelitian, khususnya mengidentifikasi respon, penulis menggunakan skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap, persepsi, dan partisipasi seseorang atau sekelompok orang yang berhubungan dengan suatu hal. Skala ini sering disebut sebagai summated scale yang berisi sejumlah pernyataan dengan kategori respon. Pertama-tama ditentukan beberapa alternatif kategori respons atau seri item respons (compiling possible scale item) yang mengekspresikan luas jangkauan sikap dari ekstrem positif ke ekstrem negatif untuk di respon oleh responden. Tiap respon dihubungkan dengan nilai skor atau nilai skala untuk masing-masing pernyataan (Silalahi, 2009 : 229).

Pemberian skor data dilakukan mulai respon yang negatif menuju respon yang positif, yakni :

a. Skor negatif adalah -1 b. Skor netral adalah 0 c. Skor positif adalah 1


(6)

Sebelum menentukan klasifikasi persepsi, sikap dan partisipasi, maka ditentukanlah interval kelas sebagai pengukuran, yaitu :

Interval kelas (i) = nilai tertinggi (H)- nilai terendah (L) Banyak kelas (K)

= 1-(-1) 3

= 2

3 = 0,66

Maka untuk menentukan kategori respon positif , netral maupun respon negatif dengan adanya nilai batasan sebagai berikut :

1. -1,00 sampai dengan -0,33 = respon negatif 2. -0,33 sampai dengan 0,33 = respon netral 3. 0,33 sampai dengan 1 = respon positif


(7)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Desa Sionom Hudon Selatan

Desa Sionom Hudon Selatan merupakan desa yang paling jauh dan terpencil diantara desa-desa yang ada di Kecamatan Parlilitan dengan ketinggian ± 350 m di atas permukaan laut. Desa ini sudah memiliki cerita sekitar tahun 1400, dimana terdapat seorang raja yang bernama Tinambunan memiliki 3 anak yaitu Raja Ujung Sunge, kedua raja Putampak, ketiga Raja Pernantin. Raja Ujung Sunge memiliki tanah di Desa Sihasima atau Tambor, Raja Putampak memiliki tanah di Desa Huta Godung, Raja Pernantin memiliki tanah di Barongbarong sampai hutakala Desa Sionom Hudon Selatan. Raja Pernantin menjadi raja di Desa Sionom Hudon Selatan. Keturunan Raja Pernantin ada 3 yaitu Raja Kembang Mehuli di Hutakalang, Raja Parsumandak menghuni di Huta Janji, Raja Jogah menghuli Peabalane sampai Simaho yang semuanya di Sionom Hudon Selatan. Masing-masing memiliki kepala kampung. Setelah merdeka ketiga kampung itu bersama Sitapung dan Kasturi menjadi satu kepala desa (Kampung gabungan) yang sekarang disebut Desa Sionom Hudon Selatan.

4.2 Kondisi Geografis

Desa Sionom Hudon Selatan terletak di Kecamatan Parlilitan yang berada di sebelah Utara Desa Sionom hudon Utara, sebelah Selatan Desa Sihastonga, Sebelah Timur Desa Sionom hudon Timur dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Sionom VII, sedang dusun Hutakalang yang merupakan lokasi KAT mempunyai


(8)

batasan-batasan yaitu sebelah utara berbatasan-batasan Dusun Kesturi, sebelah Selatan berbatasan-batasan dengan Kecamatan Tarabintang, sebelah timur berbatasan dengan dusun laepinang dan sebelah barat bertabatasan dengan Desa Sionom hudon VII. Jarak Ibukota Kecamatan Parlilitan dengan Desa Sionom Hudon Selatan lebih kurang 3 km, lama tempuh 15 menit dengan menggunakan kenderaan bermotor. Desa Sionom Hudon Selatan terdiri dari 11 (sebelas) dusun, yaitu :

1. Dusun Silali 2. Dusun Tornauli 3. Dusun Simaho 4. Dusun Janji 5. Dusun Lae Pinang 6. Dusun Hutakalang 7. Dusun Hutanangka 8. Dusun Kasturi 9. Dusun Barungbarung 10.Dusun Peabalane 11.Dusun Sitapung

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepala Desa Sionom Hudon Selatan, Luas Wilayah desa 21000 ha, yang terdiri dari areal permukiman 10 ha, perladangan penduduk 1000 ha, tanah sawah dan kebun rakyat 700 ha, lahan tidur seluas 18090 ha dan Hutan 1200 ha. Desa Sion Selatan merupakan desa yang paling jauh dan terpencil diantara desa-desa yang ada di Kecamatan Parlilitan dengan ketinggian ± 350 m di atas permukaan laut. Karena letaknya berada di tengah-tengah pegunungan maka suhu udara rata-rata 25˚C hingga 28˚C. Sepanjang tahun hanya ada dua musim


(9)

yaitu musim penghujan dan musim kemarau dengan curah hujan mencapai 930 mm. Musim penghujan terjadi antara Bulan September sampai Bulan Desember, sedangkan musim kemarau berkisar antara Bulan Januari sampai dengan Agustus, bahkan musim itu tidak menentu. Dusun Hutakalang merupakan dusun yang menerima program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan.

4.3 Kondisi Demografis

Penduduk Desa Sionom Hudon Selatan berjumlah 500 KK dan 2450 jiwa Jumlah tanggungan keluarga (anak-anak) rata-rata 4 orang. Dari penduduk berusia 1-9 tahun sebanyak 15%, berusia 10-17 tahun 25%, berusia 17-30 tahun 35%, berusia sekitar 30-43 tahun 10%, berusia lanjut yakni 55 tahun ke atas hanya 15 orang (5%). Berdasarkan data yang diperoleh ternyata jumlah penduduk yang laki-laki 58%, perempuan 42%.

Sedangkan Penduduk Hutakalang Napak Nias yang merupakan dusun yang menjadi lokasi pelaksaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil berjumlah 20 KK dan 102 jiwa. Jumlah tanggungan keluarga (anak-anak) rata-rata 4 orang. Penduduk berusia 1-9 tahun sebanyak 15 orang, berusia 10-17 tahun sebanyak 29 orang, berusia 17-30 tahun sebanyak 41 orang, berusia sekitar 30-43 tahun sebanyak 13 orang, berusia lanjut yakni 55 tahun ke atas hanya 4 orang. Berdasarkan data yang diperoleh ternyata jumlah penduduk yang laki-laki 58 orang, perempuan 44 orang. Namun terdapat 30 kepala keluarga dari luar dusun hutakalang yang juga menjadi warga binaan dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.


(10)

Permukiman penduduk berada di daerah pegunungan dengan mata pencaharian mayoritas adalah bertani dan berladang. Tingkat pendidikan penduduk: SD 45%, SLTP 35 %, SLTA 4 % yang belum sekolah 16 %. Penduduk Desa Sionom Hudon Selatan, 3 % beragama Islam, 97 % beragama Kristen, Protesan dan Katholik. Penghuni Desa Sion Selatan terdiri dari Suku Batak Pakpak, Batak Toba dan Nias. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Pakpak dan Toba, namun seluruh penduduknya mampu berbahasa Indonesia.

Penduduk Desa Sionom Hudon Selatan yang terdiri dari Suku Pakpak dan Suku Batak Toba tidak mudah menerima perubahan dari luar. Lokasi permukiman mereka yang dikelilingi oleh gunung dan hutan telah menyebabkan tertutupnya kontak kultur dengan dusun atau desa maupun etnik yang lain. Kondisi jalan yang sukar dilalui dan sarana komunikasi yang ada telah menyebabkan desa ini semakin tertutup. Intensitas hubungan dengan masyarakat lain dari luar desa ini sangat kecil, karena kontak hubungan dengan masyarakat lain hanya terjadi waktu penduduk turun ke Parlilitan pada hari Pekan. Kontak atau hubungan desa dengan atasannya maupun dengan organisasi sosial seperti LSM jarang terjadi. Informasi yang berkaitan dengan perkembangan daerah dan peristiwa-peristiwa penting lainnya sangat sulit mereka dapatkan kecuali mereka keluar dari desa ini.

Hubungan sosial antara warga sangat baik tanpa membedakan agama dan suku. Jalinan hubungan mereka masih terikat oleh adanya perasaan senasib sepenanggungan. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah Bahasa Pakpak. Namun demikian seluruh warga masih dapat berbahasa Indonesia.


(11)

4.4 Fasilitas Umum dan Pelayanan Sosial

Fasilitas Umum dan Pelayanan Sosial di Desa Sionom Hudon Selatan dan dusunnya masih sangat minim. Hanya terdapat satu bangunan Sekolah Dasar (SD) dan sudah dalam kondisi rusak. Demikian juga tenaga, sarana dan prasarana medis masih belum cukup tersedia. Tempat peribadatan seperti Mesjid maupun mushalla bagi umat Islam dan Gereja bagi umat yang beragama Kristen memiliki kondisi yang cukup memprihatinkan. Jaringan listrik belum masuk ke semua dusun yang ada di Desa Sionom Hudon Selatan sehingga sebagian besar warga setempat masih menggunakan lampu teplok sebagai penerangan di waktu malam.

Tidak ada jaringan telephone dan signal untuk telephone selular di sebagian besar dusun di desa Sionom Hudon Selatan termasuk dusun hutakalang. Kondisi seperti ini membuat Desa Sionom Hudon Selatan dan dusunnya semakin terisolir dan tertutup dari dunia luar. Taraf kehidupan masyarakat mengarah kepada pengembangan potensi yang ada di desa ini yakni PNPM dan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang dilaksanakan oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.

4.5 Pranata Ekonomi atau Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk Desa Sionom Hudon Selatan mayoritas bertani yang terdiri dari pertanian tanaman muda dan tanaman keras. Tanaman muda seperti padi ditanam di sawah dan perladangan darat. Penyiapan lahan dilakukan dengan tebas dan tebang, kemudian dikeringkan lebih kurang satu atau dua minggu lalu dibakar. Setelah lahan dibersihkan barulah dilakukan penanaman. Tidak ada pembibitan, bibit padi hanya bersumber dari hasil panen sebelumnya yang dianggap


(12)

baik dan pantas untuk dijadikan bibit. Musim tanam hanya 1 kali dalam setahun. Cara pemanenan masih tradisional. Hasil panen rata-rata 50 kaleng/ha ada juga yang mencapai 70 kaleng, tergantung pada luas arealnya yang diusahainya. Selain tanaman padi dan cabe yang merupakan tanaman muda, masih ada tanaman lain seperti tomat serta jenis sayuran lainnya. Jenis tanaman muda yang hasilnya dijual ke pasar hanya cabe yang bisa mencapai Rp. 10.000/kg. Adapun jenis tanaman lainnya hanya untuk dikonsumsi sendiri. Kalaupun hasilnya melebihi dikonsumsi, untuk menjualnya ke pasar di Parlilitan, ongkos angkutnya terlalu mahal yaitu Rp. 500/kg sedangkan harga jualnya hanya Rp. 5500/kg.

Jenis tanaman keras yang dikembangkan masyarakat Desa Sionom Hudon Selatan adalah Karet, Durian dan rotan. Lahan untuk menanam Karet adalah lahan yang dijadikan bercampur dalam satu areal dengan jengkol dan petai, sedangkan ladang padi dipindahkan ke areal lain. Oleh karena pembibitan karet tidak ada, maka bibit diminta dari orang-orang yang memiliki kebun karet, itupun hanya biji yang jatuh dan tumbuh di bawah pepohonan karet tersebut. Bagi yang tidak memiliki tanaman, mereka bekerja sebagai tukang deres rambung atau karet. Cara bagi hasil 50 % untuk menderes, 50 % untuk pemilik rambung atau karet.

Hasil atau produksi tanaman keras berupa karet dijual ke pasar Parlilitan. Harga karet mencapai Rp. 5.500/kg. Hasil penjualan tanaman keras itulah yang diguanakan oleh penduduk untuk menutupi semua keperluan yang menyangkut adat dan ritual lainnya. Semua produk pertanian yang dihasilkan masih belum menggunakan pola penanaman intensifikasi. Pola penanaman masih menggunakan cara-cara ekstensifikasi dan tradisional, dimana tidak dikenal adanya pemupukan, penggunaan bibit unggul dan pemberantasan hama terhadap seluruh tanaman muda


(13)

maupun tanaman keras. Untuk memasak segala jenis makanan seluruhnya menggunakan kayu api, sama sekali mereka tidak mengenal alat untuk mengawetkan makanan.

Dari hasil wawancara mendalam terungkap bahwa taraf ekonomi penduduk Desa Sion Selatan masih sangat memprihatinkan, dengan pendapatan perkepala keluarga Rp. 500.000 s/d Rp. 600.000. perbulan. Kondisi ini menunjukkan bahwa kehidupan mereka masih berada jauh di bawah garis kemiskinan.

4.6 Pranata Politik dan Lembaga Adat

Di Desa Sionom Hudon Selatan terdapat lembaga formal yang dibentuk oleh pemerintah seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) maupun Badan Perwakilan Desa (BPD). LPMD maupun BPD hanya ada di Desa Sionom Hudon Selatan sebagai induk Desa Sionom Hudon Selatan. Organisasi kepemudaan seperti Karang Taruna sudah ada di desa ini. Demikian juga halnya dengan lembaga adat, yang ada hanya tradisi adat.

Adat istiadat yang paling dominan di Desa Sionom Hudon Selatan adalah adat istiadat Pakpak dan istiadat Batak Toba atau DAITO (Dairi Toba). Keterpaduan kedua jenis adat istiadat ini telah mengilhami munculnya rasa kesatuan dan persatuan warga yang amat kokoh, tanpa membedakan agama dan suku. Dalam hal pelaksanaan pesta perkawinan misalnya mereka bergotong royong, menyatu, bahu membahu untuk melaksanakan pesta. Azas musyawarah dan mufakat merupakan tumpuan akhir dari berbagi jenis konflik yang mungkin terjadi di antara warga desa Sionom Hudon Selatan.


(14)

4.7 Pranata Agama, Religi atau Sistem Kepercayaan

Terdapat 97 % penduduk Desa Sion Selatan yang memeluk Agama Kristen, 3 % memeluk Agama Islam. Sekitar 50 tahun yang lalu, penduduk desa Sionom Hudon Selatan masih memeluk kepercayaan tradisional dan masih percaya supranatural serta sangat menghormatinya. Masih terlihat dahulu adanya sesajen berupa rokok dan minuman yang diletakkan di atas makam. Makam orang yang sudah meninggal masih digali dan dibakar setelah 2 tahun meninggal. Upacara ritual juga dahulu masih dilaksanakan sebagai simbol atau ungkapan pengharapan dan penghormatan kepada leluhur supaya tanaman mereka terhindar dari serangan berbagai jenis hama, dan hasilnya melimpah ruah pada masa berikutnya.


(15)

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti akan menganalisis data-data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data-data penyebaran angket kepada 50 kepala keluarga sebagai responden yang telah mengikuti program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan. Teknik analisis data yang digunakan peneliti yaitu teknik analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan skala likert.

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara :

1. Terlebih dahulu peneliti meminta ijin kepada pihak lembaga yang bertanggung jawab dan menjelaskan maksud kedatangan ke lokasi komunitas adat terpencil di desa sionon hudon selatan

2. Peneliti cukup terbantu dengan bantuan beberapa warga binaan serta pendamping komunitas adat terpencil dalam mencari data serta mewawancarai warga binaan.

3. Peneliti memperkenalkan diri kepada responden dan menjelaskan mengapa mereka yang dipilih sebagai responden dalam penelitian

4. Memberikan pengarahan dan menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya pengisian kuesioner dan cara-cara pengisian kuesioner

5. Peneliti membimbing setiap responden yang mengalami kesulitan dalam mengisi angket.


(16)

Pembahasan data dalam penelitian ini dilakukan peneliti dengan membagi dalam dua sub bab agar penelitian tersusun secara sistematis, yaitu:

A. Analisis Identitas Responden meliputi status responden dalam keluarga populasi, usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan terakhir dan jumlah anak.

B. Respon Warga Binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.

5.2 Analisis Identitas Responden

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

no Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Laki-laki Perempuan

43 4

86 8

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada jumlah responden berjenis kelamin perempuan di dalam penelitian ini. Adapun responden perempuan merupakan ibu rumah tangga yang sudah menjanda namun masih memiliki tanggungan.


(17)

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Agama

no Agama Frekuensi Persentase (%)

1. 2. Kristen Protestan Kristen Katolik 48 2 96 4

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden beragama Kristen Protestan adalah yang terbanyak dengan jumlah responden 48 (96%) sehingga jarang terjadi konflik dan lebih mudah dalam membentuk organisasi keagamaan di desa ini.

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

no Usia (tahun) Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 22-31 32-41 42-51 >52 13 16 13 8 26 32 26 16

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia produktif, yaitu antara usia 17-45 tahun. Hal ini dapat mendukung produktivitas warga binaan dalam proses pemberdayaan yang ada di Dusun Hutakalang Desa Sionom Hudon Selatan.


(18)

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

no Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. Tidak bersekolah SD SMP SMA Diploma/Sarjana 5 28 14 1 2 10 56 28 2 4

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden hanya mampu menyelesaikan pendidikan sampai ke jenjang Sekolah Dasar. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab mengapa sebagian besar warga belum mampu memberdayakan dirinya sendiri dan lemahnya motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka menjadi lebih baik.

Tabel 5.5

Distribusi Responden Berdasarkan Suku

no Suku Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. Dairi Batak toba Nias 40 7 3 80 14 6

Jumlah 50 100


(19)

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa responden atau warga binaan di Dusun Hutakalang Desa Sionom Hudon Selatan mayoritas bersuku Dairi. Adapun suku Batak Toba dan Nias merupakan penduduk yang menikah dengan warga suku Dairi yang tinggal di dusun ini. Dengan kondisi suku yang terbilang homogen, membuat warga sehari-hari berkomunikasi dengan menggunakan bahasa adat suku Dairi, dan cukup terbatas dalam menjalin komunikasi dengan penduduk luar dusun maupun Desa Sionom Hudon Selatan. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri Komunitas Adat Terpencil yang tertulis pada Keppres RI No.111/1999 tentang Pembinaan Sosial Komunitas Adat Terpencil.

Tabel 5. 6

Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak

no Jumlah anak (orang) Frekuensi Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Belum ada 1 2 3 4 >5 4 5 15 12 8 6 8 10 30 24 16 12

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki lebih dari 2 anak bahkan ada yang memiliki hingga 7 anak, hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran warga dalam perencanaan keluarga sehingga menyebabkan


(20)

semakin sulitnya warga dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari karena banyaknya tanggungan sementara sumber daya manusia dan lapangan pekerjaan masih sangat terbatas bagi mereka.

Bagan 5.1

Struktur Pemerintahan Desa

5.3 Respon Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.

Dari data yang dikumpulkan melalui kuesioner dan observasi dapat diketahui respon dari warga binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.

Kepala desa Gerhard Simbolon

Sekretaris desa Masuto Tinambunan BPD desa

Abdin

Kaur Desa Demus Sihotang


(21)

Analisis terhadap respon ini dapat dilihat melalui pengetahuan, persepsi, sikap dan partisipasi responden terhadap program.

5.3.1 Pengetahuan Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Salah satu indikator untuk menilai respon dalam penelitian ini adalah dengan melihat pengetahuan warga binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil yang akan disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.7

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Kegiatan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

no Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Tahu

Kurang tahu Tidak tahu

19 18 13

38 36 26

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memang sudah mengetahui tentang kegiatan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan. Namun masih cukup banyak yang belum, bahkan tidak mengetahui tentang Kegiatan Program Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap warga binaan, terdapat miskomunikasi atau kurangnya sosialisasi yang mendetail dari pemerintah kepada warga binaan sehingga warga binaan tidak


(22)

terlalu mengetahui dan memahami kegiatan-kegiatan yang ada. Mereka hanya mengetahui beberapa kegiatan seperti pemberian bibit tanaman dan sembako. Padahal berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Nomor 020.A/PS/KPTS/VI/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, ditulis bahwa kegiatan dalam Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil meliputi; penyuluhan, bimbingan sosial, pelayanan serta perlindungan bagi komunitas Adat Terpencil.

Kuantifikasi skala likert berdasarkan pengetahuan responden tentang kegiatan program pemberdayaan komunitas adat terpencil adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 6, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 50 orang. Nilai skala likert berdasarkan pengetahuan responden tentang kegiatan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 0,12.

Tabel 5.8

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Tujuan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

no Tujuan Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Tahu

Kurang tahu Tidak tahu

15 25 10

30 50 20

Jumlah 50 100


(23)

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden masih kurang memahami tujuan dari pelaksanaan Program Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil. Hal ini juga dikarenakan kurangnya sosialisasi dan komunikasi yang lebih mendetail dari pemerintah serta kurangnya keingintahuan warga terhadap Program Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil, sehingga maksud dan tujuan program tidak sampai dan tepat sasaran.

Kuantifikasi skala likert berdasarkan pengetahuan responden terhadap Tujuan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 5, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 50 orang. Nilai skala likert berdasarkan pengetahuan responden terhadap tujuan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan adalah 0,1.

Tabel 5.9

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Manfaat Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

no Manfaat Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Tahu

Kurang tahu Tidak tahu

24 18

8

48 36 16

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui dan merasakan langsung manfaat dari


(24)

pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Dusun Hutakalang Desa Sionom Hudon Selatan, seperti mendapatkan tempat tinggal, fasilitas air bersih dan sebagian mengalami peningkatan pendapatan. Kuantifikasi skala likert berdasarkan pengetahuan terhadap manfaat program pemberdayaan komunitas adat terpencil adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 16, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 50 orang. Nilai skala likert berdasarkan pengetahuan responden terhadap tujuan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 0,32.

5.3.2 Persepsi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Pengukuran berikutnya untuk menilai respon dalam penelitian ini adalah dengan melihat persepsi warga binaan terhadap program pemberdayaan komunitas adat terpencil yang akan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 5.10

Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Proses Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

No Penilaian frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Baik

Kurang baik Tidak baik

28 21 1

56 42 2

Jumlah 50 100


(25)

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.10 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi baik terhadap proses pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Berdasarkan wawancara peneliti dengan responden, adapun responden yang memiliki persepsi kurang baik, dikarenakan kurang tepatnya waktu pelaksanaan program. Kuantifikasi skala likert berdasarkan persepsi terhadap proses pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 27, nilai skala likert berdasarkan persepsi responden terhadap proses pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 0,54.

Tabel 5.11

Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Penataan Pemukiman dan Perumahan di Desa Sionom Hudon Selatan

No Penilaian frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Baik

Kurang baik

38 12

76 24

Jumlah 50 100

Sumber: Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.11 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi baik terhadap pelaksanaan penataan pemukiman dan perumahan di Desa Sionom Hudon Selatan. Nilai skala likert berdasarkan persepsi responden terhadap pelaksanaan penataan pemukiman dan perumahan di desa sionom hudon selatan adalah 0,76. Warga binaan mengakui


(26)

bahwa pelaksanaan pemukiman dan perumahan sudah berjalan dengan cukup baik dan tertib

Tabel 5.12

Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Perbaikan Sarana dan Prasarana Publik

No Penilaian frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Baik

Kurang baik

13 37

26 74

Jumlah 50 100

Sumber: Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.12 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang masih kurang baik terhadap terhadap pelaksanaan perbaikan sarana dan prasarana publik dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan. Kuantifikasi skala likert berdasarkan persepsi terhadap pelaksanaan perbaikan sarana dan prasarana publik di desa sionom hudon selatan adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 13, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 50 orang. Nilai skala berdasarkan persepsi terhadap pelaksanaan perbaikan sarana dan prasarana publik di desa sionom hudon selatan adalah 0,26. Warga Binaan menganggap pelaksanaan perbaikan sarana dan prasarana publik seperti perbaikan jalan, sekolah dan tempat ibadah masih belum maksimal.


(27)

Tabel 5.13

Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pemberian Bantuan Bibit Tanaman

No Penilaian Frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Baik

Kurang baik

39 11

78 22

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.13 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik terhadap kegiatan pemberian bantuan bibit tanaman di desa sionom hudon selatan. Adapun keluhan dari responden yakni, beberapa jenis bibit tanaman yang diberikan tidak sesuai dengan jenis tanah dan iklim di Desa Sionom Hudon Selatan, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dan dijadikan alat produksi bagi penghasilan mereka. Kuantifikasi skala likert berdasarkan persepsi terhadap pemberian bantuan bibit tanaman di Desa Sionom Hudon Selatan adalah 0,78.

Tabel 5.14

Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Peningkatan Pelayanan Pendidikan

No Penilaian frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Baik

Kurang baik

37 13

74 26

Jumlah 50 100


(28)

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.14 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik terhadap pelaksanaan peningkatan pelayanan pendidikan di Desa Sionom Hudon Selatan. Sejak adanya Program Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil, anak-anak dapat merasakan Pendidikan Anak Usia Dini di lokasi pemberdayaan, di Dusun Hutakalang Desa Sionom Hudon Selatan. Nilai skala berdasarkan persepsi terhadap pelaksanaan peningkatan pelayanan pendidikan di desa sionom hudon selatan adalah 0,74.

Tabel 5.15

Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Tahapan-tahapan Dalam Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

No Penilaian frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Baik

Kurang baik

26 24

52 48

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.15 dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki persepsi baik dan kurang baik terhadap tahapan-tahapan dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan memiliki perbandingan jumlah yang tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan sebagian besar warga binaan tidak dilibatkan dalam proses dan tahapan-tahapan dalam program pemberdayaan ini. Nilai skala berdasarkan persepsi terhadap tahapan-tahapan dalam pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 0,52.


(29)

Tabel 5.16

Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Kegiatan Penyuluhan dan Bimbingan Sosial dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

No Penilaian frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Baik

Kurang baik

26 24

52 48

Jumlah 50 100

Sumber data primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.16 dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki persepsi baik dan kurang baik terhadap kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial memiliki perbandingan jumlah yang tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan sangat terbatasnya intensitas serta jenis penyuluhan dan bimbingan sosial yang ada, salah satunya hanya penyuluhan tentang pemberian bibit tanaman. Kegiatan bimbingan sosial serta ketrampilan yang tertuang dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil masih belum dapat dirasakan oleh warga binaan di Desa Sionom Hudon Selatan. Nilai skala berdasarkan persepsi terhadap kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan adalah 0,52.


(30)

5.3.3 Sikap Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Pengukuran berikutnya untuk menilai respon dalam penelitian ini adalah dengan melihat sikap warga binaan terhadap program pemberdayaan komunitas adat terpencil.

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa seluruh responden setuju terhadap pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan. Kuantifikasi skala likert berdasarkan sikap responden terhadap pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 50, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 50 orang. Nilai skala berdasarkan sikap responden terhadap pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 1.

Tabel 5.17

Distribusi Sikap Responden Terhadap Adanya Peningkatan Kesejahteraan melalui Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

No Sikap Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Setuju

Kurang setuju Tidak setuju

36 12 2

72 24 4

Jumlah 50 100


(31)

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.17 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden setuju bahwa telah terjadi peningkatan kesejahteraan melalui pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan. Hal ini dikarenakan warga binaan sudah memiliki tempat tinggal dan sedikit bantuan-bantuan dari pemerintah sehingga mereka bisa lebih fokus untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus memikirkan masalah tempat tinggal lagi. Mereka juga diberikan sedikit penyuluha tentang pertanian sehingga mereka bisa lebih meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan melalui hasil dari bercocok tanam yang sudah menjadi mata pencaharian bagi warga binaan di desa ini. Kuantifikasi skala likert berdasarkan sikap responden terhadap adanya peningkatan kesejahteraan melalui program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 0,68.

Tabel 5.18

Distribusi Sikap Responden Terhadap Kesesuaian Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Bagi Kebutuhan Warga

No Sikap Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Setuju

Kurang setuju Tidak setuju

3 33 14

6 66 28

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.18 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden masih kurang setuju bahwa program pemberdayaan


(32)

komunitas adat terpencil telah sesuai dengan kebutuhan warga. Kebutuhan pokok seperti sembako dan listrik masih sangat minim, bahkan ada yang belum dapat dirasakan oleh warga binaan. Kuantifikasi skala likert sikap responden berdasarkan kesesuaian program pemberdayaan komunitas adat terpencil terhadap kebutuhan warga di desa sionom hudon selatan adalah -0,22.

Tabel 5.19

Distribusi Sikap Responden Terhadap Perlunya Keberlanjutan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

No Sikap Frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Setuju

Kurang setuju

48 2

96 4

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.19 dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh responden setuju akan perlunya keberlanjutan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan, namun hal ini harus dibarengi dengan kualitas program yang masih perlu ditingkatkan lagi sehingga dapat memiliki dampak dan manfaat besar bagi kesejahteraan Komunitas Adat Terpencil. Kuantifikasi skala likert berdasarkan sikap responden terhadap perlunya keberlanjutan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 0,96.


(33)

5.3.4 Partisipasi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Pengukuran berikutnya untuk menilai respon dalam penelitian ini adalah dengan melihat sikap warga binaan terhadap program pemberdayaan komunitas adat terpencil yang akan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 5.20

Distribusi Partisipasi Responden Terhadap Keikutsertaan Rapat atau Musyawarah Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

No Kehadiran responden Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Sering Jarang Tidak pernah

10 29 11

20 58 22

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.20 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden jarang ikut serta dalam rapat atau musyawarah mengenai Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Hal ini dikarenakan kurangnya komunikasi dan sosialisasi antara warga binaan dan pelaksana program. Kuantifikasi skala likert berdasarkan partisipasi responden adalah -0,02.


(34)

Tabel 5.21

Distribusi Partisipasi Responden dalam Memberi Tanggapan atau Saran dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

No Kehadiran responden Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Sering Jarang Tidak pernah

2 8 40

4 16 80

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.21 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak pernah memberikan tanggapan atau saran dalam rapat Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden tidak terlalu memahami program. Kuantifikasi skala likert berdasarkan partisipasi responden dalam memberi tanggapan atau saran dalam program pemberdayaan komunitas adat terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan adalah -0,76.


(35)

Tabel 5.22

Distribusi Partisipasi Responden Terhadap Keikutsertaan Kegiatan Penyuluhan dan Bimbingan sosial dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil No Kehadiran responden Frekuensi Persentase (%) 1. 2. 3. Sering Jarang Tidak pernah 8 36 6 16 72 12

Jumlah 50 100

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.22 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden jarang mengikuti penyuluhan dan bimbingan sosial dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Hal ini dikarenakan minimnya kegiatan dan bimbingan sosial yang ada di dalam program. Kuantifikasi skala likert berdasarkan partisipasi responden terhadap keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial adalah 0,04.

Tabel 5.23

Distribusi Partisipasi Responden terhadap Keikutsertaan dalam Proses Pembangunan Perumahan dan Pemukiman di Desa Sionom Hudon Selatan

No Keikutsertaan Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. Sering Jarang Tidak pernah 2 31 17 4 62 34

Jumlah 50 100


(36)

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.23 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden masih jarang ikut serta dalam proses pembangunan perumahan dan pemukiman Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Hal ini dikarenakan sebagian besar warga binaan tidak dilibatkan dalam proses pembangunan perumahan dan pemukiman, warga binaan tidak turun langsung dalam proses pembangunannya, kebanyakan pekerja didatangkan dari luar desa.

Kuantifikasi skala likert berdasarkan partisipasi responden terhadap keikutsertaan dalam pembangunan perumahan dan pemukiman di desa sionom hudon selatan adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni -15, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 50 orang. Nilai skala berdasarkan partisipasi responden terhadap keikutsertaan dalam pembangunan perumahan dan pemukiman di desa sionom hudon selatan adalah -0,3.

5.4 Analisis Data Kuantitatif Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Setelah dianalisis secara kualitatif tentang respon warga binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada bagian ini, kategori yang sama akan dianalisis secara kuantitatif melalui pemberian skor dengan menggunakan skala Likert. Pemberian skor data dilakukan mulai dari respon yang negatif menuju respon yang positif, yakni:

a. Skor tidak setuju (negatif) adalah -1 b. Skor kurang setuju (netral) adalah 0 c. Skor setuju (positif) adalah 1


(37)

Untuk mendapatkan hasil respon warga binaan terhadap program pemberdayaan komunitas adat terpencil, dilakukan melalui pemberian skor berdasarkan pengetahuan, persepsi, sikap dan partisipasi. Dari jawaban responden yang telah dianalisis, kemudian dapat diklasifikasikan apakah pengetahuan, persepsi, sikap dan partisipasinya positif atau negatif dengan menentukan interval kelas seperti terlihat pada uraian di bawah ini:

Interval kelas (i) = nilai tertinggi (H)- nilai terendah (L) Banyak kelas (K)

= 1-(-1) 3

= 2

3 = 0.66

Maka untuk menentukan kategori respon positif , netral maupun respon negatif dengan adanya nilai batasan sebagai berikut :

1. -1.00 sampai dengan -0.33 = respon negatif 2. -0.33 sampai dengan 0.33 = respon netral 3. 0.33 sampai dengan 1 = respon positif

5.4.1. Persepsi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Pemberian skor kategori persepsi dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ini merupakan kategori awal dalam mengukur respon. Hasil skor persepsi (V1) merupakan hasil rata- rata Σ skor kategori persepsi : (hasil jumlah sub kategori dikali jumlah responden). Jumlah sub kategori persepsi ada 8 sub variabel (lihat lampiran). Sehingga rata- rata V1= Σskor kategori : (8 x 50).


(38)

Untuk mengetahui apakah persepsi warga binaan dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil termasuk respon positif atau negatif, maka dilakukan analisis dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai 0 untuk respon netral, dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah total responden.

Hasil akhir dapat dilihat apakah persepsi positif atau negatif dengan adanya batasan nilai pada skala likert, yaitu sebagai berikut :

= 209 : (8 x 50)

= 209 : 400

= 0,52

Keterangan :

Σ skor kategori persepsi = 209

Jumlah sub kategori persepsi = 8

Jumlah Responden = 50

Hasil skor kategori persepsi (V1) = 0,52

(Persepsi positif yaitu 0,52 karena berada di antara 0,33 sampai 1)

Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden memiliki persepsi positif terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.


(39)

5.4.2. Sikap Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Pemberian skor sikap dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil merupakan kategori kedua dalam mengukur respon. Hasil skor kategori sikap (V2) merupakan hasil rata-rata Σ skor kategori sikap : (hasil jumlah sub kategori/item dikali jumlah responden). Jumlah sub kategori sikap ada 9 sub kategori (lihat lampiran). Sehingga rata- rata V2= Σskor kategori : (9 x 50).

Untuk mengetahui apakah sikap warga binaan dalam pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil termasuk respon positif atau negatif, maka dilakukan analisis dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai 0 untuk respon netral, dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah total responden.

Hasil akhir dapat dilihat apakah persepsi positif atau negatif dengan adanya batasan nilai pada skala likert, yaitu sebagai berikut :

= 314 : (9 x 50) = 314 : 450 = 0,69 Keterangan :

Σ skor kategori sikap = 314

Jumlah sub kategori sikap = 9

Jumlah Responden = 50


(40)

(Sikap positif yaitu 0,69 karena berada di antara 0,33 sampai 1)

Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden memiliki sikap positif karena responden setuju dengan dilaksanakannya Program pemberdayaan komunitas adat terpencil dan mengharapkan program tersebut dapat tetap berjalan dan bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan warga binaan di Desa Sionom Hudon Selatan.

5.4.3. Partisipasi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Pemberian skor partisipasi dalam pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil juga merupakan kategori dalam mengukur respon. Hasil skor kategori partisipasi (V3) merupakan hasil rata-rata Σ skor kategori partisipasi : (hasil jumlah sub kategori/item dikali jumlah responden). Jumlah sub kategori sikap ada 8 sub kategori (lihat lampiran). Sehingga rata- rata V3= Σskor kategori : (8 x 50). Untuk mengetahui apakah partisipasi warga binaan dalam pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil termasuk respon positif atau negatif, maka dilakukan analisis dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai 0 untuk respon netral, dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah total responden.

Hasil akhir dapat dilihat apakah persepsi positif atau negatif dengan adanya batasan nilai pada skala likert, yaitu sebagai berikut :

= -27 : (8 x 50) = -27 : 400 = -0,06


(41)

Keterangan :

Σ skor kategori partisipasi = -27

Jumlah sub kategori partisipasi = 8

Jumlah Responden = 50

Hasil skor kategori partisipasi (V3) = -0,06

(Partisipasi negatif yaitu -0,06)

Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden memiliki partisipasi negatif karena responden tidak aktif mengikuti setiap kegiatan pertemuan yang dilaksanakan.

Jika kuantitatif data dilakukan secara menyeluruh dengan menggunakan skala likert, maka dapat dilihat rata-rata respon secara keseluruhan dari penelitian respon warga binaan dalam pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil. Jadi, hasil persepsi + hasil sikap + hasil partisipasi dibagi dengan banyak kelas yaitu:

Hasil Persepsi + Hasil Sikap + Hasil Partisipasi 3

= 0,52 + 0,69 + (-0,06) 3

= 1,15 3 = 0,38


(42)

Dari hasil keseluruhan antara persepsi, sikap dan partisipasi dapat diperoleh skor 0,38. Karena berada di antara 0,33 sampai 1 maka Respon warga binaan dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil adalah positif.


(43)

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang didapat dari hasil penelitian. Kesimpulan yang terdapat di bab ini merupakan hasil yang dicapai dari analisis data dalam penelitian tentang Respon Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan. Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 responden yang merupakan warga binaan.

6.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa respon warga binaan dalam Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dapat dilihat dari tiga aspek yaitu :

1. Dari aspek persepsi, hasil analisis data dapat diketahui bahwa warga binaan memiliki persepsi yang positif tentang Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, yang ditunjukkan melalui tanggapan baik dari warga binaan terhadap keseluruhan kegiatan dan pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil yang dilaksanakan oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan.

2. Dari aspek sikap, hasil analisis data dapat diketahui bahwa warga binaan memiliki sikap yang positif tentang Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Warga binaan memberikan penilaian yang baik serta setuju terhadap


(44)

pelaksanaan dan keberlangsungan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan.

3. Dari aspek partisipasi, hasil analisis data menunjukan bahwa warga binaan memiliki partisipasi negatif terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Hal ini dapat dilihat melalui jarangnya atau bahkan tidak adanya keterlibatan dan keaktifan warga binaan dalam setiap kegiatan maupun pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan program pemberdayaan komunitas adat terpencil yang dilaksanakan oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan.

Berdasarkan hasil dari ketiga kategori (persepsi, sikap dan partisipasi) tersebut dapat dilihat dengan nilai rata-rata responden terhadap pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil adalah positif. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa respon warga binaan terhadap program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah positif dengan jumlah rata-rata 0,38.

Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil diharapkan dapat terus dilanjutkan dan lebih ditingkatkan lagi, terutama dalam komunikasi dan sosialisasinya agar warga binaan dapat lebih berpartisipasi dan memahami maksud serta tujuan Program Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil, sehingga manfaat dari program tersebut dapat berdampak positif dan lebih maksimal terhadap kesejahteraan Komunitas Adat Terpencil di Indonesia.


(45)

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil hendaknya dilakukan dengan melibatkan seluruh warga binaan agar warga binaan dapat lebih mengerti dan berpartisipasi dalam melaksanakan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

2. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil hendaknya dilakukan dengan memperhatikan jenis-jenis bantuan yang diberikan pada warga binaan, yang lebih sesuai dan dibutuhkan oleh warga binaan dan dapat menunjang produktivitas warga.

3. Sebaiknya pihak lembaga pelaksana program, harus terlebih dahulu mencari atau meneliti apa yang menjadi penyebab utama atau akar permasalahan yang ada dalam Komunitas Adat Terpencil, sehingga dapat dicari solusi yang lebih tepat dalam mengatasi permasalahan sosial yang ada, khususnya dalam permasalahan Komunitas Adat Terpencil, sehingga kegiatan pemberdayaan dapat berjalan lebih maksimal dan tepat sasaran.


(46)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon

2.1.1. Pengertian Respon

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, respon didefinisikan sebagai suatu tanggapan, reaksi, maupun jawaban. Menurut The Great Encyclopedia dictionary, respon adalah menjawab, membalas, menyambut, menanggapi dan mengadakan reaksi. Hal yang menunjang dan melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah persepsi, sikap dan partisipasi. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia menghadapi suatu ransangan tertentu. Respon juga diartikan sebagai suatu tingkahlaku atau sikap yang berwujud, baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Sobur, 2003: 359).

Respon merupakan suatu tingkah laku yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu. Selain itu menurut Daryl Beum, respon diartikan sebagai tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah laku atau adu kuat (Adi, 1994:151).

Respon juga merupakan istilah yang digunakan dalam psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Teori behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan ransang dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku. Dengan kata lain, respon merupakan perilaku yang muncul karena adanya ransangan dari lingkungan.


(47)

2.1.2. Proses Terjadinya Respon

Dalam hal ini ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari pengamatan sampai berpikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini merupakan bagian dari kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus kesadaran.

2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayanagn pengiring yang tidak sama dengan warna objeknya.

3. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan pengamatan.

Jadi proses terjadinya respon adalah pertama-tama indera mengamati objek tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian


(48)

2.1.3. Indikator Respon

Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap dan partisipasi. Persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera. Respon dalam penelitian akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap dan partisipasi. Persepsi menurut Mc Mahon adalah proses menginterpretasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensorik information). Sedangkan menurut Morgan, King, dan Robinson menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia sekitar kita dengan kata lain persepsi dapat juga didefenisikan sebagai gejala suatu yang dialami manusia. Berdasarkan uraian diatas, William James mengatakan persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh indera kita. Diperoleh dari pengelolaan ingatan (memory) kemudian diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki (Adi, 1994 : 105).

Fenomena lain yang terpenting dalam kaitannya dengan persepsi adalah atensi (attention). Atensi merupakan suatu proses penyeleksian input yang akan diproses dalam kaitan dengan pengalaman. Oleh karena itu, atensi ini menjadi bagian yang penting dalam proses persepsi. Hal-hal yang mempengaruhi atensi seseorang dapat dilihat dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi atensi adalah:

1. Motif dan kebutuhan

2. Preparatory set, yaitu kesiapan seseorang untuk berespon terhadap suatu input sensorik tertentu tetapi tidak pada input yang lain


(49)

Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi atensi adalah : 1. Intensitas dan ukuran

2. Kontras dengan hal-hal yang baru 3. Pengulangan

4. Pergerakan (Adi, 1994 : 107).

Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan, dan prasangka, pemahaman yang mendetail, rasa takut, ancaman, dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Pengungkapan sikap dapat diketahui melalui :

1. Pengaruh atau penolakan 2. Penilaian

3. Suka atau tidak suka

4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif apabila dilihat melalui tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya, seseorang disebut mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengar atau perubahan terhadap sesuatu objek tidak mempengaruhi tindakannya atau justru menghindar dan membenci objek tertentu.

Mengenai sikap, Thursone mengatakan sikap adalah derajat efek positif atau negatif yang dikaitkan dengan objek psikologis . Objek psikologis yang dimaksud


(50)

adalah lambang-lambang, kalimat, semboyan , intuisi, pekerjaan, atau profesi, dan ide yang dapat dibedakan dalam perasaan positif atau negatif. Sikap adalah tendensi untuk berekasi dalam suka atau tidak suka terhadap suatu objek sikap yang merupakan emosi yang diarahkan oleh seseorang kepada orang lain., benda atau peristiwa sebagai objek sasaran sikap. Sikap merupakan respon evaluatif yang dapat berbentuk positif atau negative (Azwar, 2007:25).

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting dalam mengukur suatu respon. Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan masyarakat untuk secara aktif berperan serta dalam proses pembangunan. Pengertian partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya suatu program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan partisipasi tersebut sama dengan peran serta. Peran serta merupakan proses komunikasi dua arah yang dilakukan terus menerus guna meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggung jawab.

Partisipasi warga adalah “proses ketika warga, sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka”. Partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan memerlukan kesadaran warga masyarakat akan minat dan kepentingan yang sama. Untuk berhasilnya suatu program maka warga masyarakat dituntut terlibat tidak hanya dalam aspek kognitif dan praktis, tetapi juga ada keterlibatan emosional pada program tersebut sehingga dapat memberi kekuatan dan perasaan


(51)

untuk ikut serta dalam gerakan perubahan yang diperlukan dalam mengukur respon (http://repository.usu.ac.id diakses pada 18 Januari 2013 pukul 21.00 WIB).

2.2. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Masyarakat merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraan. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai (Siagian, 2012:165). Pemberdayaan sebenarnya mengacu pada upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai obyek tetapi justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum (Setiana, 2005: 6).

Seperti yang telah dikemukakan pada Bab I bahwasanya Pemberdayaan dalam konteks ini merupakan suatu proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga dengan dua cara pandang.


(52)

masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah objek manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subjek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggung jawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan.

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Inti pengertian pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri.

Birokrasi pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut


(53)

membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati (Sutoro, 2002:8).

2.3. Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial 2.3.1. Kebijakan Publik

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintah bukan saja dalam artian government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula

govermance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Menurut Bridgman dan Davis (Suharto, 2007:3) mengatakan bahwa kebijakan publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai ‘whatever government choose to do or not to do’. Artinya kebijakan publik adalah ‘apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan’.

Kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didisain untuk mencapai hasil-hasil tertentu. Namun tidak berarti bahwa makna kebijakan hanyalah milik atau domain pemerintah saja tetapi juga milik organisasi non pemerintah, organisasi sosial dan lembaga-lembaga sukarela lainnya. Namun, kebijkan mereka tidak dapat diartikan sebagai kebijakan publik karena kebijakan mereka tidak memakai sumber daya publik atau tidak memiliki legalitas hukum sebagaimana kebijakan lembaga pemerintah.

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan Agenda

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masal


(54)

agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn, isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Penyusunan agenda kebijakan sebaiknya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.

2. Formulasi kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.


(55)

3. Adopsi atau Legitimasi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.

4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan

Secara umum menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan (William, 1998:24).


(56)

Bridgeman dan Davis (2004: 4-7) menerangkan bahwa kebijakan publik sedikitnya memiliki tiga dimensi yang saling bertautan yakni :

1. Kebijakan publik sebagai tujuan

Kebijakan adalah a means to an end yaitu alat untuk mencapai sebuah tujuan. Kebijkan publik pada akhirnya menyangkut pencapaian tujuan publik. Artinya, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didisain untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik sebgai kenstituen pemerintah.

2. Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal

Melalui kebijakan-kebijakan, pemerintah membuat ciri khas kewenangannya. Artinya, kompleksitas dunia politik disederhanakan menjadi pilihan-pilihan tindakan yang sah atau legal untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan kemudian dapat dilihat sebagai respon atau tanggapan resmi terhadap isu atau masalah publik.

3. Kebijakan publik sebagai hipotesis

Kebijakan dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis mengenai sebab dan akibat. Kebijakan-kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi-asumsi mengenai perilaku. Kebijakan selalu mengandung insentif yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Kebijakan juga selalu memuat disinsentif yang mendorong orang tidak melakukan sesuatu.


(57)

2.3.2. Kebijakan Sosial

Kebijakan Sosial merupakan salah satu kebijakan publik. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan pengembangan (developmental). Sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya. Secara garis besar kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yakni perundang-undangan, program pelayanan sosial dan sistem perpajakan. Berdasarkan kategori ini maka dapat dinyatakan bahwa setiap perundang-undangan, hukum atau peraturan yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan sosial. Namun tidak semua kebijakan sosial berbentuk perundang-undangan.

Peranan pemerintah atau negara di bidang kesejahteraan sosial melalui kebijakan sosial, sebetulnya dimaksudkan untuk mengusahakan adanya kesetaraan diantara warga masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraannya. Perbedaan latar belakang antar warga masyarakat seringkali mengakibatkan posisi dan kesempatan mereka tidak sama. Hal ini dapat mengakibatkan warga masyarakat yang posisinya tidak menguntungkan akan termarginalisasi dan mengalami masalah dalam mewujudkan kesejahteraannya, bahkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasarnya. Oleh sebab itu, dibutuhkan peranan pemerintah untuk membantu kelompok marginal.

Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang


(58)

bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Dalam garis besar, kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yakni perundang-undangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan. Berdasarkan kategori ini, maka dapat dinyatakan bahwa setiap perundang-undangan, hukum atau peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan sosial. Namun, tidak semua kebijakan sosial berbentuk perundang-undangan (Suharto, 2007: 11).

Ada dua pendekatan dalam mendefenisikan kebijakan sosial sebagai sebuah kebijakan publik yaitu pendekatan pertama mendefenisikan kebijakan sosial sebagai seperangkat kebijakan negara yang dikembangkan untuk mengatasi masalah sosial melalui pemberian pelayanan sosial dan jaminan sosial. Pendekatan kedua mendefenisikan kebijakan sosial sebagai disiplin studi yang mempelajari kebijakan-kebijakan kesejahteraan, perumusan dan konsekuensinya. Meskipun kedua pendekatan ini memiliki orientasi berbeda baik sebagai ketetapan pemerintah maupun sebagai bidang studi keduanya menekankan bahwa kebijakan sosial adalah salah satu kebijakan publik yang menyangkut pembangunan kesejahteraan sosial (Spicker, Bergman dan Davis, dalam Suharto, 2007: 5).

2.4. Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil 2.4.1. Pengertian Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Program adalah produk yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perencanaan, program dapat juga diartikan sebagai pernyataan tertulis mengenai :


(59)

b. Masalah yang dihadapi c. Tujuan yang ingin dicapai

d. Cara mencapai tujuan, yaitu perencanaan kerja yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang dilakukan, siapa saja yang melakukan, kapan dilakukan, bagaimana cara melakukan dan dimana hal tersebut dilakukan.

Perencanaan program merupakan upaya perumusan, pengembangan, dan pelaksanaan program-program. Disebutkan pula bahwa perencanaan program merupakan proses yang berkelanjutan melalui semua warga masyarakat, penyuluhan, dan para para ilmuwan untuk memusatkan pengetahuan dan keputusan-keputusan dalam mencapai pembangunan yang lebih terarah dan mantap (martinez, dalam setiana, 2005:70)

2.4.2. Komunitas Adat Terpencil

Salah satu Penyandang Masalah Kesejahteran Sosial (PMKS) yang memerlukan perhatian khusus oleh negara yaitu Komunitas Adat Terpencil. Berbicara mengenai Komunitas Adat Terpencil, maka terdapat beragam persepsi dan terminologi yang digunakan dalam membahas tentang Komunitas Adat Terpencil di Indonesia. Pada tahun 1973 dikenal dengan sebutan Suku Terasing, kemudian pada tahun 1994 menjadi Masyarakat Terasing hingga pada tahun 1999 menjadi Komunitas Adat Terpencil dengan perubahan pada karakteristiknya. Terdapat perbedaan yang khas antara sosial budaya Komunitas Adat Terpencil dengan kondisi sosial budaya bangsa Indonesia pada umumnya. Perbedaan tersebut menempatkan Komunitas Adat Terpencil sebagai komunitas yang menjalani kehidupan secara tradisional


(60)

dibandingkan dengan kehidupan masyarakat pada umumnya yang menjalani kehidupan secara modern.

Komunitas Adat Terpencil merupakan kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik dengan tujuh kriteria, antara lain berbentuk komunitas relatif kecil, tertutup dan homogen. Pada umumnya terpencil secara geografis dan secara sosial budaya tertinggal dengan masyarakat yang lebih luas, dan masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem (Departemen Sosial RI, 2003).

Sesuai dengan Keppres RI No.111/1999 tentang Pembinaan Sosial Komunitas Adat Terpencil, yang dimaksud dengan KAT adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik.

Komunitas Adat Terpencil (KAT) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen. Komunitas Adat Terpencil umumnya hidup dalam kelompok kecil dengan tingkat komunikasi yang terbatas dengan pihak luar. Disamping itu kelompok Komunitas Adat Terpencil hidup dalam satu kesatuan suku yang sama dan bersifat tertutup. b. Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan. Pranata sosial yang ada

dan perkembangan dalam Komunitas Adat Terpencil pada umumnya bertumpu pada hubungan kekerabatan dimana kegiatan mereka sehari-hari masih didasarkan pada hubungan darah dan ikatan tali perkawinan. Pranata sosial yang ada tersebut meliputi antara lain pranata ekonomi, pranata kesehatan, pranata hukum, pranata agama, pranata kepercayaan, pranata politik, pranata pendidikan, pranata ilmu pengetahuan, pranata ruang waktu,


(61)

pranata hubungan sosial, pranata kekerabatan, pranata sistem organisasi sosial.

c. Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau. Secara geografis Komunitas Adat Terpencil umumnya berada didaerah pedalaman, hutan, pegunungan, perbukitan, laut, rawa, daerah pantai yang sulit dijangkau. Kesulitan ini diperkuat oleh terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, baik ke atau dari kantong Komunitas Adat Terpencil. Kondisi ini mempengaruhi dan menghambat upaya pemerintah dan pihak luar dalam memberikan pelayanan pembangunan secara efektif dan terpadu

d. Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsisten. Aktivitas kegiatan ekonomi warga Komunitas Adat Terpencil sehari-hari hanya sebatas memenuhi kebutuhan hidpnya sendiri.

e. Peralatan teknologinya sederhana. Dalam upaya memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari baik dalam kegiatan pertanian, berburu, maupun kegiatan lainnya, Komunitas Adat Terpencil masih menggunakan peralatan yang sederhana yang diwariskan secara turun-temurun.

f. Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggi. Kehidupan Komunitas Adat Terpencil sangat menggantungkan kehidupan kesehariannya baik itu fisik, mental dan spiritual pada lingkungan alam seperti umumnya aktivitas keseharian warga berorientasi pada kondisi alam seperti umumnya aktivitas keseharian warga berorientasi pada kondisi alam atau berbagai kejadian dan gejala alam.


(62)

g. Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik. Sebagaimana konsekuensi logis dari keterpencilan, akses berbagai pelayanan sosial ekonomi dan politik yang tersedia dilokasi atau di sekitar lokasi tidak ada atau sangat terbatas sehingga menyebabkan sulitnya warga Komunitas Adat Terpencil untuk memperolehnya dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya.

Ditinjau dari segi habitatnya, Komunitas Adat Terpencil bermukim dapat dikelompokkan menjadi:

a. Komunitas adat yang tertinggal di dataran tinggi dan/atau daerah pegunungan b. Komunitas adat yang tertinggal di daerah dataran rendah dan/atau daerah

rawa

c. Komunitas adat yang tertinggal di daerah pedalaman dan/atau daerah perbatasan

d. Komunitas adat yang tertinggal di atas perahu dan/atau daerah pinggir pantai Namun demikian, sebagian kecil Komunitas Adat Terpencil juga dapat ditemukan di wilayah-wilayah yang mengalami pemekaran daerah, wilayah industri, wilayah konflik dan kerusuhan serta wilayah perbatasan antar negara. Bahkan masih terdapat warga Komunitas Adat Terpencil yang hidup berpindah-pindah, terpencar, terpencil, terisolir sehingga menjadi hal yang sulit untuk menjangkaunya. Berdasarkan hal tersebut maka warga Komunitas Adat Terpencil juga terbagi ke dalam tiga kategori yakni, kategori I adalah warga Komunitas Adat Terpencil yang masih hidup berkelana, kategori II adalah warga Komunitas Adat Terpencil yang masih hidup menetap sementara, dan kategori III adalah warga Komunitas Adat Terpencil yang telah hidup menetap.


(1)

5

7. Sahabat-sahabat terdekat dan terkonyol penulis; Tupai (Evi), Lae awak (Henny), Kelabang (nina shelly), Tedot (steady) dan Franky. Thx juga buat gawe ojes, mami, dek odel, juli, dan banyak lagi kawan-kawan kessos 2009 beserta senior-junior 2005-2012 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

8. Sahabat-sahabat SC Choir “Geng Motor Di Doa Ibu” yang selalu mendukung,

mendoakan dan memberi penghiburan bagi penulis.

9. Muda-mudi Jermal dan sekitarnya; terkhusus buat meri, cia, frendo, eko dan kak ika yang telah mendukung dan selalu menemani minum bandrek, puding dan pijat, saat penulis dalam keadaan kurang sehat dan masuk angin.

10. Keluarga besar Caritas PSE (DIC) khususnya bang jude, kak mele, poker dan

“my partner in crime” kak karis, yang selalu menemani travelling, backpackeran ke berbagai pelosok di Indonesia. Kapan lagi kita kemana kak?

11. Keluarga Besar Tanoto Foundation; TF Scholar’s, Pak Victor dan Mbak Vika

yang telah membantu baik secara moril maupun materil selama di perkuliahan. Terimakasih atas semua dukungan dan semangat yang penulis terima selama ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan skripsi ini agar menjadi lebih baik dan bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2013


(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Pembatasan Masalah ... 11

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14

2.1.1 Pengertian Respon ... 14

2.1.2 Proses Terjadinya Respon ... 15

2.1.3 Indikator Respon ... 16

2.2 Pemberdayaan Masyarakat ... 19

2.3 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial ... 21

2.3.1 Kebijakan Publik ... 21

2.3.2 Kebijakan Sosial ... 25

2.4 Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 26

2.4.1 Pengertian Program ... 26

2.4.2 Komunitas Adat Terpencil ... 27

2.4.3 Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 31

2.4.4 Tujuan Program Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil ... 36

2.4.5 Sasaran Program Kegiatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 37

2.4.6 Tahapan Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 38

2.4.7 Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara ... 42


(3)

7

2.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 48

2.7.1 Definisi Konsep ... 48

2.7.2 Definisi Operasional ... 49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 52

3.2 Lokasi Penelitian ... 52

3.3 Populasi Penelitian ... 52

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 53

3.5 Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Desa Sionom Hudon Selatan ... 56

4.2 Kondisi Geografis ... 56

4.3 Kondisi Demografis ... 58

4.4 Fasilitas Umum dan Pelayanan Sosial ... 60

4.5 Pranata Ekonomi atau Mata Pencaharian ... 60

4.6 Pranata Politik dan Lembaga Adat ... 62

4.7 Pranata Agama, Religi atau Sistem Kepercayaan ... 63

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar ... 64

5.2 Analisis Identitas Responden ... 65

5.3 Respon Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan ... 69

5.3.1 Pengetahuan Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat terpencil ... 70

5.3.2 Persepsi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat terpencil ... 73

5.3.3 Sikap Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat terpencil ... 79

5.3.4 Partisipasi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat terpencil ... 82

5.4 Analisis Data Kuantitatif Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat terpencil ... 85

5.4.1 Persepsi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat terpencil ... 86

5.4.2 Sikap Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat terpencil ... 88

5.4.3 Partisipasi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat terpencil ... 89

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 92


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 66

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 66

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 67

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Suku ... 67

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 68

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 70

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Tujuan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 71

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap manfaat Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 72

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Proses Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 73

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Penataan Pemukiman dan Perumahan di Desa Sionom hudon Selatan.. 74

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Perbaikan Sarana dan Prasarana Publik ... 75

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pemberian Bantuan Bibit Tanaman ... 76

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Peningkatan Pendidikan ... 76

Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Tahapan-tahapan dalam Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 77

Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Kegiatan Penyuluhan dan bimbingan Sosial dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 78

Tabel 5.17 Distribusi Sikap Responden Terhadap Adanya Peningkatan Kesejahteraan melalui Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 79

Tabel 5.18 Distribusi Sikap Responden Terhadap Kesesuaian Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Bagi Kebutuhan Warga .. 80

Tabel 5.19 Distribusi Sikap Responden Terhadap Perlunya Keberlanjutan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 81

Tabel 5.20 Distribusi Partisipasi Responden Terhadap Keikutsertaan Rapat atau Musyawarah dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 82

Tabel 5.21 Distribusi Partisipasi Responden Dalam Memberi Tanggapan atau saran dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 83

Tabel 5.22 Distribusi Partisipasi Responden Terhadap Keikutsertaan Kegiatan Penyuluhan dan Bimbingan social dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 84

Tabel 5.23 Distribusi Partisipasi Responden Terhadap Keikutsertaan dalam Proses Pembangunan Perumahan dan Pemukiman di Desa Sionom Hudon Selatan ... 84


(5)

9

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Bagan Alur Pemikiran ... 47 Bagan 5.1 Struktur Pemerintahan Desa ... 69


(6)

DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil Dokumentasi Observasi Penelitian

2. Kuesioner

3. Tabel Penskoran Respon Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sinom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang hasundutan

4. Surat Keterangan Dosen Pembimbing

5. Berita Acara Seminar Proposal Penelitian

6. Lembar Kegiatan Pembimbing Proposal Penelitian/Skripsi


Dokumen yang terkait

Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

1 78 120

Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan

5 86 130

Respon Masyarakat Desa Sitio Ii Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

2 59 107

Optimasi Pembangkit Listrik Hibrid (Diesel-Surya-Angin) Di Desa Si Onom Hudon 7 Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

9 28 102

Optimasi Pembangkit Listrik Hibrid (Diesel-Surya-Angin) Di Desa Si Onom Hudon 7 Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

0 1 13

17 pembangunan embung kec parlilitan desa sionom hudon

0 0 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Optimasi Pembangkit Listrik Hibrid (Diesel-Surya-Angin) Di Desa Si Onom Hudon 7 Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

0 1 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon 2.1.1 Pengertian Respon - Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provi

0 0 42

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

0 0 13